• Tidak ada hasil yang ditemukan

G. Rencana Tindak Lanjut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "G. Rencana Tindak Lanjut"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

G. Rencana Tindak Lanjut

Rencana Tindak Lanjut Kampanye adalah strategi yang diartikulasikan dengan jelas dari langkah-langkah yang perlu diterapkan

oleh lembaga mitra dalam periode 1-3 tahun untuk membangun, dan / atau mempertahankan momentum tahap awal kampanye.

Strategi ini mesti mencakup ringkasan sumber-sumber daya manusia dan keuangan yang diperlukan; pemantauan yang akan

dilakukan, dan mitra-mitra yang diperlukan untuk mencapai sukses. Kontennya akan tergantung pada tema kampanye. Beberapa

contoh sebagaimana ditunjukkan di bawah ini, ditetapkan di sepanjang kontinum.

Dalam hasil kampanye, tingkat kepercayaan masyarakat pada staf TNGHS untuk bersama-sama mengelola hutan secara

kolaboratif naik menjadi 20%. Yang menyebabkan tingkat kepercayaan ini naik karena didalam kegiatan kampanye, manajer

kampanye selalu melibat aktifkan staf TNGHS, baik dalam pertemuan-pertemuan kampung maupun pada event besar yang

diselenggarakan di kampung-kampung. Pelibatan staf TNGHS dimulai dari sebagai panitia, juri lomba, sampai sebagi narasumber.

Untuk mempertahankan tingkat kepercayaan ini, agar proses monitoring dan evaluasi seluas 395,8 Ha hutan yang sudah

disepakati pengelolaannya secara kolaboratif bisa berjalan dengan lancar, perlu dilakukan peningkatan kapasitas di tingkat st af

TNGHS. Supaya dikemudian hari staf TNGHS bisa lebih baik dalam memfasilitasi pengembangan model-model pengelolaan

kolaboratif lainnya di seluruh zona khusus kawasan TNGHS.

Tujuan inisiasi model pengelolaan hutan berbasis masyarakat seperti KDTK dan K2LPR adalah selain agar hutannya tetap lestari,

juga agar masyarakatnya bisa sejahtera dan mandiri. Tujuan kedua ini, bisa ditempuh dengan penguatan kapasitas, baik individu

maupun kelompok dari petani-petani pengelola. Kebutuhan keahlian dalam budidaya tanaman pohon buah dan kayu, system

pengolahan hasil panen, penguatan kelompok tani, dan membuka akses pasar menjadi agenda untuk dikerjakan setelah kegiatan

kampanye. Oleh karena itu, pelatihan dan fasilitasi proses sangat penting dilakukan, dan tentunya kegiatan ini bisa dilakukan

bersama-sama dengan staff TNGHS.

(2)

I. Pendahuluan

Tahap pertama kampanye Hutan Halimun Salak Lestari, Masyarakat Mandiri dapat dikatakan sebagai keberhasilan yang berarti36:

§ Pengetahuan tentang isu-isu status hukum kawasan, peraturan boleh tidaknya petani membuka lahan garapan di dalam kawasan, kosep zonasi, dan isu pengelolaan hutan secara kolaboratif meningkat rata-rata mulai dari 23% sampai dengan 53% (% actual). Begitu pula dengan sikap petani yang sudah menyetujui dengan pengelolaan hutan secara kolaboratif bisa menjaga kelestarian Hutan Halimun yang dipercaya sebagai penyangga kehidupan mereka.

§ Sebanyak 1436 petani bersepakat, mau bertani menetap dan tidak memperluas lahan garapan mereka ke dalam kawasan Taman Nasional, yang juga didukung oleh 1919 petani perempuannya untuk melakukan hal yang sama. Dan sebanyak 2188 petani sudah bisa duduk bersama dengan staf TNGHS dalam mengelola hutan secara kolaboratif. Seluas 395,8 Ha kawasan Hutan Halimun telah disepakati bersama oleh 2188 petani dan TNGHS untuk dikelola secara kolaboratif

Penandatangan MoU antara petani penggarap model KDTK dan K2LPRdengan pihak Balai TNGHS pada 20 Juni 2010juga merupakan suatu capaian yang sangat penting. Karena dalam kesepakatan tersebut, dengan aturan tertertentu masyarakat petani pengelola KDTK dan K2LPR diperbolehkan memanfaatkan kayu dari pohon yang mereka tanam. Kesepatakan ini merupakan kesepatan yang pertama ada di kawasan TNGHS. Kesepakatan model-model pengelolaan kolaboratif yang ada sebelumnya, lebih banyak mengijinkan kepada petani untuk memanfaatkan hasil hutan non kayu.

Meskipun kami dapat merayakan keberhasilan yang nyata dari kampanye sampai saat ini, kami tidak boleh berpuas diri, karena alasan-alasan sebagai berikut:

§ Proses implementasi pengelolaan hutan secara kolaboratif (KDTK & K2LPR) ini masih berlangsung, Hal ini akan mebutuhkan waktu panjang untuk bisa menunjukan hasil capaian koservasi yang diharapkan, yaitu kawasan hutan seluas 395,8 ha dikelola secara lestari dan menjadi habitat Elang Jawa. Walaupun proses penanaman di kawasan tersebut sudah dilakukan, namun jaminan agar persen tumbuh dari tanaman yang sudah ditanam tersebut tinggi, harus dilakukan proses monitoring dan evaluasi yang berkala.

§ Adanya MoU yang memperbolehkan petani anggota masyarakat menebang pohon yang mereka tanam dengan aturan tertentu, yang perlu diketahui oleh tidak hanya petani yang mengelola KDTK dan K2LPR saat ini, tetapi juga oleh generasi berikutnya. Diperlukan pengawalan terhadap proses ini, agar petani dapat mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan aturan-aturan pemanfatan kayu dan konsekuensi-konsekuensi praktis yang mengikutinya. § Juga perlu diperhatikan peningkatan nilai manfaat ekonomis dari kawasan tersebut, supaya model pengelolaan hutan ini selain bisa menjadi contoh

proses mengembalikan habitat Elang Jawa, juga bisa memberikan tambahan nilai ekonomis bagi petani pengelolanya.

§

Temuan, bahwa ternyata sebagian besar staf lapangan TNGHS sudah mengetahui adanya kebijakan pengelolaan hutan kolaboratif (Permenhut No.P 19/2004) dan kebijakan tentang zonasi (Permenhut No.P 56/2006). Namun pada kenyataannya mereka belum bisa mengaplikasikan kebijakan ini dilapangan. Beberapa aspek prasyarat utama agar model pengelolaan hutan secara kolaboratif bisa terlaksana dengan baik, belum diketahui atau

36

(3)

dipahami oleh staf TNGHS. Diperlukan peningkatan kapasitas bagi staf TNGHS, khususnya yang berkaitan dengan mengelola konflik sumberdaya alam, prinsip kesetaraan, dan prinsip bertanggung gugatan

§

Disamping itu, untuk membangun “enabling environment” proses-proses pengembangan model pengelolaan Hutan Halimun Salak secara kolaboratif di wilayah lainnya, inisiasi terbentuknya forum pengelolaan kolaboratif perlu dilanjutkan. Rapat-rapat menggalang dukungan dari LSM lain dan jaringannya, pemerintah kabupaten, akademisi, dan BTNGHS penting diagendakan agar proses-proses yang sudah terjadi dilapangan bisa diperkuat.

Hasil yang dicapai selama periode kampanye ini terjadi 2 RW di Desa Malasari, yaitu di RW 05 (terdiri dari Kp. Nyungcung Kidul, Kp. Cakung, Kp. Gege, & Kp. Sorongan) dan RW 06 (terdiri dari Kp. Nyuncung Tengah, Kp. Nyungcung Kaler, Kp. Neglasari, & Kp. Simagrip), dan Kp. Parigi & Kp. Parigi Tonggih di Desa Cisarua. Sementara itu, masih ada sekitar 305 kampung lagi yang masih berada di dalam kawasan TNGHS

(4)

Strategi 1. Pelatihan Memperkuat Pengelolaan Hutan Kolaboratif bagi Staf TNGHS

Sasaran SMART:

1) Pada Mei 2011, setidaknya 15 staff lapang TNGHS (level seksi Bogor, Lebak, Sukabumi) meningkat kapasitasnya dalam pengetahuan dan ketrampilan mengenai aspek-aspek penting pengelolaan hutan secara kolaboratif

2) Pada Mei 2011, terdapat 3 inisiasi contoh model pengelolaan hutan kolaboratif baru yang difasilitasi oleh staff TNGHS. Ukuran inisiasi model ini berbasis kampung

Deskripsi Kegiatan:

Sebanyak 15 staff TNGHS perwakilan dari resort dan Seksi Kabupaten Bogor, Seksi Kabupaten Lebak, dan Seksi Kabupaten Sukabumi aka dilath tentang aspek-aspek penting dalam pengelolaan hutan secara kolaboratif. Setiap peserta pelatihan adalah orang-orang yang menangani secara langsung kegiatan inisiasi model penglolaan hutan kolaboratif, seperti MKK-Model Kampung Konservasi atau model-model yang diinisiasi secara local lainnya.

Diawali dengan diskusi penyampaian hasil kampanye dan juga rencana tindak lanjut yang akan dilakukan kepada Kepala Balai TNGHS. Tujuannya adalah untuk mendapatkan dukungan serta kerjasama dalam melaksanakan kegiatannya. Diskusi dengan kepala balai mungkin akan dilakukan dalam beberapa kali. Karena selain diskusi untuk mendapatkan dukungan dan kerjasamanya dalam bentuk mendapatkan kepastian pemberian ijin kepada staf-stafnya untuk bisa mengikuti pelatihan ini, juga untuk membicarakan kerangka substansi pelatihan.

Akan ada 3 sesi pelatihan, dengan rencana rancangan kegiatan37 sebagai berikut :

Sesi 1 : lebih banyak berbicara tentang kebijakan kehutanan pada umumnya, dan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi pada khususnya. Dimulai dari

membahas sejarah kebutanan Indonesia dan paradigm yang ada didalamnya, kemudian kebijakan-kebijakan konservasi yang dilahirkan, dan bagaimana fakta sebanarnya dilapangan. Bahasan ini juga sudah sedikit banyak menyangkut isu Hak Asasi Manusia dan isu gender. Sesi 1 akan berlangsung kurang lebih 3 hari.

Sesi 2 : sudah masuk ke substansi prinsip-prinsip dasar berkolaborasi dan bagaimana mengimplementasikanya ke dalam pengelolaan Hutan Halimun Salak

secara kolaboratif. Substansi tentang kepemimpinan dan pengelolaan konflik menjadi “back bone” dalam sesi ini. Dalam sesi ini sudah dibangun pula inisiasi contoh model yang akan dikembangkan peserta di lapangan. Sesi ini akan berlangsung kurang lebih 3 hari.

Sesi 3 : lebih banyak berbicara teknis mengembangkan sebuah model pengelolaan hutan secara kolaboratif di dalam zonasi. Mulai dari ground checking,

pemetaan partisipastif, perancangan model, pengorganisasian petani, sampai pada proses penandatangan kesepakatan. Metode simulasi dan kunjungan lapang akan lebih banyak mewarnai dalam sesi ini. Akan ada 4 hari kegiatan dalam sesi ini

Kegiatan pelatihan akan dilaksanakan di Kampung Pendidikan Lingkungan-Cimande Bogor, sebuah training center yang dikembangkan oleh RMI. Dalam pelaksanaannya nanti manajer kampanye akan dibantu oleh tim panitia perwakilan dari lembaga RMI dan TNGHS.

37

(5)

Materi yang Dibutuhkan

Modul pelatihan yang bisa disadur dari bahan ajar Rare dengan pengembangan yang dilakukan oleh manajer kampanye. Disamping itu peralatan dan bahan memfasilitasi yang standar, seperti alat tulis kantor kantor, metaplan, kertas plano dan sebagainya.

Peralatan elektronik LCD dan film-film yang menggugah sebagai pengantar materi harus dikumpulkan sebelum pelaksanaan pelatihan dimulai. Kamera dan handycam sebagai alat dokumentasi proses, juga GPS dan computer untuk fasilitasi sesi materi pemetaan partisipatif.

Tabel 25 Kaleidoskop Pelatihan Memperkuat Pengelolaan Hutan Kolaboratif bagi Staf TNGHS

Alasan untuk kegiatan - Untuk mempertahankan tingkat kepercayaan petani kepada staf TNGHS, begitu pula untuk mempertahankan kepercayaan staf TNGHS kepada RMI

- Staf lapang TNGHS yang banyak berhubungan dengan masyarakat langsung perlu dibekali pengetahuan dan keahlian dalam memfasilitasi proses-proses yang lebih partisipatif dan bertanggung jawab menuju pengelolaan kawasan Hutan Halimun Salak yang Lestari.

Mitra, penjual atau prasyarat-prasyarat untuk kegiatan

Perijinan dari Kepala Balai TNGHS untuk stafnya mengikuti pelatihan

Dukungan dari kepala seksi TNGHS, Kepala Seksi Bogor, Kepala Seksi Lebak, dan Kepala Seksi Sukabumi Upaya evaluasi proses Pre test post test pelatihan

Sub kegiatan: Persiapan, yang tediri dari proses perijinan, perumusan kerangkan pelatihan bersama kepala balai, penyusunan modul, dan persiapan teknis lainnya

Kerangka waktu: 1 bulan kerja (Januari 2011)

Anggaran:

Persiapan – Rp 2.000.000

RACI:

R = Nani Saptariani (RMI) A = Istanto & Muayat C = Agus Mulyana I = seksi dan staf TN

Sub kegiatan : pelaksanaan 3 sesi pelatihan

Kerangka waktu : 3 bulan kerja (Februari-April 2011) Anggaran: Pelatihan Sesi 1 – Rp 35.000.000 Pelatiha Sesi 2 –Rp 35.000.000 Pelatihan Sesi 3 –Rp 50.000.000 RACI:

R = Nani Saptariani (RMI) A = Istanto & Muayat C = Agus Mulyana I= seksi dan staf TN Sub kegiatan : Pembuatan laporan Kerangka waktu : 1 bulan kerja (Mei

2011)

Anggaran:

Pembuatan laporan – Rp 3.000.000,-

RACI:

R = Nani Saptariani (RMI) A = Istanto & Muayat C = Agus Mulyana I= seksi dan staf TN

Setiap peserta akan digantikan biaya transportasinya dari ke lokasi pelatihan, juga akan diberikan uang saku selama kegiatan pelatihan. Sementara itu, pemantauan di lapangan sebagai RTL Sesi 2, akan dilakukan oleh manajer kamapanye dan RMI bersama-sama dengan Balai TNGHS

Kegiatan ini juga akan diupayakan bekerjasama dengan pihak donor lain yaitu Kemitraan. Lobi dan stimulan ide sudah disampaikan manajer kampanye dalam beberapa bulan terakhir dengan pihak Kemitraan. Jika tidak ada halangan TNGHS-Kemitraan_RMI bisa bekerjasama menggarap proses-proses peningkatan kapasitas staf TNGHS dalam mengelola kawasan secara lebih baik lagi. Untuk itu, proses diskusi dengan kepala balai juga akan menyangkut perkembangan ide kerjasama ini untuk jangka waktu yang lebih panjang.

(6)

Strategi 2. Pelatihan Memperkuat Pola Pertanian Kebun Hutan & Inisiasi Akses Pasar

Sasaran SMART:

1) Pada Mei 201138, akan ada 30 petani yang mengikui pelatihan meningkatkan hasil kebun dan menginisiasi akses pasar.

2) Pada Mei 2011, akan ada draft dokumen data proses inisiasi akreditasi produk kebun yang dikembangkan bersama-sama LEI

Deskripsi Kegiatan:

Kegiatan pelatihan dikemas dalam paket “Sekolah Lapang Rakyat-SLR” , yaitu pendekatan yang selama 2 tahun belakangan ini dikembangkan oleh RMI di kelompok-kelompok masyarakat di kawasan Hutan Halimun Salak-Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Lebak. Secara umum terdiri dari 3 materi utama dalam rangkaian sekolah lapang ini, yaitu materi umum terkait isu Kebijakan Kehutanan, Hak Asasi Manusia, Konsep dasar pengelolaan

hutan yang berkelanjutan-3 pilar ekonomi, ekologi, social. Semua materi dipandang dari perspektif keadilan gender. Materi kedua lebih mengantarkan keterampilan dalam mengelola kebun hutan secara berkelanjutan. Dalam materi ini akan diberikan teknik-teknik budidaya tananam keras (pohon buah dan

kayu),pilihan-pilihan teknik system agroforestry, dan analisis biaya pengelolaan kebun hutan yang lebih profesonal. Sedangkan materi ketiga, banyak

berbicara tentang eskalasi kegiatan, pengembangan jaringan termasuk akses kepada pasar.

Akan ada minimal 30 petani anggota kelompok yang mengikuti pelatihan ini. Pola-pola kerjasama dengan lembaga lain sudah mulai dirintis sejak awal penyusunan kerangka pelatihan. Beberapa mitra potensial yang akan dilibatkan selain pihak TNGHS antara lain Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Dimana kerjasama dengan LEI akan lebih memberikan pencerahan dan peluang pada akreditasi produk kebun hutan yang lebih pro rakyat dan pro lingkungan. Jika hasil kebun hutan yang dikelola masyarakat sudah mendapatkan akreditas ini (minimal dari lembaga LEI), hal ini akan memudahkan posisi tawar pada akses dan peluang pasar yang lebih baik. Namun demikian, berkaca pada pengalaman sebelumnya di lembaga atau lokasi lain yang sudha berporses dengan LEI, dimana pross akreditasi ini akan membutuhkan curahan waktu dan perhatian yang cukup lama, juga membutuhkan dukungan dana yang cukup besar, maka sebagai tahap awal, kerjasama dengan LEI lebih pada pencerahan dan stimulan awal kepada petani tentang peluang-peluang yang bisa ditempuh dimasa yang akan datang.

Kegiatan yang akan dilaksanakan pada strategi ini adalah:

§ Persiapan : yang meliputi teknis perijinan, penyusunan dan perbaikan kerangka pelatihan, dan penyusunan modul dan bahan ajar

§ SLR I : Materi umum kebijakan kehutann, HAM, prinsip dasar pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang lestari dengan perspektif adil gender . Dilaksanakan dalam 3 hari pelatihan

§ SLR II : Peningkatan keterampilan mengelola kebun dan analisis biaya pengoptimalan kebun. Dilaksanakan dalam 3 hari pelatihan § SLR III ; Berjaringan dan inisiasi pilihan membuka pasar. Dilaksanakan dalam 4 hari pelatihan

§ Pembuatan laporan

Materi yang Dibutuhkan

Modul pelatihan yang bisa disadur dari bahan ajar Rare dan dikombinasikan dengan moel SLR yang sudah dikembangkan oleh RMI. Di samping itu peralatan dan bahan memfasilitasi yang standar, seperti alat tulis kantor kantor, metaplan, kertas plano dan sebagainya.

38

(7)

Peralatan elektronik LCD dan film-film yang menggugah sebagai pengantar materi harus dikumpulkan sebelum pelaksanaan pelatihan dimulai. Kamera dan handycam sebagai alat dokumentasi proses, computer untuk fasilitasi sesi materi analisis biaya pengelolaan kebun hutan.

Tabel 26 Kaleidoskop Pelatihan Memperkuat Pola Pertanian Kebun Hutan & Inisiasi Akses Pasar

Alasan untuk kegiatan - Untuk mempertahankan petani tidak memperluas lahan garapan ke dalam kawasan hutan, yaitu dengan mengoptimalkan lahan darapan yang ada saat ini

- Petani perlu dibekali pengetahuan dan keahlian teknis terkait pengelolaan kebun hutan agar kebun-kebun mereka memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi

- Agar petani bisa mengembangkan kerjasama yang produktif dan positif (alternative akses pasar)dalam meningkatkan nilai ekonomis kebun garapan mereka.

Mitra, penjual atau prasyarat-prasyarat untuk kegiatan

- Kelompok tani

- Direktorat Pemberdayaan Masyarakat-RMI - LEI,

- ICRAF /CIFOR

Upaya evaluasi proses - Pre test post test pelatihan

- Data penjualan hasil pertanian dari area KDTK & K2LPR, baik dari segi jumlahnya maupun informasi dipasarkan kemana saja. Dokumen data inisiasi proses akreditasi produk kebun rakyat bersama LEI.

Sub kegiatannya: Persiapan, yang tediri dari proses perijinan,

perumusan kerangkan pelatihan, penyusunan modul, dan persiapan teknis lainnya

Kerangka waktu: 1 bulan kerja (Januari 2011)

Anggaran:

Persiapan – Rp 2.000.000

RACI:

R = Nani Saptariani (RMI) A = Muayat

C = LEI

I = kelompok tani

Sub kegiatan : pelaksanaan 3 kali SLR,

Kerangka waktu : 3 bulan kerja (Februari-April 2011) Anggaran: SLR 1 – Rp 25.000.000 SLR 2 –Rp 25.000.000 SLR 3 –Rp 40.000.000 RACI:

R = Nani Saptariani (RMI) A = Muayat

C = LEI

I = kelompok tani

Sub kegiatan : Pembuatan laporan Kerangka waktu : 1 bulan kerja (Mei 2011)

Anggaran:

Pembuatan laporan – Rp 3.000.000,-

RACI:

R = Nani Saptariani (RMI) A = Muayat

C = LEI

I = kelompok tani

Setiap peserta akan digantikan biaya transportasinya dari ke lokasi pelatihan, juga akan diberikan uang saku selama kegiatan pelatihan. Lokasi pelatihan bisa di salah satu kampung di desa target (Ds. Malasari, Ds. Cisarua, atau Ds. Kiarasari) atau di lokasi lain. Kampung Pendidikan Lingkungan juga bisa menjadi tempat alternatif untuk kegiatan SLR ini. Pelatihan juga akan menghadirkan beberapa narasumber yang relafan.

(8)

Kesimpulan

Tahap pertama kampanye berfungsi sebagai dasar untuk mengembalikan habitat Elang Jawa melalui pengelolaan Hutan Halimun Salak secara kolaboratif. Kerja-kerja kampanye dan penyingkir halangan telah berhasil mendorong adanya kesepakatan pengelolaan hutan secara kolaboratif seluas 395,8 ha. Kesepakatan ini merupakan kesepakatan antara petani dengan TNGHS yang memungkinkan petani bisa memanfaatkan hasil kayu dari pohon yang mereka tanam. Kesepakatan ini merupakan kesepakatan yang pertama kali ada di antara model-model pengelolaan hutan kolaboratif lainnya di Kawasan Hutan Halimun Salak. Perubahan prilaku yang terjadi di kalangan petani, yang saat ini sudah mulai percaya dan mau berkerjasama dengan pihak TNGHS perlu dipupuk terus. Terlebih dari proses kampanye terungkap permintaan secara lisan dari pihak staf TNGHS untuk difasilitasi juga dalam hal peningkatan kapasitas, khususnya untuk memfasilitasi proses-proses pengembangan model pengelolaan hutan kolaboratif secara partisipastif. Untuk itu, bersamaan dengan mengevaluasi dan memonitoring pelaksanaan kesepatakan yang sudah ditadatangani, kegiatan peningkatan kapasitas baik baik staf TNGHS maupun untuk petani perlu mendapatkan dukungan.

Daftar Pustaka

_______, 2001. Kecamatan Nanggung Dalam Angka. Bapeda Kabupaten Bogor _______, 2007. Sensus Ekonomi Desa tahun 2006-2007. Monografi Desa Malasari

_______, 2009. M3U3_Rare_Rancangan Media & Implementasi. Rare _______, 2009. M3U2_Rare_Membangun Kemitraan. Rare

www.bussinessdictionary.com

Gambar

Tabel 25  Kaleidoskop Pelatihan Memperkuat Pengelolaan Hutan Kolaboratif bagi Staf TNGHS
Tabel 26  Kaleidoskop Pelatihan Memperkuat Pola Pertanian Kebun Hutan & Inisiasi Akses Pasar

Referensi

Dokumen terkait