• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA-SISWI PESANTREN X DI BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA SISWA-SISWI PESANTREN X DI BOGOR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT

DAN INTROVERT DENGAN PERILAKU

ASERTIF PADA SISWA-SISWI PESANTREN “X”

DI BOGOR

Putri Aliyah

Bina Nusantara University, Jl. Kemanggisan Ilir No. 45 Kemanggisan – Palmerah, Jakarta 11480, Tel: (+62-21) 532-7630/Fax: (+62-21) 533-2985, aliyathebe@yahoo.com

Putri Aliyah, Rani Agias Fitri, S.Psi., M.Psi

ABSTRACT

The purpose of this research is to see whether there is a relationship between extrovert and introvert personality type with assertive behavior on students of “X” boarding school in Bogor. Subjects studied were teenage boarding school from age 13 to 17 years. Sampling method in this research used nonprobability sampling. Measuring instruments used to measure the extrovert and introvert personality type is an adaptation of the PSI (Personal Style Inventory), while for assertive behavior measurement tool itself is constructed from aspects of assertive behavior. The results achieved on the hypothesis test an extrovert with assertive behavior is (p = 0.733, p> 0.05), while for introverts with assertive behavior is (p = 0.367, p> 0.05), the second analysis showed that Ho accepted and Ha is rejected, which means there is no significant relationship between extrovert and introvert personality type with assertive behavior. (PA)

Keywords: Extrovert , introvert , assertive behavior

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini ialah melihat apakah ada hubungan antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dengan perilaku asertif pada siswa dan siswi Pesantren”X” di Bogor. Subjek yang diteliti yaitu remaja pesantren dari usia 13 sampai 17 tahun. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Nonprobability Sampling. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tipe kepribadian ekstrovert dan introvert adalah adaptasi dari PSI (Personal Style Inventory), sedangkan untuk perilaku asertif meggunakan alat ukur yang dikonstruk sendiri dari aspek-aspek perilaku asertif. Hasil yang dicapai pada uji hipotesa antara ekstrovert dengan perilaku asertif adalah (p=0,733, p>0,05), sedangkan untuk introvert dengan perilaku asertif adalah (p=0,367, p>0,05), kedua analisa tersebut menunjukkan bahwa Ho diteriman dan Ha ditolak, yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dengan perilaku asertif. (PA)

Kata Kunci: Ekstrovert, introvert, perilaku asertif

PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan suatu periodetransisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist & Feist, 2006), remaja berada pada tahap identity versus identity confusion. Menurutnya, pencarian identitas ego mencapai klimaks selama masa remaja. Remaja akan berusaha untuk mencari tahu siapa dirinya. Pencarian identitas diri ini mendorong remaja untuk melakukan

(2)

eksplorasi, remaja yang tidak mampu mengeksplorasi pengalaman hidup dan citra dirinya kedalam suatu identitas yang konsisten akan mengalami difusi peran, serta akan timbul kebingungan (Feist & Feist, 2006).

Akibat dari kebingungan yang dialami, banyak remaja yang sering terlibat hal negatif, yaitu kenakalan remaja (Sunaryo, 2002). Menurut Nunally dan Hawari (dalam Marini & Andriani, 2005) penyebab para remaja terjerumus ke hal-hal negatif seperti tawuran, narkoba, seks bebas, pencurian dan lain-lain salah satunya disebabkan karena kepribadian yang lemah. Ciri-ciri kepribadian yang lemah diantaranya rendahnya daya tahan terhadap tekanan, harga diri yang rendah, kurang bisa mengekspresikan diri, sulit menerima umpan balik, kurang bisa menyampaikan kritik, sukar menghargai hak dan kewajiban, kurang bisa mengendalikan emosi dan agresivitas serta tidak dapat mengatasi masalah dan konflik dengan baik, yang erat kaitannya dengan asertivitas (Marini & Andriani, 2005).

Asertivitas merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jujur, tidak menyakiti orang lain dan menyakiti diri sendiri serta mendapatkan apa yang seseorang inginkan (Jay, 2007). Menurut Rathus dan Nevid (1983) asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.

Menurut Alberti dan Emmons (dalam Marini & Andriani, 2005) perilaku asertif lebih adaptif daripada perilaku pasif atau perilaku agresif. Hal ini dapat terjadi karena perilaku asertif menyebabkan dimilikinya harga diri yang tinggi dan hubungan interpersonal yang memuaskan, karena perilaku asertif memungkinan orang untuk mengemukakan apa yang diinginkan secara langsung dan jelas sehingga menimbulkan rasa senang dalam diri pribadi dan orang lain.

Remaja perlu berperilaku asertif agar dapat mengurangi stres ataupun konflik yang dialami sehingga tidak melarikan diri ke hal-hal negatif (Marini & Andriani, 2005). Perlunya pengembangan kepribadian pada remaja, seperti perilaku asertif, menjadi perhatian bagi sekolah. Sekolah yang bersifat keagamaan kental dengan pengembangan kepribadian. Menurut Feisal (1995), sekolah yang bersifat keagamaan seperti pesantren mempunyai tujuan untuk pengembangan kepribadian. Salah satu pesantren yang memperhatikan pengembangan diri siswanya adalah Pesantren X di Bogor (Widiarti, 2013).

Siswa dan siswi yang biasa disebut dengan santriwan dan santriwati di Pesantren X ini sangat kental dengan Aqidah dan Akhlak, dalam arti santriwan dan santriwati diajarkan untuk bertingkah laku, bermoral, dan mempunyai budi pekerti yang baik. Hal ini menjadi landasan Pesantren X dalam membentuk suatu pengembangan diri santriwan dan santriwati. Di Pesantren X dikembangkan beberapa kegiatan ekstrakurikuler wajib, yaitu muhadharah dan jurnalistik. Kegiatan tersebut menurut Widiarti (2013) bertujuan untuk pengembangan diri santriwan dan santriwati Pesantren X.

Kegiatan muhadharah merupakan kegiatan dimana siswa dilatih untuk melakukan ceramah, pidato, mengaji, dan MC. Melalui kegiatan muhadharah, siswa dilatih untuk berkomunikasi, mengemukakan pendapatnya dengan baik, mendidik santri menguasai public speaking, serta berani tampil berbicara di depan pendengar (Widiarti, 2013). Hal ini sesuai dengan ciri-ciri perilaku asertif yang diungkapkan Lange dan Jakubowski (1978) bahwa seorang yang asertif dapat berani mengemukakan pendapat secara langsung, perilaku asertif memungkinkan individu mengkomunikasikan perasaan, pikiran, dan kebutuhan lainnya secara langsung dan jujur.

Sedangkan kegiatan jurnalistik merupakan kegiatan dimana siswa dilatih untuk dapat berbicara dengan baik dan dapat menempatkan perilaku yang tepat dihadapan narasumber ketika sedang wawancara (Widiarti, 2013). Hal ini sesuai dengan aspek perilaku asertif yang diungkapkan oleh Eisler, Miller, Hersen, Johnson, dan Pinkton (dalam Martin & Poland, 1980), yaitu non verbal behavior, dimana seseorang yang asertif mampu menempatkan ekspresi wajah, kontak mata, jarak fisik, isyarat badan dan sikap tubuh. Serta aspek latency of response, dimana seorang yang asertif mampu memberikan jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk memulai berbicara.

Asertivitas akan berkembang dipengaruhi oleh beberapa faktor, dimana salah satunya adalah tipe kepribadian (Rathus & Nevid, 1983). Menurut Jung terdapat berbagai tipe kepribadian, yang terbentuk dalam dua sikap, yaitu introvert dan ekstrovert (Feist & Feist, 2006). Menurut Jung (dalam Feist & Feist, 2006) ekstrovert berarti mengarahkan energi psikis ke luar dan berorientasi kepada objek dan jauh dari subjektif. Seorang dengan kepribadian ekstrovert lebih dipengaruhi oleh sekeliling mereka daripada dunia dalam diri mereka. Sedangkan introvert (Feist & Feist, 2006) berarti mengalihkan energi psikis ke dalam diri yang bersifat

(3)

subyektif dalam memandang dunia. Seorang dengan kepribadian introvert hidup di dunia dalam diri mereka sendiri bersama dengan bias, khayalan, mimpi, dan persepsi individual mereka. Mereka juga menerima dan mempersepsi dunia eksternal, tetapi mereka melakukannya secara selektif dan dengan pandangan subjektif mereka.

Ciri kepribadian ekstrovert menurut Eysenck (dalam Feist & Feist 2006) antara lain mudah bersosialisasi, lincah, aktif, periang, terbuka, dominan, berani, humoris, optimis, dan impulsif. Sedangkan kepribadian introvert mempunyai ciri antara lain tenang, pasif, tidak suka bersosialisasi, hati-hati, pendiam, bijaksana, pesimis, damai, tenang, dan terkendali.

Kepribadian ekstrovert sering diasosiasikan dengan perilaku asertif. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Arfaniyah (2012) bahwa remaja dengan tipe kepribadian ekstrovert lebih asertif dibanding remaja dengan tipe kepribadian introvert. Salah satu ciri dari kepribadian ekstrovert tersebut sejalan dengan karakteristik asertif. Menurut Eysenck (dalam Feist & Feist 2006) seorang dengan kepribadian ekstrovert adalah seorang yang terbuka, sedangkan menurut Jay (2007) asertif dikarakteristikkan sebagai seorang yang dapat mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jujur. Ketika seorang dengan kepribadian ekstrovert yang terbuka, maka akan mudah baginya untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan secara jujur.

Namun tidak selalu orang yang ekstrovert akan mudah menjadi asertif, karena terdapat beberapa ciri kepribadian introvert yang sejalan dengan perilaku asertif. Menurut Eysenck (dalam Feist & Feist 2006) seorang dengan kepribadian introvert adalah seorang yang hati-hati dan mempunyai kontrol diri. Sedangkan menurut Jay (2007) asertif di karakteristikan sebagai seorang yang mampu berbicara dengan tidak menyakiti hati orang lain. Ketika seorang dengan kepribadian introvert yang berhati-hati dan mempunyai kontrol diri, maka mereka akan mampu berbicara tanpa menyakiti hati orang lain.

Mengingat pentingnya perilaku asertif bagi remaja, termasuk pada siswa dan siswi di Pesantren X di Bogor, maka peneliti ingin mengetahui keterkaitan kepribadian ekstrovert dengan perilaku asertif, serta keterkaitan antara kepribadian introvert dengan perilaku asertif pada siswa dan siswi Pesantren X di Bogor. Tipe kepribadian sendiri memiliki peran terhadap perilaku asertif, sehingga dengan mengetahui keterkaitan antara ekstrovert dengan introvert diharapkan dapat diberikan metode pengembangan perilaku asertif yang berbeda sesuai dengan tipe kepribadiannya.

LANDASAN TEORI

Jung berpendapat bahwa introvert adalah membalikkan energi psikis kedalam sebuah orientasi terhadap subjektivitas. Orang-orang yang introvert selalu mendengarkan perasaan batinnya, dan mempunyai persepsi sendiri. Mereka tetap bersentuhan dengan dunia luar, namun mereka lebih selektif untuk memilih dunia mana yang tepat dan di dasarkan pada pandangan subjektif mereka. Sedangkan ekstrovert adalah sikap yang mengarahkan energi psikis keluar sehingga seseorang diorientasikan menuju sesuatu yang objektif, dan menjauh dari yang subjektif. Orang-orang yang ekstrovert lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka daripada dunia batin mereka sendiri. Mereka cenderung fokus kepada sikap objektif dan merepresi sikap subjektifnya (Feist & Feist, 2006).

Menurut Rathus dan Nevid (1983) asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok. Adapun aspek-aspek perilaku asertif menurut Menurut Eisler, Miller, Hersen, Johnson, & Pinkton (dalam Martin & Poland, 1980) diantaranya:

1. Compliance

Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat dengan orang lain. Yang perlu ditekankan di sini adalah keberanian seseorang untuk mengatakan “tidak” pada orang lain jika memang itu tidak sesuai dengan keinginannya.

2. Duration of Reply

Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang dikehendakinya, dengan menerangkannya pada orang lain. Eisler dkk (dalam Martin & Poland, 1980) menemukan bahwa orang yang tingkat asertifnya tinggi memberikan respon yang lebih lama (dalam arti lamanya waktu yang digunakan untuk berbicara) daripada orang yang tingkat asertifnya rendah.

(4)

Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama seseorang itu tidak berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain 4. Request for New Behavior

Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain, dengan tujuan agar situasi berubah sesuai dengan yang kita inginkan.

5. Affect

Afek berarti emosi, ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi maka intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak berupa respon yang monoton ataupun respon yang emosional.

6. Latency of Response

Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk mulai berbicara. Kenyataannya bahwa adanya sedikit jeda sesaat sebelum menjawab secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat jeda.

7. Non Verbal Behavior

Komponen-komponen non verbal dari asertivitas antara lain: a) Kontak Mata

Secara umum, jika kita memandang orang yang kita ajak bicara maka akan membantu dalam penyampaian pesan dan juga akan meningkatkan efektifitas pesan. Akan tetapi jangan pula sampai terlalu membelalak ataupun juga menundukkan kepala.

b) Ekspresi Muka

Perilaku asertif yang efektif membutuhkan ekspresi wajah yang sesuai dengan pesan yang disampaikan. Misalnya, pesan kemarahan akan disampaikan secara langsung tanpa senyuman, ataupun pada saat gembira tunjukkan dengan wajah senang.

c) Jarak Fisik

Sebaiknya berdiri atau duduk dengan jarak yang sewajarnya. Jika kita terlalu dekat dapat mengganggu orang lain dan terlihat seperti menantang, sementara terlalu jauh akan membuat orang lain susah untuk menangkap apa maksud dari perkataan kita.

d) Sikap Badan

Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang lain akan membuat pesan lebih asertif. Sementara sikap badan yang tidak tegak dan terlihat malas-malasan akan membuat orang lain menilai kita mudah mundur atau melarikan diri dari masalah.

e) Isyarat Tubuh

Pemberian isyarat tubuh dengan gerakan tubuh yang sesuai dapat menambah keterbukaan, rasa percaya diri dan memberikan penekanan pada apa yang kita katakan, misalnya dengan mengarahkan tangan ke luar. Sementara yang lain dapat mengurangi, seperti menggaruk leher, dan menggosok-gosok mata.

METODOLOGI PENELITIAN Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah siswa dan siswi Pesantren X dengan rentang usia 13-17 tahun yang duduk di kelas 7-12 dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler wajib.

Alat Ukur Penelitian

Dalam penelitian ini, alat ukur yang digunakan adalah Personal Style Inventory dan Perilaku Asertif

a. Alat Ukur Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Alat ukur tipe kepribadian ekstrovert dan introvert yang peneliti gunakan adalah adaptasi dari Personality Style Inventory (PSI). Alat ukur PSI disusun oleh dua ilmuwan yaitu D.W Champagne, EdD. dan R.C Hogan, PhD dari University of Minnesota pada tahun 1979 (Champagne & Hogan, 2002) yang bertujuan untuk melihat preferensi kepribadian berdasarkan tipologi Carl Jung, yang terdiri dari ekstrovert-introvert, sensing-intuiting, thinking-feeling dan judging-perceiving. Versi asli dari Personal style inventory merupakan alat ukur tipe kepribadian yang terdiri dari 32 item dan dibagi dalam dua pernyataan, yaitu pernyataan a dan pernyataan b. Pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan item-item yang mengukur tipe kepribadian ekstrovert dan introvert saja yang terdiri dari 8 item dan terbagi dalam dua pernyataan yaitu a dan b, serta sudah diadaptasi dalam bahasa Indonesia. Dari 8

(5)

pernyataan responden harus mengisi skor total untuk setiap pasang pernyataan baik ‘a’ maupun ‘b’ adalah 5 (5,0 , 4,1 , 3,2 , 2,3 , 1,4 , 0,5), responden tidak boleh menggunakan angka dalam bentuk pecahan.

b. Alat Ukur Perilaku Asertif

Untuk mengukur perilaku asertif kepada siswa dan siswi Pesantren X di Bogor, dengan skala perilaku asertif yang dirancang dengan menggunakan aspek-aspek perilaku asertif yang dikemukakan oleh Eisler, Miller, Hersen, Johnson & Pinkton (dalam Martin & Poland, 1980), yaitu: Complience, Duration of reply, Loudness, Request for new behavior, Affect, Latency of response dan Non verbal behavior.

Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif yang bersifat korelasional. Penelitian kuantitatif korelasional dapat diartikan sebagai proses investigasi sistematik untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel. Hubungan itu bisa positif atau negatif, signifikan atau tidak signifikan (Danim, 2002). Peneliti akan melihat hubungan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dengan perilaku asertif di pesantren, maka peneliti memilih subjek yaitu siswa dan siswi pesantren X di Bogor. Sebagai pendukung terlaksananya penelitian, peneliti menggunakan teknik penelitian untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan agar penelitian berjalan sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan, yaitu dengan kuesioner. Peneliti akan memberikan sebuah kuesioner kepada responden (siswa-siswi pesantren X) dengan tujuan agar peneliti memperoleh informasi atau data yang berkaitan dengan penelitian.

HASIL DAN BAHASAN Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini mempunyai rentang umur 13 sampai 17 tahun, n=108, seluruh partisipan berasal dari Pesantren “X” di Bogor.

Hasil Uji Hipotesa

Berikut ini adalah hasil uji hipotesa hubungan antara introvert dengan perilaku asertif.

Tabel 4.6 Hubungan antara Introvert dengan Perilaku Asertif

Correlations total_intro total_asertif Spearman's rho total_intro Correlation Coefficient 1.000 -.151 Sig. (2-tailed) . .267 N 56 56 total_asertif Correlation Coefficient -.151 1.000 Sig. (2-tailed) .267 . N 56 56

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan tabel diatas, skor signifikansi sebesar 0.267 atau > 0.05. hal tersebut menyatakan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara tipe kepribadian introvert dengan perilaku asertif. Artinya, tinggi rendahnya kecenderungan tipe kepribadian introvert siswa dan siswi pesantren tidak berkaitan dengan tinggi rendahnya perilaku asertif.

Sedangkan hasil uji hipotesa hubungan antara ekstrovert dengan perilaku asertif adalah sebagai berikut.

Tabel 4.7 Hubungan antara Ekstrovert dengan Perilaku Asertif

Correlations

(6)

Spearman's rho total_ekstro Correlation Coefficient 1.000 -.049 Sig. (2-tailed) . .733 N 52 52 total_asertif Correlation Coefficient -.049 1.000 Sig. (2-tailed) .733 . N 52 52

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan tabel diatas, Berdasarkan tabel diatas, skor signifikansi sebesar 0.733 atau > 0.05. Hal tersebut menyatakan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan perilaku asertif. Artinya, tinggi rendahnya kecenderungan tipe kepribadian ekstrovert siswa dan siswi pesantren tidak berkaitan dengan tinggi rendahnya perilaku asertif.

Untuk melihat perbedaan tingkat perilaku asertif pada responden, peneliti menggunakan kategorisasi rentang. Rentang dibagi menjadi dua interval dengan kategori tinggi dan rendah. Adapun tingkat perilaku asertif pada subjek, dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 4.4 Tingkat Perilaku Asertif

tingkat_perilaku_asertif Frequency Percent Valid Tinggi 102 94.4 Rendah 6 5.6 Total 108 100.0

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa 94.4% siswa dan siswi pesantren memiliki tingkat perilaku asertif yang tinggi. Hal ini menyatakan bahwa mayoritas siswa dan siswi pesantren memiliki sebagian besar dari aspek-aspek perilaku asertif. Dari hasil pengolahan data siswa dengan tipe kepribadian introvert dengan asertif rendah berjumlah 5 orang, serta introvert dengan perilaku asertif tinggi berjumlah 51 orang. Sedangkan siswa dengan tipe kepribadian ekstrovert dengan perilaku asertif rendah berjumlah 1 orang, serta ekstrovert dengan perilaku asertif tinggi berjumlah 51 orang.

Hasil Uji t (Perbedaan Jenis Kelamin dengan Perilaku Asertif)

Tabel 4.8 Uji T Jenis Kelamin dan Perilaku Asertif

Levene's Test for Equality of Variances F Sig. t df Sig. (2-tailed) total_asertif__ Equal variances assumed 1.945 .166 -2.038 106 .044 Equal variances not assumed -1.864 50.499 .068

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Dari hasil uji t dapat diketahui bahwa nilai signifikansi adalah > 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan tingkat perilaku asertif antara laki-laki dan perempuan. Artinya tinggi atau rendahnya tingkat perilaku asertif siswa, tidak berhubungan dengan jenis kelamin.

(7)

S u m b e r : H a s i l

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Dari hasil uji t dapat diketahui bahwa nilai signifikansi adalah > 0.05, Artinya, tidak ada perbedaan signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku asertif. Hal ini dapat terjadi karena standar gaya belajar pada tingkat SMP dan SMA yang diterapkan oleh pesantren sama rata, sehingga tidak berhubungan dengan perilaku asertif.

SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji hipotesis, dinyatakan bahwa H01 dan H02 diterima serta Ha1 dan Ha2 ditolak.

Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan perilaku asertif (p = 0,733, p> 0,05) dan tipe kepribadian introvert dengan perilaku asertif (p = 0,267, p>0,05) terhadap siswa dan siswi pesantren X. Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa tinggi atau rendah kecenderungan tipe kepribadian (ekstrovert dan introvert) pada siswa dan siswi pesantren tidak berhubungan dengan tingkat perilaku asertifnya.

Saran

Untuk peneliti selanjutnya yang hendak meneliti tentang perilaku asertif terhadap remaja, dapat memperhatikan beberapa faktor lain yang sekiranya dapat dihubungkan dengan perilaku asertif misalnya pola asuh, self esteem (harga diri), atau dengan gaya belajar dan sebagainya. Lebih lanjut peneliti lain dapat memperhatikan waktu di dalam melaksanakan penelitian, memperluas subjek dari segi usia, maupun kebudayaannya.

Dilihat dari hasil perilaku asertif siswa dan siswi pesantren yang tinggi, Pesantren dapat mempertahankan hal tersebut dengan terus menerapkan kegiatan wajib, demi mempertahankan perilaku asertif para siswa dan siswi Pesantren X di Bogor.

Sekolah atau pesantren lain juga dapat menerapkan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler wajib yang dapat bertujuan untuk pengembangan perilaku asertif siswa dan siswinya.

REFERENSI

Arfaniyah, U. H. (2012). Perbedaan perilaku asertif pada remaja berdasarkan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

Champagne, D. W., & Hogan, R. C. (2002). Personal style inventory (3rd Edition ed.). King of Prussia: HRDQ.

Danim, S. (2002). Riset keperawatan: sejarah dan metodologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Feist, G. J., & Feist, J. (2006). Theories of personality. New York: McGraw Hill.

Jay, Ross. 2007. How To Manage Your Boss (Bagaimana Menyikapi Bos Anda) Membangun Kerja Yang Sempurna. Alih bahasa: Sigit Purwanto. Jakarta: Erlangga.

Lange, A dan Jakubowski, P. 1978. Responsible assertive behavior: cognitive behavior procedures for trainners. USA: Research Press.

Marini, L., & Andriani, E. (2005) Perbedaan asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orang tua. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 2, 46-47.

Martin, R.A., & Poland, E.Y. (1980). Learning to change : a self-management approach to adjustment. New York: Mc.Graw Hill.

Levene's Test for Equality of Variances

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

total_asertif__ Equal variances assumed 3.264 .074 -.791 106 .431 Equal variances not assumed -.666 40.934 .509

(8)

Rathus, S. A., & Nevid, J. S. (1983). Adjustment and growth: the challenges of life. New York: CBS College. Sunaryo. (2002). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Widiarti, N. (2013, March 14). Kegiatan pesantren x. (P. Aliyah, Interviewer)

Wong, D. L., Hockenberry, M. J., Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwartz, P. (2001). Wong's essentials of pediatric nursing. London: Mosby.

RIWAYAT PENULIS

Putri Aliyah lahir di kota Jakarta pada tanggal 6 Mei 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Psikologi pada tahun 2013.

Gambar

Tabel 4.8 Uji T Jenis Kelamin dan Perilaku Asertif

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Teknik Analisis Data ... Pengecekan Keabsahan

z Semua uang yang terkumpul harus disimpan dalam sebuah sistem perbankan dengan mengambil pertimbangan hal-hal berikut : Menggunakan bank yang terdekat; Nomor rekening bank

Az eredményeink alapján az egyetemi tanulmányaikat kezdő hallgatók legnagyobb arányban a memorizálás stratégiáját alkalmazzák a tanulás során, azonban a memorizálás

Tesis berjudul Analisis Gabungan dan Seleksi Tak Langsung Beberapa Genotipe Kedelai Pada Entisol dan Inceptisol telah diuji dan disahkan oleh Program

NO Nama Penyedia Harga Penawaran Harga Penawaran Terkoreksi Alasan. 1

Abdul Moeloek Bandar Lampung yang mengalami pre-eklampsia berat adalah lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami pre-eklampsia berat

Pada tahun 2017, Pusat Krisis Kesehatan telah melakukan assesment di 34 Kabupaten/Kota rawan bencana yang menjadi target