• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dosen Pendidikan Teknik Mesin JPTK FKIP UNS 3) Dosen Pendidikan Teknik Sipil/Bangunan JPTK FKIP UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dosen Pendidikan Teknik Mesin JPTK FKIP UNS 3) Dosen Pendidikan Teknik Sipil/Bangunan JPTK FKIP UNS"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Knowledge Management pada APTEKINDO, Pembentukan Sharing Culture antar Pendidikan Teknologi dan Kejuruan di Indonesia1)

Yuyun Estriyanto, MT2), Taufiq Lilo Adi Sucipto, MT3)

1) Disampaikan dalam Konvensi Nasional IV APTEKINDO, 3-6 Juni 2008 2) Dosen Pendidikan Teknik Mesin JPTK FKIP UNS

3) Dosen Pendidikan Teknik Sipil/Bangunan JPTK FKIP UNS

Abstrak

Tulisan ini merupakan gagasan untuk mengimplementasikan suatu sistem manajemen pengetahuan sebagai tindakan nyata dalam upaya optimasi

pendidikan kejuruan dalam pengembangan SDM nasional. Knowledge

management merupakan teknik mengorganisasi knowledge dalam sebuah oraganisasi. Tujuannya adalah mempercepat terjadinya inovasi dengan

meningkatkan efektititas dan efisiensi penyerapan knowledge melalui proses

knowledge sharing. Empat aktifitas yang mendasari knowledge management system adalah using knowledge, finding knowledge, creating knowledge dan

packaging knowledge. Dalam proses ini dituntut kemampuan untuk

mengkonversi tacit knowledge menjadi explicit knowledge sehingga bisa

ditransfer kepada orang lain. Mengingat latar belakang anggota APTEKINDO

yang berasal dari seluruh pelosok nusantara maka web based knowledge

management system merupakan pilihan terbaik. Sistem ini terbangun atas banyak aspek, namun bisa dilakukan berbagai penyederhanaan sehingga bisa

diwujudkan dalam bentuk knowledge management portal. Supaya sistem ini

dapat terbangun dengan baik, perlu dibudayakan sikap menciptakan, menangkap, menjaring, menyimpan, mengolah, dan menyebarluaskan

knowledge.

Kata Kunci: APTEKINDO, knowledge management, OKMS, tacit knowledge,

explicit knowledge A. Pendahuluan

APTEKINDO, akronim dari Asosiasi Pendidikan Teknik dan Kejuruan Indonesia, merupakan asosiasi institusi pendidikan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan calon guru pendidikan teknologi dan kejuruan, Sekolah Menengah Kejuruan, Program Diploma,

Politeknik dan Lembaga Diklat di Indonesia. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah 1)

Turut aktif dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional, khususnya dibidang pendidikan dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan menunjang pelaksanaan program yang menjadi garis kebijaksanaan pemerintah, 2) Mengembangkan serta memajukan pendidikan kejuruan sebagai ilmu profesi dalam rangka ikut mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi di Indonesia, 3) Mengupayakan pengembangan dan kemajuan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (LPTK-PTK) Universitas dan institusi pendidikan kejuruan lainnya, 4) Mengupayakan pengembangan ketenagakerjaan dalam arti seluas-luasnya, dan 5) Mempertinggi professionalisme tenaga kependidikan kejuruan sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat [1].

Sedangkan Fungsi APTEKINDO yaitu: 1) Sebagai inovator dan inisiator dalam perumusan kebijakan pendidikan kejuruan, 2) Sebagai wadah persatuan, pembinaan dan pengembangan anggota dalam upaya mencapai tujuan organisasi, 3) Sebagai wadah peran serta profesional pendidikan kejuruan dalam usaha menyukseskan pembangunan nasional, 4) Sebagai sarana penyalur aspirasi anggota serta sarana komunikasi sosial timbal balik antar organisasi kemasyarakatan dan pemerintah, 5) Ikut serta berperan dalam proses pengawasan

(2)

mutu pendidikan kejuruan di Indonesia, dan 6) Memberikan advokasi kepada anggota

APTEKINDO [1]. Tujuan dan fungsi APTEKINDO ini tidak akan tercapai jika tidak ada

resource sharing yang meliputi kepakaran, fasilitas, dan pengetahuan antar sesama anggota APTEKINDO.

Anggota APTEKINDO terdiri dari Institusi Pendidikan Tinggi, Politeknik, SMK dan Lemdiklat dengan lokasi masing-masing anggota tersebar di seluruh nusantara, yang

berjauhan secara geografis. Dengan kondisi seperti itu maka sharing fasilitas seperti

peralatan praktek, workshop, dan laboratorium hanya dapat dilakukan antar sesama anggota

yang lokasinya berdekatan, sedangkan untuk sharing knowledge dan kepakaran masih relatif

jarang dilakukan.

Acara sharing semacam ini masih terbatas pada acara rutin pertemuan dalam bentuk

konvensi dua tahunan anggota APTEKINDO sehingga bisa dikatakan sharing resources pada

jaringan APTEKINDO belum berfungsi maksimal, mengingat:

a. Acara konvensi rutin dua tahunan tersebut umumnya tidak dapat dihadiri oleh seluruh

dosen (peneliti) dari seluruh perguruan tinggi anggota karena keterbatasan waktu serta anggaran. Oleh karena itu, dosen yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut sering kali tidak mengetahui hal-hal yang dibahas pada pertemuan tersebut.

b. Pembicaraan yang disampaikan dalam acara tersebut seringkali hanya seputar

kebijakan dan manajemen organisasi, sedangkan presentasi kepakaran masih sangat minim.

c. Dokumentasi database hasil tiap-tiap pertemuan masih dilakukan secara manual, yaitu

berbentuk CD, prosiding, maupun tersimpan dalam hardisk panitia penyelenggara.

Kondisi ini mencerminkan bahwa kondisi manajemen knowledge dalam

APTEKINDO belum terkonsep dengan baik sehingga belum saling memberikan manfaat positif antar sesama anggotanya. Dengan manajemen yang baik, banyak manfaat yang bisa dipetik misalnya mengenai manajemen pembelajaran, kurikulum, kepakaran bidang tertentu, pengembangan karir, dan sebagainya. Untuk mewujudkan hal tersebut harus dibudayakan

kebiasaan menulis dan mem-publish tulisan. Selain itu diperlukan juga sistem manajemen

knowledge yang secara nasional tidak hanya dapat diakses oleh seluruh anggota

APTEKINDO, namun juga menuntut para anggotanya untuk mem-publish ide, gagasan, atau

hasil penelitiannya. Selain itu, wadah untuk menanggapi (diskusi) topik yang telah diposting

oleh member juga harus tersedia. Sistem manajemen knowledge organisasi semacam ini

dikenal dengan istilah OKMS (Organisation Knowledge Management System). Pada

dasarnya proses manajemen knowledge meliputi 4 fungsi pokok, yaitu using knowledge

(penggunaan knowledge) , finding knowledge (penemuan knowledge), creating knowledge

(pembuatan knowledge) serta packaging knowledge (pengemasan knowledge).

DIKTI sebagai induk seluruh perguruan tinggi di Indonesia telah melaksanakan

program INHERENT yang tujuannya adalah memfasilitasi terjadinya resourcesharing antar

perguruan tinggi di Indonesia dengan menyediakan jaringan dengan kapasitas yang memadai (155 Mbps). Oleh karena itu, jaringan yang telah dibangun atas program INHERENT ini akan

semakin berarti jika dipergunakan untuk melaksanakan program knowledge management

secara lebih terkonsep. Gagasan pembangunan knowledge infrastructure berbasis knowledge

management di Indonesia yang pertama kali dipromotori oleh KMRG ITB (Knowledge Management Research Group) yang diketuai oleh Ismail Fahmi [5]. Infrastruktur dibangun

berbasis web dengan tujuan supaya terjadi tolong-menolong (sharing) antar sesama insitutusi

pendidikan di Indonesia dalam usaha mencerdaskan bangsa.

B. Permasalahan

Makalah ini mengemukakan gagasan mengenai implementasi knowledge

management pada APTEKINDO untuk mengelola knowledge yang dimiliki oleh anggota

APTEKINDO sehingga terwujud budaya sharing antar sesame anggota APTEKINDO.

(3)

Systems yang merupakan implementasi manajemen knowledge dengan memberdayakan

ke empat fungsi yaitu : using knowledge , finding knowledge, creating knowledge dan

packaging knowledge yang dapat diimplementasikan di organisasi APTEKINDO, serta

membangun budaya knowledge sharing di kalangan dosen, peneliti, dan praktisi pada

nstitusi anggota APTEKINDO sehingga diharapkan dapat mendorong untuk berinovasi baik secara kelompok ataupun individu.

Permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah membangun budaya knowledge sharing antar sesama anggota

APTEKINDO untuk percepatan pengembangan institusi anggota?

b. Bagaimanakah konsep Knowledge Management System untuk APTEKINDO

(selanjutnya disebut dengan APTEKINDO Knowledge Management System) dalam

rangka optimasi pendidikan kejuruan dalam rangka pengembangan SDM nasional?

C. Kajian Teori

1. Pengertian Knowledge

Davenport dan Prusak membedakan pengertian antara data, informasi dan

pengetahuan[3] yaitu : “knowledge is neither data nor information, though it related to both,

and the differences between these terms are often a matter of degree”. Pengetahuan bukan sekedar data atau informasi, akan tetapi berhubungan dengan keduanya, dan perbedaan antara istilah-istilah ini sering kali adalah derajat kemateriannya.

Kebanyakan organisasi belum atau tidak mengetahui potensi knowledge

tersembunyi yang dimiliki oleh anggotanya. Hal ini juga terjadi di lingkungan perguruan tinggi, termasuk asosiasi semacam APTEKINDO. Riset Delphi Group menunjukkan

bahwa knowledge dalam organisasi tersimpan dalam struktur [2]:

- 42 % dipikiran (otak) karyawan;

- 26 % dokumen kertas;

- 20 % dokumen elektronik;

- 12% knowledge base elektronik.

Data ini menceritakan bahwa porsi knowledge yang paling besar (42%) tersimpan

dalam otak saja. Knowledge semacam ini disebut dengan tacit knowledge, yaitu pengetahuan

yang tersembunyi. Sedangkan materialisasi knowledge berbentuk dokumen kertas (26%),

dokumen elektronik (20%) dan benda elektronik berbasis knowledge (12%). Potensi tacit

knowledge tersebut harus digali untuk kemudian dieksplisitkan untuk kemudian diorganisir

bersama komponen knowledge yang lain supaya bisa di-trasfer kepada orang lain.

2. Pengertian Knowledge Management System

Skyrme mengemukakan definisi[5]: ”Knowledge Management is the explicit and

systematic management of vital knowledge and its associated processes of creation, organisation, diffusion, use and exploitation”. Knowledge management merupakan manajemen pengetahuan vital secara eksplisit dan sistematis dan proses yang berasosiasi pada pembentukan, pengorganisasian, difusi, penggunaan dan eksploitasi.

Definisi tersebut bukanlah satu-satunya definisi yang benar secara mutlak karena

tidak ada definisi yang universal mengenai knowledge management. Defini tersebut

merupakan definisi rumusan Skyrme yang paling merepresentasikan pengertian knowledge

management berdasarkan pengalaman dan kepakarannya. Definisi yang lain menyebutkan [2]

KM is the ‘process through which organizations generate value from intellectual and knowledge based assets”, maksudnya, knowledge management adalah proses bagaimana sebuah organisasi mengambil keuntungan dari aset berbasis intelektual dan pengetahuan.

3. Penciptaan dan Pengembangan Knowledge

Penciptaan pengetahuan melibatkan lima langkah utama, Von Krogh, Ichiyo serta Nonaka mengemukakan bahwa penciptaan pengetahuan organisasional terdiri dari lima langkah utama yaitu[3]:

(4)

a. berbagi pengetahuan terbatinkan,

b. menciptakan konsep,

c. membenarkan konsep,

d. membangun prototype, dan

e. melakukan penyebaran pengetahuan di berbagai fungsi dan tingkat di organisasi.

Skyrme membedakan siklus inovasi dan siklus knowledge management seperti yang

terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perbedaan Siklus Inovasi dan Siklus KM[5]

Siklus knowledge management mempunyai kelebihan dalam hal pengkategorian,

pengoraganisasian dan penyimpanan, deseminasi, dan kemudahan untuk diakses. Dengan

demikian siklus konsep yang dibangun atas knowledge management jauh lebih baik dan lebih

mendorong terjadinya inovasi dibandingkan dengan siklus inovasi itu sendiri.

Sistem pakar (expert system) merupakan salah satu teknologi andalan dalam

knowledge management, terutama melalui empat skema penerapan dalam suatu organisasi yaitu [2]:

a. case-based reasoning (CBR) yang merupakan representasi knowledge berdasarkan pengalaman, termasuk kasus dan solusinya

b. rule-based reasoning (RBR) mengandalkan serangkaian rules yang merupakan

representasi dari knowledge dan pengalaman karyawan/manusia dalam

memecahkan kasus-kasus yang rumit

c. model-based reasoning (MBR) melalui representasi knowledge dalam bentuk

atribut, perilaku, antar hubungan maupun simulasi proses terbentuknya knowledge

d. constraint-satisfaction reasoning yang merupakan kombinasi antara RBR dan MBR.

Di dalam konfigurasi yang demikian, dimungkinkan pengembangan knowledge management

di salah satu unit organisasi dengan dokumentasi dan informasi dalam bentuk [2]:

a. proses mengoleksi, mengorganisasikan, mengklasifikasikan, dan mendiseminasikan

knowledge ke seluruh unit kerja dalam suatu organisasi agar knowledge tersebut berguna bagi siapapun yang memerlukannya,

b. kebijakan, prosedur yang dipakai untuk mengoperasikan database dalam suatu

jaringan intranet yang selalu up-to-date,

c. menggunakan ICT yang tepat untuk menangkap knowledge yang terdapat di dalam

pikiran individu sehingga knowledge itu bisa dengan mudah digunakan bersama

dalam suatu organisasi,

d. adanya suatu lingkungan untuk pengembangan aplikasi expert systems

e. analisis informasi dalam databases, data mining atau data warehouse sehingga hasil

analisis tersebut dapat segera diketahui dan dipakai oleh lembaga,

f. mengidentifikasi kategori knowledge yang diperlukan untuk mendukung lembaga,

mentransformasikan basis knowledge ke basis yang baru,

g. mengkombinasikan peng-indek-an, pencarian knowledge dengan pendekatan

semantics atau syntacs,

h. mengorganisasikan dan menyediakan know-how yang relevan, kapan, dan

(5)

best practices, prediksi dan cara-cara memecahkan masalah. Secara sederhana,

intranet, groupware, atau bulletin boards adalah sarana yang memungkinkan

lembaga menyimpan dan mendesiminasikan knowledge,

i. memetakan knowledge (knowledge mapping) pada suatu organisasi baik secara

on-line atau off-line, pelatihan, dan perlengkapan akses ke knowledge.

4. Proses Konversi Knowledge

Skyrme mengutip dari I. Nonaka and H. Tekeuchi bahwa tacit knowledge maupun

explicit knowledge dapat dikonversikan dengan proses sosialisasi, eksternalisasi, internalisasi,

maupun kombinasi seperti yang terlihat pada Gambar 2. Untuk mengubah tacit knowledge

menjadi explicit knowledge diperlukan proses eksternalisasi, sedangkan untuk mengubah

explicit knowledge menjadi tacit knowledge diperlukan proses internalisasi.

Gambar 2. Proses Konversi Tacit Knowledge dan Explicit Knowledge

D. Metodologi

Ditinjau secara global makalah ini hanyalah merupakan bagian dari sebuah

penelitian pengembangan (development research). Penelitian pengembangan merupakan

penelitian yang berorientasi pada pemecahan masalah praktis. Permasalahan yang akan dipecahakan dalam penelitian pengembangan ini adalah bagaimana mewujudkan

APTEKINDO Knowledge Management System untuk membudayakan knowledge sharing

dalam organisasi APTEKINDO. Makalah ini dibatasi hanya pada pengagasan konsep pemecahan masalah tersebut sedangkan untuk mewujudkan gagasan tersebut secara nyata masih diperlukan implementasi lanjut. Alternatif pemecahan masalah diajukan berdasarkan

study literature, pengamatan pada penerapan konsep yang sudah berjalan, serta intuisi terhadap bekal pengetahuan dan ketrampilan penulis.

E. Hasil dan Pembahasan

1. Pembudayaan Knowledge Sharing

Knowledge managementsyatem diharapkan mampu membuat berbagai informasi (shared information) menjadi lebih baik. Knowledge management termasuk strategi dari

tanggung jawab dan tindak lanjut (commitment), baik untuk meningkatkan efektifitas

organisasi maupun untuk meningkatkan peluang/kesempatan. Tujuan dari knowledge

management adalah meningkatkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan proses inti

lebih efisien. Supaya knowledge management system berhasil dilaksanakan pada

APTEKINDO maka hal-hal berikut ini harus dibudayakan pada anggotanya, baik secara individu maupun insitusi:

a. menciptakan knowledge: knowledge diciptakan begitu seseorang menentukan cara

baru untuk melakukan sesuatu atau menciptakan know-how. Kadang-kadang

knowledge eksternal dibawa ke dalam organisasi/institusi,

b. menangkap knowledge: knowledge baru diidentifikasikan sebagai bernilai dan

direpresentasikan dalam suatu cara yang masuk akal,

Socialization Externalization Internalization Combination Tacit Explicit Tacit Explicit FROM TO

(6)

c. menjaring knowledge: knowledge baru harus ditempatkan dalam konteks agar

dapat ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan kedalaman manusia (kualitas tacit) yang

harus ditangkap bersamaan dengan fakta explicit,

d. menyimpan knowledge: knowledge yang bermanfaat harus disimpan dalam

format yang baik dalam penyimpanan knowledge, sehingga semua anggota dalam

organisasi dapat mengaksesnya,

e. mengolah knowledge: seperti perpustakaan, knowledge harus dibuat up-to-date.

Hal tersebut harus di-review untuk menjelaskan apakah relevan atau akurat,

f. menyebarluaskan knowledge: knowledge harus tersedia dalam format yang bermanfaat

untuk semua orang dalam organisasi yang memerlukan, dimanapun dan tersedia setiap saat.

Dalam organisasi APTEKINDO aspek yang perlu untuk di-manage sebagai

knowledge yang perlu di-share di antaranya kemampuan, jadual kegiatan (rapat, ceramah,

diskusi, seminar dsb), output yang dihasilkan misalnya pedoman, laporan, prosedur,

klasifikasi dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut menjadi objek knowledge yang bermanfaat

bagi seluruh anggota APTEKINDO jika dikelola dengan baik, dieksplisitkan, dan bisa diakses oleh seluruh anggota. Catatan penting yang juga sangat mempengaruhi berhasil tidaknya

knowledge management pada APTEKINDO adalah:

a. Penerapannya tidak hanya menghasilkan knowledge baru, tetapi juga mendaur

ulang knowledge yang sudah ada. Oleh karena itu knowledge yang dipmiliki sejak

lama harus digali kembali dan di-eksplisitkan.

b. Teknologi informasi memang merupakan sarana yang paling mudah dalam

menjembatani terjadinya jejaring sistem knowledge management akan tetapi harus

disadari pula belum sepenuhnya bisa menggantikan fungsi-fungsi jaringan sosial antar anggota organisasi. Oleh karena itu, tatap muka juga masih tetap diperlukan. c. Sebagian besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka

ketahui, banyak knowledge penting yang harus ditemukan lewat upaya-upaya

khusus, padahal knowledge itu sudah dimiliki organisasi tersebut sejak lama.

2. Usulan Konsep APTEKINDO Knowledge Management

Di organisasi-organisasi modern saat ini, pandangan tentang manajemen perubahan

bersinggungan dengan cara mereka memberlakukan knowledge sebagai modal intelektual.

Manajemen perubahan mencakup prinsip, alat analisis, ICT, teori perubahan strategis, peningkatan fungsi individu, sistem, struktur dan proses kerja yang di dahului dengan desain organisasi, perbaikan kinerja pegawai, hubungan antar bidang/bagian/kelompok dalam suatu organisasi. Hal ini juga berlaku bagi APTEKINDO.

(7)

Gambar 3 menunjukkan usulan gambaran umum konsep APTEKINDO knowledge management system. Sistem terbangun atas 4 pilar utama, yaitu teknologi, aktifitas, interface,

dan berbagai komponen. Aktifitas yang diperlukan dalam sistem ini di antaranya web browing,

computer based collaboration, searching dan data mining. Semua aktifitas itu bisa dilakukan

dengan menggunakan web browser. Interface yang bisa dipergunakan untuk menjembatani

terjadinya kolaborasi informasi ini selain web browser juga mailling list, forum diskusi,

bahkan jika diperlukan aplikasi C/S (customer service). Adapun komponen yang ada dalam

sistem untuk mensuplai terjadinya berbagai kegiatan tersebut meliputi database, web platform,

data management tools, perangkat pengirim pesan, search engine, web service, document management serta interference engine. Teknology yang dibutuhkan untuk menyokong

layanan tersebut di antaranya adalah RDBMS (Relational Database Management System),

aplikasi client-server, web service serta artificial inelegance (AI).

Dengan latar belakang anggota yang tersebar di seluruh Indonesia maka hal yang

paling memungkinkan APTEKINDO knowledge management system tersebut adalah web

based knowledge management portal, yaitu situs portal komunitas yang beranggotakan seluruh individu-individu dari insitusi anggota APTEKINDO yang bertujuan untuk saling sharing pengetahuan. Bentuk ini relatif sangat mudah untuk diwujudkan sedangkan manfaatnya juga sangat besar. Konsep semacam ini sudah dilaksanakan dengan sangat baik bahkan dipromotori secara mandiri oleh perorangan. Contoh yang sangat nyata adalah

www.ilmukomputer.com dan www.sony-ak.com. Kedua situs tersebut dibangun untuk tujuan

sharing ilmu, hanya saja dalam hal ini, dilakukan oleh volunteer-volunteer yang berasal dari

pribadi maupun berbagai kalangan yang dengan kesadaran men-share pikirannya untuk

dipelajari orang.

Berkembangnya opensource web platform yang sangat melimpah merupakan

potensi yang sangat besar untuk implementasi sistem tersebut. Tentu saja hal ini masih

memerlukan pencermatan yang lebih mendalam sehingga bisa dipilih web-platform yang

memadai untuk melaksanakan fungsi ini. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih

opensource web platform tersebut di antaranya:

a. Semaksimal mungkin bisa menjalankan berbagai fungsi seperti yang telah

diuraikan di atas, diantaranya fungsi manajemen data, manajemen dokumen,

searching, massaging, dan sebagainya.

b. Banyak disuplai oleh berbagai plugin oleh komunitas terbuka sehingga

memungkinkan penyempurnaan fasilitas jika diperlukan.

c. Mudah diimplementasikan dengan interface yang user friendly.

d. Multi-user sehingga memungkinkan penggunaan bersama-sama oleh seluruh

anggota. Namun demikian juga harus ada feature untuk manajemen hak akses oleh

anggota.

Beberapa keuntungan dengan dimilikinya knowledge portal bagi APTEKINDO

adalah adanya gambaran yang konsisten mengenai organisasi APTEKINDO, kemampuan mengelola dan mencari informasi, akses langsung ke informasi dan sumber daya organisasi, hubungan langsung ke laporan-laporan, dan pertanyaan-pertanyaan, hubungan langsung ke data yang dibutuhkan dan keahlian seseorang, serta identitas individu dan akses ke isi/subyek (content) yang dapat dipersonalisasi.

Setiarso menjelaskan bahwa merebaknya fenomena knowledge management dapat

dilihat sebagai keinginan mengembalikan hakikat "knowledg " dan menghindari pandangan

bahwa knowledge adalah benda mati. Di dalam kehidupan berorganisasi, baik untuk bisnis

maupun non-bisnis, maka knowledge selalu dikaitkan dengan potensi nilai yang ada pada

berbagai komponen atau proses (aliran) keseluruhan "modal" dalam organisasi tersebut. "Modal" disini tentu saja bukan hanya soal investasi dan uang, tetapi juga "modal sosial" (social capital). Para proponen konwledge management selalu menegaskan bahwa sebuah

organisasi seharusnya tidak berhenti pada "memiliki knowledge" dalam arti menimbun

tumpukan dokumen yang dilengkapi dengan alat temu-kembali. Persoalan terpenting yang dihadapi organisasi-organisasi modern saat ini adalah: bagaimana mengintegrasikan timbunan

(8)

knowledge eksplisit itu ke dalam keseluruhan kemampuan dan kegiatan organisasi. Di dalam

aktivitas setiap organisasi, maka tidak dapat dihindari bahwa knowledge yang diperlukan

adalah knowledge yang tertanam di dalam diri masing-masing pribadi dan juga tercakup

dalam kerjasama antar pribadi. Semua ini bukan hanya knowledge eksplisit, tapi juga tacit

knowledge, terlebih lagi knowledge ini menjadi dinamis sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia eksternal maupun internal dari sebuah organisasi. Sehingga hal ini

merupakan fungsi manajemen knowledge, yaitu bagaimana mengelola dinamika penggunaan

knowledge tacit yang terintegrasi dengan knowledge eksplisit.

F. Simpulan

1. Dengan APTEKINDO knowledge management system, inovasi dan perkembangan insitusi

menjadi lebih cepat karena dengan pola siklus knowledge management tersebut semua

pengetahuan terarsip dengan baik dan dapat diakses dengan mudah oleh seluruh anggota. Namun demikian diperlukan kemauan masing-masing individu dalam insitusi anggota

APTEKINDO untuk mengeksplisitkan semua tacit knowledge yang dimiliki sehingga bisa

disebarluaskan kepada anggota lain. Sikap yang harus dibudayakan untuk pembentukan sistem ini diantaranya menciptakan, menangkap, menjaring, menyimpan, mengolah, dan

menyebarluaskan knowledge masing-masing.

2. APTEKINDO Knowledge Management System terdiri dari aspek aktifitas, teknologi pendukung,

interface dan berbagai komponen pendukung lainnya. Namun demikian perkembang

opensource web platform saat ini memungkinkan implementasi knowledge management portal

dalam bentuk yang lebih sederhana akan tetapi sudah cukup menjembatani terjadinya sharing

culture di organisasi termasuk APTEKINDO.

Referensi

1. Anonim. 2002. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga APTEKINDO. Surakarta

2. Anonim. Knowledge Management, a Practicioner’s Perspective.

http://www.prasanna.org/KnowledgeManagement-101.ppt, akses tanggal 25 Mei 2008

3. Bambang Setiarso. 2006. Penerapan Knowledge Management pada Oraganisasi: Studi

Kasus di Salah Satu Unit Organisasi LIPI.

http://ilmukomputer.com/2007/04/04/penerapan-knowledge-management-pada-organisasi/, diakses tanggal 20 Mei 2008.

4. Bambang Setiarso. 2006. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) Dan

Proses Penciptaan Pengetahuan. http://ilmukomputer.com/2006/09/22/manajemen-pengetahuan-dan-proses-penciptaan-pengetahuan/, diakses tanggal 20 Mei 2008.

5. Bambang Setiarso. 2006. Teori, Pengembangan Dan Model “ Organizational Knowledge

Management Systems (OKMS)”. http://ilmukomputer.com/2006/09/12/teori-pengembangan-dan-model-organizational-knowledge-management-systems-okms/, diakses tanggal 20 Mei 2008.

6. Onno W Purbo. Knowledge Management.

http://onno.vlsm.org/v10/onno-ind-2/application/education/knowledge-management-09-2000.rtf, akses tanggal 25 Mei 2008.

7. Skyrme David J, Dr. 1998. Knowledge Management.

Gambar

Gambar 1. Perbedaan Siklus Inovasi dan Siklus KM [5]
Gambar 2. Proses Konversi Tacit Knowledge dan Explicit Knowledge  D.  Metodologi
Gambar 3. Elemen Penyusun APTEKINDO Knowledge Management System

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal yang sama, Soerjono Soekanto (1992: 235) mengatakan bahwa pendidikan memberikan nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam hal membuka pikiran serta menerima hal-hal baru

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU PADA ANAK UMUR 0 - 4 TAHUN ( STUDI KASUS DI PUSKESMAS HALMAHERA SEMARANG 2007 ).. Tuberkulosis paru

Riset pemasaran ini dilakukan dengan menggunakan 7 kategori informasi yaitu publikasi khusus dalam pemasaran, publikasi khusus di bidang ekonomi, informasi yang

[r]

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kebijakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 tahun 2015 dan implementasinya serta menyusun strategi dalam pengelolaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah memiliki hubungan dengan kinerja guru dengan nilai Pearson correlation sebesar 0,584 yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil Koefesien Koprelasi diperoleh nilai p sebesar 0534 dimana hasil tersebut setelah dikonsultasikan dengan tabel pedoman untuk

Dari hasil evaluasi berdasarkan angket PE dan PEOU dan juga data pendukung seperti hasil pengamatan tingkat kesalahan yang sudah dilakukan oleh pengguna,