• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI SUMATERA BARAT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI

PROVINSI SUMATERA BARAT

Hubban Arif

Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta E-mail : Hubban.arif@ymail.com

Evi Susanti Tasri1 dan Firdaus Sy2

Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta ABSTRACT

Human Development Index (HDI) is a comparative measure of life expectancy, literacy, education and standard of living for all countries around the world that are presented by 3 dimensions: a long and healthy life (longevity), knowledge (knowladge) and a decent life (decent living ). This study aimed to analyze the effect of government spending in education, health care and government spending of poor people to IPM in West Sumatra province in 1997-2011. Testing in done by using the classical assumption that multicollinearity test, autocorrelation test, test and test for normality and heteroscedasticity the statistics testing the coefficient of determination (R2), regression coefficient test (t-test) and F test (F-test).

The results showed that government spending in education has positive and significant, government health spending have positive and not significant and the number of poor and insignificant negative effect on IPM in West Sumatra province.

Keywords: IPM, government spending, poor. PENDAHULUAN

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa tidak hanya ditandai oleh tigginya tingkat pertumbuhan ekonomi tetapi mencakup pula kualitas manusianya. Kerap ditemui di suatu negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi tapi memiliki kualitas pembangunan manusia yang masih rendah. Harus disadari bahwa manusia merupakan kekayaan bangsa, sejak awal pembangunan manusia sudah menjadi tujuan dalam model pembangunan di indonesia, setidaknya dalam tataran normatif yang tercermin dalam falsafah Negara seperti Pancasila dan UUD 1945. Dunia internasional telah banyak menembangkan berbagai model untuk mengukur keberhasilan pembangunan

diantaranya yaitu konsep pembangunan ekonomi yang menekankan pada pertumbuhan (economic growth), pembangunan sumber daya manusia (human resource development), kebutuhan dasar (basic needs), dan kesejahteraan masyarakat (social welfare). (BPS, 2011).

Untuk menigkatkan efisiensi dan efektivitas, maka koordinasi antara lembaga pemerintah, maupun antara lembaga-lembaga di masyarakat dalam pengembangan SDM perlu lebih dikembangkan. Masyarakat, termasuk dunia usaha (swasta), koperasi dan organisasi kemasyarakatan lainnya di dorong untuk lebih partisipasif dalam berbagai upaya

(2)

2 peningkatan kualitas SDM. (Mulyadi S, 2003).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi dampaknya terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan dan kesejahteraan) maupun yang bersifat non-fisik (intelektualitas). Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik masyarakat tercermin dalam angka harapan hidup serta kemampuan daya beli, sedangkan dampak non-fisik dilihat dari kualitas pendidikan masyarakat. (dalam Whisnu Adhi Saputra, 2011).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua Negara seluruh dunia, yang dipersentasikan oleh 3 dimensi yaitu umur panjang dan sehat (longevity), pengetahuan (knowladge) dan kehidupan yang layak (decent living).(BPS, 2006). Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan

Pendidikan merupakan aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang berperan meningkatkan kualitas hidup manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat makin baik kualitas sumber dayanya. Pendidikan adalah upaya sadar seseorang untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan serta memperluas wawasan. Pada dasarnya pendidikan yang diupayakan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi juga masyarakat dan keluarga. (BPS, 2006).

Mengacu pada UU No 20 tahun 2003 dimana menyebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD. (dalam Tri Maryani, 2011).

Pengeluaran Pemerintah bidang Kesehatan

Keadaan kesehatan masyarakat merupakan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat, semakin baik keadaan kesehatan masyarakat, kesejahteraan tersebut juga semakin baik dan berlaku sebaliknya. Mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai segi. Salah satu indikator nyata yang secara langsung dapat dilihat adalah melalui ukuran kesehatan jasmani masyarakat yang dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Dalam mengupayakan kesehatan masyarakat adalah dengan terus menerus menumbuhkan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan arti pentingnya memelihara dan menjaga kesehatan serta menyediakan tenaga medis yang profesional, obat-obatan yang berkualitas. (BPS, 2006).

(3)

3 Dana untuk kesehatan yang diatur pada UU No 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa besar anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan minimal 5 persen dari APBN di luar gaji, sementara besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 persen dari APBD di luar gaji. (dalam Tri Maryani, 2011).

Kemiskinan.

Salah satu masalah yang dihadapi oleh beberapa negara berkembang adalah kemiskinan, yang merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan standar yang berlaku. Kemiskinan banyak dihadapi oleh rakyat Indonesia khususnya setelah krisis ekonomi pada tahun 1998, dimana tingkat kemiskinan cenderung naik dari tahun ke tahun.(dalamChristina Usmaliadanti, 2011).

Ukuran kemiskinan secara sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi tiga, (Evi Susanti Tasri, 2010) yaitu: 1. Kemiskinan Absolut

Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar hidupnya.

2. Kemiskinan Relatif

Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh

lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya.

3. Kemiskinan Kultural

Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya atau dengan kata lain seseorang tersebut miskin karena sikapnya sendiri yaitu pemalas dan tidak mau memperbaiki kondisinya.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1).Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat tahun 1997-2011. 2).Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat tahun 1997-2011 3).Untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk miskin terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat tahun 1997-2011.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis, Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan analisis pada penelitian ini adalah data time series. Sumber data diperoleh dari BPS, Jurnal, Skripsi, dan publikasi lainnya.

(4)

4 Uji Asumsi Klasik

A. Uji Multikolinearitas

Suliyanto (2011) menyatakan bahwa multikolinearitas mempunyai pengertian bahwa ada hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel independen (variabel yang menjelaskan) dari model regresi. Konsekuensi adanya multikolinearitas adalah koefisien regresi variabel tidak tentu dan kesalahan menjadi tidak terhingga. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika dalam model regresi uang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas maka model regresi tersebut dinyatakan mengandung masalah multikolinearitas.

Untuk mengetahui adanya masalah multikolinearitas pada penelitian ini digunakan dengan mengunakan nilai TOL (Tolerance) dan VIF (Variance Inflation Factor). Salah satu cara untuk menguji gejala multikolinearitas dalam model regresi adalah melihat nilai tolerance dan variance inflation factor dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat . jika nilai VIF tidak lebih dari 10 maka model

dinyatakan tidak mengandung

multikolinearitas. B. Uji Autokorelasi

Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik/tidak layak dipakai prediksi. Dalam penelitian ini untuk menguji autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson, dengan ketentuan sebagai berikut. (Setyadharma, Andrian, 2010)

1). Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW < -2.

2). Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada di antara -2 dan 2 (-2 ≤ DW ≤ 2). 3). Terjadi autokorelasi negatif, jika nilai DW > 2.

C. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas berarti bahwa variasi residual tidak sama untuk semua pengamatan.Heteroskedastisitas

bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi biar homoskedastisitas yaitu variasi residual sama untuk-semua pengamatan. Secara ringkas walaupun terdapat heteroskedastisitas maka penaksir OLS (Ordinary Least Square) tetap tidak bias dan konsisten tetapi penaksir tadi tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar (yaitu asimtotik). Menurut Suliyanto (2011) bahwa masalah heteroskedastisitas nampaknya menjadi lebih biasa dalam data cross section dibandingkan

(5)

5 dengan data time series. Penelitian ini menggunakan uji Park untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas. Uji Park pada prinsipnya meregres residual yang dikuadratkan dengan variabel bebas pada model. Jika t-statistik > t-tabel maka ada heterokedastisitas, jika t-statistik < t-tabel maka tidak ada heterokedastisitas. atau Jika nilai Prob > 0,05 maka tidak ada heterokedastisitas, jika nilai Prob < 0,05 maka ada heterokedastisitas.

D. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian berdistribusi normal. Dalam penelitian ini, normalitas diuji dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dasar pengambilan keputusannya, jika nilai probabilitas lebih besar dari tingkat kekeliruan 5% (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa nilai residual dari model regresi berdistribusi normal. (Setyadharma, Andrian, 2010).

Prosedur Pengujian Statistik A. Koefisien Determinasi (R2)

Pengujian R2 atau koefisien detreminasi berguna untuk melihat seberapa besar proporsi sumbangan seluruh variable bebas terhadap naik turunnya variabel tidak bebas. (Suliyanto, 2011).

R2 = 𝑥1 𝑥1𝑦12 𝑦12 Dimana:

R2 = Koefisien determinasi

Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1, suatu R2 sebesar 1 berarti ada kecocokan sempurna, sedangkan yang bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dan dependen.

B. Uji Koefisien Regresi ( t-test) Uji koefisien regresi (t statistik) melihat pengaruh antara variabel indipenden secara individual terhadap variabel dependen. (Suliyanto, 2011).

ti =

𝑏𝑗 𝑠𝑏𝑗

dimana:

t = Nilai t yang dihitung bj = Koefisien regresi

sbj = Kesalahan baku koefisien regresi

dengan ketentuan :

1. t hitung < t tabel

hipotesa nol (Ho) diterima dan hipotesa alternatif (Ha) ditolak, artinya tidak ada hubungan yang berarti antara variable bebas dengan variable terikat.

2. t hitung > t tabel

hipotesa nol (Ho) ditolak dan hipotesa alternatif (Ha) diterima, artinya terdapat hubungan yang berarti antara variable bebas dengan variable terikat.

C. Pengujian F (F-test)

Untuk menguji ada tidaknya pengaruh seluruh variable bebas terhadap variable terikat. (Suliyanto, 2011).

F test = 𝑅

2 𝑘−1 1−𝑅2(𝑛−𝑘)

(6)

6 Dimana ;

F test = Nilai F yang dihitung R2 = Koefisien Determinasi k = Jumlah variable

n = Jumlah tahun pengamatan dengan ketentuan:

1. F hitung< Ftabel

Hipotesa nol (Ho) diterima dab hipotesa alternatif (Ha) ditolak, artinya tidak ada hubungan yang berarti antara variable bebas dengan variable terikat.

2. F hitung > F tabel

Hipoteas nol (Ho) ditolak dan hipotesa alternatif (Ha) diterima, artinya terdapat hubungan yang berarti antara variable bebas dengan variable terikat. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Persamaan regresi linear berganda diperoleh hasil sebagai berikut :

Y = 1,828 + 0,019 X1 + 0,02 X2 - 0,019 X3 t-hitung = (2,768) (0,174) (-0,199) t-tabel = 2,306 F- hitung = 11,680 F-tabel = 4,07 R2 = 0,761 α = 5% B. Pembahasan

1). Koefisien dari nilai Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan adalah 0,019 dan nilai tersebut positif, maka peningkatan Pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan berhubungan positif terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat. Artinya setiap kenaikan Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan sebesar 1 Persen, maka IPM di Provinsi Sumatera Barat akan meningkat sebesar 0,019 persen.

2). Koefisien dari pengeluaran pemerintah bidang kesehatan adalah 0,02 dan nilai tersebut adalah positif, maka peningkatan pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan berhubungan positif terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat. Jika pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan meningkat sebesar 1 persen, maka IPM di Provinsi Sumatera Barat akan meningkat sebesar 0,02 persen.

3). Koefisien dari Jumlah penduduk miskin adalah -0,019 dan nilai tersebut negatif, maka peningkatan Jumlah penduduk miskin berhubungan negatif terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat. Jika Jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 1 persen, maka IPM di Provinsi Sumatera Barat akan menurun sebesar -0,019 persen. Uji Asumsi Klasik

A. Multikolinieritas

Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel

(7)

7 independen. Jika terjadi korelasi, maka

dinamakan terdapat problem

Multikolinieritas. (Suliyanto, 2011) Tabel 4.5 Uji Multikolinearitas Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF 1 Log penduduk miskin ,655 1,526 Log kesehatan ,208 4,802 Log pendidikan ,255 3,919 Sumber : data diolah dengan mengunakan SPSS 15

Dari ketentuan yang ada bahwa jika nilai VIF < 10 dan tolerance > 0,10 maka tidak terjadi gejala multikolinearitas dan dari hasil analisis diatas dapat diketahui nilai toleransi semua variabel independen (Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan, dan jumlah penduduk miskin) lebih dari 0,10 dan nilai VIF kurang dari 10. Maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.

B. Autokorelasi

Dalam penelitian ini untuk menguji autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson. (Setyadharma, Andrian, 2010).

Tabel 4.6 UJI Durbin-Watson

Model R R Square Adjuste d R Square Std. Error of the Estimat e Durb in-Wats on 1 872 (a) ,761 ,696 ,01288 1,844

Sumber : data diolah dengan mengunakan SPSS 15

Berdasarkan hasil berada di antara -2 dan 2 maka tidak terjadi autokorelasi

C. Uji Heteroskesdastisitas

Gambar : 4.7 Uji Heteroskesdastisitas

Dari hasil analisis dengan mengunakan SPSS 15 diatas dapat diketahui bahwa titik-titik yang menyebar secara acak baik diatas maupun dibawah angka nol, pada sumbu Y serta tidak membentuk pola atau kecenderungan tertentu pada diagram plot, sehingga dapat mengidentifikasikan tidak terjadi adanya heteroskedisitas dan model regresi layak digunakan untuk memprediksi pertumbuhan IPM di Provinsi Sumatera Barat. (Suliyanto, 2011).

D. Normalitas

Dalam penelitian ini, normalitas diuji dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dasar pengambilan keputusannya, jika nilai probabilitas lebih besar dari tingkat kekeliruan 5% (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa nilai residual dari model

Regression Standardized Residual

2 1 0 -1 -2 -3 R egres sio n St uden ti ze d R esi dual 2 1 0 -1 -2 -3 Scatterplot

(8)

8 regresi berdistribusi normal. (Setyadharma, Andrian, 2010).

Tabel 4.8 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardi zed Residual N 15 Normal Parameters (a,b) Mean ,0000000 Std. Deviation ,01141942 Most Extreme Differences Absolute ,278 Positive ,130 Negative -,278 Kolmogorov-Smirnov Z 1,075

Asymp. Sig. (2-tailed) ,198

Sumber : data diolah dengan mengunakan SPSS 15

Berdasarkan hasil output diatas terilaht bahwa sig. (2-tailed) sebesar 0,198 >0,05. Oleh karena itu Ho diterima. Hal ini berarti nilai residual terstandarisasi dinyatakan menyebar secara normal

Pengujian Statistik

A. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Untuk mengetahui tingkat perkembangan IPM di Provinsi Sumatera Barat disebabkan beberapa faktor antara Pengeluaran pemerintah dibidang pendidikan, pengeluaran pemerintah dibidang kesehatan, dan jumlah penduduk miskin dapat dilihat melalui koefisien determinasi. Dari perhitungan Nilai R square adalah 0,761. Variasi naik turunya

pertumbuhan IPM di Provinsi Sumatera Barat dapat dijelaskan oleh Pengeluaran pemerintah dibidang pendidikan, pengeluaran pemerintah dibidang kesehatan, dan jumlah penduduk miskin Sebesar 76,10 persen sedangkan 23,90 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model.

B. Uji Koefisien Regresi (t-test)

1. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan Terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat Tahun 1997-2011.

Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai t-hitung untuk Pengeluaran Pemerintah bidang Pendidikan sebesar 2,768 dan t-tabel dengan tingkat kepercayaan 95% (α =5%) , df = 11 diperoleh 2,306. Terlihat t- tabel lebih kecil dari t-hitung, maka H0 ditolak, Ha

diterima yang berarti bahwa Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan berpengaruh signifikan terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat pada tingkat kepercayaan 95%.

2. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan Terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat Tahun 1997-2011.

Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai t-hitung Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan sebesar 0,174 dan t-tabel dengan tingkat kepercayaan 95% (α =5%) , df = 11 diperoleh 2,306. Terlihat t- hitung lebih kecil dari t-tabel, maka Ho diterima, Ha

(9)

9 ditolak yang berarti Pengeluaran pemerintah bidang kesehatan berpengaruh tidak signifikan terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat pada tingkat kepercayaan 95%. Karena berdasarkan realisasi dana untuk bidang kesehatan di Sumatera Barat lebih kecil dibandingkan realisasi untuk bidang pendidikan, selain itu hal yang memperparah realisasi bidang kesehatan adalah kurangnya minat masyarakat untuk menerima pelayanan kesehatan dari pemerintah dengan alasan tertentu.

3. Pengaruh Jumlah Penduduk Miskin Terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat Tahun 1997-2011.

Berdasarkan hasil regresi diperoleh nilai t-hitung untuk Jumlah Penduduk Miskin sebesar -0,199 dan t-tabel dengan tingkat kepercayaan 95% (α =5%) , df = 11 diperoleh 2,306. Terlihat t- tabel lebih besar dari t-hitung, maka H0 diterima, Ha ditolak

yang berarti bahwa Jumlah Penduduk Miskin berpengaruh tidak signifikan terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini diduga karena fenomena data kemiskinan terkadang tidak terdata sebagaimana rilnya, mereka yang seharusnya terkategori miskin tidak terdata dan rancunya dalam mengintrepresentasikan indikator kemiskinan yang menentukan seseorang masuk miskin dan tidak miskin.

C. Uji F (Uji F-test)

Uji F- hitung/statistik secara serempak ditunjukan oleh perbandingan F-hitung dengan F-tabel. F-tabel (F α k-1(n-k), dengan

derajat kepercayaan sebesar 95%. Adalah F(0,05) = 4,07. Sedangkan F-hitung sebesar

11,680. karena hitung lebih besar dari F-tabel (11,680>4,07). Ini berarti bahwa Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan, dan jumlah penduduk miskin berpengaruh signifikan dalam menjelaskan perkembangan IPM di Provinsi Sumatera Barat.

KESIMPULAN

1). Berdasarkan hasil regresi linear berganda menunjukan bahwa pengeluaran pemerintah bidang pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini telah sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah bidang pendidikan akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat. 2). Berdasarkan regresi linear berganda menunjukan bahwa pengeluaran pemerintah bidang kesehatan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah bidang kesehatan akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat.

(10)

10 3). Berdasarkan hasil linear berganda menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat.

4). Berdasarkan hasil uji F hitung menyatakan bahwa seluruh variabel independen (Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan jumlah penduduk miskin) berpengaruh signifikan terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat (F-hitung 11,680> F-tabel 4,07).

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous., Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Anggaran Pendidikan.

., Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Anggaran Kesehatan.

., Badan Pusat Statistik (BPS). Sumatera Barat Dalam Angka (1997-2011).Bps Sumatera Barat. Padang. ., Badan Pusat Statistik (BPS)., 2006. Indeks Pembangunan Manusia Kota Padang. Bps Sumatera Barat. Padang.

., Badan Pusat Statistik (BPS)., 2011. Indeks Pembangunan Manusia 2009-2010: Keterkaitan Antara IPM, IPG dan IDG. Jakarta.

Adhi Saputra, Whisnu., 2011. Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB, IPM, Pengangguran Terhadap

Tingkat Kemiskinan di

Kabupaten/Kota Jawa Tengah. Skripsi. Universitas Diponegoro. Amanda, Rica., 2010. Analisis Efisiensi

Teknis Bidang Pendidikan Dalam Implementasi Model Kota Layak (studi kasus 14 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008). Skripsi. Universitas Diponegoro. Arsyad, Lincolin., 1999. Ekonomi

Pembangunan. STIE YKPN. Yogyakarta.

Brata, Aloysius Gunadi., 2005. Investasi Sektor Publik Lokal, Pembangunan Manusia dan Kemiskinan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian - Universitas Atmajaya.

Gujarati, Damodar., 2003. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.

Kintamani, Ida., 2008. Analisis Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 072. Mulyadi S., 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam perspektif pembangunan. Ed. 1. Cet 2. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Mangkoesoebroto, Guritno., 1993. Ekonomi Publik. BPFE. Yogyakarta.

Maryani, Tri., 2011. Analisis Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Tengah. Other Thesis. UPN “Veteran” Yogyakarta.

(11)

11 Setyadharma, Andrian., 2010. Uji Asumsi

Klasik Dengan SPSS 16.0. Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Sugiharto, Slamet., 2007. Komitmen Pembangunan Manusia. Ilmiah Widyaiswara Indonesia dan Balai Diklat Keuangan III Yogyakarta, Yogyakarta.

Susanti Tasri, Evi., 2010. Perekonomian Indonesia Sebuah Konsep, Data dan Kebijakan. Bung Hatta University Press, Padang.

Suliyanto., 2011. Ekonometrika Terapan : Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Andi. Yogyakarta.

Usmaliadanti, Christina., 2011. Analisis Pengaruh Tingkat Kemisikinan, Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Tengah 2007-2009. Skripsi. Universitas Diponegoro. Widarjono, Agus., 2005. Ekonometrika :

Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi pertama. Ekonisia FE UII. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

PEKERJAAN : : PENGADAAN PENGADAAN DAN DAN PEMASANGAN PEMASANGAN FLOOD FLOOD LIGHT LIGHT TIANG GANDA. TIANG

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian merupakan randomized controlled trial dengan menggunakan pos tes saja (post test only

Kesehatan gigi dan mulut penting untuk anak usia sekolah. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah gigi dan mulut diantaranya upaya

Kegiatan penelitian dosen pada tahun 2016 ini meningkat 5,2 % dibanding kegiatan penelitian pada tahun 2015 yang lalu, yang hanya terealisir sebanyak 38 judul

terlihat bahwa pemanfaatan jasa lingkungan hutan menjadi ekowisata memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yaitu sebesar 30.70% untuk

Untuk kasus kemiskinan di Indonesia yang terdiri dari banyak variabel prediktor dan saling berinteraksi, yang dapat dikatakan sebagai kasus dimensi tinggi atau multivariate

Škole koje su potvrdile da imaju školski vrt bile su: Osnovna škola Vukovina , područne škole Rakitovec i Buševec, Osnovna škola Novo Čiče , područne škole Lukavec i

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis signifikansi pengaruh dari rasio LDR, LAR, APB, NPL, PDN, IRR, BOPO, dan FBIR secara bersama-sama berpengaruh