• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN TENTANG DAMPAK 2.1.1 Pengertian Dampak

Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi. (KBBI Online, 2010)

Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan biasanya mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan pengawasan internal. Seorang pemimpin yang handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak yang akan terjadi atas sebuah keputusan yang akan diambil.

Menurut Scott dan Mitchell dampak merupakan suatu transaksi sosial dimana seorang atau kelompok orang digerakkan oleh seseorang atau kelompok orang yang lainnya untuk melakukan kegiatan sesuai dengan harapan. Sumber-sumber pengaruh untuk perseorangan atau kelompok dalam organisasi terdapat pada status jabatan, system pengawasan atau balas jasa dan hukuman, pengawasan finansial (anggaran), pemilikan informasi dan penguasaan saluran komunikasi.

(2)

Seseorang bersedia menjalankan permintaan orang yang dapat mempengaruhinya secara efektif karena merasa dirinya puas kalau memang dapat melaksanakan apa yang diminta oleh orang berpengaruh tersebut. Motivasi seseorang dapat bersifat dari tercapainya hasil-hasil yang maksimum, diperolehnya imbalan material atau perasaan disukai atau diterima oleh orang lain. Jadi, seseorang menjadi secara otomatis menuruti apa yang diminta oleh orang yang berpengaruh tanpa mengharapkan imbalan atau tanpa pamrih.

2.2 Objek Wisata

2.2.1 Pengertian Objek Wisata

Objek wisata adalah suatu tempat yang menjadi kunjungan wisatawan karena mempunyai sumberdaya tarik, baik alamiah, maupun buatan manusia, seperti keindahan alam atau pegunungan, pantai flora dan fauna, kebun binatang, bangunan kuno bersejarah, monument-monumen, candi-candi, tari-tarian, atraksidan kebudayaan khas lainnya (Adisasmita, 2010).

Menurut Fandeli (2000) objek wisata adalah perwujudan daripada ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Sedangkan objek wisata alam adalah objek wisata yang daya tariknya bersumber pada keindahan sumber daya alam dan tata lingkungannya.

Suatu objek wisata menurut Yoeti ( 1992) harus memenuhi tiga persyaratan, yaitu:

a. Daerah itu harus mempunyai apa yang disebut sebagai something to see

(3)

atraksi wisata yang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh daerah lain (pemandangan alam, upacara adat, kesenian) yang dapat dilihat oleh wisatawan. b. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah something to do (sesuatu untuk dikerjakan). Artinya, di tempat tersebut tersedia fasilitas rekreasi yang membuat mereka betah untuk tinggal lebih lama di tempat itu (penginapan/hotel yang memadai, kolam renang, sepeda air) sehingga mereka dapat melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan di rumah ataupun di tempat wisata lainnya.

c. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah something to buy(sesuatu untuk dibeli). Artinya, di tempat tersebut harus tersedia fasilitas untuk berbelanja, terutama souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tempat asal masing-masing.

2.2.2 Jenis-jenis objek wisata

Penggolongan jenis objek wisata akan terlihat dari ciri-ciri khas yang ditonjolkan oleh tiap-tiap objek wisata. Dalam UU No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa objek dan daya tarik wisata terdiri dari :

a. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna.

b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan. Sujali (1989) mengemukakan bahwa bahan dasar yang perlu dimiliki oleh industri pariwisata dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :

(4)

a.Objek wisata alam (natural resources): Bentuk dari objek ini berupa pemandangan alam seperti pegunungan, pantai, flora dan fauna atau bentuk yang lain. Contohnya adalah pantai Parangtritis, Purwahamba Indah, gunung Merbabu dan lain-lain.

b. Objek wisata budaya atau manusia (human resources): objek ini lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan/kehidupan manusia seperti museum, candi, kesenian, upacara keagamaan, upacara adat, upacara pemakaman atau bentuk yang lain. Contohnya adalah candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, upacara sedekah bumi.

c.Objek wisata buatan manusia (man made resources): objek ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia sehingga bentuknya tergantung pada kreativitas manusianya seperti tempat ibadah, alat musik, museum, kawasan wisata yang seperti Taman Mini Indonesia Indah, Monumen Yogya Kembali.

2.3 Teori Sosial Ekonomi 2.3.1 Defenisi Sosial Ekonomi

Sejarah sosial ekonomi berhubungan dengan keadaan-keadaan dimana manusia-manusia itu hidup, kemungkinan-kemungkinan perkembangan materi dan batas-batasnya yang tidak bisa diikuti manusia. Penduduk dan kepadatan penduduk, konsumsi dan produksi pangan, perumahan, sandang, kesehatan dan penyakit, sumber-sumber kekuatan dan pada tingkat dasarnya faktor-faktor ini berkembang tidak menentu dan sangat drastis mempengaruhi kondisi-kondisi dimana manusia itu harus hidup (Ahmad, 1992).

(5)

Salah satu faktor yang penting untuk membangun masyarakat yang sejahtera adalah sebuah teori sosial ekonomi yang baik. Sepanjang sejarah, manusia terus mencari jawaban bagaimana sumber daya bumi ini dapat dipergunakan dan dibagikan dengan baik.

Kata sosial berasal dari kata “socious” yang artinya kawan, teman. Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman kerja, teman sekampung dan sebagainya. Dalam hal ini kawan adalah mereka (orang-orang) yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi satu sama lain (Mahadi, 2003).

Kata sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat(Suharso,2005). Sedangkan dalam konsep sosiologis, manusia sering disebut makhluk sosial yang artinya bahwa manusia itu tidak dapat hidup dengan wajar tanpa orang lain disekitarnya.

Istilah Ekonomi secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu “Oikos” yang artinya rumah tangga dan “Nomos” artinya mengatur. Jadi secara harafiah, ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang paling sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat, maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (http://www.wikipedia.com).

Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status (Koentjaraningrat, 1990).

(6)

Menurut Melly G. Tan bahwa bahwa kedudukan sosial ekonomi meliputi tiga faktor yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Pendapat diatas didukung oleh Mahbud UI Hag dari Bank Dunia bersama dengan James Grant dari Overseas Development Council mengatakan bahwa kedudukan sosial ekonomi dititikberatkan pada pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan air yang sehat yang didukung oleh pekerjaan yang layak (http://www.detikfinance.com)

Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa status sosial ekonomi adalah kemampuan seseorang untuk mampu menempatkan diri dalam lingkungannya sehingga dapat menentukan sikap berdasarkan atas apa yang dimilikinya dan kemampuan mengenai keberhasilan menjalankan usaha dan berhasil mencukupi kebutuhan hidupnya.

Melly G. Tan mengatakan untuk melihat kondisi sosial ekonomi keluarga atau masyarakat itu dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Berdasarkan hal ini maka keluarga atau kelompok masyarakat itu dapat digolongkan memiliki sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi (Tan dalam Koentjaraningrat, 2003).

1. Golongan berpenghasilan rendah

Yaitu keluarga yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal. Untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal, mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain karena tuntutan kehidupan yang keras, perkembangan anak dari keluarga itupun menjadi agresif. Sementara itu orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi

(7)

kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap perilaku anaknya.

2. Golongan berpenghasilan sedang

Yaitu pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. 3. Golongan berpenghasilan tinggi

Yaitu selain dapat memenuhi kebutuhan pokok, sebagian dari pendapatan yang diterima dapat ditabung dan digunakan untuk kebutuhan lain ataupun kebutuhan di masa mendatang.

2.4 Teori Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang baik (Adi, 2010). Secara yuridis konsepsional, pengertian kesejahteraan sosial termuat dalam UU No.11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut: “Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.

Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan berbagai upaya, program dan kegiatan yang disebut “Usaha Kesejahteraan Sosial” baik yang dilaksanakan pemerintah maupun masyarakat. UU. No. 11 Tahun 2009 Bagian II pasal 25 juga menjelaskan secara tegas tugas serta tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial yang meliputi:

(8)

1.Merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial; 2.Menyediakan akses penyelengaraan kesejahteraan sosial;

3.Melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 4.Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial;

5.Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya;

6.Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang kesejahteraan sosial;

7.Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial;

8.Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas pembangunan

9.Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial;

10.Melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

11.Mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial tingkat nasional dan internasional;

12.Memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional;

13.Melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial; dan 14.Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(9)

Walter A. Friedlander, mengutarakan bahwa konsep dan istilah kesejahteraan sosial dalam pengertian program yang ilmiah baru saja dikembangkan sehubungan dengan masalah sosial dari pada masyarakat kita yang industrial. Kemiskinan, kesehatan yang buruk, penderitaan dan disorganisasi sosial telah ada dalam sejarah kehidupan umat manusia, namun masyarakat yang industrial dari abad ke 19 dan 20 ini menghadapi begitu banyak masalah sosial sehingga lembaga-lembaga insani yang sama seperti keluarga, ketetanggaan, gereja, dan masyarakat setempat tidak mampu lagi mengatasinya secara memadai.

Berikut ini beberapa defenisi yang menjelaskan arti kesejahteraan sosial, W.A Friedlander mendefenisikan: “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuannya secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat” (Muhaidin, 2003).

Defenisi di atas menjelaskan:

1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.

2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya.

(10)

3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan “kemampuan individu” baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya.

Dalam Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan pula : “Kesejahteraan Sosial merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja. Bonnum Commune atau Kesejahteraan sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat, sosial yang memungkinkan dan mempermudah manusia dalam memperkembangkan kepribadiannya secara sempurna” (Suparlan, 2010). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tentang latar belakang informasi mengenai konsep dan istilah yang digunakan dalam statistik Kesejahteraan Sosial diantaranya adalah kondisi rumah tangga, luas lantai, daerah perkotaan atau pedesaan, probabilitas bayi mati sebelum mencapai usia satu tahun, keluhan masyarakat terhadap kesehatan, imunisasi, pasien rawat inap, status gizi, narapidana, aksi dan korban kejahatan, luas lantai, mendengarkan radio, membaca koran atau surat kabar, serta menonton televisi. Dari kelompok tersebut BPS melakukan pengelompokan menjadi empat indikator dalam pengukuran kesejahteraan sosial, yaitu :

1. Pendapatan. 4. Gizi 2. Kesehatan.

3. Perumahan.

Dalam Undang-Undang RI No. 11 tahun 2009, tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial disebutkan bahwa usaha kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna

(11)

memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Semua upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan, dan mengembangkan kesejahteraan sosial.

Dalam pernyataan tersebut terkandung pengertian bahwa usaha-usaha kesejahteraan sosial merupakan upaya ditujukan kepada manusia baik individu, kelompok maupun masyarakat.

2.5 Tinjauan Tentang Dampak Objek Wisata terhadap sosial Ekonomi 2.5.1 Tinjauan Tentang Dampak Objek Wisata terhadap sosial Ekonomi

Suatu tempat wisata tentu memiliki dampak dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Dampak dampak akibat adanya tempat wisata tentu mempengaruhi ke lingkungan sekitarnya. Sehingga yang terkena dampak positif dan negatifnya adalah masyarakat, lingkungan, ekonomi dan sosial.

Masyarakat dalam lingkungan suatu obyek wisata sangatlah penting dalam kehidupan suatu obyek wisata karena mereka memiliki kultur yang dapat menjadi daya tarik wisata, dukungan masyarakat terhadap tempat wisata berupa sarana kebutuhan pokok untuk tempat obyek wisata, tenaga kerja yang memadai dimana pihak pengelola obyek wisata memerlukannya untuk menunjang keberlangsungan hidup obyek wisata dan memuaskan masyarakat yang memerlukan pekerjaan dimana membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.

Pengembangan suatu obyek wisata yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan pendapatan ekonomi yang baik juga untuk komunitas setempat (Joseph D. Fritgen, 1996). Menurut Prof.Ir Kusudianto Hadinoto bahwa suatu

(12)

tempat wisata yang direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf , kualitas dan pola hidup komunitas setempat, tetapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih baik. Pariwisata dapat memberikan keuntungan bagi wisatawan maupun komunitas tuan rumah dan dapat menaikkan taraf hidup melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut”.

Bila dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat memaksimalkan keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan. Penduduk setempat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya pengembangan obyek wisata, karena penduduk setempat mau tidak mau terlibat langsung dalam aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan kepariwisataan di daerah tersebut, misalnya bertindak sebagai tuan rumah yang ramah, penyelanggara atraksi wisata dan budaya khusus (tarian adat, upacara-upacara agama, ritual, dan lain-lain), produsen cindera mata yang memiliki ke khasan dari obyek tersebut dan turut menjaga keamanan lingkungan sekitar sehingga membuat wisatawan yakin, tenang, aman selama mereka berada di obyek wisata tersebut. Akan tetapi apabila suatu obyek wisata tidak dikembangkan atau ditangani dengan baik atau tidak direncanakan dengan matang, dapat menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan maupun dampak-dampak negatif terhadap ekonomi maupun sosial.

Menurut Prof Ir Kusudianto Hadinoto (1996) suatu tempat wisata apabila tidak direncanakan dengan baik maka akan menyebabkan kerusakan lingkungan fisik, barang-barang sejarah, dan menimbulkan ketidaksukaan penduduk sekitar terhadap wisatawan maupun obyek wisata tersebut dimana pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi pengelola tempat wisata tersebut. Hubungan tempat

(13)

wisata dan lingkungan dimana bila ditangani dengan baik maka akan terjadi peningkatan lingkungan ke arah yang lebih baik tetapi apabila tidak ditangani dengan baik bisa merusak. Berikut adalah dampak-dampak dari keberadaan suatu obyek wisata terhadap social ekonomi masyarakatyaitu :

a. Dampak ekonomi dapat bersifat positif maupun negatif dalam setiap pengembangan obyek wisata. Untuk segi positif dampak ekonomi ini ada yang langsung dan ada juga yang tidak langsung. Dampak positif langsungnya adalah membuka lapangan pekerjaan yang baru untuk komunitas lokal, baik itu sebagai pegawai bagian kebersihan, kemananan, ataupun yang lainnya yang sesuai dengan kemampuan, atau dengan berjualan, seperti : makanan, minuman atau voucher hp sehingga masyarakat lokal bisa mendapatkan peningkatan taraf hidup yang layak. Selain untuk masyarakat lokal, dampak ekonomi juga akan berpengaruh bagi pemerintah daerah yang akan mendapatkan pendapatan dari pajak. Sedangkan dampak ekonomi yang tidak langsung adalah kemajuan pemikiran akan pengembangan suatu obyek wisata, adanya emansipasi wanita sehingga wanita pun bisa bekerja. Suatu pengembangan obyek wisata apabila diatur, ditata dan dipantau dengan baik tidak akan menghasilkan dampak negatif bagi sektor ekonominya, tetapi apabila tidak dilakukan, diatur, ditata dengan baik maka akan menimbulkan kerugian baik bagi pihak pengembang obyek itu sendiri maupun pihak komunitas lokal daerah setempat.

(14)

b. Dampak Positif Sosial

Adanya perlindungan untuk benda-benda kuno, bangunan sejarah, seni tradisional seperti musik, drama, tarian, pakaian, upacara adat. Adanya bantuan untuk perawatan museum, gedung theater, dan untuk dukungan acara-acara festivalbudaya.

Dengan adanya pembaharuan kebanggaan budaya maka masyarakat dapat memperbaharui kembali rasa bangga mereka terhadap peninggalan-peninggalan bersejarah ataupun budaya. Pariwisata dapat menciptakan pertukaran budaya dari wisatawan dengan masyarakat setempat, sehingga membuat para wisatawan mengerti tentang budaya setempat dan mengerti akan nilai-nilai dari tradisi masyarakat setempat begitu pula sebaliknya masyarakat lokal pun bisa tahu tentang budaya dari para wisatawantersebut baik yang domestik maupun internasional.

c.Dampak negatif sosial

Setiap pengelola obyek wisata selalu menginginkan tempat wisata untuk menyedot wisatawan baik domestik maupun internasional, tetapi ada hal-hal yang harus diperhitungkan karena apabila suatu obyek wisata terlalu padat, maka bisa menyebabkan hilangnya kenyamanan bagi penduduk setempat dan membuat masyarakat setempat menjadi tidak nyaman dan pada akhirnya akan terbentuk garis batas antara penduduk lokal setempat dengan wisatawan yang terlalu banyak.

Karena ingin menyuguhkan sesuatu yang di inginkan wisatawan, tanpa di sadari mereka sudah terlalu mengkomersialkan budaya mereka sehingga tanpa sadar mereka telah mengurangi dan mengubah sesuatu yang khas dari adat mereka

(15)

atau bahkan mengurangi nilai suatu budaya yang seharusnya bernilai religius. Contoh : upacaraagama yang seharusnya dilakukan dengan khidmat dan khusyuk, tetapi untuk menyuguhkan apa yang diingini oleh wisatawan maka mereka mengkomersialkan upacara tersebut untuk wisatawan sehingga upacara agama yang dulunya khidmat dan khusyuk makin lama makin berkurang.Adanya percampuran budaya negatif antara wisatawan dengan masyarakat setempat.

2.6 Defenisi Masyarakat

Community dalam bahasa yunani adalah “persahabatan”. Sebagai refleksi dari arti kata tersebut, aristoteles mengemukakan bahwa manusia yang hidup bersama dalam masyarakat karena mereka menikmati ikatan yang saling bekerja sama, untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dan untuk menemukan makna kehidupan. Masyarakat dalam konteks pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat atau community dalam bahasa inggris atau juga komunitas. Secara etimologis “ community” berasal dari kommunitat yang berakar pada comunete atau comman. Community mempunyai dua arti:

a. Sebagai kelompok social yang bertempat tinggal di lokasi tertentu, memiliki kebudayaan dan sejarah yang sama

b. Sebagai suatu pemuliman yang terkecil di atasnya ada kota kecil (town),dan di atas kota kecil ada kota atau kota besar (city).

Banyak literatur dan mengusulkan empat komponen utama untuk mendefinisikan konsep komunitas. Pertama dan terutama bahwa komunitas melibatkan manusia. Wilayah dan tempat tinggal juga menjadi elemen dalam pembangunan masyarakat. Tetapi, tidak semua penulis menambahkan

(16)

wilayah, tanah, atau batas wilayah dalam definisi komunitas mereka. Komunitas adalah manusia yang hidup bersama dalam ekologi setempat dengan batasan wilayah yang bias tetapi beliau menulis kebiasaan batasan adalah tidak relevan apabila dijadikan salah satu pencaharian karakteristik utama dari suatu komunitas atau lingkungan.

Thomas Hobber mengemukakan bahwa komunitas adalah sebuah proses alamiah dimana orang-orang yang hidup bersama untuk memaksimalkan kepentingan mereka, Hobbes merasa bahwa kepentingan diri sendiri dapat ditemukan dalam kelompok. Pendapat lain mendengar bahwa komunitas di identikan sebagai pemukiman kecil penduduk, bersifat mandiri (self contained) dan yang satu berbeda dengan lainnya :

a. Komunitas memiliki kesadaran kelompok (group consciousness) yang kuat.

b. Komunitas tidak terlalu besar sehingga dapat saling mengenal pribadi tetapi tidak terlalu

c. Kecil sehingga dapat berusaha bersama secara efisien. d. Komunitas bersifat homogeny

e. Komunitas hidup madiri (self sufficient).

f. Menurut ensiklopedi Indonesia, istilah “masyarakat” sekurang kurangnya mengandung tiga pengertian :

a. Sama dengan gesellschaft, yakni bentuk tertentu kelompok sosial berdasarkan rasional, yang diterjemahkan sebagai masyarakat patembayan dalam bahasa Indonesia. Sementara kelompok social lain yang masih

(17)

mendasarkan pada ikatan naluri kekeluargaan disebut gemain-scaft atau masyarakat paguyuban.

b. Merupakan keseluruhan “masyarakat manusia” meliputi seluruh kehidupan bersama. Istilah ini dihasilkan dari perkembangan ketergantungan manusia yang pada masa terakhir ini sangat dirasakan.

c. Menunjukan suatu tata kemasyarakatan tertentu dengan cirri sendiri (identitas) dan suatu autonomi (relative), seperti masyarakat barat, masyarakat primitive yang merupakan kelompok suku yang belum banyak berhubungan dengan dunia sekitarnya.

Bedasarkan pengertian diatas dapatlah disebutkan kelompok masyarakat yang dicirikan menurut hubungan manusianya serta nilai social yang berlaku sebagai berikut.

a. Menurut mata pencaharian, seperti masyarakat petani, nelayan, buruh, pedagang, dan lain-lain

b. Menurut lingkungan tempat tinggalnya seperti masyarakat hutan, pantai/pesisir.

c. Menurut tingkat kehidupan ekonomi seperti masyarakat miskin yang dibedakan dengan masyarakat kaya

d. Menurut tingkat pendidikan seperti masyarakat terpelajar, intelek/ berpengetahuan yang dibedakan dengan masyarakat awam

e. Menurut penataan lingkuangan /pemuiiman masyarakat seperti masyarakat desa, kota, metropolitan.

f. Menurut lingkuangan prgaulan agama seperti ulama, santri, gereja.

(18)

masyarakat yang beradab yang didikotomikan dengan masyarakat jahiliah. h. Menurut tingkat kehidupan social seperti masyarakat maju, tertinggal dan sebagainya.

i. Menurut jenis kelamin yang dibedakan antara perempuan dengan laki-laki. Dari contoh pengelompokan masyarakat seperti di atas dalam konteks pemberdayaan masyarakat maka focus perhatian lebih ditujukan kepada kelompok masyarakat yang masih perlu diberdayakan mengingat kondisi masyarakat tidak berdaya. Konsep komunitas masyarakat yang baik (good community) mengandung Sembilan nilai (the competent community).

1. Setiap anggota masyarakat berinteraksi satu dengan yang lain berdasar hubungan pribadi.

2. Komunitas memiliki otonomi, kewenangaan,dan kemampuan mengurus kepentingan sendiri.

3. Memiliki viabilitas, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalahnya sendiri.

4. Distribusi kekayaan yag merata, setiap orang berkesempatan yang sama dan bebas nenyatakan kehendaknya.

5. Kesempatan setiap anggota untuk berpatisipasi aktif dalam mengurus kepentingan bersama.

6. Komunitas member makna kepada anggotanya sejauh manakah pentingnya komunitas bagi seorang anggota.

7. Di dalam komunitas dimungkinkan adanya heterogenitas dan perbedaan pendapat.

(19)

secepat mungkin pada yang berkepentingan

9. Di dalam komunitas bisa terjadi konflik, namun komunitas memiliki kemampuan untuk managing conflict.

Dalam pengertian sosiologi, masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan anggota-anggotanya. Dengan kata lain, masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut dengan sistem kemasyarakatan.

Emile Durkheim (2005) menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan yang obyektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya. Cara yang baik untuk mengerti tentang masyarakat adalah dengan menelaah ciri-ciri pokok dari masyarakat itu sendiri.

Sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu:

1. Manusia yang hidup bersama

Secara teoritis, jumlah manusia yang hidup bersama itu ada dua orang. Di dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi, tidak ada suatu ukuran yang mutlak atau angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada.

2. Bergaul selama jangka waktu cukup lama

3. Adanya kesadaran, bahwa setiap manusia merupakan bagian dari satu kesatuan.

(20)

2.7 Kerangka Pemikiran

Setiap penelitian pasti diperlukan adanya kerangka berpikir sebagai pijakan atau sebagai pedoman dalam menentukan arah dari penelitian, hal ini diperlukan agar penelitian tetap terfokus pada kajian yang akan diteliti. Alur kerangka berpikir pada penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:

Objek wisata memiliki dampak terhadap kondisi social ekonomi mayarakat.Kondisi sosial ekonomi masyarakat itu dapat dilihat dari sistem sosial, nilai-nilai sosial, sikap, interaksi sosial dan pola perilaku mata pencaharian, pola perilaku.Keberadaan objek wisata dapat mengakibatkan terbukanya lapangan pekerjaan, peluang membuka usaha, dan perubahan interaksi social antara masyarakat.

Begitu juga dengan yang terjadi di Desa Siallagan Pindaraya.Keberadaan objek wisata Batu Kursi memberi dampak besar terhadap masyarakat seperti penyerapan tenaga kerja untuk pemeliharaan objek wisata Batu kursi, terbukanya peluang bagi masyarakat untuk membuka usaha berupa kios dan rumah makan.

Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:

(21)

Skema Kerangka Pikir

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang dikaji.Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan defenisi konsep. Secara sederhana defenisis disini diartikan sebagai batasan pengertian.

Keberdaan Objek Wisata Batu Kursi

Masyarakat Siallagan Pindaraya

Sosial Ekonomi

Struktur sosial, interaksi sosial dan pola perilaku, sistem mata pencaharian

Tingkat penghasilan

(22)

Dalam hal ini, perumusan defenisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti. Dengan kata lain, peneliti berupaya menggiring pembaca hasil penelitian itu untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti, jadi defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian.( Siagian, 2011:136-138)

Konsep merupakan suatu unsur yang penting dalam penelitian.Suatu konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa objek, kondisi, situasi dan hala-hal lain yang sejenis. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. (Silalahi, 2009:112)

Untuk lebih memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

1. Dampak adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif.

2. Objek Wisata adalah suatu tempat yang menjadi kunjungan wisatawan karena mempunyai sumberdaya tarik, baik alamiah, maupun buatan manusia, seperti keindahan alam atau pegunungan, pantai flora dan fauna, kebun binatang, bangunan kuno bersejarah, monument-monumen, candi-candi, tari-tarian, atraksi dan kebudayaan khas lainnya (Adisasmita, 2010). 3. Sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan

(23)

mata pencaharian, dan lain-lain.

4. Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah system tertutup, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.

2.7.2 Defenisi Operasional

Ditinjau dari proses atau langkah penelitian, dapatdikemukakan bahwa perumusan defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Jika perumusan defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti.Maka perumusan defenisi operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian,2011:14)

Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau criteria atau operasi langkah tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Defenisi operasional bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitian di lapangan. Maka perlu operasinalisasi dari konsep-konsep untuk menggambarkan tentang apa yang harus diamati.(Silalahi,2009:120)

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam Dampak Keberadaan Objek Wisata Batu Kursi Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Siallagan Pindaraya, Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir, yakni :

1. Sosial ekonomi masyarakat dapat diterjemahkan dalam beberapa indicator, yaitu

(24)

a. Struktur sosial, hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial dan peranan-peranan sosial.

b. Interaksi sosial, merupakan suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat.

c. Pola perilaku, kelakuan seseorang yang sudah tersusun atau tertaa karena proses kelakuan tersebutdilakukan berulang-ulang.

d. Tingkat penghasilan, merupakan perolehan barang atau jasa yang diterima atau dihasilkan.

Referensi

Dokumen terkait

Data yang diinput berikut laporan yang dihasilkan oleh aplikasi Accurate selalu akurat dan tepat waktu, dan berperan sebagaimana kebutuhan bisnis perlukan. Seluruh penyimpanan

pasca penennya, potensi peternakan sapi dengan keunikan penjantan yang diliarkan yang disebut wadak, dan diversifikasi kopi luwak arabika khas Desa Catur, (2)

Deformitas merupakan perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, misalnya terjadi fraktur kepala, kompresi, ketegangan, atau pemotongan

Pada umumnya sumber air yang digunakan pada sistem, ini adalah, air yang berasal dan pipa cabang sistem penyediaan air minum secara kolektif (dalam hal ini

Jika bawahan yang terlibat dalam partisipasi anggaran mempunyai informasi khusus tentang kondisi lokal, akan memungkinkan bagi mereka untuk melaporkan informasi tersebut kepada

Peraturan Menteri Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan Draft dipersiapkan oleh Ditjen KP3K 32. Peraturan Menteri Tata Cara Perlindungan Jenis dan Genetik Ikan

Anda juga akan menghemat waktu karena untuk menampilkan/menuliskan beberapa instruksi yang sama anda hanya membutuhkan waktu yang relative lebih sedikit dibanding

Peserta didik yang belajar pada tahun terakhir di satuan pendidikan, memiliki rapor lengkap penilaian hasil belajar sampai dengan semester I tahun terakhir, dan atau