• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARADIGMA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PARADIGMA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Contents lists available at Jurnal IJS

(Indonesia Jurnal Sakinah) Jurnal Pendidikan dan Sosial Islam

ISSN: 2337-6740 (Print)

Journal homepage: http://www.jurnal.stitnu-sadhar.ac.id

PARADIGMA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA

Elvi Syoviana, M.A1

1 Dosen Stitnu Sakinah Dharmasraya

Article Info ABSTRACT

Article history: Received Aug 27th, 2019 Revised Sept 10 th, 2019 Accepted Sept 26th, 2019

Islamic education as "the set-up process of the young generation to fill the role of moving knowledge and Islamic values are aligned with the human function for charity in the world and picking the result in the afterlife. In Arabic there are three terms used to denote the meaning of education al-tarbiyah al-ta'lim and al-ta'dib. Awareness and strong desire of the Government and the people of Indonesia to improve the education system is the most important thing is to realize that Indonesia's intellectual education can change all the systems that are in Indonesia. Now the nation of Indonesia living in the era of globalization and the Reformation era it was much different from the circumstances in the past. All changes that occur from the time this now affects all systems of education in Indonesia. All components of the system of education which has been owned by different components of the education in the past. Accordingly, Thus, all educational institutions from the most basic level to the College must follow all the process change from time to time to maintain the existence in the world of education and contribute to the preparation of the future a better nation. With reference to the various references uptodate education, as well as with a fixed based on the spirit of Islamic teachings as contained in the Qur'an and as-Sunnah. Keyword: Islamic Qur'an As-Sunnah Fourth keyword Fifth keyword Corresponding Author: Elvi Syoviana, M.A,

Email: elvisyiviana@gmail.com Pendahuluan

Allah telah memberikan keistimewaan kepada makhluknya manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Keistimewaan pertama pada kepemilikan ilmu, akal, kemauan, ikhtiar, dan kemampuan membedakan antara yang baik dan buruk. Keistimewaan kedua terletak pada asal-usulnya. Manusia diciptakan dari, tanah, darah, dan daging. Sebagai implikasinya, manusia memiliki syahwat, naluri, serta hal-hal yang muncul dari naluri tersebut. Selanjutnya Kesatuan wujud manusia antara pisik dan psikis serta didukung oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-taqwin dan penempatan manusia pada posisi yang strategis yaitu sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah dimuka bumi.1

Sesungguhnya Allah telah memadukan dua keistimewaan manusia tersebut dengan sifat-sifat manusia yang berlawanan. Allah telah memberikan kemampuan kepada manusia untuk memilih kebaikan atau keburukan. Untuk mengimbangi kekurangan manusia, Allah telah menganugrahkan manusia dengan agama dan akal sehingga manusia tidak terjerumus

kegiatan yang sesat. Oleh karena itu dalam menjalani

kehidupan ini kita harus dibekali dengan ilmu pendidikan agama.

Sejak manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, sejak itulah timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan.

Oleh karena itu, dalam sejarah terhadap pertumbuhan masyarakat pendidikan senantiasa menjadi perhatiaan yang utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi sejalan dengan tuntutan masyarakat.

(2)

51 hal – hal yang bersifat survival (pertahanan hidup terhadap ancaman alam sekitar), sampai pada bentuk pendidikan yang sarat dengan metode, tujuan, serta model pendidikan yang sesuai dengan masyarakat pada saat ini.

Dalam perjalanan hidupnya, umat manusia senantiasa dihadapkan kepada pengalaman-pengalaman peristiwa alamiah yang ada di sekitarnya. Pengalaman-pengalaman lahir ini merupakan sejarah hidupnya yang mengesankan dan. kemudian menghidupkan serta menjadi pengalaman batinnya sebagai alat pendorong untuk mengadakan perubahan-perubahan bagi kepentingan hidup dan kehidupannya Perkembangan hidupnya ini tidak terlepas dari proses pembentukan pribadi yang diwariskan berkesinambungan kepada generasi berikutnya. Dengan kelompoknya atau dengan masyarakatnya, mereka akan saling memberi pengaruh dalam kehidupan bersama hubungan pengaruh yang terjadi dalam suasana tata kemasyarakatan akan membentuk suatu corak dan bentuk tertentu dan kebudayaan dan peradaban, yang sejalan dengan segi pandangan hidup kemanusiaan atau falsafah hidupnya yang menggambarkan tingkat kehidupan kerohanian yang telah dicapainya.

Proses perjalanan dan pembinaan serta pertumbuhan kebudayaan dan peradaban suatu masyarakat tidak selalu menggembirakan, tetapi sering pula terjadi hal-hal yang menyebabkan hambatan-hambatan atau sama sekali terhenti dan menyebabkan kemunduran dibanding dengan apa yang telah dicapai di. masa-masa silamnya.

Sejarah Pendidikan Islam dimulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia yang oleh sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa awal mula masuknya di pulau Suamtera bagian utara di daerah Aceh. Artinya, sejarah pendidikan Islam sama tuanya dengan masuknya agama Islam ke Indonesia. Hal ini disebabkan karena pemeluk agama baru tersebut sudah tentu ingin mempelajari dan mengetahui lebih dalam tentang ajaran-ajaran Islam. Ingin pandai sholat, berdoa dan membaca al-Quran yang menyebabkan timbulnya proses belajar, meskipun dalam pengertian yang amat sederhana. Dari sinilah mulai timbul pendidikan Islam, dimana pada mulanya mereka belajar di rumah-rumah, langgar/surau, mesjid kemudian berkembang menjadi pondok pesantren. Setelah itu baru timbul sistem madrasah yang teratur sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.

Kendatipun pendidikan Islam dimulai sejak pertama Islam itu sendiri menancapkan dirinya di kepulauan nusantara, namun secara pasti tidak dapat diketahui bagaimana cara pendidikan pada masa permulaan Islam di Indonesia, seperti tentang buku yang dipakai, pengelolanya dan

sistemnya. Ini

disebabkan karena bahan-bahan rujukannya sangat terbatas. Yang dapat dipastikan hanyalah pendidikan Islam pada waktu itu telah ada, tetapi dalam bentuk yang sangat sederhana.

Metode

Adapun metode penulisan yang penulis gunakan dalam penulisan jurnal ini adalah pendekatan kepustakaan, merujuk ke buku-buku yang relevan dengan judul yang penulis tuangkan serta melakukan analisis deskriptif dan mensinkronisasikan teori dengan realitas. Semoga karya ilmiah ini dapat menambah wawasan sebuah paradigma pendidikan agama Islam.

Hasil dan Pembahasan

Pengertian Pendidikan Agama Islam

Dalam Islam, istilah pendidikan diyakini berasal dari bahasa Arab yaitu tarbiyah yang berbeda dengan kata ta’lîm yang berarti pengajaran atau teaching dalam bahasa Inggris. Kedua istilah (tarbiyah dan ta’lîm) berbeda pula dengan istilah ta’dzîb yang berarti pembentukan tindakan atau tatakrama yang sasarannya manusia.3

Walaupun belum ada kesepakatan di antara para ahli, dalam kajian ini yang dimaksud pendidikan Islam adalah al-tarbiyah, istilah bahasa Arab yang menurut penulis dapat meliputi kedua istilah di atas. Hal yang sama

2Arifin, ilmu pendidikan islam tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan interdisipliner ,edisi revisi

(Jakarta : Bumi Aksara,2008), hlm. 1

(3)

Contents lists available at Jurnal IJS

(Indonesia Jurnal Sakinah) Jurnal Pendidikan dan Sosial Islam

ISSN: 2337-6740 (Print)

Journal homepage: http://www.jurnal.stitnu-sadhar.ac.id

dikemukakan oleh Azyumardi Azra bahwa pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inhern dalam konotasi istilah tarbiyah, ta’lîm dan ta’dzîb yang harus dipahami secara bersama-sama.4

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.5

Pada masa sekarang ini istilah yang paling populer dipakai orang adalah “tarbiah” karena menurut M. Athiyyah al-Abrasyi term yang mencakup keseluruhan kegiatan pendidikan tarbiyah merupakan upaya yang mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna etika, sistematis dalam berfikir, memiliki ketajaman intuisi, giat dalam berkreasi, memiliki toleransi pada yang lain berkompetensi dalam mengungkapkan bahasa lisan dan tulisan, serta memiliki beberapa keterampilan, sedangkan istilah yang lain merupakan bagian dari kegiatan tarbiyah. Dengan demikian maka istilah pendidikan islam disebut tarbiyah islamiyah.6

Kata pendidikan berasal dari kata didik yang berarti menjaga, dan meningkatkan. (Webster’s Third Dictionary), yang dapat didefinisikan sebagai berikut :

a. Mengembangkan dan memberikan bantuan untuk berbagai tingkat pertumbuhan atau mengembangkan pengetahuan, kebijaksanaan, kualitas jiwa, kesehatan fisik dan kompetensi.

b. Memberikan pelatihan formal dan praktek yang di supervisi. c. Menyediakan informasi.

d. Meningkatkan dan memperbaiki.7

Pendidikan agama Islam adalah upaya yang sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran Islam, dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.8

Pendidikan agama Islam adalah upaya dasar terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan agama islam dari sumber utamanya kitab suci alquran dan hadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengamalan. Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam masyarakat hingga terwujudnya kesatuan dan persatuan bangsa.9

Dari pemaparan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan Islam berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan sarana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara sesuai dengan ajaran Islam.10

Rumusan ini sesuai dengan pendapat Endang Saefudin Anshari yang dikutip Azra bahwa pendidikan Islam adalah proses bimbingan oleh pendidik terhadap perkembangan fisik dan psikis siswa dengan bahan-bahan

4Ibid .hlm. 68

5Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 6 Ramayulis, Op.,Cit., hal. 15-16

7Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama islam di Sekolah, (Bandung:

PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 29-30

8Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 130

9Saleh, Abdul Rachman.Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi, dan Aksi, (Jakarta: PT Maries.1999) hlm.

10

10Imam Barnadib, Sistem Pendidikan Nasional Menurut Konsep Islam dalam ”Islam dan Pendidikan Nasional”

(4)

53 berlangsung di atas hukum alam yang ditetapkan oleh Allah sebagai “sunnatullah

Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmani juga harus berlangsung secara bertahap oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan dan pertumbuhan dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar atau kegiatan yang disengaja dilakukan untuk membimbing sekaligus mengarahkan anak didik

menuju terbentuknya pribadi yang utama (insan kamil) berdasarkan nilai-nilai etika islam dengan tetap

memelihara hubungan baik terhadap Allah SWT (hablumminallah) sesama manusia (hablumminannas), dirinya

sendiri dan alam sekitarnya.

Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang teori-teorinya disusun berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.12 Pada

awal kemerdekaan pendidikan islam dianggap sebagai musuh oleh kaum penjajah. Sebab, pendidikan Islam kerap mengajarkan melawan akan kebatilan yang dilakukan oleh para penajajah. Kini pendidikan islam berkembang subur, laksana rumput ditanah yang luas tersiram air hujan. Tumbuh tiada terbendung.

Kemajuan dari pendidikan Islam di Indonesia dapat kita lihat dari; semakin luasnya persebaran pondok pesantren, yang merupakan basis penyebaran islam di Indonesia. Sebutan pesantren hanya dipakai di pulau Jawa. Sementara di daerah lain, istilah ‘pesantren’ untuk di Aceh dikenal dengan sebutan dayah, di padang dengan istilah surau.Dari sinilah mulai timbul pendidikan Islam, dimana pada mulanya mereka belajar di rumah-rumah, langgar/surau, mesjid kemudian berkembang menjadi pondok pesantren. Setelah itu baru timbul sistem madrasah yang teratur sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.

Disamping pesantren, lembaga formal pendidikan islam-pun, mulai banyak bermunculan di Indonesia. Dari mulai; Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Perguruan Tinggi Islam. Walupun dari segi kuantitas banyak. Akan tetapi, kalau kita melihat dari segi kualitas belum tentu sebanyak jumlahnya.

Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam.

Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tempat tegaknya sesuatu. Dalam hubungannya dengan Pendidikan Agama Islam, dasar-dasar itu merupakan pegangan untuk memperkokoh nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Adapun yang menjadi dasar dari Pendidikan Agama Islam adalah Al-Qur’an yang merupakan kitab suci bagi kita umat Islam yang tentunya terpelihara keasliannya dari tangan-tangan yang tak bertanggung jawab dan tidak ada keraguan di dalamnya, sebagaimana Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an yaitu surat Al-Baqarah ayat 2.

Artinya : Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.

Serta al-Hadits yang

merupakan sabda Nabi Muhammad SAW. Selain dari dua dasar yang

paling utama tersebut, masih ada dasar yang lain dalam negara kita khususnya seperti yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 29 ayat 1 dan 2. Ayat 1 berbunyi, Negara berdasarkan azas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat 2 berbunyi, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing.

Dalam pasal ini kebebasan memeluk agama dan kebebasan beribadah menurut agama yang dianutnya bagi warga Indonesia telah mendapat jaminan dari pemerintah dan hal ini sejalan dengan Pendidikan Agama Islam dan hal-hal yang terdapat di dalamnya.

11Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru (Jakarta: Logos Wacana

Ilmu, 1999), hlm. 65

(5)

Contents lists available at Jurnal IJS

(Indonesia Jurnal Sakinah) Jurnal Pendidikan dan Sosial Islam

ISSN: 2337-6740 (Print)

Journal homepage: http://www.jurnal.stitnu-sadhar.ac.id

Pendidikan Agama Islam mempunyai fungsi sebagai media untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT, serta sebagai wahana pengembangan sikap keagamaan dengan mengamalkan apa yang telah didapat dari proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

Dari pendapat diatas dapat diambil beberapa hal tentang fungsi dari Pendidikan Agama Islam yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Allah yang ditanamkan dalam lingkup pendidikan keluarga.

b. Pengajaran, yaitu untuk menyampaikan pengetahuan keagamaan yang fungsional

c.

Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun lingkungan sosial dan dapat ber sosialisasi dengan lingkungannya sesuai dengan

ajaran Islam.

d.

Pembiasaan, yaitu melatih siswa untuk selalu mengamalkan ajaran Islam, menjalankan

ibadah dan berbuat baik. Di samping fungsi-fungsi yang tersebut diatas, hal yang sangat

perlu diingat bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup bagi peserta didik untuk mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat selain itu Pendidikan Islam juga mempunyai fungsi secara umum yaitu :Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang, peranan ini berkaitan dengan kelanjutan hidup (survival) masyarakat sendiri.

e. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan tersebut dari generasi tua ke generasi muda.

f. Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelangsungan hidup suatu masyarakat dan peradaban, dengan kata lain, nilai-nilai keutuhan dan kesatuan suatu masyarakat, tidak akan terpelihara yang akhirnya menyebabkan kehancuran masyarakat itu sendiri. Adapun nilai-nilai yang dipindahkan ialah nilai-nilai yang diambil dari 5 sumber, yaitu : Al-Qur’an, Sunah Nabi, Qiyas, Kemaslahatan umum, dan kesepakatan atau Ijma’ ulama, dan cendekiawan Islam yang dianggap sesuai dengan sumber dasar, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

g. Mendidik anak agar beramal di dunia ini untuk memetik hasilnya di akhirat.

Jika kita cermati dari arti dan tujuan Pendidikan Agama Islam di atas maka, tentunya dapat diketahui bahwa pendidikan Agama Islam tidak dapat dihayati dan diamalkan kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan.

Nabi telah mengajarkan untuk beriman dan beramal serta berakhlak baik sesuai dengan ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari satu segi, kita dapat melihat bahwa Pendidikan Agama Islam itu lebih banyak ditujukan pada perbaikan sikap mental yang akan berwujud dalam amal perbuatan, baik dalam segi keperluan diri sendiri maupun orang lain, pada segi lainnya, Pendidikan Agama Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis, Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan amal dan pendidikan iman, dan karena isi dari Pendidikan Agama Islam adalah tentang sikap dan tingkah laku pribadi di masyarakat, maka Pendidikan Agama Islam bukan hanya pendidikan yang berlaku secara individu saja tetapi juga menjadi pendidikan masyarakat.

Peran Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama islam di sekolah umum harus berperan sebagai pendukung tujuan umum pendidikan nasional. Hal itu disebutkan dalam rumusan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional.

Adapun penjabaran rumusan fungsi pendidikan nasional yang juga merupakan tujuan pendidikan agama Islam, maka pendidikan agama islam harus berperan sebagai berikut:

1. Membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka membangun manusia seutuhnya dan masyarak Indonesia seluruhnya, maka pendidikan agama berperan yaitu dalam aspek individu (untuk

(6)

55 seimbang antara kekuatan intelektual dan kekuatan spiritual yang secara langsung termanifestasikan dalam bentuk akhlak mulia.

4. Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, maksudnya adalah perwujudan dari iman dan takwa itu dimanifestasikan dalam bentuk kecintaan terhadap tanah air.

Sedangkan dalam Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan ketiga hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam juga identik dengan aspek-aspek Pendidikan Agama Islam karena materi yang terkandung didalamnya merupakan perpaduan yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

Apabila dilihat dari segi pembahasannya maka ruang lingkup Pendidikan Agama Islam yang umum dilaksanakan di sekolah adalah :

a. Ilmu Tauhid / Keimanan. b. Ilmu Fiqih.

c. Al-Qur‟an. d. Al-Hadist.

e. Akhlak dan Tarikh Islam.13

PAI Sebagai Sistem Pendidikan Dan Mata Pelajaran

Sebagai mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah baik yang umum maupun yang khusus, Pendidikan Agama Islam mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan pelajaran lainnya.

Pendidikan Islam telah merujuk pada aturan-aturan yang sudah pasti. Pendidikan Agama Islam mengikuti aturan atau garis-garis yang sudah jelas dan pasti serta tidak dapat ditolak dan ditawar. Aturan itu adalah al-Quran dan al-Hadits. Pendidikan pada umumnya bersifat netral, artinya pengetahuan itu diajarkan sebagai mana adanya dan terserh kepada manusia yang hendak mengarahkan pengetahuan itu. Ia hanya mengajarkan, tetapi tidak memberikan petunjuk kea rah mana dan bagaimana memberlakukan pendidikan itu.

Pengajaran umum mengajarkan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang bersifat relative, sehingga tidak bisa diramalkan ke arah mana pengetahuan keterampilan dan nilai itu digunakan, disertai dengan sikap yang tidak konsisten karena terperangkap oleh. perhitungan untung rugi, sedangkan Pendidikan Agama Islam memiliki arah dan tujuan yang jelas, tidak seperti pendidikan umum.

Pendidikan Agama Islam selalu mempertimbangkan dua sisi kehidupan duniawi dan ukhrawi dalam setiap langkah dan geraknya. dalam Pendidikan Agama Islam seperti diibaratkan mata uang yang mempunyai dua sisi, pertama; sisi keagamaan yang menjadi pokok dalam substansi ajaran yang akan dipelajari, kedua; sisi pengetahuan berisikan hal-hal yang

mungkin umum dapat di indera dan diakali,

berbentuk pengalaman faktual maupun pengalaman pikir.14

Sisi pertama lebih menekankan pada kehidupan dunia sedangkan sisi kedua lebih cenderung menekankan pada kehidupan akhirat namun, kedua sisi ini tidak dapat dipisahkan karena terdapat hubungan sebab akibat, oleh karena itu, kedua sisi ini selalu diperhatikan dalam setiap gerak dan

usahanya, karena memang

Pendidikan Agama Islam mengacu kepada kehidupan dunia dan akhirat.

Pendidikan Agama Islam bermisikan pembentukan akhlakul karimah. Pendidikan Agama Islam selalu menekankan pada pembentukan akhlakul karimah, hati nurani untuk selalu berbuat baik dan bersikap dalam kehidupan sesuai dengan norma-norma yang berlaku, tidak menyalahi aturan dan berpegang teguh pada dasar Agama Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits.

Pendidikan Agama Islam diyakini sebagai dakwah atau misi suci. Pada umumnya, manusia khususnya kaum muslimin berkeyakinan bahwa penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam merupakan bagian dari

13Zuhairini dan Abdul Ghafir, 2004. Metodologi Pendidikan Agama Islam. (Malang: UM Press. 2004) hal. 48 14Muhaimin, MA. et. al, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah,

(7)

Contents lists available at Jurnal IJS

(Indonesia Jurnal Sakinah) Jurnal Pendidikan dan Sosial Islam

ISSN: 2337-6740 (Print)

Journal homepage: http://www.jurnal.stitnu-sadhar.ac.id

dakwah, oleh karena itu mereka menganggapnya sebagai misi suci. Karena itu dengan menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam berarti pula menegakkan agama, yang tentunya bernilai suatu kebaikan di sisi Allah.

Pendidikan Agama Islam bermotifkan ibadah Sejalan dengan hal yang dijelaskan pada sebelumnya maka kiprah Pendidikan Agama Islam merupakan ibadah yang akan mendapatkan pahala dari Allah, dari segi mengajar, pekerjaan itu terpuji karena merupakan tugas yang mulia, disamping tugas itu sebagai amal jariah, yaitu amal yang terus berlangsung hingga yang bersangkutan meninggal dunia, dengan ketentuan ilmu yang diajarkan itu diamalkan oleh peserta didik ataupun ilmu itu diajarkan secara berantai kepada orang lain.

Problematika Pendidikan Agama Islam

Berbagai hasil penelitian tentang problematika PAI di sekolah selama ini, ditemukan salah satu faktornya adalah karena pelaksanaan pendidikan agama cenderung lebih banyak digarap dari sisi-sisi pengajaran atau didaktik-metodiknya. Guru-guru PAI sering kali hanya diajak membicarakan persoalan proses belajar mengajar, sehingga tenggelam dalam persoalan teknis-mekanis semata. Sementara itu persoalan yang lebih mendasar yaitu yang berhubungan dengan aspek pedagogisnya, kurang banyak disentuh. Padahal, fungsi utama pendidikan agama di sekolah adalah memberikan landasan yang mampu menggugah kesadaran dan mendorong peserta didik melakukan perbuatan yang mendukung pembentukan pribadi beragama yang kuat.

Tiga hal menurut Hidayat yang bisa dikemukakan untuk membuktikan kekurang-tepatan orientasi pendidikan dimaksud, yaitu:

a. Pendidikan agama saat ini lebih berorientasi pada belajar tentang agama.

b. Tidak tertibnya penyusunan dan pemilihan materi-materi pendidikan agama sehingga sering ditemukan hal-hal yang prinsipil yang seharusnya dipelajari lebih awal, justru terlewatkan, misalnya pelajaran keimanan/tauhid.

c. Kurangnya penjelasan yang luas dan mendalam atas istilah-istilah kunci dan pokok dalam ajaran agama sehingga sering ditemukan penjelasan yang sudah sangat jauh dan berbeda dari makna, spirit dan konteksnya.

Dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam khususnya di sekolah, banyak sekali muncul problematika-problematika. Berbagai problematika yang muncul, bisa berkenaan dengan masalah yang bersifat internal, maupun eksternal. Yang berkaitan dengan internal sekolah, misalnya guru yang belum berkompeten, maupun sarana prasarana yang tidak mendukung.

Sedangkan permasalahan dari eksternal, bisa datang dari kurangnya dukungan masyarakat (orang tua murid), ataupun kurangnya dukungan dari pemerintah daerah setempat.

Untuk mewujudkan keberhasilan pendidikan agama Islam, maka tidak bisa dilepaskan dari adanya kerjasama yang baik antar sekolah, keluarga dan masyarakat dikembangkan dengan menekankan keterpaduan antara tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyrakat. Untuk itu guru agama perlu mendorong dan memantau kegiatan pendidikan agama islam yang dialami oleh peserta didik di dua lingkungan pendidikan lainnya (keluarga dan masyarakat), sehingga terwujud keselarasan dan kesatuan tindak dalam pembinaannnya. Demikian pula sebaliknya, keluarga dan masyarakat perlu ikut memonitor kegiatan pendidikan agama Islam di Sekolah. Oleh karena itu, hubungan kerjasama yang baik antara sekolah (GPAI) dengan orang tua/wali muriddan pemuka agama (masyarakat) perlu diupayakan dan dikembangkan melalui suatu mekanisme yang lebih baik.

Bagaimana operasionalnya ? Mungkin dengan mengembangkan pendidikan agama Islam dalam kegiatan ko-kurikuler dan ekstra kurikuler atau pendidikan agama Islam luar sekolah yang bersifat mengikat terhadap peserta didik tersebut.

Konsisten dengan berbagai fungsi pendidikan agama Islam itu sendiri, yakni sebagai pengembangan, penyaluran, perbaikan, pencegahan, penyesuaian, sumber nilai, dan pengajaran, maka dengan porsi jam pelajaran pendidikan agama Islam sebagaimana yang ada, baik di SD, SLTP dan SMU maupun di MI, MTs, dan MA, dirasa belum cukup untuk mampu mencapai tujuan pendidikan agama Islam sebagaimana yang tertuang di dalam GBPP mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kurikulum 1994.

(8)

57 Kegiatan kerjasama itu patut diterapkan di sekolah, mengingat orang tua atau masyarakat sudah mulai menyadari akan pentingnya pendidikan agama bagi anak-anaknya, disebabkan munculnya gejolak fenomena sosial yang kurang menguntungkan, yaitu dengan adanya krisis moral, krisis spiritual yang terjadi di kalangan anak-anak muda dean orang dewasa di masyarakat sebagai dampak negatif dari proyek modernisasi dan kemajuan iptek. Karena itu sebagian orang tua mulai memikirkan sejak dini tentang bagaimana nasib anaknya jika sampai terjerumus dalam tindakan-tindakan brutal, amoral dan sebagainya di masa depan.

Keterpaduan pembelajaran pendidikan agama Islam dapat dilakukan dalam tiga bentuk kegiatan sekaligus, yaitu : (1) keterpaduan proses; (2) keterpaduan materi; dan (3) keterpaduan penyelenggaraan.

Keterpaduan proses, ialah keterpaduan antara tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Bentuk-bentuk inisiatif guru pendidikan agama Islam dan kepala sekolah untuk mendorong tiga lingkungan pendidikan tersebut diantaranya adalah penyususnan perarturan sekolah dengan melibatkan orang tua, pertemuan orang tua murid, buku buku penghubung, konsultasi perkembangan murid kepada orang tua, acara khataman Al-Qur'an bersama, kegiatan hari besar Islam, kunjungan keluarga yang terkena musibah, ceramah, seminar, sarasehan dan kegiatan-kegiatan bersama.

Faktor ekternal dalam problematika pendidikan PAI

1. Peserta Didik

Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.Disisi lain, pendidikan itu berfungsi membentuk kepribadian anak, mengembangkan agar mereka

percaya diri dan menggapai kemerdekaan

kepribadian, pendidikan itu bergerak untuk mewujudkan perkembangan yang sempurna dan

mempersiapkannya dalam kehidupan, membantu untuk berinteraksi sosial yang positif di

masyarakat, menumbuhkan kekuatan dan kemampuan dan memberikan sesuatu yang

dimilikinya semaksimal mungkin. Juga menimbulkan kekuatan atau ruh kreativitas, pencerahan dan transparansi serta pembahasan atau analisis di dalamnya.

Peserta didik merupakan ukuran dari keberhasilan suatu pendidikan. Masyarakat selalu menilai keberhasilan pendidikan dari output yang berasal dari siswa. Problematika yang muncul drai peserta didik adalah umumnya siswa yang telah belajar selama 12 tahun (SD, SMP, dan SMA), yang mana mata pelajaran agama hanya diajarkan dua jam saja dalam satu minggu, masih banyak yang belum bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, tidak menjalankan kewajiban sholat secra rutin, tidak beribadah puasa di bulan Ramadhan, dan yang paling penting adalah kurang bisa berprilaku secara benar.15

Peserta didik dalam suatu lembaga pendidikan tentu berasal dari latar belakang kehidupan beragama yang berbeda-beda. Ada siswa yang berasal dari keluarga yang taat beragama, namun ada juga yang berasal dari keluarga yang kurang taat beragama, dan bahkan ada yang berasal dari keluarga yang tidak peduli dengan agama. Bagi anak didik yang berasal dari keluarga yang kurang taat atau tidak peduli terhadap agama, perlu perhatian yang serius. Sebab jika tidak, maka anak didik tidak akan peduli terhadap pendidikan agama, lebih parah lagi mereka menganggap remeh pendidikan agama. Sikap ini akan sangat berbahaya, meskipun demikian, tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik seperti; minat belajar, keluarga, lingkungan, dan lain sebagainya.

Diantara problematika pendidikan PAI yang berhubungan dengan peserta didik adalah : (1) rendahnya minat peserta didik untuk memahami ilmu-ilmu agama Islam, (2) rendahnya minat dan kemampuan peserta didik untuk bisa membaca dan memahami Al-Qur’an, (3) peserta didik belum memiliki dasar keimanan dan ketakwaan yang kuat, sehingga mudah untuk terbawa arus, (4) semakin banyak peserta didik yang berprilaku

15 Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam;Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen, Kelembagaan, Kurikulum Hingga Strategi Pembelajaran, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2009), hal. 242

(9)

Contents lists available at Jurnal IJS

(Indonesia Jurnal Sakinah) Jurnal Pendidikan dan Sosial Islam

ISSN: 2337-6740 (Print)

Journal homepage: http://www.jurnal.stitnu-sadhar.ac.id

menyimpang dari moral agama, pergaulan bebas semakin meningkat, (5) peserta didik terbiasa dengan narkoba, kekerasan, dan tindak anarkis.16

Masalah yang paling memprihatinkan adalah tentang etika dan akhlaq siswa. Karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dari Swiss, yang telah melakukan penelitian di sebelas negara tentang faktor-faktor yang meletarbelakangi menurunya ekonomi bangsa. Menurutnya, diantara faktor-faktor yang paling mempengaruhi adalah akhlaq.17

Akhlaq seakan-akan menjadi acuan keberhasilan pendidikan agama Islam, terutama pendidikan di tingkat SD/MI. Pendidikan dasar akan sangat berimplikasi pada masa depan seseorang, maka dari itu, tidak mengejutkan ketika Gunar Mirdal menyimpulkan sebagaimana di atas. Sebagai contoh, anak yang sejak kecil dibiasakan untuk diberi imbalan ketika melakukan kebaikan, maka hal ini akan terus dia amalkan, sehigga semakin banyak usianya, maka semakin banyak imbalan yang dia minta, hal ini yang menyebabkan korupsi semakin tumbuh segar.

2. Guru/Pendidik

Peran guru sangat penting dalam proses pendidikan. Bahkan ada lelucon yang mengatakan andaikan pak Mendiknas dan Kabid Mapenda tidak masuk kantor, sedangkan guru tetap masuk dan mengajar, maka pendidikan akan tetap berjalan, akan tetapi ketika pak Mendiknas dan Kabid Mapenda masuk kantor sedangak guru tidak masuk, maka KBM tidak berjalan dengan baik.18

Meskipun guru memegang peranan yang sangat sentral dalam pendidikan, guru juga bisa menjadi sumber problem pendidikan, khususnya pendidikan agama Islam. Problematika tersebut mencakup pola prilaku guru agama yang kadang kurang bisa mencerminkan agama. Hal senada juga dikemukakan oleh Muhaimin dan Suti’ah yang mengutip pendapat Towaf. Bahwa guru juga memiliki andil dalam munculnya problematika. Yakni metode yang digunakan cenderung monoton, sehingga siswa kurang antusias dalam belajar PAI.19

3. Keluarga dan lingkungan

Situasi dan kondisi di dalam keluarga dan lingkungan sosial sedikit banyak pasti berimbas pada siswa yang kemudian banyak memunculkan permasalahan. Keluarga menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan dan kegagalan siswa di semua aspek kehidupan seseorang, termasuk pada permasalahan pendidikan. PAI akan semakin bermasalah ketika sering dijumpainya orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan agama anaknya, hal ini tidak hanya terjadi di perkotaan saja, di pedesaan juga banyak ditemukan orang tua yang kurang memberi perhatian serta tidah memberikan contoh bagaimana PAI dalam aplikasinya sehari-hari.

Banyaknya orang tua yang kurang memperhatikan perkembangan pendidikan agama Islam ankanya karena beberapa faktor, diantaranya adalah karena orang tua disibukkan dengan bekerja. Sehingga orang tua tidak ada waktu untuk mengontrol sholat serta akhlaq anak ketika di rumah. Padahal idealnya adalah guru mengajarkan materi keagamaan di sekolah, seperti tata cara sholat, kepada siswa, kemudian aplikasinya adalah setiap hari siswa melaksanakan sholat minimal lima kali dalam satu hari, akan tetapi masih ada beberapa orang tua yang tidak memperhatikan sholat anaknya karena faktor berkerja sebagaimana ditulis oleh pemakalah sebelumnya.

Lingkungan hidup siswa juga sangat brengaruh terhadap siswa. Ketika lingkungan sosialnya merupakan lingkungan yang tingkat religiusnya tinggi, maka siswa akan lebih memahami aplikasi PAI yang sesungguhnya, akan tetapi ketika lingkunga sosialnya kurang memberi perhatian pada agama, maka secara otomatis anak didik

16Ibid, hal. 159

17 Fadhil al-Jamali, Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam, (Jakarta: Golden Terayon Press, 1981), cet ke-1,

103. Yang dikutip oleh Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2004), 169-170

18 Muhaimin, Op.,Cit.,hal. 162

19Muhaimin & Suti’ah, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah,

(10)

59 yang sangat penting, maka kurikulum yang diberlakukan akan memandang agama sebagai faktor yang dipertimbangkan dalam merumuskan kurikulum, akan tetapi ketika pemegang kekuasaan lebih fokus kepada pendidikan yang beorientasi pada materi eksakta saja, maka pendidikan agama dianak tirikan dan kurang mendapat perhatian.

Politik juga memegang peranan dalam hal menyelesaiakan dan menemukan solusi dalam dunia pendidikan, tidak hanya pendidikan agama, akan tetapi semua aspek dan problematika pendidikan. Keadaan politik yang stabil maka akan berimplikasi bai disemua aspek kehidupan.

Probematika pendidikan PAI bisa muncul di segala aspek eksternal lainya, seperti, metode mengajar, fasilitas belajar, sarana dan prasarana. Akan tetapi permasalahan yang mungkin muncul di semua aspek tersebut bisa ditutupi dengan guru yang senantiasa bisa memanage

sebaik mungkin. Aspek-aspek

tersebut bisa menjadi masalah jika seorang guru tidak berhasil untuk menyembunyikan kekurangan dimana-mana dengan kesempurnaaan performa seorang guru.

Kesimpulan

Pendidikan agama Islam berperan sebagai pendukung tujuan umum pendidikan nasional.Pendidkan agama Islam berfungsi membangun fondasi kehidupan pribadi Bangsa Indonesia yaitu fondasi mental rohaniah.fungsi pendidikan Islam dapat berarti memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) yakni manusia berkualitas sesuai dengan pandangan Islam. Ditinjau dari segi antropologi budaya dan sosiologi, fungsi pendidikan yang pertama ialah menumbuhkan wawasan yang tepat mengenai manusia dan alam sekitarnya, sehingga dengan demikian dimungkinkan tumbuhnya kemampuan membaca (analisis), kreativitas dalam memajukan hidup dan kehidupannya dan membangun lingkungannya. Kedudukan pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah umum adalah segala upaya penyampaian ilmu pengetahuan agama Islam tidak hanya untuk dipahami dan dihayati, tetapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Reference

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005

Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner,edisi revisi,Jakarta : Bumi Aksara,2008

A. Tafsir, dkk., Cakrawala Penididikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru,Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999

Imam Barnadib, Sistem Pendidikan Nasional Menurut Konsep Islam dalam ”Islam dan Pendidikan Nasional” Jakarta: Lembaga Penelitian IAIN, 1983

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004

Rusli Karim, Pendidikan Islam antara Fakta dan CitaYogyakarta: Tiara Wacana,1991 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta : Kalam Mulia, 2006

Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam;Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen, Kelembagaan, Kurikulum Hingga Strategi Pembelajaran, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2009

Muhaimin & Suti’ah, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2002

Saleh, Abdul Rachman.Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi, dan Aksi, Jakarta: PT Maries.1999 Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 Zuhairini dan Abdul Ghafir, 2004. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Malang: UM Press. 2004

Referensi

Dokumen terkait

Adapun judul Skripsi ini adalah “Analisis Bauran Promosi Dalam Memperkenalkan Pempek Vegetarian (Studi Kasus Restoran Hao Xing Fu Palembang)”.. Tujuan dari penulisan Skripsi

laporan akhir ini yang berjudul “ Aktivasi GPS Menggunakan Sensor PIR Pada Sistem Pengawas Box Kendaraan Pembawa Berkas Ujian Nasional Berbasis Arduino.. Laporan akhir ini dibuat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) perencanaan pembelajaran sejarah pada program 4 semester di SMA Negeri 3 Surakarta; (2) pelaksanaan

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek analgetik infusa daun cocor bebek ( Kalanchoe pinnata (Lam.)Pers.) terhadap mencit jantan galur swiss yang

Untuk melihat pengaruh lama usaha terhadap kinerja pedagang pasar alai, dilihat dari hasil koefisien regresi -0.014 yang menunjukan bahwa antara lama usaha

Dalam hal ini yang dimaksud adalah “hak-hak istimewa ekstrateritorial”, yakni suatu istilah yang dipakai untuk melukiskan suatu keadaan dimana status seseorang atau

Tujuan penelitian yang ingin di capai setelah dilaksanakannya layanan informasi adalah untuk mengetahui pengaruh layanan informasi terhadap keberhasilan belajar

judul laporan ini yaitu “ RANCANG BANGUN ALAT PENDETEKSI MAKANAN YANG MENGANDUNG FORMALIN BERBASIS DERET SENSOR ”.. Tujuan dari penulisan laporan ini adalah salah