• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA (Studi Deskriptif pada SD YPI 45 Kota Bekasi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA (Studi Deskriptif pada SD YPI 45 Kota Bekasi)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn)

DALAM MEMBANGUN KARAKTER SISWA

(Studi Deskriptif pada SD YPI 45 Kota Bekasi) Wahyudin Noe *

Email:wahyudinnoe@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertolak dari keresahan peneliti terhadap karakter siswa yang semakin memburuk dan memprihatinkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran pembelajaran PKn dalam membangun karakter siswa pada SD YPI 45 Bekasi. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi deskriptif. Teknik pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui observasi partisipatif, wawancara, studi dokumentasi, dan studi literatur. Hasil penelitian ini yaitu: 1). Pembelajaran PKn yang dilaksanakan guru telah berjalan dengan baik, sehingga dapat membentuk karakter siswa menjadi karakter baik (good character), 2). Pada umumnya karakter siswa telah mengetahui pengetahuan moral (moral knowing) yang baik, 3). Sebagian besar karakter siswa memiliki perasaan moral (moral feeling) yang baik, dan 4) Sebagian besar karakter siswa melakukan perilaku moral (moral behaviour) yang baik.

Kata Kunci:Pembelajaran, Pendidikan Kewarganegaraan, Karakter, Siswa I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, seiring dengan perkembangan masyarakat dunia (global society) yang disebut era globalisasi yang penuh keterbukaan dan lemahnya filterisasi mengakibatkan rakyat Indonesia terbawa arus kebebasan dan individualisme. Oleh karena itu, pembangunan karakter bangsa (nation character building) merupakan sebuah keharusan untuk menjaga dan melanggengkan eksistensi bangsa yang pernah dikatakan Presiden RI pertama Soekarno yaitu menekankan prinsip berdaulat dalam politik, berdiri di kaki sendiri (berdikari) dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Pembangunan karakter bangsa harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, lingkungan sekolah, serta masyarakat luas sehingga perlu menyambung kembali hubungan dan educational networksyang mulai terputus

tersebut. Karena kenyataan sekarang ini, masyarakat belum menunjukkan karakter yang baik atau perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai, moral, dan norma yang berlaku, sebagaimana dikatakan Winataputra (2012:127), bahwa “dalam praksis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara selalu dijumpai fonomena yang mencerminkan terjadinya paradoksal antara semangat dan komitmen kolektif ber-NKRI dengan kasus-kasus etnosentrisme, fanatisme kelompok dan kedaerahan seperti sukuisme, serta KKN”.Menurut Lickona (Megawangi, 2004: 7-8)mengemukakan ada sepuluh tanda zaman yang harus diwaspadai oleh warganegara yaitu :

“(1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2) penggunaan bahasa yang buruk, (3) pengaruhpeer group yang kuat dalam tindakan kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri, (5) semakin kaburnya

(2)

pedoman moral baik dan buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa hormat terhadap individu dan warganegara, (9) membudayanya ketidakjujuran, (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antar sesama“.

Dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan oleh Mengawangi, ternyata kesepuluh tanda tersebut telah nampak jelas dalam kehidupan keseharian warganegara (Megawangi, 2004: 8-11). Hal ini juga termasuk dalam dunia pendidikan khususnya di sekolah, tanda-tanda kerusakan moral telah kita amati secara bersama, yang menurut Koesoema (2007 : 183) bahwa “sudah cukup banyak contoh dan perilaku tidak jujur yang dilakukan individu dalam dunia pendidikan, mulai dari siswa yang mencontek, menjiplak hasil karya orang lain tanpa menyertakan sumber, mencari-cari alasan untuk lari dari tanggung jawab atas tugas-tugas sekolah yang diberikan oleh guru”.

Untuk itu lembaga pendidikan formal diantaranya sekolah, harus menjadi tonggak terdepan dalam mewadahi proses pembinaan karakter siswa. Sekolah sejak dini perlu menekankan pentingnya pendidikan nilai dan moral dengan berperan aktif dalam merancang dan melaksanakan pendidikan nilai moral, yang berlandaskan pada teori perkembangan nilai dan moral. Jean Piaget merupakan salah satu tokoh yang berpengaruh dalam teori perkembangan moral. Winataputra dan Budimansyah (2007: 172-173)menguraikan bahwa:

“Piaget meneliti perkembangan struktur kognitif (cognitive structure) anak dan kajian moral (moral judgment)anak yang hasil studinya menyimpulkan ada dua tingkat

perkembangan moral pada anak usia 6-12 tahun, yakni heterenomi dan autonomi. Pada tingkat heteronomi, segala aturan dipandang oleh anak sebagai hal yang datang dari luar (bersifat eksternal) dan dianggap sakral karena merupakan hasil pemikiran orang dewasa. Sedangkan pada tingkatan autonomi anak mulai menyadari adanya kebebasan untuk tidak sepenuhnya menerima aturan itu sebagai hal yang datang dari luar dirinya“.

Tentunya melihat keadaan tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat ajaran nilai moral dapat berperan aktif menyadarkan dan membentuk karakter siswa, sehingga menjadi warganegara yang baik dan cerdas (good and smart citizen). PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang dinyatakan dalampasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menyatakan bahwa “PKn dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”.

Banyak pakar, baik secara tersirat maupun tersurat, yang menyatakan bahwa PKn merupakan pendidikan karakter seperti pendapat Soemantri (2001: 299) yang menyatakan bahwa “PKn diselenggarakan guna melatih siswa/peserta didik untuk berpikir kritis, analitis, berpikir dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Demikian juga pendapatDjahiri (2006:9)bahwa “PKn merupakan program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta

(3)

memberdayakan peserta didik/siswa (diri dan kehidupannya) supaya menjadi warganegara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/yuridis konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan”.

Namun kenyataan pembelajaran PKn dewasa ini masih terdapat kelemahan-kelemahan. Hal ini

sebagaimana dikemukakan

Budimansyah(Winataputra dan Budimansyah, 2007: 118-120), ada beberapa indikasi empirik menunjukkan bahwa pelaksanaan PKn tidak mengarah pada misi sebagaimana seharusnya yaitu:

“Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak intruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Sedangkan pembangunan dimensi afektif dan psikomotorik dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya.”

Berangkat dari permasalahan di atas, maka perlunya sinergi yang saling mendukung antara pembelajaran PKn yang mengajarkan nilai, norma, dan moral di ruang kelas sebagai faktor yang menentukan pembangunan karakter siswa. Untuk itu penulis memandang perlunya sebuah penelitian dengan tema “Peran Pembelajaran PKn Dalam Membangun Karakter Siswa (Studi Deskriptif pada Kelas V SD YPI 45 Kota Bekasi)”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang

dilaksanakan guru dalam membangun karakter siswa?

2. Bagaimana gambaran karakter siswa khususnya pengetahuan moral (moral knowing)?

3. Bagaimana gambaran karakter siswa khususnya perasaan moral(moral feeling)?

4. Bagaimana gambaran karakter siswa khususnya perilaku moral(moral behaviour)?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang :

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang dilaksanakan guru dalam membangun karakter siswa.

2. Gambaran karakter siswa khususnya pengetahuan moral (moral knowing). 3. Gambaran karakter siswa khususnya

perasaan moral(moral feeling).

4. Gambaran karakter siswa khususnya perilaku moral(moral behaviour). II. KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dalam Konteks Pembangunan Karakter

Konsep PKn diawali dari konsep civics, civics education, dan citizenship education yang berkembang di Amerika Serikat karena secara historis-epistemologis, Amerika Serikat (USA) adalah negara yang pertama kali mengembangkan konsep-konsep tersebut. Hal ini sebagaimanadiuraikan olehWinataputra (2001: 127-130) bahwa untuk pertama kalinya, yakni pada pertengahan tahun 1880-an di USA mulai diperkenalkan mata pelajaran “Civics” sebagai mata pelajaran disekolah yang berisikan materi mengenai pemerintahan (Allen:1960). Seorang ahli bernama

(4)

Chresore (1886), pada waktu itu mengartikan “Civics” sebagai “the science of citizenship” atau ilmu kewarganegaraan, yang isinya mempelajari hubungan antarindividu dan antara individu dengan negara.

Selanjutnya pada tahun 1900-an, berkembang mata pelajaran “Civics” yang disi dengan materi mengenai struktur pemerintahan negara bagian federal (Gross dan Zeleny: 1958). Sampai 1920-an istilah “Civics” telah digunakan untuk menunjukkan bidang pengajaran yang lebih khusus, yakni “vocational civics, community civics, dan economy civics” (Gross dan Zheleny: 1958) atau kewarganegaraan yang berkenaan dengan mata pencaharian, kemasyarakatan, dan perekonomian. Selain itu, istilah “civics”, pada tahun 1990-an juga mulai diperkenalkan istilah “citizenship education” yang digunakan untuk menunjukkan suatu bentuk “character education” atau pendidikan watak/karakter dan “teaching personalethics and virtues” atau pendidikan etika dan kebajikan (Best:1960) istilah “civics” dan “citizenship education” secara bertukar-pakai (interchangeably), untuk menunjukkan suatu studi mengenai pemerintahan yang diberikan di sekolah.

Masih pada tahun 1900-an, muncul istilah “civic education” sebagai istilah baru, yang digunakan secara bertukar-pakai dengan istilah “citizenship education”. Menurut Mahoney(Somantri, 1968: 8)“civic education” merupakan suatu proses pendidikan yang mencakup proses pembelajaran semua mata pelajaran, kegiatan siswa, proses administrasi, dan pembinaan dalam upaya mengembangkan perilaku warganegara yang baik. Di lain pihak, Allen (1960) melihat “citizenship education” lebih luas lagi, yakni sebagai produk dari keseluruhan program pendidikan

persekolahan, dimana mata pelajaran “civics” merupakan unsur yang paling utama dalam upaya mengembangkan warganegara yang baik. Dari uraian tersebut tampak bahwa istilah-istilah “civics, dan “civic education”, ternyata lebih cenderung digunakan dalam makna yang serupa untuk mata pelajaran di sekolah yang memiliki tujuan utama mengembangkan siswa sebagai warganegara yang cerdas dan baik (Somantri:1968). Sedangkan “citizenship education” lebih cenderung digunakan dalam visi yang lebih luas untuk menunjukkan “instructional effects” dan “nurturant effects” dari keseluruhan proses pendidikan terhadap pembentukan karakter individu sebagai warganegara yang cerdas dan baik (Somantri:1968; Cogan dan Derricott: 1998).

PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang dinyatakan dalampasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas.Mata pelajaran PKn memiliki misi, visi, dan tujuan. Visi mata pelajaran PKn adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warganegara. Misi mata palajaran PKn adalah membentuk warganegara yang baik, yakni warganegara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajiban dalam kehidupan bernegara, dilandasi oleh kesadaran politik, kesadaran hukum, dan kesadaran moral. Adapun tujuan dari mata pelajaran PKn adalah agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (2) berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta

(5)

anti-korupsi; (3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; (4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.Dengan memahami visi, misi, dan tujuan PKn maka dapat disimpulkan bahwa PKn mengemban misi membangun karakter warganegara (nation and character building).

B. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Pengertian pembelajaran menurut Surya (Mohammadong, 2011: 37) adalah “suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Idealnya pembelajaran harus dikembangkan dengan berdasar pada teori sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Adapun perkembangan teori pembelajaran dewasa ini telah memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan dunia pendidikan. Teori-teori tersebut antara lain : a). Teori Belajar Behavioristik, b) Teori Belajar Kognitif, c) Teori Belajar Konstruktivisme, dan d). Teori Belajar Humanistik.

Setiap pembelajaran PKn tentunya memiliki komponen-komponen belajar. Menurut Djahiri (2006: 2), bahwa “proses pembelajaran PKn merupakan proses kegiatan belajar siswa yang direkayasa oleh seluruh komponen belajar yang meliputi guru, meteri, metode, media, sumber belajar, dan evaluasi belajar”. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran PKn, guru hendaknya mengorganisir meteri, metode, media,

sumber belajar, dan evaluasi belajar sebagai komponen penting dalam pembelajaran agar berlangsung proses pembelajaran yang efektif sehingga mencapai tujuan pembelajaran.

C. Pembangunan Karakter

Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan

memfokuskan bagaimana

mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, seseorang dapat disebut sebagai “orang yang berkarakter” (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral (Q-Anees dan Hambali, 2008: 107). Dalam pengertian harfiah, karakter mempunyai makna psikologis atau sifat kejiwaan karena terkait dengan kepribadian, akhlak atau budi pekerti, tabiat, watak, sifat kualitas yang membedakan seseorang dengan yang lain. Menurut Budimansyah (2009: 21-48)menguraikan lima macam karakter yaitu : 1) Karakter individual, dimaknai sebagai hasil keterpaduan antara empat bagian yakni olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa dan karsa,2) Karakter privat, dicontohkan seperti tanggungjawab moral, disiplin diri, dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia, 3)Karakter publik, dicontohkan seperti kepedulian sebagai warganegara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law) berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi, dan berkompromi, 4)Karakter cerdas, tercermin dari perilakunya yang aktif, objektif, analitis, aspiratif, kreatif, dan inovatif, dinamis, dan antisipatif, berpikir terbuka dan maju, serta mencari solusi, dan 5) Karakter baik (good character) dipopulerkan oleh Thomas Lickona dengan dengan merujuk pada konsep yang dikemukakan oleh Aristoteles sebagai “…perilaku kehidupan baik/ penuh kebajikan, yakni berperilaku

(6)

baik terhadap pihak lain (Tuhan Yang Maha Esa, manusia dan alam semesta) dan terhadap diri sendiri.

III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif dan data-data yang diperoleh melalui teknik observasi partisipatif, wawancara, studi dokumentasi, dan studi literatur. Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah SD YPI 45 Kota Bekasi.

Sedangkan yang menjadi subjek dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling dari berbagai pihak yang menjadi sasaran penelitian atau sumber yang dapat memberikan informasi yaitu Siswa, Guru PKn, dan Kepala Sekolah. Teknik analisis data mengacu pada langkah-langkah yang dipakai oleh Miles dan Huberman (2007:21-22) yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan yaitu : reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) yang dilaksanakan Guru dalam Membangun Karakter Siswa

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dari berbagai informan bahwa proses pembelajaran PKn telah dilaksanakan dengan baik dan umumnya pembelajaran PKn dapat membangun karakter siswa SD YPI 45 Bekasi. Hal ini tergambarkan dari hasil wawancara dengan guru PKn yang telah secara maksimal melaksanakan pembelajaran PKn yang sudah mengacu pada aturan dan pedoman mengajar yang baik, dan disisi lain pembelajaran PKn yang diajarkan guru dapat dipahami dengan baik oleh siswa, serta dapat merubah sikap atau

tingkat empati ke arah yang lebih baik (terhadap sesama siswa, guru atau orang yang lebih tua, serta terhadap lingkungan).

PKn merupakan pelajaran yang dapat merubah sikap dan perilaku siswa agar menjadi pribadi yang baik dan berguna bagi bangsa dan negara. Hal ini dinyatakan dalam pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS bahwa “PKn dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Artinya PKn memiliki peran yang sangat signifikan dan vital dalam rangka memajukan, mengembangkan, dan membentuk watak atau karakter siswa yang kelak nanti akan berperan secara positif dalam pembangunan karakter bangsa (nation character building). Penjelasan itu menegaskan bahwa sesungguhnya PKn merupakan sebuah program yang mulia karena terdapat nilai moral dalam membentuk karakter siswa. Oleh karena itu, menyadari pentingnya peran PKn dalam proses pembudayaan dan pemberdayaan siswa, maka melalui PKn di sekolah harus dikembangkan seyogyanya sebagai wahana sosio kultural untuk membangun kehidupan yang demokratis. Namun realitasnya, selama ini PKn masih banyak kelemahan dan kekurangan. Hal ini dikatakan Wahab dan Sapriya (2011:44) karena “1). Terlalu menekankan pada aspek nilai moral belaka yang menempatkan siswa sebagai obyek yang berkewajiban untuk menerima moral-moral tertentu; 2) Pada umumnya bersifat dogmatis dan relatif; dan 3) Berorientasi kepada kepentingan rezim yang berkuasa“.

Dari masalah di atas, maka sangat perlu untuk melakukan konseptualisasi dan pembentukan kembali paradigma baru PKn dimana harus ada keseimbangan antara pengembangan nilai-nilai moral

(7)

dengan pemahaman sistem dan dinamika kekuasaan negara. PKn sangatlah diperlukan untuk membentuk karakter baik siswa dengan sejumlah kompetensi yang dimiliki, yang pada akhirnya dapat diandalkan untuk kepentingan pembangunan karakter bangsa(nation character building).

Berdasarkan analisis pembahasan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran PKn yang dilaksanakan guru telah berjalan dengan baik, sehingga dapat membentuk karakter siswa menjadi karakter yang baik(good character). 2. Gambaran Karakter Siswa

Khususnya Pengetahuan Moral (Moral Knowing)

Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya siswa SD YPI 45 Bekasi telah mengetahui pengetahuan moral (moral knowing) yang baik. Hal ini terlihat dari pengetahuan siswa dimana telah memahami berbagai macam pertanyaan peneliti yang terkait dengan wawasan nilai moral, kemampuan mengambil pandangan orang lain, dan penalaran moral.

Pemahaman siswa mengenai pengetahuan moral tersebut boleh dikatakan tidak bisa lepas dari peran pembelajaran PKn karena pada dasarnya karakteristik PKn merupakan pendidikan nilai dan moral. Maksudnya PKn memberikan penanaman sikap dan perilaku yang baik kepada siswa dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan kepada nilai-nilai Pancasila, sebagaimana menurut Lickona (Winataputra, 2009:2.12) bahwa “…yang perlu dikembangkan dalam rangka pendidikan nilai adalah karakter yang baik (good character).

PKn juga merupakan mata pelajaran yang berisikan tentang konsep karakter yang baik (good character), yang menurut Lickona (1992: 50-51) didalamnya

mengandung tiga dimensi nilai moral yaitu “

Moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral), dan moral behaviour (perilaku moral) yang satu sama lain saling memiliki keterkaitan. Karena itu yang dimaksud karakter baik terdiri atas unsur knowing good, desiring the good, and doing the good (tahu kebaikan, menghendaki kebaikan dan melakukan kebaikan). Atau dapat pula dikatakan habits of the mind, habits of the heart, and habits of action(kebiasaan pikiran, kebiasaan hati, dan kebiasaan tindakan)”

Pembangunan karakter siswa dimaksudkan sebagai proses pembinaan dalam upaya membangun nilai kedisiplinan,kejujuran,kepedulian, dan persaudaraan dengan mengacu pada karakter baik (good caracter) siswa. Sebagaimana dikemukakan Sapriya (2008: 206) bahwa “....peran PKn berkontribusi besar baik pada tataran konseptual maupun operasional untuk membangun karakter warganegara”.

Oleh karena itu, agar setiap siswa memiliki pengetahuan moral (moral knowing) yang baik maka PKn harus mengupayakan kepada setiap siswa untuk berpikir kritis (bukan indoktrinasi) mengenai setiap permasalahan yang terjadi dalam kehidupan kesehariannya, untuk membangun sebuah kehidupan yang demokratis. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan Soemantri (2001: 299) bahwa “PKn diselenggarakan guna melatih siswa/peserta didik untuk berpikir kritis, analitis, berpikir dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”.

Dengan demikian, dari berbagai penjelasan di atas maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa pada dasarnya pembelajaran PKndapat

(8)

memberikan pemahaman pengetahuan moral (moral knowing) yang baik kepada siswa SD YPI 45 Bekasi.

3. Gambaran Karakter Siswa Khususnya Perasaan Moral (Moral Feeling)

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwa sebagian besar siswa SD YPI 45 Bekasi memiliki perasaan moral (moral feeling) yang baik. Hal tersebut terlihat dari berbagai macam pertanyaan yang diajukan oleh peneliti yang terkait dengan kesadaran moral, keinginan, kata hati atau nurani, harapan diri sendiri, merasakan diri orang lain, mencintai kebaikan, kontrol diri, dan merasakan diri sendiri.

Perasaan moral (moral feeling) yang baik dapat dikatakan tidak terlepas dari peran pembelajaran PKn. PKn sebagai pendidikan nilai maka dalam proses pembelajaran PKn senantiasa berlandaskan pada teori perkembangan nilai dan moral. Mengenai hakikat moral, Piaget (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 172-173) mengemukakan dalam teori perkembangan moral bahwa “Moralitas berada dalam suatu sistem aturan, oleh karena itu hakikat moralita seyogyanya dilihat dari sudut bagaimana individu menyadari kebutuhannya akan aturan itu”.

Namun permasalahan pembelajaran PKn saat ini yaitu PKn hanya mengajarkan kepada siswa untuk dipahami atau sekedar penguatan pengetahuan saja, tetapi untuk perubahan sikap dan perilaku siswa tidak terlalu diperhatikan. Menurut konteks pemikiran taksonomi Bloom pengembangan nilai dan sikap termasuk dalam kategori afektif, yang secara khusus berisikan unsur perasaan dan sikap (values and attitudes) (Winataputra, 2009: 2.6). Hal senada juga sebagaimana dikemukakan Winataputra dan Budimansyah (2007: 118-120) bahwa :

“Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak intruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Sedangkan pembangunan dimensi afektif dan psikomotorik dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu, Perasaan moral (moral feeling)merupakan satu dimensi karakter yang baik (good character) yang tidak bisa dilepaskan dari peran pembalajaran PKn.Dengan demikian, berdasarkan kajian di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran PKn dapat memberikan perasaan moral (moral feeling) yang baik kepada setiap siswa SD YPI 45 Bekasi.

4. Gambaran Karakter Siswa Khususnya Perilaku Moral (Moral Behaviour)

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwa sebagian besar siswa SD YPI 45 Bekasi melakukan perilaku moral (moral behaviour) yang baik. Hal tersebut tergambarkan dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti mengenai kompetensi,

kebiasaan, dan mengambil

keputusan.Perilaku moral (moral behaviour)merupakan salah satu dimensi karakter baik (good character) (Lickona dalam Winataputra, 2009:2.12). Karakter yang baik (good character) tidak saja mencakup pemahaman dan sikap yang baik kepada orang lain, melainkan juga harus diwujudkan oleh suatu perilaku yang baik atau perilaku moral (moral behaviour). Hal ini yang dikemukakan Winataputra (2012: 46-48) bahwa

(9)

“karakter kita maknai sebagai kualitas pribadi yang baik, dalam

(10)

arti tahu kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berperilaku baik, yang secara koheren memancar sebagai hasil dari olah pikir, olah hati, olah raga, dan olah rasa dan karsa”. Pernyataan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.1

Konfigurasi Karakter Individu (Winataputra, 2012: 48)

Oleh karena itu, karakter yang baik (good character) tidak bisa dilepaskan dari peran pembelajaran PKn. PKn harus dapat membangun karakter siswa secara terus-menerus. Karena menurut William T. Callahan (Branson, 1999:136) bahwa “warga negara yang baik tidak dilahirkan. Serangkaian kemampuan interpersonal dan intelektual yang diperlukan untuk pertisipasi sebagai warga yang efektif perlu dipelajari, dan harus dipelajari dengan baik bahwa mereka harus dipraktekkan”. Lebih lanjut diperkuat Branson (1999:53) bahwa “karakter bukanlah suatu “paket jadi”, tapi

pembentukan karakter memerlukan proses yang panjang dan kompleks”.

Terkait bagaimana penerapan perilaku moral (moral behaviour) siswa SD YPI 45 Bekasi untuk membentuk karakter yang baik (good character). Maka melalui penelitian ini bahwa perilaku moral (moral behaviour) telah diberlakukan dan menjadi suatu kebiasaan di lingkungan sekolah tersebut. Dengan demikian, peneliti mengambil sebuah kesimpulan bahwa pembelajaran PKndapat memberikan perilaku moral (moral behaviour) yang baik kepada setiap siswa SD YPI 45 Bekasi.

V. KESIMPULAN

Berdasarkanpembahasan hasil penelitian, pada akhir penulisan ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) yang dilaksanakan guru telah berjalan dengan baik, sehingga dapat membentuk karakter siswa menjadi karakter baik (good character).

2. Pada umumnya karakter siswa SD YPI 45 Bekasi telah mengetahui pengetahuan moral (moral knowing) yang baik.

3. Sebagian besar karakter siswa SD YPI 45 Bekasi memiliki perasaan moral (moral feeling) yang baik.

4. Sebagian besar karakter siswa SD YPI 45 Bekasi melakukan perilaku moral (moral behaviour) yang baik.

*Wahyudin Noeadalah dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Islam “45” BEKASI

OLAH RAGA: Bersih dan sehat OLAH HATI: Jujur Bertanggung jawab OLAH PIKIR: Cerdas OLAH RASA DAN KARSA: Peduli Kreatif Nilai-nilai Luhur dan Perilaku Berkarakter

(11)

DAFTAR RUJUKAN

Branson. S. Margaret dkk. (1999). “Belajar “Civic Education” dari Amerika”, Yogyakarta : diterbitkan atas kerjasama : Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) dan The Asia Foundation (TAF).

Djahiri. A. K. (2006). Esensi Pendidikan Nilai Moral dan PKn di Era Globalisasi dalam Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Lab. PKn FPIPS UPI

Koesoema A, Doni .(2007).Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta : Grasindo.

Lickona, Thomas.(1992). ”Educating For Character How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility”, New York-Toronto-London-Sydney-Auckland: Bantam Books.

Megawangi, R. (2004) Pendidikan Karakter (Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Bandung: (Sponsor) BPMIGAS dan Energy.

Miles, M & Huberman, AM. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Somantri. N. (1968).Pendidikan Kewargaan Negara di Sekolah. Bandung : IKIP Bandung Soemantri, N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung. Penerbit PT

Remaja Rosdakarya.

Q-Anees, Bambang dan Hambali, Adang. (2008). Pendidikan Karakter Berbasis Al-Quran. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Wahab. A. A. dan Sapriya. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfa Beta bandung

Winataputra, U. S dan Budimansyah, D. (2007).Civic Education : Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung : Prodi PKn SPs UPI

Winataputra, U. S. (2009).Pembelajaran PKn di SD. Jakarta : Universitas Terbuka.

(2012). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Pendidikan untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa (Gagasan, Instrumentasi, dan Praksis). Bandung: Widya Aksara Press

Disertasi, Tesis, dan Pengukuhan Guru Besar

Budimansyah, D. (2009).Membangun Karakter Bangsa Di Tengah Arus Globalisasi dan Gerakan Demokratisasi: Reposisi Peran Pendidikan Kewarganegaraan. Pidato Pengukuhan guru besar tetap PPKN, IPS, IKIP.Bandung.

Muhammadong. (2011). Pembangunan Pembelajaran PKn dan Habituasi Terhadap Pembangunan Karakter Siswa.Bandung : Tesis SPs UPI

Winataputra. U. S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana SistemikPendidikan Demokrasi. Ringkasan Disertasi Doktor pada FPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Jurnal dan Sumber Perundang-Undangan

Sapriya. (2008). Perspektif Pemikiran Pakar tentang Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembangunan Karakter Bangsa (Sebuah kajian Konseptual-Filosofis Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Pendidikan IPS). Acta Civicus, 1, (2) 199-214.

Referensi

Dokumen terkait

Teorema ini merupakan perumuman dari Teorema Weierstrass. Lebih jauh lagi bahwa aljabar fungsi-fungsi real kontinu didefinisikan pada himpunan kom- pak dalam ruang

Sehingga penulisan sejarah yang membahas mengenai perjuangan kemerdekaan RI tidak banyak ditulis oleh para sejarawan, terutama yang berkaitan dengan peran

Buku Pupuk Organik dan Pupuk Hayati, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.. Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar siswa dengan penerapan pembelajaran aktif strategi Role reversal question dan Peer lesson pada

Bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kemerataan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan sebagaimana yang tertuang pada sila

www.exocare.id Layanan Konsumen: Email: exocare@food.id.. kemasan sekunder maka QR Code dicantumkan pada kemasan sekunder dan kemasan primer tidak wajib dicantumkan.

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan. © Langgeng Wening Puji Universitas

(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SD Negeri Cimalaka III dan SD Negeri Margamukti Kabupaten Sumedang Tahun Ajaran 2016/