• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pemilihan Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1. Pemilihan Lokasi

Penelitian dilakukan di KBBK yang terletak di Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat. Lahan di Kota Baru Bandar Kemayoran merupakan lahan kosong seluas 454 ha ex Bandara Internasional Kemayoran yang dipindahkan ke Cengkareng. Lahan kosong seluas 454 ha tersebut dijadikan momen untuk menata permukiman kumuh sebanyak 4.902 Kepala Keluarga (pemilik, penyewa, dan penggarap) di sekitar wilayah tersebut. Lahan ini berada di Kelurahan Gunung Sahari selatan, Pademangan Timur dan Kebon Kosong (Gambar 3.1).

Permukiman rumah susun Kota Baru Bandar Kemayoran dijadikan tempat penelitian, dengan alasan:

a. Merupakan kawasan peremajaan lingkungan perkotaan yang cukup luas (454 ha) yang dijadikan momen untuk menata permukiman kumuh. Penataan ini didesain agar penduduk asli dapat menghuni kembali kawasan ini.

b. Rumah susun sederhana yang dipilih mempunyai variasi tipe, dan merupakan salah satu kelas rumah susun KBBK yang terdiri dari kelas mewah (3.350 unit), menengah (10.000 unit) dan sederhana (16.650 unit) baik untuk dimiliki maupun disewa.

c. Rumah susun KBBK merupakan rumah susun generasi kedua yang dibangun setelah rumah susun milik (rusunami) Klender dan Tanah Abang. Berbeda dengan rumah susun generasi satu, rumah susun gererasi dua ini sudah mempertimbangkan lantai dasar dimanfaatkan sebagai fasilitas umum, sama dengan kebijakan pemerintah yang akan membangun 1.000 tower rusunami.

Lokasi penelitian terpilih difokuskan pada kelompok masyarakat yang menghuni 2.176 unit rumah susun sederhana1 yang dibangun oleh Perum Perumnas (Gambar 3.1).

1 Rumah susun yang tidak mempunyai fasilitas lift (walk up Flat), maksimum 4 lantai atau 5 lantai dengan syarat

(2)

Gambar 3.1 Lokasi penelitian

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian lapangan dilakukan mulai Oktober 2009 sampai dengan Januari 2010

3.2. Jenis Data Pendukung dan Karakteristik Responden

Jenis data mencakup karakteristik responden, struktur lingkungan permukiman (seting fisik, kondisi sosial, ekonomi dan budaya), dan data pendukung lainnya (Tabel 3.1)

DKI Jakarta

Bandar Kemayoran Lokasi Penelitian

U

(3)

Tabel 3.1 Jenis data pendukung dan karakteristik responden

NO JENIS DATA UNIT SUMBER DATA KEGUNAAN/TUJUAN A KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Umur & jenis kelamin 2. Jenis pekerjaan 3. Jenjang pendidikan 4. Blok yang ditempati 5. Lama tinggal di rusun 6. Asal tinggal sebelumnya 7. Status penghunian 8. Kepemilikan unit sarusun

Responden

Mengetahui karakteristik responden

B STRUKTUR LINGKUNGAN PERMUKIMAN

1. Seting spasial lingk. Permukiman (ekosistem permukiman)

a. Rencana Tata Ruang /masterplan

b. Jumlah dan tipe unit sarusun c. Koef. Dasar Bangunan d. Koef. Lantai Bangunan e. Koef. Ruang Terbuka Hijau f. Jumlah dan jenis fasum g. Batas administrasi RT/RW dan

luas

h. Kepadatan penduduk i. Penghijauan

Tata Kota DKI, DP3KK + pengamatan lap.

Mengetahui gambaran seting rinci penataan ruang di permukiman rumah susun

2. Sosial ekonomi

a. Jumlah angg. Kel/penghuni b. Jumlah sumber penghasilan

keluarga

c. Biaya pengeluaran rata-rata per bulan

Jiwa Responden Mengetahui gambaran sosial ekonomi di lingkungan permukiman rumah susun

3. Sosial budaya

a. Perkumpulan & kelembagaan b. Suku bangsa

c. Kehidupan bertetangga d. Partisipasi masyarakat

Responden Mengetahui gambaran sosial budaya di lingkungan permukiman rumah susun

C DATA PENDUKUNG LAIN

a. Kondisi kependudukan Jiwa BPS DKI Jakarta b. Kondisi sosial ekonomi Jiwa/kpt BPS DKI Jakarta

c. Kondisi fisik rumah susun DP3KK

d. Peta penggunaan lahan Tata kota DKI, DP3KK

e. Luas areal Ha DP3KK

f. Kemayoran dalam angka Kecamatan Kemayoran

g. Struktur kelembagaan DP3KK, perhimp.

penghuni, perumnas

h. Adat istiadat Tokoh masyarakat, pakar

(4)

3.3. Jenis Data dan Peubah yang Diamati

3.3.1. Jenis data dan peubah yang diamati untuk performansi teknis, fungsi hunian dan perilaku (tujuan 1)

Seperti telah diuraikan pada Bab II terdahulu bahwa Evaluasi Pascahuni dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu evaluasi teknis, evaluasi fungsional, dan evaluasi perilaku. Evaluasi teknis dilakukan untuk mengetahui performansi teknis, evaluasi fungsional dilakukan untuk mengetahui performansi fungsi hunian, dan evaluasi perilaku dilakukan melalui gejala persepsi lingkungan. Adapun definisi operasional masing-masing komponen evaluasi pascahuni adalah sebagai berikut :

a) Performansi teknis adalah penilaian performa bangunan secara teknis yang mencakup sirkulasi dan aksesibilitas, keamanan dari bahaya kebakaran, terlindung dari bahaya petir dan kelistrikan, kesehatan bangunan gedung, dan kenyamanan bangunan

b) Performansi fungsi hunian adalah penilaian performa dari fungsi bangunan hunian yang terdiri dari dimensi fisik, konfigurasi ruang, dan perabot yang memfasilitasi fungsi hunian, mencakup fungsi tempat hunian (shelter), fungsi perlindungan (security) dari gangguan fisik dan psikologis, fungsi pendidikan dalam mengasuh anak (child-rearing), fungsi yang dalam mengungkapkan identitas/jati diri penghuni (symbolic

identification), fungsi dalam berinteraksi sosial (social interaction),

fungsi dapat memberikan kesenangan (leisure), fungsi yang dapat memfasilitasi kemudahan aksesibilitas ke tempat-tempat fasilitas sosial ekonomi (accessibility), fungsi yang mempunyai nilai ekonomi (financial investment), dan fungsi benda bersama dalam mengefisienkan biaya-biaya utilitas (public efficiency) c) Persepsi lingkungan adalah adalah proses penerimaan sejumlah

informasi seting lingkungan melalui bekerjanya sistem syaraf yang diintepretasikan melalui penarikan kesimpulan dari suatu kejadian, dalam rangka penyesuaian timbal balik antara individu, lingkungan sosial dan lingkungan fisik

Jenis dan sumber data untuk evaluasi pascahuni dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut :

(5)

Tabel 3.2 Jenis dan sumber data untuk evaluasi pascahuni

NO JENIS DATA UNIT SUMBER DATA KEGUNAAN/TUJUAN A. TEKNIS

1. Sirkulasi & aksesibilitas (9 kom-ponen penilaian)

2. Aman dari bahaya kebakaran (9 komponen penilaian)

3. Terlindung dari bahaya petir dan kelistrikan (3 komponen penilaian)

4. Kesehatan bangunan gedung (2 komponen penilaian)

5. Kenyamanan bangunan (13 komponen penilaian)

6. Sarana evakuasi (4 komponen penilaian) 7. Pengelolaan/perawatan & lingkungan (9 komponen penilaian) % Data lapangan desain rumah susun Bandar Kemayoran Mengetahui performansi keteknisan di lingkungan permukiman rumah susun B. FUNGSI HUNIAN

1. Sebagai tempat hunian (Shelter) (2 komponen penilaian) 2. Sebagai tempat yang aman

(security) dari gangguan fisik dan psikologis (3 komponen

penilaian)

3. Sebagai tempat mengasuh anak (Child-rearing) (3 komponen penilaian)

4. Sebagai tempat untuk

mengungkapkan identitas/jati diri penghuni (Symbolic identification) (3 komponen penilaian)

5. Sebagai tempat terjadinya interaksi sosial (social interaction) (3 komponen penilaian)

6. Sebagai tempat yang dapat memberikan kesenangan (3 komponen penilaian)

7. Sebagi tempat yang memfasilitasi kemudahan aksesibilitas ke tempat-tempat fasilitas sosial ekonomi (accessibility) (4 komponen penilaian) 8. Sebagai benda bernilai ekonomi

(financial investment) (2 komponen penilaian)

9. Sebagai benda bersama yang dapat mengefisienkan biaya-biaya utilitas (public efficiency) (2 komponen penilaian) % Data lapangan desain rumah susun Bandar Kemayoran Mengetahui fungsi hunian bangunan permukiman rumah susun

(6)

NO JENIS DATA UNIT SUMBER DATA KEGUNAAN/TUJUAN C GEJALA PERSEPSI LINGKUNGAN 1. PERSEPSI TERHADAP EKONOMI a. Kesejahteraan b. Peningkatan Penghasilan tambahan % Responden Mengetahui gambaran persepsi penghuni terhadap kondisi sosial ekonomi di lingkungan permukiman rumah susun 2. PERSEPSI TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL a. pemenuhan kebutuhan b. Kebetahan c. Kekerabatan

d. Partisipasi masy arakat e. Tingkat toleransi penghunian

% Responden

Mengetahui gambaran persepsi penghuni terhadap kondisi sosial di lingkungan permu-kiman rumah susun 3. PERSEPSI TERHADAP EKOSISTEM a. Estetika lingkungan b. Keberhasilan pengelolaan lingkungan % Responden Mengetahui gambaran persepsi penghuni terhadap estetika lingkungan dan keberhasilan penge-lolaan lingkungan di lingkungan permu-kiman rumah susun 4. PERSEPSI TERHADAP SETING

FISIK PERMUKIMAN a. Privasi b. Teritorialias c. Kesesakan d. Peta kognitif e. Sarana-prasarana % Responden Mengetahui gambaran persepsi penghuni terhadap seting fisik

permukiman di permukiman rumah

susun

3.3.2. Jenis data dan peubah yang diamati untuk performansi ESB (tujuan 2)

Untuk mengetahui performansi perilaku eco-spatial behavior individu baik yang tampak (overt) maupun yang tak tampak (covert) pada penghunian rumah susun dilakukan dengan mengukur sikap untuk perilaku yang tampak dan mengukur pernyataan yang mencerminkan tindakan yang tampak berdasarkan definisi operasional berikut ini:

Performansi eco-spatial behavior adalah baik performansi tindakan yang tampak maupun performansi sikap yang tidak tampak dari individu dalam berperilaku eco-spatial behavior, yang mencakup pelestarian fungsi lingkungan, adaptasi/coping lingkungan, meningkatkan kesejahteraan, dan kesadaran berorganisasi.

(7)

Adapun kisi-kisi komponen untuk menilai performansi eco-spatial behavior dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Komponen eco-spatial behavior dan aspek yang diukur

ASPEK ESB YANG DIUKUR

PERILAKU TAK TAMPAK TINDAKAN TAMPAK

NO KOMPONEN/ DIMENSI

Aspek ESB Skor Aspek ESB Skor

1 Pelestarian fungsi lingkungan

Sikap peduli terhadap lingkungan

Tindakan dalam pelestarian fungsi lingkungan

2 Adaptasi/coping lingkungan

Sikap adaptasi secara mental dalam coping lingkungan

Tindakan dalam melakukan adaptasi/coping lingkungan 3 Meningkatkan kesejahteraan Motivasi meningkatkan kesejahteraan Tindakan meningkatkan kesejahteraan 4 Kesadaran berorganisasi Kesadaran (kemauan ikut)bBerorganisasi

Keikutsertaan dan keaktifan berorganisasi

Total Skor Jml Skor ESB tak tampak Jumlah Skor ESB tampak

Dari tabel tersebut di atas, selanjutnya disusun kisi-kisi seperti yang dilihat pada Tabel 3.4 sampai dengan Tabel 3.11 sebagai berikut.

a. Perilaku tak nampak (sikap)

Definisi operasional perilaku tak nampak adalah perilaku yang tidak dapat dilihat oleh indera (tak kasat indera) berupa sikap seseorang didasarkan atas (a) pernyataan pengetahuan yang dimiliki (kognisi), (b) pernyataan yang berkaitan dengan emosi (afeksi), dan (c) pernyataan kecenderungan bertindak (konasi) atas 4 komponen ESB.

Adapun kisi-kisi jenis data 4 komponen ESB mencakup (a) sikap peduli lingkungan berupa unit rumah susun, benda bersama, dan kawasan rumah susun, (b) sikap adaptasi secara mental dalam coping lingkungan, (c) motivasi meningkatkan kesejahteraan, dan (d) kesadaran berorganisasi (Tabel 3.4 sampai dengan Tabel 3.7).

1) Peduli lingkungan

Definisi operasional sikap peduli lingkungan: adalah kognisi, afeksi dan konasi kesediaan penghuni dalam menjaga dan memelihara unit rumah susun, benda bersama, dan kawasan rumah susun dengan kisi-kisi yang disajikan dalam Tabel 3.4.

(8)

Tabel 3.4 Kisi-kisi jenis data sikap peduli terhadap lingkungan (ESB 1)

Aspek yang diukur

Dimensi/komponen Unit sarusun

Benda bersama

dalam Bangunan Kawasan rusun a. Kognisi

b. Afeksi c. Konasi

Jumlah Skor (Min. – Maks.) (3-5) (3-5) (3-5)

Jawaban : (5) Sangat Setuju, (4) Setuju, (3) Agak Setuju, (2) Tidak Setuju, (1) Sangat Tidak Setuju

2) Coping Lingkungan

Definisi operasional sikap coping lingkungan : adalah sikap penghuni melakukan tindak penyesuaian diri secara mental dalam beradaptasi terhadap kehidupan bermasyarakat dan kesediaan menerima seting rumah susun apa adanya.

Tabel 3.5 Kisi-kisi jenis data sikap adaptasi secara mental dalam coping lingkungan (ESB 2)

Dalam Kehidupan Bermasyarakat Aspek yang diukur

Dimensi/komponen

Kesediaan Hidup Rukun dan Tolong Menolong dengan Tetangga Kesediaan Mentaati Peraturan Penghunian Kesediaan Menerima Unit Rusun Apa Adanya a. Kognisi b. Afeksi c. Konasi

Jumlah Skor (Minimal – Maksimal)

(3-15) (3-15) (3-15)

Jawaban : (5) Sangat Setuju, (4) Setuju, (3) Agak Setuju, (2) Tidak Setuju, (1) Sangat Tidak Setuju

3) Motivasi kesejahteraan

Definisi operasional motivasi kesejahteraan : adalah adanya keinginan untuk mencapai sejahtera, mempunyai sikap positif terhadap keinginan, dan melakukan upaya mencapai kesejahteraan, mencakup kualitas rumah susun, menambah penghasilan keluarga, meningkat pengetahuan, dan pleasure penghunian.

Adapun kisi-kisi penilaian motivasi dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut :

(9)

Tabel 3.6 Kisi-kisi jenis data motivasi meningkatkan kesejahteraan (ESB 3) Aspek yang diukur

Dimensi/komponen Kualitas Unit Sarusun Penghasilan Keluarga Kesehatan Penghuni Pengetahuan Penghuni Kesenangan (Pleasure) Penghunian a. Keinginan/Dorongan b. Sikap positif terhadap keinginan c. Upaya

Jumlah Skor (Minimal – Maksimal)

(3-15) (3-15) (3-15) (3-15) (3-15)

Jawaban : (5) Sangat Setuju, (4) Setuju, (3) Agak Setuju, (2) Tidak Setuju, (1) Sangat Tidak Setuju

4) Kesadaran berorganisasi

Definisi operasional kesadaran berorganisasi :adalah kognisi, afeksi dan konasi kesediaan mengikuti organisasi perhimpunan penghuni maupun perkumpulan minat baik yang berada di dalam maupun dari luar kawasan rumah susun.

Adapun kisi-kisi penilaian kesadaran berorganisasi dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut :

Tabel 3.7 Kisi-kisi jenis data kesadaran berorganisasi (ESB 4) Aspek yang diukur

Dimensi/komponen Perhimpunan Penghuni Rusun Perkumpulan Peminatan Di dalam Lingk. Rusun Perkumpulan Peminatan Di Luar Lingk. Rusun a. Kognisi b. Afeksi c. Konasi

Jumlah Skor (Minimal – Maksimal)

(3-15) (3-15) (3-15)

Jawaban : (5) Sangat Setuju, (4) Setuju, (3) Agak Setuju, (2) Tidak Setuju, (1) Sangat Tidak Setuju

b. Perilaku nampak

Definisi operasional perilaku nampak adalah perilaku yang dapat dilihat oleh indera (kasat indera) berupa tindakan seseorang dalam berperilaku ESB, yang mencakup (a) tindakan peduli lingkungan terhadap unit rumah susun, benda bersama, dan kawasan rumah susun, (b) tindakan adaptasi dalam coping lingkungan, (c) tindakan meningkatkan kesejahteraan, dan (d) tindakan kesediaan berorganisasi (Tabel 3.8 sampai dengan Tabel 3.11).

(10)

1) Tindakan peduli lingkungan

Definisi operasional tindakan peduli lingkungan : adalah tindakan menjaga ketertiban, kerukunan, dan keamanan lingkungan, memanfaatkan dan memelihara fungsi sumberdaya permukiman rumah susun.

Adapun kisi-kisi tindakan nampak pelestarian fungsi lingkungan seperti pada Tabel 3.8 berikut :

Tabel 3.8 Kisi-kisi jenis data tindakan pelestarian fungsi lingkungan (ESB 1) Aspek yang diukur

Dimensi/komponen Unit Sarusun

Benda Bersama

Dalam Bangunan Kawasan/Lingkungan Rusun a. Menjaga ketertiban

lingkungan b. Menjaga keamanan

lingkungan

c. Menjaga kerukunan warga d. Pemanfaatan SD

permukiman rusun secara efisien

e. Memelihara dan merawat benda & ruang

Jumlah Skor (Min – Maksimal) (5-25) (5-25) (5-25)

Jawaban : (5) Selalu, (4) Sering, (3) Kadang-kadang, (2) Pernah sekali, (1) Tidak pernah

2) Tindakan coping lingkungan

Definisi operasional tindakan coping lingkungan : adalah tindakan nampak penghuni melakukan tindak penyesuaian diri penghuni, baik dalam tindakan adaptasi maupun adjustment seting rumah susun, benda bersama, dan kawasan rumah susun.

Tabel 3.9 Kisi-kisi jenis data tindakan coping lingkungan (ESB 2) Aspek yang diukur

Dimensi/komponen

Unit Sarusun Dalam Bangunan Benda Bersama Kawasan/Lingkungan Rusun a. Adjustment

b. Adaptasi

Jumlah Skor (Min– Maksimal) (2-10) (2-10) (2 - 10)

(11)

3) Tindakan meningkatkan kesejahteraan

Definisi operasional tindakan meningkatkan kesejahteraan : adalah adanya usaha meningkatkan kesejahteraan mencakup kualitas rumah susun, penghasilan keluarga, meningkat pengetahuan, dan pleasure penghunian.

Adapun kisi-kisi penilaian tindakan meningkatkan kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut :

Tabel 3.10 Kisi-kisi tindakan meningkatkan kesejahteraan (ESB 3)

Aspek yang diukur Dimensi/komponen Kualitas Unit Sarusun Peng-hasilan Keluarga Kese-hatan Penghuni Penge-tahuan Penghuni Kesenangan (Pleasure) Penghunian Usaha meningkatkan kesejahteraan

Jumlah Skor (Min – Maksimal) (1-5) (1-5) (1 – 5) (1 – 5) (1 – 5) Jawaban : (5) Selalu, (4) Sering, (3) Kadang-kadang, (2) Pernah sekali, (1) Tidak pernah

4) Tindakan kesediaan berorganisasi

Definisi operasional tindakan kesediaan berorganisasi :adalah kesediaan penghuni mengikuti dan aktif berorganisasi dalam perhimpunan penghuni maupun perkumpulan minat baik yang berada di dalam maupun dari luar kawasan rumah susun.

Adapun kisi-kisi penilaian tindakan kesediaan berorganisasi dapat dilihat pada Tabel 3.11 berikut :

Tabel 3.11 Kisi-kisi tindakan berorganisasi (ESB 4)

Aspek yang diukur Dimensi/komponen Perhimpunan Penghuni Rusun Perkumpulan Peminatan Di dalam Lingk. Rusun Perkumpulan Peminatan Di Luar Lingk. Rusun a. Keikutsertaan berorganisasi b. Keaktifan berorganisasi

Jumlah Skor (Minimal – Maksimal) (2-4) (2-4) (2 - 4)

(12)

3.3.3. Jenis data dan peubah yang diamati untuk menemukenali anteseden ESB penghunian rusun (tujuan 3).

Edward Chase Tolman (1886-1959) merumuskan bahwa behavior sangat bergantung dari situasi dan antecedent atau behavior = f (situasi, anteseden). Situasi, dimaksudkan sebagai suatu keadaan yang menggambarkan aktivitas pada suatu tempat, sementara yang dimaksud

antecedent adalah hal-hal yang mendahului situasi.

Dasar teori perilaku vosional seseorang menurut Ajzen (1988) adalah tindakan dengan dasar teori tindakan beralasan dan tindakan dengan dasar teori tindakan terencana. Tindakan beralasan (theory of

reasoned action) didasarkan pada asumsi-asumsi a) bahwa manusia

umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal, b) bahwa manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan c) bahwa secara eksplisit maupun implisit, manusia berperilaku memperhitungkan implikasi dari tindakan mereka. Oleh karena itu intensi seseorang menurut teori tindakan beralasan adalah dipengaruhi oleh sikap individu terhadap perilaku dan norma-norma subyektif berupa persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Ajzen (1988) menyatakan bahwa untuk teori tindakan terencana, intensi seseorang selain dipengaruhi oleh sikap individu terhadap perilaku dan persepsi seperti yang disebut dalam teori tindakan beralasan, tetapi juga dipengaruhi adanya kontrol tindakan yang dihayati (perceived behavior control), seperti seting spasial lingkungan hunian, tata aturan penghunian rusun, kemudahan dan adanya kesempatan melakukan.

Kontrol tindakan atau perilaku dan norma-norma yang ada dikategorikan sebagai faktor eksternal, sedangkan yang terkait dengan sikap baik keyakinan akan hasil perilaku maupun sikap yang spesifik individu dikategorikan sebagai faktor internal.

Berdasarkan uraian di atas disusun atribut anteseden penghuni

berperilaku ESB (Tabel 3.12) dengan definisi operasional operasional

(13)

Anteseden adalah hal-hal yang mendahului situasi seseorang dalam berperilaku atau bertindak baik itu tindakan beralasan maupun tindakan terencana karena adanya kontrol, keyakinan, atau adanya norma subyektif.

Tabel 3.12 Atribut dan Komponen Berperilaku ESB

Data yang dibutuhkan berupa data persepsi penghuni terhadap atribut anteseden dan persepsi terhadap komponen ESB dengan skala

5, yaitu (5) Sangat Setuju, (4) Setuju, (3) Agak Setuju, (2) Tidak Setuju, (1)

Sangat Tidak Setuju. Kemudian kedua persepsi tersebut di-crosstab-kan

untuk mendapatkan nilai persepsi penghuni terhadap atribut anteseden

untuk masing-masing ESB. Nilai persepsi tersebut adalah nilai rata-rata (mean) yang dicari dengan program SPSS, seperti yang ditunjukkan pada kisi-kisi Tabel 3.13.

Atribut dan Komponen Berperilaku ESB Dasar Teori Atribut Anteseden penghuni berperilaku ESB

A. Kesadaran / komitmen terhadap Lingkungan (Community Consesus)

Teori tindakan beralasan (sikap spesifik) B. Kemampuan Adaptasi Penghunian Teori tindakan beralasan (sikap spesifik) C. Setting Spasial Lingkungan Hunian yang

mendukung

Teori tindakan terencana (kontrol tindakan) D. Tata Aturan Penghunian Teori tindakan terencana (kontrol tindakan) E. Pengalaman orang lain Teori tindakan terencana dan Teori tindakan

beralasan (keyakinan akan hasil tindakan) F. Manfaat hasil Teori tindakan terencana (keyakinan akan hasil

tindakan) G. Norma yang mewajibkan (tekanan sosial) akan

pemeliharaan lingkungan

Teori tindakan terencana (norma-norma subyektif)

H. Kemudahan melakukan Teori tindakan terencana dan Teori tindakan beralasan (keyakinan akan hasil tindakan) J. Ada / tidaknya kesempatan untuk melakukan Teori tindakan terencana (kontrol tindakan) Komponen ESB

ESB 1 = Pelestarian Lingkungan ESB 2 = Coping Lingkungan ESB 3 = Motivasi untuk sejatera ESB 4 = Aktif Berorganisasi

(14)

Tabel 3.13 Kisi-kisi jenis data anteseden penghuni berperilaku ESB Atribut ESB A B C D E F G H J ESB 1 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 ESB 2 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 ESB 3 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 ESB 4 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47 R48 R49

3.3.4. Jenis data dan peubah yang diamati untuk menyusun model ESB penghunian rusun (tujuan 4)

Berdasarkan studi pustaka pada bab di atas, maka definisi operasional operasional model ESB penghunian rumah susun sebagai berikut :

Model ESB penghunian rumah susun adalah penggambaran abstrak dari suatu sistem dunia nyata atau kondisi yang sesungguhnya suatu penghunian rumah susun mencakup sub-model sosial, sub-model ekonomi dan sub-model lingkungan.

Jenis data dan peubah yang diamati dikelompokkan berdasarkan: (1) kelompok peubah model sosial, (2) kelompok peubah model ekonomi, dan (3) kelompok peubah lingkungan, sebagai berikut.

a. Data untuk Peubah Model Sosial

Data untuk peubah model sosial mencakup parameter penghuni, tenaga kerja, unit rumah susun, fasilitas dan persepsi sosial, seperti yang diuraikan pada Tabel 3.14

Tabel 3.14 Data untuk peubah sosial

No Parameter Peubah (level 1) Peubah (level 2) Satuan

1 Penghuni (P) -Jumlah Penghuni Jiwa

-Menurut Jenis Kelamin (JK) Jiwa -Menurut Usia (U) Jiwa -Menurut Tingkat Pendidikan Jiwa

-Kepadatan Jiwa/km

-Laju pertumbuhan penduduk Jiwa/thn

-Angka harapan hidup Tahun

-Angka kematian (M) Tahun

-Angka kelahiran (H) %

-Jumlah penghuni masuk (MM) Jiwa

-Jumlah penghuni keluar (MK) Jiwa

(15)

No Parameter Peubah (level 1) Peubah (level 2) Satuan dan sehat)

-Kesehatan masyarakat -penyakit yang terjadi di masyarakat

Kasus 2 Tenaga Kerja

(TK)

-Jumlah penghuni Jiwa

-Jumlah tenaga kerja -Bukan Angkatan Kerja (BAK) Jiwa -Angkatan Kerja (AK) Jiwa

-Rasio TK lokal dan pendatang %

-Tingkat kesempatan kerja %

-Kebutuhan teknologi Rp.

-Investasi Rp.

3 Unit Rumah Susun (R)

-Jumlah R -Jumlah Rumah Layak Huni

(RLH)

Unit -Jumlah Rumah Tidak Layak

Huni (RTLH)

Unit 4 Fasilitas atau

Infrastruktur (I)

-Jumlah Unit Fasilitas (F) Unit

-ESDM (Listrik dan Bahan Bakar)

-Kapasitas Listrik Kwh _Kapasitas Bahan Bakar Ton -Kebutuhan Listrik Kwh -Kebutuhan Bahan Bakar Ton

- Air Bersih (AB) Ton

-Ketersediaan Air Bersih Ton -Kebutuhan Air Bersih Ton

-Sarana Kesehatan (Kes) Unit

-Ketersediaan Sarana Kesehatan

(Unit) -Kebutuhan Sarana Kesehatan (Unit)

-Sarana Transportasi (Tr) Unit

-Jumlah Sarana Transportasi Unit -Persentase Jumlah sarana

transportasi/Jumlah Penduduk

Unit/Jiwa

-Sarana Pendidikan (Pen) Unit

-Jumlah Sarana Pendidikan Unit -Jumlah Usia Sekolah Jiwa -Kebutuhan Sarana Pendidikan Unit/Jiwa -Sarana pengelolaan

lingkungan

-TPA/TPS/Tempat Sampah Unit

5 Persepsi Sosial (PS)

-Kebetahan -Persentase antara pemilik asli dengan penyewa

%

-Persentase hunian %

-Tingkat Toleransi/Kekerabatan -Jumlah Gangguan Keamanan Kejadian -Jumlah Kelembagaan

Kemasyarakatan

Unit Lanjutan Tabel 3.14

(16)

b. Data untuk Peubah Model Ekonomi

Tabel 3.15 Kebutuhan data untuk peubah model ekonomi

No Parameter Peubah (level 1) Peubah (level 2) Satuan 1 Pemerintah -Jumlah Pendapatan PDRB

permukiman Rp

-Pajak: PBB dan Penghasilan Rp.

-Pengeluaran Pemerintah -Subsidi Rp

-Pembangunan infrastruktur/ perkim

(pendidikan, kesehatan, dll) Rp -Investasi pemerintah di perkim Rp 2 Rumah Tangga

(RT)

-Penerimaan rumah tangga Rp

-Pendapatan penghuni Rp -Bantuan Pemerintah Rp

-Sumbangan Rp

-Konsumsi rumah tangga Rp

-Tingkat pendapatan Rp

-Pengeluaran RT - Pendidikan Rp

-Kesehatan Rp

-Barang dan Jasa Rp

-Konsumsi Pengelolaan

Lingkungan Rp

-Pengelolaan rumah Rp

-Kebutuhan Unit

-ESDM (Listrik, Bahan bakar) Unit

-Konstruksi Unit

-Pariwisata Unit

-Transportasi Unit

c. Data untuk Peubah Model Lingkungan

Tabel 3.16 Kebutuhan data untuk peubah model lingkungan

No Parameter Peubah (level 1) Peubah (level 2) Satuan 1 Pemerintah -Jumlah Pendapatan

PDRB permukiman Rp -Pajak: PBB dan Penghasilan Rp -Pengeluaran Pemerintah -Subsidi Rp -Pembangunan infrastruktur/ perkim (pendidikan, kesehatan, dll) Rp -Investasi pemerintah di bidang perkim Rp 2 Rumah Tangga (RT) -Penerimaan rumah tangga Rp -Pendapatan penghuni Rp -Bantuan Pemerintah Rp -Sumbangan Rp

(17)

No Parameter Peubah (level 1) Peubah (level 2) Satuan -Konsumsi rumah tangga Rp -Tingkat pendapatan Rp -Pengeluaran RT - Pendidikan Rp -Kesehatan Rp

-Barang dan Jasa Rp -Konsumsi Pengelolaan

Lingkungan

Rp -Pengelolaan rumah Rp

-Kebutuhan Unit

-ESDM (Listrik, Bahan baker)

Unit

-Konstruksi Unit

-Pariwisata Unit

-Transportasi Unit

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik survey. Pengumpulan data digunakan instrumen berupa kuesioner model skala Likert yang telah melalui proses kalibrasi untuk mengukur performansi Evaluasi Pascahuni (teknis, fungsi dan perilaku) (Tujuan 1), Performansi ESB (tujuan 2), dan Anteseden ESB penghuni rumah Susun (tujuan 3). Selain itu diperkuat dengan mawancara mendalam dengan pakar mengacu pada Lembar Penilaian Cepat (Rapid Assesment) dengan masing-masing pemegang kepentingan. Juga dilakukan teknik pengamatan perilaku melalui walk-through interview yaitu teknik wawancara dengan menggunakan seting spasial, dilengkapi dengan peta behavior yang dituangkan dalam catatan foto.

Secara rinci pengumpulan data untuk masing-masing tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

3.4.1. Pengumpulan data untuk performansi teknis, fungsional bangunan hunian, dan perilaku (tujuan 1).

Pengumpulan data untuk performansi teknis dan fungsi bangunan sebagai hunian dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dengan pakar dan mengacu pada lembar kerja penilaian cepat (rapid assesment) performansi teknis, serta penilaian cepat fungsi bangunan hunian.

(18)

Pakar yang diundang adalah dari kalangan pemerintah, perguruan tinggi dan lembaga swasta yang relevan.

Sedangkan data untuk evaluasi perilaku penghunian rumah susun didapat dari Kepala Keluarga sebagai responden dan pengamatan lapangan mengacu pada kuesioner yang terstruktur. Teknik pengamatan perilaku dilakukan dengan obeservasi aktivitas lingkungan. Pengamat dapat mengambil posisi sebagai ”pengamat rahasia”, ”pengamat dikenal”, atau ”partisipasi penuh”. Pengamatan perilaku yang diaplikasikan pada penelitian ini adalah ”pengamat dikenal” melalui walk-through interview, yaitu teknik wawancara dengan menggunakan seting spasial sebagai wahana untuk membantu responden mengartikulasikan reaksi mereka terhadap seting.

3.4.2. Pengumpulan data untuk performansi ESB (tujuan 2)

Pengumpulan data untuk performansi ESB dilakukan dengan teknik wawancara mendalam kepada kepala keluarga dan mengacu pada kuesioner yang terstruktur. Pengamatan perilaku dilengkapi dengan

walk-through interview yaitu teknik wawancara dengan menggunakan seting

spasial, dilengkapi dengan peta behavior yang dituangkan dalam catatan foto.

3.4.3. Pengumpulan data untuk menemukenali anteseden ESB penghunian rusun (tujuan 3)

Pengumpulan data untuk performansi ESB dilakukan dengan teknik wawancara mendalam kepada kepala keluarga dan mengacu pada kuesioner yang terstruktur.

3.4.4. Pengumpulan data untuk menyusun model ESB penghunian rusun (tujuan 4)

Pengumpulan data untuk mengembangkan model ESB dilakukan dengan teknik wawancara mendalam kepada kepala keluarga dan mengacu pada kuesioner yang terstruktur dan data sekunder yang relevan.

(19)

3.4.5. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel a. Populasi

Populasi adalah seluruh kepala keluarga penghuni rusun di KBBK. Subyek penelitian adalah kepala keluarga penghuni Blok bangunan yang ada di rusun (Apron, Boeing, Conver dan Dakota). yang berjumlah 2076 KK. Kriteria responden adalah kepala keluarga yang menghuni dan pemilik unit rumah susun (bukan penyewa) dan telah menghuni di atas 2 tahun secara berturut-turut.

b. Jumlah Sampel

Responden berjumlah 105 adalah kepala keluarga yang dipilih dari 2076 kepala keluarga yang menghuni 2076 unit hunian. Penentuan jumlah sampel (n) digunakan rumus yang disarankan oleh Notodiputro (2005) sebagai berikut:

n = Nσ2/((n-1)D+σ2) D = B2/4 B = 2√σ2rataan X Di mana: n = Jumlah sampel N = Populasi sampel

B = Perkiraan kesalahan (tingkat ketelitian) sampel σ2=

c. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random

sampling, yang diambil berdasarkan 4 Blok rusun (Apron, Boeing,

Conver dan Dakota). Setiap Blok berdasarkan wilayah administratif berfungsi sebagai Rukun Warga (RW), diteruskan kepada 41 Rukun Tetangga (RT), kemudian diambil sejumlah N sampel secara acak.

3.5. Teknis Analisis Data

Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini mencakup empat macam analisis, yaitu: 1) Analisis deskriptif, 2) Analisis biplot, 3) Analisis Hiraki Proses (AHP), dan 4) Permodelan Sistem Dinamik

(20)

eco- spatial behavior penghunian rusun. Adapun tujuan, jenis data, teknik

analisis dan keluaran analisis disajikan pada Tabel 3.17 berikut ini.

Tabel 3.17 Tujuan, jenis data, teknik analisis dan keluaran analisis Tujuan Penelitan Jenis & Sumber

Data Pengambilan Data Teknik Analisis Data Keluaran a. 49 Komponen penilaian performansi teknis (Permen PU no 05/PRT/M/2007) Rapid assessment list Analisis POE dan stastitik deskriptif performansi teknis bangunan dan fasilitas rusun b. 25 Komponen penilaian fungsional hunian (Kaiser) Rapid

assessment list & pengamatan pemanfaatan seting spasial Analisis POE dan stastitik deskriptif, performansi fungsional hunian & pemanfaatan spasial 1. Mengetahui performansi

pascahuni penghunian rusun sederhana di KBBK mencakup : a. performansi teknis b. performansi Fungsional c. Perilaku penghunian c. 14 komponen gejala persepsi lingkungan & perilakunya (Bell, 1978) Kuesioner persepsi lingkungan & pengamatan perilakunya Analisis POE dan stastitik deskriptif Gejala persepsi lingkungan & perilaku Penghu-nian rusun 4 indikator ESB (Penelusuran Sumber pustaka ) Kuesioner persepsi ESB &

walk-through interview Statistik deskriptif dan analisis Biplot Indikator dan performansi ESB 2. Menentukan indikator dan

mengetahui performansi ESB penghunian rusun di KBBK;

Performansi teknis, fungsional hunian dan persepsi penghunian Sintesis melalui Analisis Biplot Keterkaitan antar atribut ESB, performansi & spasial 3 . Mengetahui faktor utama

yang menjadi penentu situasi (anteseden) agar penghuni berperilaku ESB dalam penghunian rusun di KBBK Persepsi 9 atribut anteseden (Ajzen, 1988) Kuesioner atribut anteseden

Analisis Biplot • Atribut anteseden untuk masing2 ESB

• Keterkaitan antar atribut anteseden & perilaku ESB 4. Menyusun skenario

pendekatan ESB pada penghunian rusun melalui penyusunan Model ESB penghunian Rumah Susun.

Gambar seting spasial, komponen peubah sosial, ekonomi, dan lingkungan Analisis sintesis dari hasil analisis sistem dinamik, POE, E-ESB, dan AHP Hasil simulasi skenario pendekatan ESB penghunian rusun

Secara skematis tahapan penelitian dan teknis analitis dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini.

(21)

Gambar 3.2 Tahapan penelitian dan analisis yang digunakan

3.5.1. Teknik analisis untuk performansi teknis, fungsi hunian dan perilaku (tujuan 1)

Analisis evaluasi pascahuni mencakup: (a) analisis/evaluasi fungsional suatu bangunan hunian, (b) analisis/evaluasi performansi teknis seting spasial hunian rumah susun, dan (c) analisis perilaku penghuni.

Analisis yang digunakan untuk ketiga analisis tersebut adalah analisis statistik deskriptif seperti distribusi frekuensi, dan penjelasan kelompok yang diobservasi secara kuantitatif (modus, median dan mean). Analisis ini menurut Soegiyono (2009) dapat mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum.

Melalui data dikotomi (skor 1 untuk ada, dan skor 0 untuk tidak ada), (a) performansi teknis dan (b) performansi fungsi hunian rumah susun digabungkan/dijumlahkan dan diberi bobot. Bobot total performansi teknis sama dengan bobot total performansi fungsi hunian. Komponen total performansi teknis adalah 49 dan komponen total performansi fungsi hunian adalah 25. Maka untuk mencapai bobot mendekati sama maka

(22)

bobot performansi teknis dibandingkan bobot performansi fungsi hunian adalah 1 berbanding 2 (Tabel 3.18). Hasilnya kemudian diintepretasikan untuk performansi rendah (0–33), performansi sedang (34–66), dan performansi tinggi (67–99)

Tabel 3.18 Jumlah komponen penilaian dan bobot performansi rusun

No Unsur Jumlah Komponen Bobot Nilai

1 Performansi Teknis 49 1 49

2 Performansi Fungsi Hunian 25 2 50

Jumlah 99

Rincian kelompok komponen penilaian untuk performansi teknis dan fungsi bangunan hunian dapat disajikan sebagai berikut:

A. Performansi teknis bangunan rusun mencakup: 1. Sirkulasi dan aksesibilitas

2. Aman dari bahaya kebakaran

3. Terlindung dari bahaya petir dan kelistrikan 4. Kesehatan bangunan gedung

5. Kenyamanan bangunan 6. Sarana evakuasi

7. Pengelolaan/perawatan & lingkungan

B. Performansi fungsional bangunan rusun mencakup: 1. Sebagai tempat hunian (shelter)

2. Sebagai tempat yang aman (security) dari gangguan fisik dan psikologis

3. Sebagai tempat mengasuh anak (child-rearing)

4. Sebagai tempat untuk mengungkapkan identitas/jati diri penghuni (symbolic identification)

5. Sebagai tempat terjadinya interaksi sosial (social interaction) 6. Sebagai tempat yang dapat memberikan kesenangan (leisure) 7. Sebagai tempat yang memfasilitasi kemudahan aksesibilitas ke

tempat-tempat fasilitas sosial ekonomi (accessibility) 8. Sebagai benda bernilai ekonomi (financial investment) 9. Sebagai benda bersama yang dapat mengefisienkan

(23)

Sedangkan untuk butir (c), yaitu analisis perilaku penghuni, data didapat dari data persepsi dengan skala pengukuran yang digunakan adalah Skala Likert untuk pernyataan positif. Skor 5 untuk pernyataan tinggi/sangat, skor 4 untuk pernyataan cukup tinggi, skor 3 untuk pernyataan cukup, skor 2 untuk pernyataan sedikit/kurang, dan skor 1 untuk pernyataan tidak, sedangkan untuk pernyataan negatif skor diisikan sebaliknya. Selanjutnya butir (c) ini dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif.

3.5.2. Teknik analisis untuk performansi ESB (tujuan 2)

Data yang didapat dari tabel kebutuhan data performansi ESB

(eco-spatial behavior) baik yang nampak (overt) maupun yang tidak nampak

(covert) tersebut di atas, dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif seperti distribusi frekuensi, dan penjelasan kelompok yang diobservasi secara kuantitatif (modus, median dan mean). Skala pengukuran yang digunakan adalah Skala Likert. Skor 5 untuk pernyataan sangat setuju (SS), skor 4 untuk pernyataan setuju (S), skor 3 untuk pernyataan agak setuju (AS), skor 2 untuk pernyataan tidak setuju (TS), dan skor 1 sangat tidak setuju (STS).

Jumlah maksimal skor untuk perilaku ESB adalah 352, mencakup jumlah skor untuk perilaku ESB yang overt maupun untuk perilaku ESB

covert. Adapun intepretasi dari skor tersebut adalah sebagai berikut:

Jumlah skor: 74 – 167 = rendah atau tidak berperilaku ESB Jumlah skor: 167 – 242 = sedang atau sedikit berperilaku ESB Jumlah skor: 243 – 352 = tinggi atau sangat berperilaku ESB

3.5.3. Teknik analisis untuk menemukenali anteseden ESB penghunian rusun (tujuan 3)

Teknik analisis yang digunakan untuk menemukenali anteseden ESB digunakan analisis Biplot. Untuk melakukan analisis anteseden tersebut, terlebih dahulu dibuat matrik data persepsi penghuni rusun terhadap atribut anteseden penghuni berperilaku ESB. Nilai persepsi penghuni berperilaku ESB-i atribut ke-j (Rij) adalah rata-rata (mean) atribut

ke-j untuk penghuni berperilaku ESB-i yang dicari dengan program SPSS.

(24)

Tabel 3.19 Struktur matrik data anteseden penghuni berperilaku ESB Atribut ESB A B C D E F G H J ESB 1 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 ESB 2 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 ESB 3 R31 R32 R33 R34 R35 R36 R37 R38 R39 ESB 4 R41 R42 R43 R44 R45 R46 R47 R48 R49

Kedua informasi tersebut melalui program Excel-Biplot dapat digambarkan ke dalam satu grafik. Berdasarkan gambar tersebut dapat dianalisis untuk mengetahui 1) kedekatan antar obyek, 2) keragaman peubah, 3) hubungan antar obyek, 4) hubungan antar peubah dan obyek, dengan cara intepretasi sebagai berikut :

1) Kedekatan antar obyek.

Dua obyek dengan karakteristik sama akan digambarkan sebagai dua faktor yang posisinya berdekatan.

2) Keragaman peubah.

Peubah dengan keragaman kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek, begitu pula sebaliknya.

3) Hubungan antar peubah.

Jika sudut dua peubah < 900 maka korelasi bersifat positif Jika sudut dua peubah > 900 maka korelasi bersifat negatif Semakin kecil sudutnya, maka semakin kuat korelasinya. 4) Hubungan antara obyek dengan peubah.

Karakteristik suatu obyek bisa disimpulkan dari posisi relatifnya yang paling dekat dengan suatu peubah (dan relatif terhadap titik pusat).

3.5.4. Teknik analisis untuk menyusun skenario pendekatan ESB penghunian rusun (tujuan 4)

Analisis yang digunakan untuk menyusun skenario pendekatan ESB pada penghunian di permukiman rusun adalah (1) analisis hirarki proses (AHP) dan (2) sistem dinamik. AHP digunakan untuk mendapatkan peringkat faktor dominan yang berpengaruh terhadap pendekatan ESB terbaik, selanjutnya pendekatan ESB terbaik ini disimulasikan dengan menggunakan sistem dinamik berdasarkan skenario optimis, moderat dan

(25)

pesimis. Pilihan terbaik dari skenario diimplikasikan sebagai kebijakan (Gambar 3.3)

.

Gambar 3.3 Teknik analisis dan tahapan penyusunan skenario pendekatan ESB penghunian rusun

Secara ringkas tahapan masing-masing analisis diuraikan sebagai berikut:

a. Analisis Hirarki Proses (AHP)

AHP digunakan untuk menentukan alternatif solusi terbaik dan peringkat faktor dominan pendekatan ESB penghunian rusun. Karena variabel yang dianalisis tidak lebih dari 20 variabel maka perangkat lunak yang digunakan adalah Criterium Decision Plus version Student. Penentuan prioritas, menggunakan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk setiap kriteria dari alternatif. Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut diolah dengan menggunakan manipulasi matrik atau melaui penyelesaian persamaan matematik untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif yang ada. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk melihat konsistensi penilaian dengan menggunakan CR (concistency ratio) sebesar 10 %.

(26)

Tahapan penyusunan AHP mengikuti langkah-langkah seperti yang telah diuraikan pada Bab 2 terdahulu, dengan mewawancarai pakar bidang permukiman, pakar kebijakan, serta pemangku kepentingan melalui Forum Group Discussion (FGD) agar dapat menguraikan persoalan menjadi unsur-unsur, dalam wujud kriteria dan alternatif, sehingga dapat disusun hirarki (Gambar 3.4) dengan uraian sebagai berikut:

(1) Level 1 adalah membuat keputusan pendekatan ESB penghunian rusun terbaik dari berbagai alternatif pendekatan berdasarkan aspek pendekatan, kriteria aspek dan tujuan permukiman rusun

(2) Level 2 adalah menyusun aspek yang harus diperhatikan dalam memutuskan level 1, yaitu aspek teknis spasial, aspek fungsional dan aspek perilaku. Ketiga aspek tersebut merujuk pada Snyder (1995) yang mengelompokan kegiatan POE menjadi 3 kelompok.

(3) Level 3 adalah menyusun kriteria aspek-aspek yang telah disusun pada level 2, yaitu : aspek teknis spasial mencakup persyaratan teknis spasial, fasilitas umum, dan adaptifibiltas spasial agar penghuni dapat memanfaatkan unit rusun dalam jangka panjang; aspek fungsional mencakup aspek fungsional spasial rusun sebagai tempat tinggal, kenyamanan dan kesehatan spasial, serta estetika spasial; aspek penghuni berperilaku ESB mencakup kepedulian dalam melestarikan lingkungan, kemampuan coping lingkungan, interaksi sosial dan kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan.

(4) Level 4 adalah menyusun kriteria tujuan permukiman rusun yang diharapkan yaitu: livable (permukiman yang dapat dan layak dihuni), habitable ( permukiman yang dihuni hendaknya sesuai dengan adat kebiasaan penghuni), suistanable (permukiman yang dihuni hendaknya dapat berkelanjutan secara sosial, ekonomi, dan lingkungan).

(5) Level 5 adalah menyusun alternatif 3 pendekatan dengan kriteria seperti diuraikan pada Tabel 3.20.

(27)

Susunan struktur hirarki AHP pemilihan alternatif pendekatan ESB penghunian rumah susun dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Kriteria tiga alternatif pendekatan ESB pada level 5 disusun berdasarkan seting spasial dan komponen ESB seperti dijabarkan pada Tabel 3.20.

Tabel 3.20 Kriteria Alternatif Pendekatan ESB

Seting spasial ESB

Alternatif

Pendekatan Aspek teknis Fungsi

bangunan Peduli Lingk. Kontrol Coping yg dibutuhkan Standard teknis tinggi Fungsi hunian minimal 1 81 % - 100 % 60 % - 70 %

Pasif Instruktif Rendah Standard teknis menengah Fungsi hunian menengah 2 61 % - 80 % 71 % - 85 %

Aktif Partisipatif Sedang Standard teknis minimal Fungsi hunian optimal 3 45 % - 60 % 86 % - 100 %

Aktif Partisipatif Tinggi

(28)

b. Penyusunan Skenario

Setelah dibuat pengklasifikasian dari sub elemen dan desain kebijakan selanjutnya dilakukan analisis skenario kebijakan yang sesuai keadaan lapangan dan hasil analisis AHP, dengan memperhatikan beberapa hal dibawah ini:

1) Menentukan keadaan (state) suatu faktor

- Keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk terjadi (bukan khayalan) dalam suatu waktu di masa datang.

- Keadaan bukan suatu tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi deskripsi situasi sebuah faktor.

- Setiap keadaan harus diidentifikasikan dengan jelas.

- Bila keadaan dari suatu faktor lebih dari satu makna keadaan maka keadaan-keadaan tersebut harus dibuat secara kontras. - Selanjutnya mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat

kecil untuk terjadi atau berjalan bersamaan (mutual

incompatible).

2) Membangun skenario yang mungkin terjadi.

Langkah-langkah dalam membangun skenario terhadap tahapan faktor-faktor yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

- Skenario yang mempunyai peluang besar untuk terjadi di masa datang disusun terlebih dahulu.

- Skenario merupakan kombinasi dari faktor-faktor. Oleh sebab itu, sebuah skenario harus memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu tahapan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang mutual incompatible (saling bertolak belakang).

- Setiap skenario (mulai dari alternatif paling optimis sampai alternatif paling pesimis) diberi nama.

- Langkah selanjutnya memilih skenario yang paling mungkin terjadi.

3) Implikasi Skenario

(29)

- Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas konstribusinya terhadap tujuan studi.

- Skenario tersebut didiskusikan implikasinya.

- Tahap selanjutnya menyusun rekomendasi kebijakan dari implikasi yang sudah disusun.

c. Sistem Dinamik

Analisis dengan pendekatan sistemik dinamik ini sudah dibahas pada Bab terdahulu. Analisis ini dipilih karena Sistem Dinamik secara rinci dapat digunakan dalam rancang bangun sistem yang mempunyai ciri (1) berubah sejalan dengan perubahan waktu (dinamis), (2) masalahnya kompleks, (3) non linear, dan (4) adanya umpan balik. Tahapan dalam melakukan analisis sistem dinamik adalah: (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi masalah, (3) identifikasi sistem, (4) simulasi sistem, dan (5) validasi seperti penjelasan berikut.

1) Analisis Kebutuhan

Pada tahap ini dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, meliputi stakeholders yang terdiri dari pemerintah, swasta (developer & Arsitek), masyarakat/penghuni, perhimpunan penghuni, dan perguruan tinggi. Kemudian dideskripsikan daftar kebutuhannya. Analisis kebutuhan dilakukan pada semua pelaku yang terlibat dalam sistem, dilakukan untuk mengetahui gambaran awal terhadap perilaku sistem yang akan terjadi.

2) Formulasi Masalah

Terjadinya konflik kepentingan antara para stakeholders, merupakan masalah yang membutuhkan solusi agar sistem dapat bekerja secara konstruktif dalam rangka mencapai tujuan dengan mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada dari masing-masing stakeholder yang seringkali kontradiksi dengan stakeholder lain. Beberapa masalah yang ingin diketahui adalah : apakah kualitas lingkungan terjaga dengan baik (tidak ada pencemaran lingkungan)? Apakah ada konflik

(30)

sosial pada penghunian rumah susun? Apakah rumah yang dihuni layak dengan harga terjangkau? Apakah tersedia fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung dan terletak pada lokasi yang strategis? merupakan kebutuhan masyarakat setempat yang acap kali kontradiktif dengan stakeholder lainnya.

3) Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem dilakukan dengan menyusun struktur yang dapat menggambarkan perilaku sistem dengan diagram sebab akibat (causal loop) dan diagram alir (flow chart). Diagram sebab akibat dibuat dengan cara menentukan peubah penyebab yang signifikan dalam sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke variabel akibat, dan garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua peubah saling mempengaruhi.

Pada kasus penghunian rumah susun, diagram sebab akibat dikelompokkan berdasarkan sub model sosial, sub model ekonomi, dan sub model lingkungan. Sub model sosial meliputi ESB, respons spasial, kesejahteraan, anteseden, dan peubah lain yang relevan. Sub model ekonomi meliputi pendapatan dan pengeluaran penghuni serta biaya pengelolaan lingkungan. Sub model lingkungan meliputi seting spasial, kualitas lingkungan kecukupan infrastruktur, dan limbah yang dihasilkan akibat aktivitas penghunian rumah susun.

Pada sistem dinamis, diagram sebab akibat ini akan digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir. Pada diagram alir ini akan terlihat peubah atau elemen apa yang dianggap sebagai stock atau flow di setiap sub model sosial, ekonomi, mupun lingkungan. Model ini kemudian disimulasikan sehingga dapat memberikan gambaran tentang perilaku sistem apakah hubungan diagram menghasilkan grafik linear atau non linear. Selanjutnya hasil simulasi dapat digunakan untuk menentukan alternatif terbaik dari sistem yang dibangun. Setelah itu, dilakukan analisis untuk mendapatkan kesimpulan, dan

(31)

kebijakan apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi/mengubah perilaku sistem yang terjadi.

4) Simulasi Model

Model pengelolaan ESB pada penghunian permukiman rumah susun dibangun berdasarkan struktur model sebagaimana hubungan antar peubah yang disajikan dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Hubungan antar peubah tersebut dirumuskan dalam bentuk persamaan matematis sesuai dengan hubungan masing-masing peubah dan jumlah variabel yang menyusun suatu fungsi tertentu. Selanjutnya model yang dihasilkan tersebut dianalisis mengunakan sistem dinamis.

Simulasi dari hasil pemodelan sistemik digunakan untuk melihat pola kecenderungannya perilaku model. Hasil simulasi model dianalisis pola dan kecenderungannya, ditelusuri faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pola dan kecenderungan tersebut, dan dijelaskan bagaimana mekanisme kejadian tersebut berdasarkan analisis struktur model. Simulasi model dilakukan dengan menggunakan software komputer Powersim

Constructor 2.5. Hasil simulasi model yang memunculkan

peubah-peubah yang sensitif dianalisis sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan yang diperlukan dalam perbaikan kinerja sistem.

5) Validasi Model

Suatu model dikatakan valid jika struktur dasarnya dapat menggambarkan perilaku yang polanya dapat menggambarkan perilaku sistem nyata, atau dapat mewakili dengan cukup akurat, data yang dikumpulkan sehubungan dengan sistem nyata atau asumsi yang dibuat berdasarkan referensi sesuai cara sistem nyata bekerja. Membuktikan validasi sebenarnya suatu hal yang sulit untuk dilakukan.

Dalam pengujian validasi suatu model, terdapat beberapa teknik. Pertama, teknik validasi yang mengacu pada ‘anjuran’

(32)

(Muhammadi, 2001). Uji validasi sederhana dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut:

- Causal loop (influence) diagram harus berhubungan dengan permasalahan.

- Persamaan harus disesuaikan dengan Causal loop

(influence) diagram khususnya tanda + atau – harus

konsisten diantara persamaan dengan causal loop. - Dimensi dalam model harus valid.

- Model tidak menghasilkan nilai yang tidak masuk akal, seperti stok negatif.

- Perilaku model harus masuk akal, artinya apabila ada sesuatu yang seharusnya terjadi, maka harus sesuai dengan apa yang diharapkan dari model tersebut.

- Massa model harus balance, artinya total kuantitas yang telah masuk dan keluar dari proses sistem tetap dapat dijelaskan.

Validasi perilaku model dilakukan dengan membandingkan antara besar dan sifat kesalahan dapat digunakan: 1) Absolute

Mean Error (AME) adalah penyimpangan (selisih) antara nilai

rata-rata (mean) hasil simulasi terhadap nilai aktual, 2) Absolute

Variation Error (AVE) adalah penyimpangan nilai variasi

(variance) simulasi terhadap aktual. Batas penyimpangan yang dapat diterima adalah antara 1-10%.

AME = [(Si – Ai)/Ai] ... (1) Si = Si N, dimana S = nilai simulasi

Ai = Ai N, dimana A = nilai aktual N = interval waktu pengamatan

AVE = [(Ss – Sa)/Sa] ... (2) Ss = ((Si – Si)2 N) = deviasi nilai simulasi

Gambar

Gambar 3.1 Lokasi penelitian
Tabel 3.1  Jenis data pendukung dan karakteristik responden
Tabel 3.2  Jenis dan sumber data untuk evaluasi pascahuni
Tabel 3.3  Komponen eco-spatial behavior dan aspek yang diukur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa asumsi tersebut antara lain: seseorang yang Beberapa asumsi tersebut antara lain: seseorang yang dites haruslah memiliki kesehatan fisik yang baik, tidak dites

Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka penelitian bertujuan menghitung jumlah kebutuhan material dan merencanakan waktu penggunaan material di lokasi proyek

Konsekwensi dari desain yang berpusat pada peserta didik tersebut maka pertimbangan inti kurikulum PKPBA berfokus pada minat dan kebutuhan peserta didik (khususnya pada

Kelas S3 : Lahan mempuyai faktor pembatas yang sedang, lebih dari satu faktor dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, faktor pembatas

Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan, gambaran mengenai cadangan geologis, kadar awal, dll dipakai untuk

Sehingga hubungan dari keduanya berkesinambungan atau pergerakan pada jam puncak masih bisa ditampung oleh runway karena interval waktu/delay terlalu besar sehingga

Metode yang di gunakan dalam pembuatan Sistem Informasi Geografis Pariwisata Kabupaten Tulungagung menggunakan Waterfall Model dengan 5 (lima) tahapan