• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. commit to user"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

David Crystal (dalam Sumarlam, 2013:19) menyatakan ‘discourse analysis

focusses on the structure of naturally occurring spoken language, as found in such

‘discourse’ as conversations, interviews, commentaries, and speechs”.‘Analisis wacana

memfokuskan pada struktur yang secara alamiah terdapat pada bahasa lisan, sebagaimana ditemukan pada wacana-wacana seperti percakapan,wawancara, komentar, dan pidato’: lebih lanjut, Crystal membedakan analisis wacana dengan analisis teks,

dengan menyatakan “text analysis focuses on the structure of written language, as found in such ‘text’ as essays, notices, road signs, and chapters”. ‘Analisis teks

memfokuskan pada struktur bahasa tulis, sebagaimana banyak terdapat pada karangan, pengumuman, tanda-tanda di jalan, dan bab-bab (dalam buku)’.

Seperti pada batasan tersebut, Crystal melihat dua macam istilah yang berbeda: wacana memfokuskan pada bahasa lisan, dan teks memfokuskan pada bahasa tulis. Struktur bahasa lisan seperti yang terdapat pada wacana percakapan, wawancara, komentar, dan pidato dikaji dalam analisis wacana (discourse analysis), sedangkan struktur bahasa tulis seperti yang terdapat pada karangan, pengumuman (tertulis), tanda-tanda di jalan dan bab-bab dalam buku semuanya dikaji dalam analisis teks (text

analysis).

Samsuri (dalam Sumarlam, 2013:20) menjelaskan bahwa wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan. Wacana mungkin bersifat transaksional, jika yang dipentingkan ialah isi komunikasi itu, tetapi mungkin bersifat interaksional, jika merupakan komunikasi timbal-balik. Wacana lisan transaksional mungkin berupa pidato, ceramah, tuturan, dakwah, deklamasi, dll. Wacana lisan interaksional dapat berupa percakapan, debat, tanya jawab (di sidang pengadilan, di kantor polisi, dsb). Wacana tulis transaksional mungkin berupa intruksi, iklan, surat, cerita, esai, makalah, tesis, dan lain sebagainya. Wacana tulis

(2)

commit to user

intransaksional mungkin berupa polemik, surat menyurat antara dua orang, dan lain sebagainya. Wacana mengasumsikan adanya penyapa = addressor dan pesapa =

addressee. Dalam wacana lisan penyapa ialah pembicara, sedangkan pesapa ialah

pendengar. Dalam wacana tulisan penyapa ialah penulis, sedangkan pesapa ialah pembaca.

Pengertian wacana menurut Samsuri tersebut lebih menonjolkan fungsi penggunaan bahasa, yaitu untuk komunikasi, di samping juga keutuhan makna sebagai syarat yang harus terpenuhi di dalam wacana. Batasan yang diberikannya cukup jelas dan lengkap, sehingga memudahkan pembaca untuk memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan wacana. Batasan tersebut sudah mencakup baik pengertian wacana, fungsi wacana, maupun jenis-jenis wacana beserta contoh-contohnya. Berkenaan dengan jenis-jenis wacana, Samsuri membedakan antara wacana transaksional dengan wacana intransaksional. Selanjutnya masing-masing jenis wacana tersebut dibedakan lagi menjadi wacana transaksional tulis dan lisan serta wacana intransaksional tulis dan lisan. Selain itu, Samsuri juga menyebutkan siapa saja partisipan yang terlibat aktif di dalam komunikasi sebuah wacana, yaitu yang disebutnya sebagai penyapa (addressor: pembicara atau penulis) dan pesapa (addressee: pendengar atau pembaca).

Dalam kehidupan sehari-hari bahasa lisan lebih sering digunakan dari pada bahasa tulis. Namun akan menggunakan bahasa lisan atau bahasa tulis dalam berkomunikasi tentu tidak terlepas dari konteks bahasa yang digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi dengan orang lain. Dari kamus bahasa Inggris Webster’s New

Collegiate Dictionary (dalam Purwadi, 2005:7) dijelaskan;“Language is as systematic

means of communicating ideas or feeling by the use of conventionalized signs, sounds,

gestures, or marks having understood meanings”. Bahasa merupakan sistem arti untuk

mengkomunikasikan ide atau perasaan dengan menggunakan tanda, suara, gerak, atau simbol yang sudah dipahami artinya bersama. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem tanda yang sudah dipahami artinya oleh kelompok masyarakat tertentu serta digunakan untuk berkomunikasi dan mengembangkan budayanya.

Dalam perkembangan budaya, bahasa merupakan faktor yang penting untuk berkomunikasi dengan baik. Kebudayaan mempunyai unsur yang universal yang dapat ditemukan dalam setiap kelompok masyarakat. Unsur-unsur yang universal tersebut

(3)

commit to user

adalah: religi, sistem sosial dan kemasyarakatan, bahasa, kesenian, mata pencarian, peralatan, dan teknologi. Ilmu bahasa yang mengkaitkan bahasa dengan kondisi kemasyarakatan dan kebudayaannya adalah ilmu sosiolinguistik. Halliday (dalam Sumarsono, 2004:2) menyebut sosiolinguistik sebagai linguistik institusional

(institutional linguistics), berkaitan dengan pertautan bahasa dengan orang-orang yang

memakai bahasa itu (deals with the relation between a language and the people who use

it). Perilaku (behavior) manusia sebagai pemakai bahasa itu tentu mempunyai berbagai

aspek, seperti jumlah, sikap, adat-istiadat, dan budayanya.

Dalam pemakaian bahasa, penutur dapat menggunakan gaya bahasa sesuai dengan kebutuhan mereka untuk berkomunikasi dengan baik. Menurut Keraf, (1991:113) dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara mengunakan bahasa. Melalui gaya bahasa, orang-orang dapat menilai karakter dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu sehingga gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengguna bahasa tersebut.

Selain itu, pemakaian gaya bahasa dapat ditunjukkan untuk mendapatkan efek tertentu. Keraf (1991:129) menyatakan bahwa gaya bahasa yang semata-mata merupakan pemyimpangan dari susunan biasa untuk mencapai efek tertentu disebut sebagai gaya bahasa retoris Salah satu jenis gaya bahasa retoris yaitu eufemisme dan desfemisme.

Eufemisme adalah sebuah acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau menyugesti sesuatu yang tidak menyenangkan. Contoh eufemisme yang terdapat dalam

frase ‘berpulang ke rahmatullah’ yang dipakai untuk menggantikan kata meninggal

(Keraf, 1991:132).

Disfemisme menurut Allan dan Burridge (1991:26) adalah kata atau frase yang berkonotasi menyakitkan atau mengganggu baik bagi orang yang diajak bicara dan/atau orang yang dibicarakan serta orang yang mendengarkan ungkapan tersebut. Contohnya

dalam kalimat “terjadinya krisis ekonomi mengakibatkan banyak orang-orang

kelaparan” yang seharusnya dapat menggunakan frase kurang pangan sehingga tidak

(4)

commit to user

Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi telah terjadi dari zaman dahulu hingga saat ini. Seiring perkembangan zaman, sarana yang digunakan untuk berkomunikasi juga mengalami banyak kemajuan. Dimulai dari perkembangan bahasa tulis (media cetak), sampai bahasa lisan (media elektronik). Kemajuan tersebut menciptakan jarak yang terasa semakin dekat, sehingga memudahkan komunikasi antar manusia dan memudahkan manusia untuk memperoleh informasi dan berita secara lebih cepat.

Televisi merupakan salah satu media elektronik yang sangat efektif untuk menyajikan informasi, berita atau hiburan yang memang dibutuhkan oleh masyarakat. Pesatnya perkembangan zaman saat ini dibutuhkan sajian informasi yang akurat dan menarik. Program siaran televisi yang akhir-akhir ini sedang merebut perhatian kalayak adalah talk show. Istilah talk show dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan temu wicara, rapat bersama, atau diskusi interaktif. Dari beberapa acara talk show yang ada di televisi, talk show yang mencuri perhatian masyarakat atau pemirsa adalah tayangan

talk show Mata Najwa di Metro TV.

Dalam program acara talk show sekarang ini juga banyak penggunaan gaya bahasa, terutama eufemisme dan disfemisme. Apalagi dilihat dari latar belakang program talk show Mata Najwa adalah talk show yang membahas tentang politik dan isu terkini yang disiarkan oleh Metro TV. Acara ini pertama kali dimulai pada 25 November 2009. Talk show Mata Najwa ditayangkan setiap hari Rabu pukul 21.30 WIB, kemudian setelah lama berjalan jam tayangnya pun diubah pada jam-jam yang semua kalangan bisa menyaksikan acara tersebut yaitu pada pukul 20.00 WIB. Dalam setiap episode tayangan Talk Show Mata Najwa yang berdurasi 60 menit dibagi menjadi 3 segmen. Segmen pertama memerlukan waktu 1 menit, segmen kedua 58 menit, segmen ketiga 1 menit.

Secara garis besar, retorika tayangan Talk Show Mata Najwa terdiri dari tiga bagian, yakni bagian pembuka diawali dengan penyampaian prolog oleh pembawa acara tentang tema yang akan dibahas dalam Talk Show Mata Najwa, bagian isi pada bagian isi ini antara tayangan satu dengan tayangan yang lainnya menghadirkan nara sumber yang berbeda serta jumlah nara sumber yang berbeda pula maka dalam setiap tayangan

Talk Show Mata Najwa pada bagian isi terbagi atas beberapa segmen yang berbeda

(5)

commit to user

kesimpulan (epilog) dari keseluruhan pembahasan dalam Talk Show Mata Najwa oleh pembawa acara.

Berdasarkan beberapa rincian di atas, maka contoh retorika pada salah satu tayangan Talk Show Mata Najwa dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut. 1 menit 10 menit 2 menit 10 menit 2 menit 10 menit 2 menit 10 menit 2 menit 10 menit 1 menit

Bagan 1.1 Retorika Talk Show Mata Najwa Bagian Pembuka Prolog Bagian Isi Segmen 1 Narasumber 1 BREAK Segmen 2 Narasumber 2 BREAK Segmen 3 Narasumber 3 BREAK Segmen 4 Narasumber 4 BREAK Segmen 5 Narasumber 5 Bagian Penutup Epilog

(6)

commit to user

Di saat semua stasiun televisi menayangkan acara yang mungkin kurang mendidik atau tidak jelas tujuannya, Mata Najwa menjadi salah satu acara yang paling ditunggu oleh pemirsanya karena disamping menyajikan informasi yang akurat dengan mendatangkan narasumber secara langsung juga dibawakan dengan situasi yang menarik sehingga tidak membosankan. Mata Najwa merupakan program talk show mingguan dari MetroTV dengan Najwa Shihab sebagai program owner, produser dan presenter. Sebagai program owner, Najwa berhak dan bertanggungjawab mengatur, memproduseri dan membawakan acara ini. Dari segi rating, Mata Najwa merupakan salah satu program talk show unggulan di MetroTV. Najwa Shihab sebagai presenter menjadi symbol of identity dari Mata Najwa, dengan peletakan namanya sebagaimana program. Kekhasan yang yang dimiliki Mata Najwa dibanding dengan talk show serupa yang lainnya adalah jenis isu yang diangkat. Mata Najwa selalu menghadirkan isu-isu terhangat yang sedang terjadi dalam kurun waktu tersebut dan lebih memfokuskan pada isu politik dan isu yang menjadi banyak perhatian masyarakat pada saat itu. Cara Najwa Shihab dalam mengemas talk show Mata Najwa serta adanya faktor-faktor pendukung lainnya dalam talk show Mata Najwa, akhirnya membentuk citra dari seorang presenter

talk show. Citra inilah yang merupakan sebuah pesan dari komunikator (Najwa Shihab)

kepada komunikan (pemirsa).

Dalam penelitian ini, penulis bermaksud membahas eufemisme dan disfemisme sebagai salah satu jenis gaya bahasa yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur dalam sebuah wacana terutama talk show. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiolinguistik karena mengkaji makna konteks kebahasaan yang juga dipengaruhi oleh kondisi sosial dan budaya masyarakat pengguna bahasa tersebut. Seperti yang dikemukakan Nababan (1986:50) bahwa konteks bahasa juga berkaitan erat dengan konteks sosial budaya, serta pandangan hidup masyarakat penutur bahasa tersebut. Budaya dan bahasa merupakan dua sisi yang paling kompleks dalam kehidupan. Bahasa terlibat dalam semua aspek kebudayaan, paling sedikit dengan cara mempunyai nama atau istilah bagi unsur-unsur dari semua aspek kehidupan itu. Lebih penting lagi, kebudayaan manusia tidak dapat terjadi tanpa bahasa, bahasalah faktor yang memungkinkan terbentuknya kebudayaan.

(7)

commit to user

Kajian eufemisme dan disfemisme juga akan mendeskripsikan berbagai perubahan-perubahan makna kata yang berkaitan dengan kecenderungan budaya masyarakat modern pada umumnya. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat juga dapat diketahui dari frekuensi penggunaan kata-kata tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Munculnya makna-makna baru dalam bahasa, khususnya yang tumbuh sangat pesat dan dimunculkan dalam media elektronik menunjukkan adanya perubahan sistem tata nilai dalam bahasa yang berkaitan erat dengan budaya masyarakat penuturnya. Mempelajari makna-makna budaya dalam bahasa yang secara implisit ada dalam suatu bahasa, akan dapat memahami cara pandang masyarakat dalam kehidupan serta nilai-nilai kesantunan berbahasa sehingga diharapkan mampu mengurangi konflik-konflik yang timbul karena kesalahpahaman berbahasa.

Dalam penelitin ini, penulis membatasi pada prolog, epilog, dan percakapan yang terjadi antara pembawa acara, nara sumber, dan beberapa audiens. Sehingga dalam penelitian ini, yang akan penulis teliti adalah tuturan dari pembawa acara, nara sumber, dan audiens yang terlibat langsung dalam percakapan tersebut. Percakapan yang terjadi antara pembawa acara, nara sumber, dan audiens akan menghasilkan data-data yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Data-data itulah yang menjadi objek penelitian ini karena antara pembawa acara, nara sumber, dan audiens ini memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda dan memungkinkan terdapat banyak perubahan bahasa sesuai dengan budaya mereka masing-masing.

Penelitian ini merupakan penelitian yang dengan penggunaan bahasa sebagai media komunikasi antara pembawa acara, nara sumber, dan audiens yang tertuang dalam percakapan atau talk show Mata Najwa. Penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik sebagai tinjauannya karena di dalam percakapan antara pembawa acara, nara sumber, dan audiens banyak terdapat keterkaitan konteks bahasa yang digunakan dengan konteks sosial dan budaya pengguna bahasa tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Hymes (dalam Sumarsono, 2013:4) bahwa sosiolinguistik merupakan“the study of languge in relation to society” yaitu kajian tentang bahasa dalam kaitannya dengan masyarakat.

Dalam talk show Mata Najwa, pembawa acara, nara sumber dan audiens menggunakan bahasa sebagai bentuk komunikasi antara pembawa acara, nara sumber, dan audiens. Dalam percakapan antara seorang pembawa acara dengan nara sumber

(8)

commit to user

tersebut terdapat banyak ungkapan-ungkapan yang mengandung eufemisme dan desfemisme

Ada beberapa penelitian yang relevan terkait dengan penelitian ini yang banyak menggunakan pendekatan semantik dan stilistika, antara lain sebagai berikut : (1) Kurniawati 2009 dalam penelitiannya membahas tentang bentuk dan latar belakang penggunaan eufemisme dan disfemisme dalam spiegel online; (2) Faridah 2002 penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bentuk, fungsi, dan makna eufemisme dalam bahasa Melayu Serdang. Dalam tesisnya ia menggunakan kajian sematik untuk dijadikan acuan dalam meneliti eufemisme pada bahasa Melayu Serdang. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati berkosentrasi kepada bentuk dan latar belakang penggunaan eufemisme saja belum menjelaskan tentang referensi dan tujuan penggunaan eufemisme; (3) Sutarman 2012 penelitian tersebut menganalisis bentuk, makna, dan penggunaan citraan dalam eufemisme pada rubrik sebuah tabloid; (4) Sunarso 1998 meneliti tentang referensi dan latar belakang eufemisme. Dalam penelitian Sutarman dan Sunarso, mereka hanya menjelaskan tentang unsur-unsur linguistik dalam eufemisme belum meneliti tentang unsur-unsur linguistik di dalam penggunaan disfemisme; (5) Wijana 2004 dalam tulisannya membahas tentang bentuk dan referensi makian dalam bahasa Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti tersebut kebanyakan diantaranya menggunakan kajian pragmatik, stilistika, atau semiotik untuk dijadikan acuannya. Mereka hanya meneliti dari unsur linguistik berupa bentuk, makna, atau kadar kesinoniman yang ada dalam penggunaan eufemisme atau disfemisme saja belum menjelaskan unsur nonlinguistiknya seperti; referensi, latar belakang, dan tujuan penggunaannya. Penggunaan data untuk penelitian mereka hanya pada media cetak dan tanpa melibatkan konteks dalam tuturannya.

Berdasarkan review di atas, penulis masih mempunyai kesempatan untuk meneliti hal yang berkaitan dengan eufemisme dan disfemisme menggunakan pendekatan sosiolinguistik. Pendekatan sosiolinguistik tidak hanya melihat penggunaan bahasa dari segi linguistiknya tetapi juga mempelajari bahasa dalam konteks sosiokultural serta situasi pemakainya. Dalam hal ini penggunaan eufemisme dan disfemisme dapat dilihat dari faktor-faktor nonlinguistik seperti; faktor sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, faktor siapa yang berbicara, dengan bahasa apa,

(9)

commit to user

kepada siapa, kapan dan mengenai apa. Hal ini yang belum diteliti oleh peneliti sebelumnya dan masih banyak meninggalkan permasalahan tentang eufemisme dan disfemisme yang dapat untuk diteliti lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan juga celah (gap) penelitian yang telah dilakukan, penelitian ini berusaha untuk memaparkan “eufemisme dan disfemisme dalam talk showMata Najwa”.Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apa sajakah bentuk dan tipe-tipe ungkapan eufemisme dan disfemisme yang terdapat dalam talk show Mata Najwa ?

2. Apa sajakah referensi ungkapan eufemisme dan disfemisme yang terdapat dalam

talk show Mata Najwa ?

3. Apa sajakah makna dan fungsi ungkapan eufemisme dan disfemisme pada talk

show Mata Najwa ?

4. Bagaimana latar belakang penggunaan ungkapan eufemisme dan disfemisme pada talk show Mata Najwa ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan “eufemisme dan disfemisme dalam talk show Mata Najwa”. Secara khusus, penelitian ini bertujuan :

1. Mendeskripsikan bentuk dan tipe-tipe ungkapan eufemisme dan disfemisme yang terdapat dalam talk show Mata Najwa.

2. Mendeskripsikan referensi ungkapan eufemisme dan disfemisme yang terdapat dalam talk show Mata Najwa.

3. Mendeskripsikan makna dan fungsi ungkapan eufemisme dan disfemisme pada

talk show Mata Najwa.

4. Memaparkan latar belakang penggunaan ungkapan eufemisme dan disfemisme pada talk show Mata Najwa.

(10)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian pasti memiliki tujuan penelitian yang bersifat keilmuan dan manfaat yang biasanya berkaitan dengan segi-segi kepraktisan (Subroto, 2007:98). Hal ini dimaksudkan agar penulis dapat memberi pemecahan yang bersifat praktis selain memberikan sumbangan ke arah pengembangan ilmu.

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis merupakan manfaat yang berkenaan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan dalam hal ini ilmu linguistik atau kebahasaan. Manfaat teoretis yang diharapkan dalam penelitian ini dapat memperkaya hasil penelitian bahasa dalam tinjauan sosiolinguistik, menambah khazanah hasil penelitian bahasa, dan penerapan teori-teori yang berkaitan dengan linguistik, terutama dalam bidang sosiolinguistik khususnya mengenai bentuk, tipe-tipe, makna, dan referensi eufemisme dan disfemisme serta fungsi ungkapan eufemisme dan disfemisme yang terdapat dalam talk show Mata Najwa.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini bagi diri pribadi penulis yaitu dapat mempelajari teknik dan strategi dalam memahami cara pandang masyarakat dalam kehidupan, serta nilai-nilai kesantunan berbahasa sehingga diharapkan mampu mengurangi konflik-konflik yang timbul karena kesalahpahaman berbahasa sehingga kelak ilmu yang didapatkan tersebut dapat penulis manfaatkan dengan sebaik-baiknya sebagai bekal menjalani kehidupan sehari-hari dengan berbagai permasalahan yang ada.

Manfaat praktis lain, agar dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam hal pemahaman wacana yang berkenaan dengan bentuk, tipe-tipe, makna, dan referensi eufemisme dan disfemisme serta fungsi ungkapan eufemisme dan disfemisme yang terdapat dalam talk show. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau referensi penelitian sejenis selanjutnya serta dapat dijadikan pemicu bagi peneliti lainnya untuk bersikap kreatif dan kritis dalam menyikapi perkembangan bahasa dalam kebudayaan masyarakat yang berbeda-beda dan selalu berkembang.

(11)

commit to user

Bagi para pembaca diharapkan penelitian ini dapat dijadikan tambahan pengetahuan tentang pemahaman percakapan, terutama dalam hal memahami teori eufemisme dan disfemisme serta kesantunan berbahasa. Penulisan ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pengajaran mengenai fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dan juga landasan kajian penulisan sejenis.

Bagi para pembawa acara diharapkan penelitian ini dapat dijadikan tambahan pengetahuan tentang bagaimana memandu sebuah acara dengan menggunakan pilihan kata atau diksi yang tepat dan santun dalam bertutur khususnya untuk menghindari kesalahpahaman sehingga acara dapat berlangsung sesuai dengan apa yang telah dirancanakan.

Bagi para nara sumber diharapkan penelitian ini dapat dijadikan tambahan pengetahuan tentang bagaimana pemilihan kata atau diksi yang tepat dalam sebuah tuturan yang santun dan dapat diterima oleh mitra tutur atau audience. Sehingga kata yang digunakan oleh nara sumber tidak akan menyinggung perasaan, atau pun tidak menyakitkan sehingga tercipta suasana yang harmonis dalam suatu percakapan atau talk

show.

Bagi manajemen talk show, penelitian ini dapat dijadikan tambahan pengetahuan bahasa tentang pemahaman teori penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi sehingga diharapkan mampu mengurangi konflik-konflik yang timbul karena kesalahpahaman berbahasa serta menjaga keadaan sosial masyarakat. Berbekal dengan pemahaman teori tersebut pihak manajemen lebih kreatif dan inovatif dalam menyajikan talk show yang lebih variatif serta lebih dapat menginspirasi pihak-pihak lain untuk memberikan contoh yang lebih baik bagi masyarakat penggunanya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan studi penelitian mengenai efektivitas pelayanan publik khususnya Dinas Kependudukan dan

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan atau informasi awal tentang analisis poskolonial yang terdapat pada cerpen Semua untuk Hindia karya Iksaka banu

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan sebagai rujukan bagi universitas dalam melakukan perbaikan iklim pembelajaran serta melakukan pencegahan dan

Variabel budaya etis diukur dengan indikator yang dikembangkan dari Svanberg and Ohman (2013), Shafer and Wang (2010), dan TrevinO (1998) yang dikutip oleh

Kelebihan pegawai yang dirasakan dapat dijumpai di beberapa unit organisasi baik di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah hendaknya dengan demikian harus dilakukan

Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Ariyanti (2011: 1) tentang pengembangan bahan ajar IPA Terpadu berbasis Salingtemas, diperoleh hasil berupa modul IPA Terpadu

• Penilaian Acuan Patokan adalah penilaian yang dilakukan dengan membandingkan hasil belajar siswa terhadap suatu patokan yang telah.

Bakteriosin sebagai biopreservatif pangan harus memenuhi kriteria seperti pengawet atau bahan tambahan makanan lainnya, yaitu aman bagi konsumen, memiliki aktivitas