• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koevolusi (Kelas A_kelompok 5)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Koevolusi (Kelas A_kelompok 5)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH EVOLUSI “Ko-evolusi”

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Evolusi

Oleh : Kelas A

Imelysia Darwis S. (140210103012)

(2)

Tika Restu Amalia (140210103024)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER

2017

KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan dengan sebaik– baiknya. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen–dosen, kakak angkatan, serta teman–teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini akan membahas mengenai “Co-evolution” (Koevolusi) yang meliputi pengertian koevolusi, mekanisme koevolusi, contoh–contoh koevolusi, dan perbedaan antara koevolusi dan koadaptasi.

Pembuatan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah E volusi. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan pemakalah serta pembaca mengenai “Co-evolution” (Koevolusi). Di samping makalah ini telah kami susun dengan sebaik–baiknya namun tidak dapat dipungkiri masih terdapat kesalahan–kesalahan. Maka kami menerima saran dan kritik supaya makalah ini dapat lebih sempurna.

(3)

Jember, 27 Februari 2017 Peny usun

(4)

DAFTAR ISI HALAMAN COVER KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI...iii BAB 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...1 1.3 Tujuan...2 BAB 2. PEMBAHASAN...3 2.1 Pengertian Koevolusi...3 2.2 Mekanisme Koevolusi...4 2.3 Contoh-contoh Koevolusi...5

2.4 Perbedaan Koevolusi dan Koadaptasi...8

BAB 3. PENUTUP...9

3.1 Kesimpulan...9

3.2 Saran...9

DAFTAR PUSTAKA...10

(5)

1.1 Latar Belakang

Evolusi dapat mempengaruhi setiap aspek bentuk dan perilaku organisme berupa perilaku spesifik dan adaptasi fisik yang merupakan hasil seleksi alam. Adaptasi ini meningkatkan fitness dengan membantu aktivitas oranisme misalnya dalam memperoleh makanan, menghindari predator atau menarik pasangan kawin. Organism dapat juga merespon terhadap seleksi dengan cara bekerjasama, biasanya dengan membantu kelompoknya atau anggota kerabatnya melalui simbiosis mutualisme yang bermanfaat.

Evolusi biologi meninggalkan tanda-tanda yang dapat diamati, yang merupakan bukti pengaruhnya pada kehidupan di masa lalu dan sekarang. Hasil evolusi ini kadang dibagi menjadi makroevolusi dan mikroevolusi. Makroevolusi, yakni evolusi yang terjadi diatas tingkat spesies seperti misalnya kepunahan serta spesiasi, sedangkan makroevolusi adalah perubahan evolusi yang lebih kecil seperti misalnya adaptasi, koevolusi, dll.

Evolusi ekosistem terjadi dalam kurun waktu yang tidak terbatas sebelum mencapai klimaks. Selama kurun waktu evolusi berlangsung, semua komponen ekosistem mengalami perubahan. Perubahan dimulai dari salah satu komponen, kemudian menginduksi ke komponen lainnya. Dengan demikian pada evolusi ekosistem jelas terjadi evolusi pada semua populasi yang eksis padanya. Dengan peristiwa ini para pakar ekologi merumuskan sutu konsep proses ekologi yang diberi nama koevolusi.

Interaksi antar organisme dapat mengakibatkan konflik maupun kerjasama, seperti antara pathogen dan inang, atau predator dengan mangsa maka spesies-spesies itu dapat mengembangkan set adaptasi yang sesuai. Disini satu evolusi spesies dapat menyebabkan evolusi pada spesies kedua. Perubahan spesies pada akhirnya juga akan menyebabkan adaptasi pada spesies pertama. Siklus seleksi dan respon ini disebut co-evolusi. Oleh karenya pada makalah ini akan dibahas tentang koevolusi.

(6)

1. Apakah pengertian dari koevolusi?

2. Bagaimanakah mekanisme terjadinya koevolusi?

3. Apa saja kah contoh-contoh yang menggambarkan tentang koevolusi? 4. Apakah perbedaan antara koevolusi dan koadaptasi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari koevolusi. 2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya koevolusi.

3. Untuk mengetahui contoh-contoh yang menggambarkan tentang koevolusi.

(7)

BAB 2. PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Koevolusi

Koevolusi merupakan suatu proses antara dua atau lebih spesies yang mempengaruhi proses evolusi satu sama lainnya. Semua organisme dipengaruhi oleh makhluk hidup disekitarnya, namun pada koevolusi, terdapat bukti bahwa sifat-sifat yang ditentukan oleh genetika pada tiap spesies secara langsung disebabkan oleh interaksi antara dua organisme. Pengaruh evolusioner mutualistik antara dua spesies disebut koevolusi (Anies, 2006: 45).

Koevolusi adalah tipe-tipe adaptasi yang khas karena hubungan antarjenis (interspesific) makhluk hidup. Koevolusi digunakan untuk mendeskripsikan suatu keadaan yang melibatkan serangkaian adaptasi berbalikan (resiprokal); perubahan pada satu spesies yang berperan sebagai komponen seleksi untuk spesies lain, dan adaptasi perlawanan dari spesies kedua yang timbul sebagai respon pengaruh seleksi yang ditimbulkan oleh spesies pertama. Koevolusi secara intensif dipelajari dalam hubungan predator-prey dan simbiosis yang merupakan hubungan antarpopulasi makhluk hidup dalam komunitas (Hadisubroto, 1989).

Dalam artian terluas, koevolusi adalah "perubahan pada objek biologis yang dicetuskan oleh perubahan pada objek lain yang berkaitan dengannya". Koevolusi dapat terjadi pada berbagai tingkatan biologis: ia dapat terjadi secara makroskopis maupun mikroskopis. Tiap-tiap pihak dalam suatu hubungan evolusioner memberikan tekanan seleksi kepada pihak lainnya, sehingga mempengaruhi evolusi pihak lain tersebut. Mahluk hidup akan semaksimal mugkin mengeksploitasi lingkungan kehidupannya, inilah prinsip koevolusi. Syarat terjadinya koevolusi adalah adanya pola-pola hubungan antara spsis satu dengan spesies yang lain dalam komunitas. Hubungan antara spesies ini akan memunculkan tipe-tipe adapasi yang merpakan tanda terjadinya koevolusi. Menurut Reijntjes et al (1999, 65), evolusi dalam skala kecil atau mikroevolusi dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam susunan genetik suatu populasi. Evolusi merupakan perubahan frekuensi alel/genotip di dalam populasi dari generasi ke generasi (perubahan struktur genetik).

(8)

Gambar 1. Teori embriotik 2.2 Mekanisme Koevolusi

Di dalam proses koevolusi terdapat hubungan antara evolusi dari suatu ekosistem dengan koevolusi.

a. Evolusi Ekosistem

Secara umum ekosistem tersusun atas dua komponen yaitu komponen abiotik dan komponen biotik. Ekosistem tersusun dari beberapa komunitas yang saling berhubungan dengan komponen abiotiknya. Komunitas itu sendiri terdiri dari kumpulan populasi yang merupakan kumpulan individu sejenis pada suatu daerah tertentu. Masing-masing komponen abiotik maupun abiotik akan melakukan perannya masing-masing yang tentunya bermanfaat bagi berlangsungnya kehidupan masing-masing individu. Dengan adanya komponen yang mendukung tersebut masing-masing individu mampu membuat suatu populasi jenisnya sendiri. Selanjutnya masing-masing individu berinteraksi satu sama lain membentuk suatu komunitas yang lebih kompleks dan lebih lengkap. Komunitas-komunitas itu akhirnya juga akan saling berhubungan untuk menciptakan suatu keberlangsungan hidup yang lebih luas berupa suatu ekosistem, yang di dalamnya terdapat individu, populasi, komunitas yang saling berhubungan membentuk kehidupan yang sling berikatan satu sama lain dalam suatu ekosistem. Beginilah cara suatu ekosistem dapat terbentuk (Sudjoko, 2001).

Proses yang terjadi selama perjalanan waktu sampai pada saat keadaan ekosistem terakhir pada saat ini kemungkinan dapat terjadi suksesi, yakni pergantian antar satu komunitas dengan komunitas yang lain. Suatu tempat yang awalnya kosong tanpa suatu komunitas tumbuhan setelah dalam jangka waktu tertentu dapat tumbuh dan kemudian

(9)

komunitas tumbuhan tersebut dapat pula digantikan oleh tumbuh-tumbuhan yang lain. Pergantian ini akan senantiasa berlangsung secara terus menerus sampai akhirnya terdapat suatu komunitas tumbuhan yang didapati pada keadaan ekosistem yang terakhir (Saragih, 2008).

Konsep suksesi ini memunculkan dua hipotesis. Pertama, pada suatu suksesi ada perubahan yang teratur dalam komunitas yakni suatu spesies yang satu menggantikan spesies yang lain karena tiap tahap spesies memodifikasi lingkungan sehingga kurang cocok bagi dirinya sendiri tetapi lebih cocok bagi spesies lain. Maka diperkirakan suksesi berjalan terarah dan perkembangan komunitas itu bertingkat dari komunitas pioneer sampai pada klimaks. Kedua, bahwa suksesi itu heterogen karena perkembangan di suatu daerah bergantung kepada siapa yang sampai di sana pertama kali. Pergantian spesies tidak perlu teratur karena masing-masing spesies mencoba untuk menghalau atau menekan spesies baru yang datang maka suksesi menjadi lebih bersifat individual dan kurang dapat diperkirakan karena komunitas tidak selalu mencapai klimaks iklim.

Kondisi ekosistem di masa-masa mendatang diduga berada dalam dua kondisi yang berbeda. Ekosistem ini akan bisa membentuk keadaan klimaks apabila ekosistem tidak mengalami kerusakan karena adanya gangguan-gangguan. Namun, dapat pula ekosistem ini membentuk keadaan yang didalamnya terdapat proses suksesi atau bahkan hilang (musnah) karena adanya gangguan-gangguan, seperti bencana alam dan aktivitas manusia yang merusak alam (Saragih, 2008).

b. Evolusi Ekosistem dan Hubungannya dengan Koevolusi

Pembahasan ini dibatasi pada beberapa populasi untuk mengungkap proses koevolusi. Suatu spesies dapat berevolusi sebagai respon dari tekanan seleksi dari banyak spesies lainnya, dan tiap-tiap spesies lainnya juga berevolusi merespon banyak spesies lainnya pula. Spesies merupakan bagian dari populasi yang peka terhadap perubahan ekologis. Perilaku ini dapat menyebabkan perubahan genetika yang kecil pada populasi yang menguntungkan satu sama lainnya. Keuntungan yang didapatkan memberikan kesempatan yang lebih besar agar karakteristik ini diwariskan kepada generasi selanjutnya. Seiring dengan berjalannya waktu, mutasi yang berkelanjutan menciptakan hubungan yang kita pantau sekarang (Saragih, 2008). 2.3 Contoh-contoh Koevolusi

Koevolusi tumbuhan dan serangga memiliki siklus, sebagai kelompok tumbuhan. Koevolusi antara racun tumbuhan dan mekanisme detoksifikasi serangga merupakan cara di

(10)

Contoh lainnya yaitu polinator. Beberapa gymnospermae diserbuki oleh serangga tetapi serangga penyerbuk tidak ada hubungannya dengan evolusi bunga pada angiospermae. Tumbuhan tanpa bunga akan diserbuki oleh mekanisme abiotik seperti angin. Pada spesies bunga yang lain, seleksi alam membuat serbuk sari bunga tersebut hanya dapat diberikan pada bunga lain namun asih dalam 1 spesies. Jika serangga terbang pada bunga spesies lain, serbuk sari menjadi sia – sia. Bunga mungkin akan meletakkan nektar pada tempat yang hanya dapat dijangkau oleh serangga yang memiliki organ terspesialisasi seperti lidah yang panjang.

Proses ini akan terus berlanjut, tumbuhan akan meletakkan nektar semakin dalam dan semakin dalam lagi dan serangga akan memperpanjang lidahnya terus – menerus. Hasilnya akan seperti pada Anggrek Maagascan (Angraecumsesquipedale) yang meletakkan nektarnya pada spursyang panjang mencapai 45 cm. Hal ini akan menambah keanekaragaman baik pada tumbuhan maupun serangga. Bagi tumbuhan tersebut akan menerima manfaat bahwa akan mengurangi terbuangnya serbuk sari. Sedangkan bagi serangga akan lebih efisien dengan adanya adaptasi mencari makan yang terspesialisasi ini (Ridley, 2004). Contoh koevolusi di atas dapat terlihat pada bunga dan penyerbuknya, di mana dalam hal ini penyerbuknya yaitu Hummingbird yang memiliki bagian tubuh yang sangat panjang setelah berevolusi bersaama dengan tubular bunga.

Langkah – langkah koevolusi dapat saja terjadi antara parasit dan inangnya. Mereka memiliki hubungan yang spesifik dan dekat, sehingga sangat mudah membayangkan bagaimana perubahan yang terjadi pada parasit, di mana memiliki kemampuan untuk memenetrasi inangnya, yang akan mengatur perubahan pada inang. Jika rentang variasi genetik pada parasit dan inang terbatas, koevolusi akan kembali kepada siklusnya, tetapi jika muncul mutan baru, parasit dan inang mungkin mengalami perubahan yang tidak berujung atau tidak terarah tergantung pada tipe mutan yang muncul. Koevolusi pada parasit dan inang adalah antagonis, tidak seperi koevolusimuatualis pada semut dan katerpilar dari bunga dan polinator.

Virus Myxoma (yang menyebabkan Myxomatosis) pada kelinci Australia menggambarkan bahwa virulensi dari parasit dapat mengubah evolusi. Oryctolaguscuniculus) merupakan kelinci asli Eropa namun diperkenalkan di Australia di mana berkembang menjadi hama. Inang alami dari virus myxoma yaitu jenis kelinci lain (Sylvialagusbrasiliensis) dari Amerika Selatan di mana virus memiliki kemungkinan virulensi yang rendah. Virulensi adalah kapasitas relatif patogen untuk mengatasi pertahanan tubuh. Dengan kata lain, derajat atau kemampuan dari organisme patogen untuk menyebabkan penyakit. Pada tahun 1950 virus ini diperkenalkan di Australia untuk mengontrol kelinci hama. Hal ini berjalan sukses

(11)

dengan penyebaran melalui nyamuk. Pada pertama kali, virulensi virus myxoma di Australia meningkat dan dapat menginfeksi inang. Lama kelamaan rata – rata kematiannya menurun hal ini karena adanya resistensi pada inang dan penurunan virulensi virus (Ridley, 2004).

Koevolusi juga dapat terjadi antara semut Lasiusfuliginosus dengan tanaman Dischidiamajor. Koevolusi yang terjadi antara semut Lasiusfuliginosus dengan tanaman Dischidiamajor adalah dapat dilihat dari struktur yang berevolusi antara kedua spesies yang sama-sama bersimbiosis dalam hal ini simbiosis mutualisme antara semut Lasiusfuliginosus dan tanaman Dischidiamajor.

Pada Lasiusfuliginosus:

a) Ukuran dari semut Lasiusfuliginosus yang berukuran maksimal hanya 4 mm pada semut pekerjanya, merupakan struktur yang terevolusi dalam hal memungkinkannya untuk dapat masuk ke dalam ‘Daun semut’ pada tanaman Dischidiamajor.

b) Memiliki racun yang cukup untuk dapat melukai predator yang menggangu tanaman Dischidiamajor, sehingga tidak ada spesies serangga lain yang dapat memangsa tanaman inang dari semut ini.

c) Memiliki perilaku bersarang yang terevolusi, yaitu membuat sarangnya di belakang lapisan periderm pada tanaman Cengkeh (Syzygiumaromaticum). Sehingga memudahkannya memasuki lubang-lubang pada tanaman Dischidiamajor.

d) Memiliki ratu koloni yang lebih dari satu, hal ini juga dapat dikatakan terevolusi karena memudahkan pemindahan telur-telur dari banyak sarang semut ini.

e) Mencari makanan langsung dari ‘nektar’ yang dihasilkan oleh tanaman Dischidiamajoryang berada di dalam ‘Daun semut’

Pada Dischidiamajor:

a) Terevolusi dalam bentuk morfologi daunnya, membentuk ruang kosong di dalam. Yang memungkinkan agar semut Lasiusfuliginosusdapat keluar masuk dengan mudah ‘Daun semut’.

b) Terevolusi dalam bentuk akar yang serabut yang tipis, membantu dalam mencengkram tanaman Cengkeh ( Syzygiumaromaticum) sebagai inang. Dan dapat membantu dalam menyerap nitrogen dan zat lain yang

(12)

dibutuhkan yang berasal dari sarang semut Lasiusfuliginosus yang ada dibawah lapisan periderm pada tanaman Cengkeh (Syzygiumaromaticum). c) Terevolusi dalam struktur daun-daun yang berukuran kecil, sehingga

membantunya mengurangi penguapan.

d) Terevolusi dalam menghasilkan bau yang dapat menarik semut Lasiusfuliginosus, sehingga dapat membantu dalam penyebaran dan penyerbukan (Fauuzan et al., 2007).

2.4 Perbedaan Koevolusi dan Koadaptasi

Koevolusi merupakan pengaruh evolusioner mutualistik antara 2 spesies (Campbell, 2008: 180). Artinya koevolusi terjadi ketika dua atau lebih spesies saling mempengaruhi evolusi masing-masing atau terdapat pengaruh timbal balik antara kedua spesies. Seperti koevolusi antara angiosperma dan hewan penyerbuk atau polinatornya. Hal tersebut dapat menjelaskan koadaptasi antara spesies (Ridley, 2004: 613). Sedangkan koadaptasi merupakan suatu proses penyesuaian yang menguntungkan dari dua spesies yang saling berpengaruh. Seperti pada semut (Formica fusca) dan ulat Lycaenid dari kupu-kupu (Glaucopsyche lygdamus) yang membentuk adaptasi interspesifik.

Semut tidak memakan ulat tetapi meminum honeydew yang dihasilkan oleh organ spesial pada ulat sedangkan ulat mendapatkan perlindungan dari parasit-parasit sehingga keduanya beradaptasi sangat dekat. Koadaptasi tersebut berkembang karena adanya struktur morfologi dan pola tingkah laku dari kedua hewan. Sedang koevolusi lebih menjelaskan adanya 2 garis keturunan yang berbeda antara semut dan ulat yang saling menguntungkan terhadap proses evolusinya. Yang mana pada kasus tersebut terjadi koevolusi yang bersifat resiprokal dimana ulat meningkatkan produksi dari honeydew yang dapat digunakan oleh semut. Jadi koevolusi lebih mengacu pada evolusi dari lingkungan spesies yang berkembang (Ridley, 2004: 614-615).

(13)

BAB 3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Koevolusi merupakan suatu proses antara dua atau lebih spesies yang mempengaruhi proses evolusi satu sama lainnya. Contoh koevolusi dapat terjadi pada tumbuhan berbunga (contohnya Anggrek Magascan) dengan serangga penyerbuknya (Hummingbird) dan parasit (contohnya Virus Myxoma) dengan inangnya (contohnya Kelinci asli Eropa).

Proses yang terjadi selama perjalanan waktu sampai pada saat keadaan ekosistem terakhir pada saat ini kemungkinan dapat terjadi suksesi, yakni pergantian antar satu komunitas dengan komunitas yang lain. Ekosistem akan membentuk keadaan klimaks apabila ekosistem tidak mengalami kerusakan karena adanya gangguan-gangguan. Namun, dapat pula ekosistem ini membentuk keadaan yang didalamnya terdapat proses suksesi atau bahkan hilang (musnah) karena adanya gangguan-gangguan.

Suatu spesies dapat berevolusi sebagai respon dari tekanan seleksi dari banyak spesies lainnya, dan tiap-tiap spesies lainnya juga berevolusi merespon banyak spesies lainnya pula. Spesies merupakan bagian dari populasi yang peka terhadap perubahan ekologis. Perilaku ini dapat menyebabkan perubahan genetika yang kecil pada populasi yang menguntungkan satu sama lainnya. Keuntungan yang didapatkan memberikan kesempatan yang lebih besar agar karakteristik ini diwariskan kepada generasi selanjutnya. Seiring dengan berjalannya waktu, mutasi yang berkelanjutan menciptakan hubungan yang kita pantau sekarang.

Koevolusi merupakan pengaruh evolusioner mutualistik antara 2 spesies artinya koevolusi terjadi ketika dua atau lebih spesies saling mempengaruhi evolusi masing-masing atau terdapat pengaruh timbal balik antara kedua spesies. Sedangkan koadaptasi merupakan suatu proses penyesuaian yang menguntungkan dari dua spesies yang saling berpengaruh yang membentuk adaptasi interspesifik. Koadaptasi tersebut berkembang karena adanya struktur morfologi dan pola tingkah laku dari kedua hewan. Sedang koevolusi lebih menjelaskan adanya 2 garis keturunan yang berbeda antara semut dan ulat yang saling menguntungkan terhadap proses evolusinya. Jadi, koevolusi lebih mengacu pada evolusi dari lingkungan spesies yang berkembang.

3.2 Saran

Sebaiknya mahasiswa memahami materi pembelajaran terlebih dahulu, sehingga mampu mendapatkan materi dengan baik.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan. Jakarta: Elex Media Komputindo. Campbell, N. A. 2008. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Fauzan, M.F., Sulistyaningrum, Gita, Hermadianti, Dea, Hndayani, Rizkia. 2007. Koevolusi antara Tumbuhan Dischidiamajor dengan Jenis Semut Lasiusfuliginosus sp. di Kawasan Hutan Desa Jatinegara. Tegal: 1-10.

Hadisubroto, Tisno. 1989. Ekologi Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Reijntjes, C, et al. 1999. Pertanian Masa Depan: Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Jakarta : Kanisius Press.

Ridley, Mark. 2004. Evolution Third Edition. UK: Blackwell Publishing. Saragih, S. 2008. Pertanian Organik. Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.

Gambar

Gambar 1. Teori embriotik 2.2 Mekanisme Koevolusi

Referensi

Dokumen terkait

“Aku akan berbaring makanan untuk musim dingin berikutnya,” kata Semut, “dan merekomendasikan Anda untuk melakukan hal yang sama dengan saya.” “Mengapa kita harus peduli

thoracicus pada tanaman kakao yang digunakan dalam penelitian dengan menggunakan plastik nener, mengikat sarang buatan yang berisi semut hitam pada cabang tanaman

Dengan demikian proses komunikasi kelompok tahanan yang terjadi di rumah tahanan kelas II/A manado yang secara langsung melalui komunikasi kelompok membuat peneliti

Menurut Scully (1967) terjadinya mutasi varietas pada tanaman anggrek sangat jarang terjadi pada kultur jaringan, sehingga bentuk fenotipe anak–anak tanaman yang

Tingkat serangan hama yang terjadi di lapangan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) lebih sedikit dibandingkan dengan tingkat serangan hama yang terjadi pada tanaman

Daya Kemampuan Hidup Biji Gulma Daya tahan hidup biji gulma lebih tinggi dibandingkan biji tanaman budidaya hal ini disebabkan oleh 3 hal : ● Mekanisme adaptasi Tingkat adaptasi

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Patah tulang yang terjadi pada daerah ini

Dengan demikian proses komunikasi kelompok tahanan yang terjadi di rumah tahanan kelas II/A manado yang secara langsung melalui komunikasi kelompok membuat peneliti