• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN TEMPAT DUDUK UNTUK SEPEDA PASCA STROKE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN TEMPAT DUDUK UNTUK SEPEDA PASCA STROKE"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

i

TUGAS AKHIR – TM141585

PERANCANGAN TEMPAT DUDUK UNTUK SEPEDA

PASCA STROKE

MUHAMAD WAHYU HIKMAWAN NRP 2112100166

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ing. I Made Londen Batan, ME JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017

(2)

ii

FINAL PROJECT – TM141585

DESIGN OF SADDLE FOR POST STROKE BIKE

MUHAMAD WAHYU HIKMAWAN NRP 2112100166

Academic Advisor

Prof. Dr. Ing. I Made Londen Batan, ME

DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING FACULTY OF INDUSTRIAL ENGINEERING SEPULUH NOPEMBER

(3)
(4)

iv

PERANCANGAN TEMPAT DUDUK UNTUK SEPEDA

PASCA STROKE

Nama : Muhamad Wahyu Hikmawan

NRP : 2112100166

Jurusan : Teknik Mesin FTI-ITS

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ing. I Made Londen Batan, M. Eng

ABSTRAK

Pada tahap rehabilitasi medis dilakukan berbagai terapi pada penderita stroke untuk memulihkan kondisi pasien seperti sedia kala. Untuk mendukung terapi tersebut, penggunaan alat bantu diperlukan utamanya untuk melatih pemulihan gerak dasar tubuh pasien. Sepeda pasca stroke merupakan salah satu alternatifnya. Chandra 2016 merancang rangka sepeda roda tiga yang dapat digunakan oleh pasien stroke untuk terapi fisik dan psikisnya. Dalam pengembangan rancangan sepeda tersebut diperlukan tempat duduk yang sesuai dengan kebutuhan penderita stroke. Peletakan tempat duduk terhadap sepeda berpengaruh besar dalam membentuk postur tubuh ketika bersepeda. Kesalahan postur ketika mengayuh sepeda dapat menyebabkan rasa tidak nyaman hingga terserang berbagai penyakit kronis. Perancangan tempat duduk harus disesuaikan dengan gerakan pasien stroke yang sangat terbatas. Hal ini dikarenakan kondisi fisik penderita stroke lebih lemah dibanding orang normal. Selain itu dibutuhkan tempat duduk yang aman serta nyaman agar penderita terhindar dari hal-hal negatif akibat desain tempat duduk yang salah.

Pada tugas akhir ini, perancangan tempat duduk sepeda pasca stroke untuk rehabilitasi fisik pasien didasarkan pada evaluasi kondisi fisik pasien stroke dan kajian dari tempat duduk sepeda yang telah dibuat oleh Sandy 2016. Komponen tempat duduk ini dirancang untuk memenuhi kriteria-kriteria yang sesuai dengan kebutuhan pasien pasca stroke seperti aman dan

(5)

v

ergonomis. Sebagai langkah awal ditetapkan daftar kebutuhan produk kemudian dibuat dua buah konsep. Untuk memilih konsep terbaik, setiap konsep di analisa kekuatan materialnya, nilai resiko cedera dengan metode RULA, proses manufaktur, dan perakitannya.

Berdasarkan perbandingan hasil analisa secara menyeluruh dari kedua konsep, maka konsep yang terpilih mempunyai dimensi 385x465x820 mm. Material tempat duduk terbuat dari aluminium alloy 6061, stainless alloy 316 dan stainless alloy 440 dengan berat total sebesar 3,828 kg. Agar aman dan nyaman pada tempat duduk terdapat sandaran punggung dan rib support. Terdapat pula sabuk pengaman agar penderita tidak terjatuh ketika bersepeda. Sabuk pengaman ini dapat dipasang atau dilepas sesuai kebutuhan. Bentuk dudukan didesain mirip jok sepeda motor bagian depan sehingga nyaman namun tetap tidak menghambat kaki penderita ketika mengayuh pedal. Selain itu terdapat mekanisme gerak sehingga pengguna dapat mengatur posisi tempat duduk terhadap sepeda. Untuk analisa kekuatan material dibantu dengan software Autodesk Inventor sedangkan Analisa RULA menggunakan software CATIA. Dari hasil analisa diketahui bahwa rangka aman serta didapatkan nilai RULA sebesar 3. Melalui evaluasi manufacture ability dan perakitan didapat hasil bahwa kursi ini dapat dibuat dan dirakit. Waktu pembuatan yang dibutuhkan pada saat proses manufaktur sebesar 2008 detik, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk perakitan sebesar 461,3 detik.

Kata kunci : pengembangan tempat duduk, stroke, sepeda pasca stroke

(6)

vi

DESIGN OF SADDLE FOR POST STROKE BIKE

Name : Muhamad Wahyu Hikmawan

NRP : 2112100166

Department : Teknik Mesin FTI-ITS

Academic Advisor : Prof. Dr. Ing. I Made Londen Batan, M. Eng

ABSTRACT

At the stage of medical rehabilitation conducted various therapy on patients with stroke to restore the patient's condition as usual. To support these therapies, the use of tools is required primarily to train basic motion recovery of the patient's body. Post-stroke bike is one of the alternatives. Chandra in 2016 designed the framework of a tricycle that can be used by stroke patients for the physical and psychological therapy. In the development of the bicycle design, seats in accordance with the needs of stroke patients is needed. Seat placement on the bike is influential in shaping posture when cycling. Wrong posture when pedaling can cause discomfort and develop variety of chronic diseases. The design of the seat should be adjusted by the limited movement of stroke patients. It is because the physical condition of patients with stroke is weaker than normal people. It would also require a safe and comfortable seating so that patients can avoid the negative consequences of the wrong seat design.

In this final project, the design of post-stroke bike seat for physical rehabilitation patients is based on an evaluation of the physical condition of stroke patients and the study of bicycle seats that have been created by Sandy 2016. seating component is designed to meet the criteria in accordance with the post-stroke patient's needs, such as safe and ergonomic. The first step is to specify product requirements list, then creating two concepts. Then selecting the best concepts, based on the analysis of the strength of

(7)

vii

the material, the value of the risk of injury by RULA method, process manufacturing, and assembly.

Based on the comparison of the results of a thorough analysis of these two concepts, the concept chosen has dimension 385x465x820 mm. Material seat is made from aluminum alloy 6061, stainless alloy 316 and stainless steel alloy 440 with a total weight of 3,828 kg. To be safe and comfortable rib supports and backrest are placed in the seat. There is also a seat belt so that the patient does not fall when cycling. The seat belt can be attached or removed as needed. Shape holder is designed like a motorcycle front seats, it is designed to be comfortable but still does not hinder the patient's feet when pedaling. In addition there is motion mechanism so that the user can adjust the seat position on the bike. For strengths materials analysis is assisted by Autodesk Inventor software and RULA analysis is using CATIA. From the analysis, the framework is safe and ergonomic value is 3. Manufacture ability and assembly evaluation result shown that these seats can be made and assembled. The creation time required during the manufacturing process is 2008 seconds, while the time required for assembly is 461.3 seconds.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan dan limpahan rahmat-Nya bagi penulis sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir ini merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Atas bantuan berbagai pihak dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa setiap harinya.

2. Prof. Dr. Ing. I Made Londen Batan, M.Eng atas bimbingan, kesabaran, dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyelesaian Tugas Akhir ini.

3. Safaat, Chandra, Tuba, Bayu, Ryan, Anson, Arif, Tedi, Agus, Agung yang telah memberikan waktunya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Seluruh anggota Lab Perancangan dan Pengembangan Produk serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan demi menyempurnakan Tugas Akhir ini. Dan akhirnya Tugas Akhir ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surabaya, Januari 2017

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL (Bahasa Indonesia) ... i

HALAMAN JUDUL (Bahasa Inggris)...ii

LEMBAR PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... iv

ABSTRACT...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR TABEL ... xv BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 3 1.3 TujuanPenelitian ... 3 1.4 Batasan Masalah ... 3 1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 STUDI PUSTAKA ... 5

2.1 Sepeda ... 5

2.1.1 Fork atau garpu ... 5

2.1.2 Crank ... 6

2.1.3 Seatpost... 6

2.2 Sadel / Tempat Duduk ... 6

2.2.1 Shell ... 6

(10)

x

2.2.3 Rangka atau Dudukan Sadel ... 7

2.3 Pasca Stroke ... 8

2.4 Analisa Rula ... 9

2.5 Efisiensi Desain Perakitan ... 13

2.6 Lembar Kerja Efisiensi Desain ... 13

2.7 Proses Pemesinan ... 16

2.7.1 Proses Milling ... 16

2.7.2 Proses Bubut ... 17

2.7.3 Proses Cutting ... 19

2.8 Waktu Pemesinan ... 20

2.9 Faktor Keamanan dan Tegangan Maksimum Desain .. 21

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Langkah – Langkah Penelitian ... 23

3.1.1 Studi Pustaka dan Lapangan ... 23

3.1.2 Kajian Produk Existing ... 23

3.1.3 Pengembangan Tempat Duduk Sepeda Pasca Stroke 24 3.1.4 Perancangan Komponen Tempat Duduk Sepeda Konsep 1 dan 2 ... 24

3.1.5 Evaluasi RULA, Kekuatan Material, Manufaktur, dan Perakitan ... 24

3.1.6 Pemilihan Konsep ... 25

3.1.7 Kesimpulan dan Saran ... 25

3.2 Diagram Alir Penelitian ... 25

BAB 4 RANCANGAN KONSEP SADEL (TEMPAT DUDUK)………..27

(11)

xi

4.2 Deskripsi Konsep Tempat Duduk Sepeda Pasca Stroke

29

4.2.1 Deskripsi Konsep 1 ... 29

4.2.2 Deskripsi Konsep 2 ... 33

4.2.3 Ukuran Tempat Duduk ... 36

4.2.4 Jarak Mekanisme Gerak ... 40

BAB 5 EVALUASI KONSEP DARI ASPEK ERGONOMIS (RULA), KEKUATAN, MANUFAKTUR, DAN PERAKITAN………..43

5.1 Evaluasi Ergonomis (RULA) ... 43

5.1.1 Evaluasi RULA Pada Kondisi Normal ... 43

5.1.2 Evaluasi RULA dengan Kondisi Badan miring... 45

5.1.3 Evaluasi RULA dengan Posisi Penderita Bergeser Ke Kanan ... 47

5.1.4 Evaluasi RULA dengan Posisi tubuh penderita miring ke depan ... 48

5.1.5 Evaluasi RULA dengan Postur Tubuh Penderita miring ke Belakang ... 50

5.2 Evaluasi Kekuatan Rangka Tempat Duduk ... 51

5.2.1 Evaluasi Kekuatan Rangka Konsep 1 ... 52

5.2.2 Evaluasi Kekuatan Rangka Konsep 2 . ... 53

5.2.3 Evaluasi Kekuatan dengan Pembebanan Pada Lokasi Kritis Dudukan ... 55

5.2.4 Evaluasi Kekuatan dengan Pembebanan Pada Lokasi Kritis Sandaran Punggung ... 58

5.3 Evaluasi Manufaktur ... 59

(12)

xii

5.3.2 Pemilihan Jenis Machining dan Perhitungan

Waktu Machining ... 63

5.3.3 Hasil Evaluasi Manufaktur ... 65

5.4 Evaluasi Perakitan ... 69

5.4.1 Efisiensi Desain Perakitan Konsep 1 ... 71

5.4.2 Efisiensi Desain Perakitan Konsep 2 ... 76

5.4.3 Evaluasi Hasil Perhitungan Efisiensi Desain Perakitan 82 5.5 Evaluasi Pemilihan Konsep ... 83

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………..85

6.1 Kesimpulan ... 85

6.2 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN A PENOMORAN RANGKA

LAMPIRAN B LEMBAR KERJA MANUFACTURABILITY KONSEP 2

LAMPIRAN C BAGAN PERAKITAN KONSEP 1 DAN 2 LAMPIRAN D TABEL BOTHROYD

LAMPIRAN E DESKRIPSI DAN LEMBAR KERJA EFISIENSI DESAIN

LAMPIRAN F GAMBAR TEMPAT DUDUK BIODATA PENULIS

(13)

xiii

Gambar 1.1 Desain Tempat Duduk SepedaPasca Stroke ... 2

Gambar 2.1 Part sepeda ... 5

Gambar 2.2 Bagian-bagian pada sadel ... 7

Gambar 2.3 Alur Blok Scoring RULA ... 10

Gambar 2.4 Definisi ɑ-symmetry dan ß symmetry ... 14

Gambar 2.5 Gambar ɑ-symmetry dan ß-symmetry ... 15

Gambar 2.6 Tiga proses dasar mesin milling. ... 17

Gambar 2.7 Proses pemesinan yang dapat dilakukan pada mesin bubut. ... 18

Gambar 2.8 Proses pemotongan pipa dengan menggunakan metal cutting saw. ... 19

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 26

Gambar 4.1 Konsep 1 tempat duduk sepeda pasca stroke ... 29

Gambar 4.2 Mekanisme pengatur posisi tempat duduk terhadap sepeda pada konsep 1 ... 30

Gambar 4.3 Berat tempat duduk konsep 1 ... 32

Gambar 4.4 Desain konsep 2 ... 33

Gambar 4.5 Mekanisme pengatur posisi tempat duduk terhadap sepeda pada konsep 2 ... 34

Gambar 4.6 Berat tempat duduk konsep 2 ... 36

Gambar 4.7 Ukuran Tempat duduk... 37

Gambar 4.8 Letak sadel yang ideal untuk orang dengan tinggi 150 cm dan 180 cm... 41

Gambar 5.1 Analisa RULA (Static) pada kondisi normal. ... 44

Gambar 5.2 Analisa RULA (Intermittent) pada kondisi normal. ... 44

Gambar 5.3 Analisa RULA (Repeated) pada kondisi normal.... 45

Gambar 5.4 Evaluasi RULA (intermittent) pada kondisi badan penderita miring ke kanan sebesar 10° ... 45

Gambar 5.5 Evaluasi RULA(repeated) pada kondisi badan penderita miring ke kanan sebesar 10° ... 46

Gambar 5.6 Evaluasi RULA (intermittent) dengan posisi tubuh penderita bergeser ke kanan. ... 47

(14)

xiv

Gambar 5.7 Evaluasi RULA (repeated) dengan posisi tubuh

penderita bergeser ke kanan. ... 47

Gambar 5.8 Analisa RULA (intermittent) dengan posisi tubuh penderita miring ke depan sebesar 20° ... 48

Gambar 5.9 Analisa RULA (repeated) dengan posisi tubuh penderita miring ke depan sebesar 20° ... 49

Gambar 5.10 Evaluasi RULA (intermittent) dengan kondisi tubuh pasien miring kebelakang sebesar 19° ... 50

Gambar 5.11 Evaluasi RULA (repeated) dengan kondisi tubuh pasien miring kebelakang sebesar 19° ... 50

Gambar 5.12 Analisa tegangan maksimum rangka konsep 1 pada software inventor ... 52

Gambar 5.13 Analisa tegangan maksimum rangka konsep 2 pada software inventor ... 54

Gambar 5.14 Analisa kekuatan rangka dudukan ... 56

Gambar 5.15 Analisa kekuatan pada lokasi kritis ... 57

Gambar 5.16 Analisa kekuatan ... 58

Gambar 5.17 Tampak isometri rangka konsep 1 ... 60

Gambar 5.18 Sub perakitan Rangka utama (SRU) konsep 1 ... 61

Gambar 5.19 Tampak isometri rangka konsep 1 ... 62

Gambar 5.20 Sub perakitan Rangka Seatpost (SRS) ... 63

Gambar 5.21 Sub Perakitan Tuas Pengatur Gerak Horizontal ... 64

Gambar 5.22 Bagan Perakitan Sub Rangka Utama (SRU) pada konsep 1 ... 70

(15)

xv

Table 2.1 Tahapan aplikasi metode RULA ... 9

Table 2.2 Tabel RULA bagian A ... 11

Table 2.3 Tabel RULA Bagian B ... 12

Table 2.4 Tabel RULA bagian C ... 13

Table 2.5 Lembar kerja efisiensi desain perakitan ... 14

Table 2.6 Faktor keamanan material. ... 21

Table 4.1 Daftar kebutuhan produk ... 28

Table 4.2 Data Antropometri masyarakat Indonesia ... 38

Table 4.3 Jarak sadel ke stang (AC) dan pedal ideal untuk orang dengan tinggi 150-180 cm ... 40

Table 5.1 Sifat fisik material aluminium alloy 6061 dan stainless alloy 316 ... 51

Table 5.2 Lembar kerja manufacturability Konsep 1 ... 66

Table 5.3 Hasil Evaluasi Manufacturability ... 68

Table 5.4 Deskripsi sub rangka utama (SRU) konsep 1 ... 71

Table 5.5 Lembar Kerja Efisiensi Desain Sub perakitan Rangka Utama (SRU) Konsep 1 ... 73

Table 5.6 Lembar kerja efisiensi desain rangka tempat duduk konsep 1 ... 74

Table 5.7 Deskripsi sub perakitan rangka utama (SRU) konsep2 ... 76

Table 5.8 Lembar Kerja Efisiensi Desain Sub Rangka Utama (SRU) Konsep 2 ... 78

Table 5.9 Lembar kerja efisiensi desain rangka sepeda konsep 1 ... 79

Table 5.10 Hasil efisiensi desain perakitan kedua konsep ... 82

Table 5.11 Evaluasi konsep tempat duduk sepeda pasca stroke . 83 Table 6.1 Spesifikasi konsep terpilih ... 85

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terputus akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kematian sel-sel pada sebagian area otak. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, terdapat sekitar 12 penderita stroke per 1000 penduduk Indonesia [1]. Stroke juga merupakan penyakit pembunuh nomor satu di Indonesia. Dari hasil studi lapangan yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, Terdapat dua cara yang umum dilakukan untuk penyembuhan stroke yakni pengobatan medis dan rehabilitasi medis. Pada tahap rehabilitasi medis dilakukan berbagai terapi untuk memulihkan kondisi pasien seperti sedia kala. Terapi tersebut digolongkan menjadi dua, yaitu terapi pemulihan gross motoric untuk melatih gerak dasar tubuh dan terapi soft motoric untuk mendukung aktivitas sehari-hari pasien.

Untuk mendukung terapi tersebut, penggunaan alat bantu diperlukan utamanya untuk melatih pemulihan gerak dasar tubuh pasien. Sepeda pasca stroke merupakan salah satu alternatifnya. Berdasarkan atas kebutuhan itu, Chandra [2016] mengembangkan rancangan sepeda roda tiga yang dapat digunakan oleh pasien

stroke untuk terapi fisik dan psikisnya. Selain itu, sepeda pasca stroke dapat pula dimanfaatkan untuk transportasi secara mandiri.

Dalam pengembangan rancangan sepeda tersebut diperlukan tempat duduk yang sesuai dengan kebutuhan penderita stroke. Peletakan tempat duduk terhadap sepeda berpengaruh besar dalam membentuk postur tubuh ketika bersepeda. Kesalahan postur ketika mengayuh sepeda dapat menyebabkan rasa tidak nyaman hingga terserang berbagai penyakit kronis[5]. Atas dasar tersebut

(18)

telah dirancang dan dibuat tempat duduk sepeda pasca stroke oleh Sandy pada tahun 2015, seperti terlihat pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Desain Tempat Duduk Sepeda Pasca Stroke [2]

Evaluasi desain dilakukan pada tempat duduk Sandy diantaranya tidak terdapat alat untuk menambah aspek keamanan dan kenyamanan sesuai kebutuhan pasien pasca stroke. Selain itu tempat duduk tidak fleksibel. Pada tempat duduk yang telah dibuat oleh Sandy, yang dapat diatur hanya gerak naik turun saja. Hal ini menyebabkan penderita tidak dapat bersepeda dengan postur tubuh yang ideal sehingga mengurangi keseimbangan tubuh penderita dan dapat menyebabkan penderita terjatuh.

Perancangan tempat duduk yang sesuai sangat dibutuhkan sebab gerakan pasien stroke sangat terbatas. Hal ini dikarenakan kondisi fisik penderita stroke lebih lemah dibanding manusia normal. Ketika mengayuh misalnya, karena keseimbangan tubuh berkurang maka diperlukan komponen yang membatasi tubuh pengidap stroke agar tidak terjatuh dari sepeda. Suatu mekanisme juga diperlukan agar tempat berada pada posisi ideal sesuai ukuran tubuh pengguna. Selain itu dibutuhkan tempat duduk yang aman serta nyaman agar penderita terhindar dari hal-hal negatif akibat desain tempat duduk yang salah. Atas permasalahan diatas maka dirancanglah tempat duduk untuk sepeda pasca stroke yang aman dan ergonomis.

(19)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimana rancangan geometri rangka tempat duduk untuk sepeda pasca stroke yang aman dan ergonomis ? b. Bagaimana Manufacture Ability untuk masing-masing

konsep?

c. Bagaimana perakitan dari masing-masing konsep dan berapa besarnya efisiensi desain perakitannya?

1.3 TujuanPenelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Merancang tempat duduk untuk sepeda pasca stroke yang aman dan ergonomis

b. Untuk mengetahui Manufacturability masing-masing konsep.

c. Untuk mengetahui evaluasi perakitan dari masing-masing

konsep dan nilai efisiensi desain perakitannya.

1.4 Batasan Masalah

Agar tujuan dari penulisan tugas akhir ini lebih terarah dan sistematis, maka diperlukan adanya batasan masalah sebagai berikut :

a. Rancangan ditujukan untuk penderita pasca stroke, yaitu penderita yang sudah mampu menyangga badan dan duduk b. Tempat duduk dirancang untuk pengendara orang Indonesia

dengan tinggi antara 150-180 cm dan berat maksimal 100 kg c. Proses manufaktur hanya dijelaskan dari aspek teoritis dan

secara garis besar

d. Perakitan ditinjau secara teoritis, tanpa merancang peralatan bantunya.

(20)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah:

a. Memberikan pengembangan rancangan tempat duduk yang fleksibel untuk sepeda pasca stroke

b. Dapat menjadi dasar ilmu pengetahuan, terutama dalam hal perancangan dan pengembangan produk

(21)

5

STUDI PUSTAKA

2.1 Sepeda

Dikutip dari kamus besar Bahasa Indonesia, Sepeda adalah kendaraan beroda dua atau tiga, mempunyai setang, tempat duduk,

dan sepasang pengayuh yang digerakkan kaki untuk

menjalankannya [18]. Sepeda terdiri dari beberapa part dan sub

part seperti ditunjukkan pada gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Part sepeda

[http://www.poligonbikes.com]

Berikut merupakan sedikit penjelasan berkaitan tentang part pada sepeda :

2.1.1 Fork atau garpu

Fork adalah komponen dari sepeda yang menghubungkan

(22)

depan adalah mengarahkan sepeda yang dikontrol dengan handle

bar. Dalam mencengkram, Fork dibantu as roda untuk mengekang

roda depan. Terdapat dua macam Fork yakni rigid (tidak bersuspensi) dan bersuspensi.

2.1.2 Crank

Crank merupakan part yang menghubungkan pedal dengan

chainring dan frame sepeda. Ukuran diameter dan panjang crank

berbeda-beda untuk tiap frame sepeda. Beberapa crank dilengkapi dengan bashguard yang berfungsi melindungi pengguna dari tajamnya gigi chainring.

2.1.3 Seatpost

Seatpost adalah batang yang menghubungkan frame dengan

sadel. Terdapat berbagai macam ukuran diameter dari Seatpost sehingga pemilihan seatpost bergantung diameter lubang seatpost pada frame.

2.2 Sadel / Tempat Duduk

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Sadel (dudukan sepeda) diartikan sebagai tempat duduk (pada sepeda, punggung kuda, sepeda motor) [4]. Tempat duduk merupakan salah satu tumpuan beban pengguna sepeda selain handle dan pedal. Semakin cepat seseorang mengayuh sepeda maka beban pada handle dan pedal bertambah sedangkan pada tempat duduk berkurang. Dalam perancangannya, tempat duduk harus diletakkan pada posisi yang benar karena menentukan postur seseorang ketika bersepeda. Postur bersepeda yang salah dapat menyebabkan rasa tidak nyaman hingga terserang berbagai penyakit kronis [5]. Berikut merupakan 3 komponen penting sadel[6] beserta ilustrasinya pada gambar 2.2:

2.2.1 Shell

Shell menentukan bentuk dari dudukan. Bagian dudukan yang

menjorok ke depan dinamakan nose. Shell terbuat dari beberapa bahan. Mayoritas terbuat dari campuran plastik agar ringan.

(23)

Sebagian besar sadel terbuat dari nylon, ada pula yang dibuat dari 100% carbon.

2.2.2 Padding

Material padding yang ada di pasaran saat ini terbuat dari

Polyurethane foam, yang dicampur dengan gel polymer sehingga

pengguna merasa nyaman saat bersepeda. Padding yang tebal dan empuk tidak selamanya membuat nyaman saat bersepeda. Padding didesain senyaman mungkin agar tidak sakit dan panas ketika digunakan bersepeda dalam jangka waktu lama. Komponen ini didesain agar mampu menopang sit-bone.

Gambar 2.2 Bagian-bagian pada sadel

[http://ww.ebicycles. com]

2.2.3 Rangka atau Dudukan Sadel

Rangka atau biasa disebut rails adalah bagian bawah sadel yang ditempelkan pada seatpost. Pada masa lampau, dudukan sadel

(24)

terbuat dari besi baja yang berat kemudian dilapisi dengan chrome, namun saat ini dudukan sadel dibuat dari carbon yang di lapisi alumunium. Bahkan terdapat sadel yang dirancang menggunakan titanium sehingga sadel lebih ringan dan kuat. Beberapa jenis sadel menggunakan monorail atau system balok sehingga mudah dipasangkan pada seatpost.

2.3 Pasca Stroke

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke

otak terputus akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi kematian sel-sel pada sebagian area di otak. Stroke merupakan keadaan yang serius sehingga membutuhkan penanganan cepat. Ketika pasokan darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke otak terputus, maka sel-sel otak akan mulai mati. Karena itu semakin cepat penderita ditangani, kerusakan yang terjadi pun semakin kecil bahkan kematian bisa dihindari.

Hampir 80% pasien stroke mempunyai deficit neuromotor sehingga memberikan gejala kelumpuhan sebelah badan dengan tingkat kelemahan bervariasi dari yang lemah sampai yang berat. Ciri tersebut adalah kehilangan sensibilitas, kegagalan sistem koordinasi, perubahan pola jalan dan terganggunya keseimbangan, sehingga akan mengganggu kemampuannya untuk melakukan aktivias sehari-hari. Setelah serangan stroke, pasien harus mempelajari kembali hubungan somatosensory baru atau lama untuk melakukan tugas-tugas fungsionalnya. Pasca stroke merupakan keadaan dimana seseorang selamat dari penyakit stroke yang dideritanya.

Bergerak dengan mudah dan aman menjadi suatu kesulitan tersendiri bagi pasien stroke. Sekitar 40% dari pasien stroke yang berhasil selamat seringkali jatuh dalam tahun pertama mereka menderita stroke. Rehabilitasi dan terapi dapat meningkatkan keseimbangan dan kemampuan bergerak pasien stroke. Pasien seringkali bekerjasama dengan terapis untuk mengembalikan kekuatan dan kontrol otot melalui program terapi dengan olahraga [7].

(25)

2.4 Analisa Rula

RULA (Rapid Upper Limb Assessment) merupakan suatu metode berbentuk survey untuk mengidentifikasi pekerjaan yang menyebabkan resiko cedera melalui analisis postur, gaya, dan penggunaan otot. Analisa RULA dapat dilakukan melalui 2 cara yakni manual maupun melalui software. Alur analisa RULA secara

manual ditunjukkan pada gambar 2.3 . Setiap faktor pada analisi

ini memiliki konstribusi masing-masing terhadap suatu nilai yang dihitung. Nilai-nilai tersebut dijumlah dan dicocokkan pada tabel untuk menentukan hasil akhir. Nilai akhir menunjukkan sejauh mana pekerja terpapar faktor-faktor risiko dan berdasarkan nilai tersebut dapat disarankan tindakan yang perlu diambil. Menurut [McAtamney, 93], untuk menerapkan metode RULA pada gerak atau kerja tubuh ada 3 (tiga) langkah yang perlu dilakukan, seperti terlihat pada tabel 2.1 berikut

Table 2.1 Tahapan aplikasi metode RULA [McAtamney, 93]

LANGKAH URAIAN

1 Penilaian postur kerja tubuh

2 Penilaian kelompok postur kerja tubuh

3 Penjumlahan nilai total

Tubuh dibagi dalam segmen-segmen untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat. Segmen-segmen yang digunakan adalah dengan membentuk dua kelompok atau grup yaitu grup A dan B seperti terlihat pada gambar 2.3.

Grup A meliputi bagian lengan atas dan bawah, serta pergelangan tangan.Sementara grup B meliputi leher, punggung, dan kaki. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh postur tubuh terekam, sehingga segala kejanggalan atau batasan postur oleh kaki, punggung atau leher yang mungkin saja mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas dapat tercakup dalam penilaian.

(26)

Gambar 2.3 Alur Blok Scoring RULA [McAtamney, 93]

1. Group A. Bagian Lengan Bawah Atas, Lengan Bagian Bawah dan Pergelangan Tangan.

Jangkauan untuk gerakan lengan atas (upper arm) nilainya adalah :

 1 untuk ekstensi 20° dan fleksi 20°

 2 untuk ekstensi lebih dari 20° atau fleksi antara 20-45°;

 3 untuk fleksi antara 45-90°;

 4 untuk fleksi lebih dari 90°.

(27)
(28)

2. Group B. Bagian Leher, Punggung dan Kaki

Table 2.3 Tabel RULA Bagian B [McAtamney, 93]

Sebagai tambahan untuk tabel 2.3, jika leher (neck) dipuntir nilai bertambah 1. Jika leher bergerak menyamping, maka nilai ditambah 1. Nilai yang didapatkan akan dimasukan pada tabel B pada kolom leher.

(29)

Dari hasil tabel A dan B, kemudian nilai-nilai tersebut ditempatkan pada tabel C, seperti tabel 2.4 dibawah ini:

Table 2.4 Tabel RULA bagian C [McAtamney, 93]

2.5 Efisiensi Desain Perakitan

Efisiensi desain perakitan adalah perbandingan antara waktu perakitan minimum teoritis dengan waktu perakitan sesungguhya [9]. Persamaan 2.1 adalah persaman efisiensi perancangan perakitan.

Ema = Nmin x ta ………(2.1)

tma

Keterangan :

Nmin = Jumlah minimum komponen secara teoritis

ta = Waktu minimal perakitan standar untuk satu part tanpa

ada kesulitan pemegangan, penyisipan, dan pengancingan (3s).

tma = Waktu penyelesaian perakitan produk sebenarnya

Ema = Efisiensi Desain Perakitan

2.6 Lembar Kerja Efisiensi Desain

Efisiensi desain dapat dihitung dengan menggunakan lembar kerja efisiensi desain seperti dalam tabel 2.5. Dengan lembar kerja efisiensi desain dapat dilakukan analisa untuk mengetahui waktu

(30)

operasi total, biaya operasi total, jumlah sub part minimum secara teoritis dan desain efisiensi sebuah produk.

Table 2.5 Lembar kerja efisiensi desain perakitan[9]

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 K ode Pa rt / Su b part Juml ah K ode P em egangan Wa ktu P emeg a ng a n K ode P em a sangan Wa ktu P ema sa ng a n Waktu O per asi B iaya O pera si Estim a si J u m la h Pa rt / Sub p a rt N am a Per aki tan K et er ang an JUMLAH

Berikut merupakan langkah pengisian lembar kerja efisiensi desain adalah sebagai berikut :

1. Pengisian kode part atau sub part sesuai dengan urutan perakitan

2. Menghitung jumlah komponen yang sejenis

3. Menentukan kode pemegangan sesuai dengan tabel pada lampiran D, Tabel A-1. Faktor yang menentukan kode pemegangan yaitu :

- Jumlah tangan saat pemegangan (one hand, one hand with

grasping aids, two hands for manipulation, two hands or assistance required)

- Kesulitan pemegangan yang ada.

(31)

- ɑ-symmetry dan ß-symmetry. ɑ-symmetry adalah derajat perputaran sub part yang tegak lurus terhadap poros penggabungan. ß-symmetry adalah derajat perputaran sub part terhadap poros penggabungan, atau poros tegak lurus dengan permukaan sub part yang akan digabung. Untuk lebih jelasnya seperti dalam gambar. 2.4 dan 2.5.

- Size dan thickness part. Thickness adalah tebal/ukuran

terpendek dari dari dimensi produk. Size adalah ukuran terpendek dari dimensi produk seperti pada gambar

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

a b c d e f

ɑ 180 180 180 180 360 360

ß 0 0 90 180 0 360

Gambar 2.5 Gambar ɑ-symmetry dan ß-symmetry [9]

4. Menentukan waktu pemegangan tiap sub part . Waktu pemegangan ditentukan sesuai kode pemegangan berdasarkan tabel lampiran D.

5. Menentukan kode pemasangan sesuai dengan tabel pada lampiran D. Faktor yangmenentukan kode pemasangan yaitu:

- Proses pemasangan (part added but not secured, part secured

(32)

- Stabil tidaknya setelah dirakit

- Mudah tidaknya meletakkan selama perakitan

- Ada tidaknya halangan selama perakitan

- Proses perakitan yang digunakan

6. Menentukan waktu pemasangan tiap sub part. Waktu pemasangan ditentukan sesuai kode pemasangan berdasarkan tabel pada lampiran D.

7. Menghitung waktu perakitan sesuai dengan perumusan : Waktu perakitan = Jumlah pengoperasian x (waktu pemegangan+waktu pemasangan)………... (2.2) 8. Menghitungan biaya perakitan sesuai dengan perumusan :

Biaya perakitan = waktu operasi x upah tenaga kerja tiap satuan waktu……….... (2.3) Diketahui upah tenaga kerja surabaya setiap bulan tahun 2017 Rp 3.296.000. Dengan masa kerja 4 minggu setiap bulan, 6 hari setiap minggu dan 8 jam setiap hari, maka upah tiap detiknya :

Biaya perakitan = 3296000 x bulan x minggu x hari x jam x menit Bulan 4 minggu 6 hari 8 jam 60 menit 60 detik Biaya perakitan = Rp 4,77/detik

9. Menentukan estimasi jumlah minimum secara teoritis. 10. Memberi nama perakitan.

11. Memberi keterangan apabila diperlukan.

2.7 Proses Pemesinan

Proses pemesinan merupakan proses pembuatan dengan cara membuang sebagian material (geram) sebagai akibat adanya gerakan relatif yang sesuai antara pahat potong dengan benda kerja. Terdapat beberapa proses pemesinan yang umum dilakukan berikut uraiannya :

2.7.1 Proses Milling

Proses pemesinan milling atau frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan alat potong menggunakan mata potong jamak yang berputar [10]. Proses penyayatan dengan gigi

(33)

potong yang mengitari pahat ini bisa menghasilkan proses pemesinan lebih cepat. Permukaan yang disayat bisa berbentuk datar, menyudut, atau melengkung. Permukaan benda kerja bisa juga berbentuk kombinasi dari beberapa bentuk.

Gambar 2.6 Tiga proses dasar mesin milling : (a) milling, (b)

face milling, dan (c) end milling [10].

2.7.2 Proses Bubut

Mesin bubut adalah suatu mesin perkakas yang digunakan untuk memotong benda yang diputar. Proses bubut merupakan proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin berbentuk silindris yang dikerjakan dengan mesin bubut [10]. Bentuk dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses pemesinan permukaan luar benda silindris atau bubut rata :

 Dengan benda kerja yang berputar

 Dengan satu pahat bermata potong tunggal (with a single point

cutting tool)

 Dengan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja.

Berikut merupakan proses yang sering dilakukan dengan mesin bubut :

 Facing (Pembubutan tepi) yakni pengerjaan benda kerja terhadap tepi penampangnya atau tegak lurus terhadap sumbu benda kerja.

(34)

Gambar 2.7 Proses pemesinan yang dapat dilakukan pada mesin

bubut : (a) pembubutan champer (chamfering), (b) pembubutan alur (parting-off), (c) pembubutan ulir (threading), (d) pembubutan lubang (boring), (e) pembuatan lubang (drilling), (f)

pembuatan kartel (knurling) [11].

 Pembubutan Silindris (Turning) merupakan pengerjaan benda kerja dilakukan parallel dengan garis sumbunya. Baik pengerjaan tepi maupun pengerjaan silindris posisi dari sisi potong pahatnya harus terletak senter terhadap garis sumbu dan ini berlaku untuk semua proses pemotongan pada mesin bubut.

 Pembubutan tirus yakni suatu proses bubut yang identic dengan proses bubut turning, hanya jalannya pahat membentuk sudut tertentu terhadap sumbu benda kerja.

(35)

2.7.3 Proses Cutting

Gambar 2.8 Proses pemotongan pipa dengan menggunakan

metal cutting saw.

[www.medfordtools.com]

Pelat-pelat hasil produksi pabrik umumnya masih dalam bentuk lembaran yang ukuran dan bentuknya bervariasi. Pelat-pelat dalam bentuk lembaran ini tidak dapat langsung dikerjakan, sebab terlebih dahulu dipotong. Pembentukan pelat dalam bentuk lembaran ini kurang efektif apabila dikerjakan secara langsung. Proses pemesinan cutting adalah proses pemesinan yang dilakukan untuk memotong benda kerja menjadi bentuk yang dibutuhkan. Benda dapat dipotong sesuai profil yang diinginkan. Berikut merupakan perhitungan waktu pemotongan proses cut-off [19] : tc = Dp ………..…………(2.4) ( ng x fg x T)

Keterangan :

tc = waktu proses cut-off (min)

Dp = diameter pipa (mm)

ng = putaran mesin metal cutting saw (put/min)

fg = gerak makan metal cutting saw (mm/put)

(36)

2.8 Waktu Pemesinan

Suatu mesin perkakas dituntut dapat memproduksi benda kerja yang bermutu tinggi dengan waktu sesingkat mungkin. Oleh karenanya, waktu pemesinan merupakan factor penentu dalam pertimbangan pemilihan proses pemesinan. Dikarenakan biaya pemesinan berbanding lurus dengan waktu proses maka semakin lama proses pemesinan, semakin mahal pula biaya yang harus dikeluarkan. Secara umum, rumus yang digunakan untuk menghitung waktu pemesinan pada mesin bubut, frais, dan drill adalah sama. Berikut adalah cara menghitung waktu proses pemesinan [12] :

Dalam menentukan waktu proses pemesinan pertama-tama dilakukan penghitungan kecepatan putar sebagai berikut :

n = Vc x 1000 ………..(2.5)

π x d

Setelah kecepatan putar didapat, langkah selanjutnya menentukan kecepatan pemakanan.

vf = fz x n ………..(2.6)

Kemudian waktu pemesinan dapat dicari dengan rumus berikut ini .

tc = lt x g………..………(2.7)

vf

Keterangan rumus :

n = kecepatan putar (rev/menit)

Vc = kecepatan potong (m/menit)

d = diameter benda kerja (mm)

vf = kecepatan pemakanan (mm/menit)

fz = asutan

tc = waktu pemotongan teoritis

(37)

vf = kecepatan pemakanan (mm/menit)

g = jumlah pemakanan

2.9 Faktor Keamanan dan Tegangan Maksimum Desain

Penentuan faktor keamanan digunakan untuk mengevaluasi agar suatu produk terjamin keamanannya dengan dimensi umum yang didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan maksimum dengan beban yang dirancang. Secara matematis didefinisikan sebagai berikut [14]:

Desain atau Kerja Tegangan Maksimum Tegangan anan FaktorKeam  …....(2.7)

Ketika menentukan faktor keamanan haruslah cermat karena tingginya faktor keamanan menyebabkan besarnya dimensi komponen dan borosnya material di lain pihak faktor keamanan yang rendah menyebabkan besarnya resiko yang tidak diinginkan. Makin besar kemungkinan adanya kerusakan pada komponen mesin, maka angka keamanan yang diambil makin besar. Angka keamanan beberapa material dengan berbagai beban dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut.

Table 2.6 Faktor keamanan material [Thrower, 1996].

Load Condition

For steel and Ductile Metals

and Based on Yield Point

For Cast Iron and Brittle Metals and Based on Ultimate Strength Static Load 1,5-2 5-7 Mild Shock 3 7-8 Shock 5-7 15-20 Fatigue load 2,5 2,5

Nilai keamanan tersebut nantinya akan digunakan untuk menghitung nilai tegangan maksimum desain. Secara matematis tegangan maksimum desain dirumuskan sebagai berikut [15]:

(38)

t ≤ Sut ...(2.8)

N Keterangan :

t = tegangan tarik maksimum desain

Sut = tegangan tarik maksimum material

N = faktor keamanan

Sesuai rumus tersebut, apabila tegangan maksimum yang didapat lebih kecil dari tegangan maksimum desain maka dapat dikatakan bahwa desain konstruksi aman.

(39)

23

METODE PENELITIAN

3.1 Langkah – Langkah Penelitian

Perancangan dan pengembangan tempat duduk sepeda

pasca stroke dilakukan berdasarkan beberapa tahapan sebagai

berikut:

1. Studi Pustaka dan Lapangan 2. Kajian Produk Existing

3. Pengembangan Tempat Duduk Sepeda Pasca Stroke 4. Perancangan Komponen Konsep 1 dan 2

5. Evaluasi RULA, Kekuatan Material, Manufaktur, dan Perakitan

6. Evaluasi Pemilihan Konsep 7. Kesimpulan dan Saran

3.1.1 Studi Pustaka dan Lapangan

Studi pustaka mengenai bentuk tempat duduk, juga geometri, posisi dan bentuk yang baik dan aman saat sepeda pasca

stroke digunakan. Juga informasi lain dari buku - buku referensi

dan jurnal yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Serta dimensi dari tempat duduk sepeda pasca stroke terdahulu guna menjadi referensi ukuran yang ada dengan konsep saat ini yang dirancang.

Studi pustaka ini dilakukan sebagai tahap awal dan juga sebagai landasan materi dengan mempelajari beberapa buku, ebook, artikel, jurnal yang ada kaitannya dengan perancangan dan pengembangan produk. Serta mempelajari software program

Autodesk Inventor 2016, CATIA dan perhitungan metode RULA.

3.1.2 Kajian Produk Existing

Mengamati dan mempelajari desain tempat duduk yang sudah dibuat beserta komponen-komponennya. Melakukan analisa

(40)

lebih dalam, yaitu mencari kelebihan dan kelemahan ataupun hal yang menyebabkan desainnya kurang efisien. Dalam hal ini yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah tempat duduk sepeda hasil rancangan dari Sandi (2016) seperti pada gambar 2.1.

3.1.3 Pengembangan Tempat Duduk Sepeda Pasca Stroke

Berdasarkan atas hasil studi pustaka, kajian produk

existing dan desain terbaru 2016, akan dikembangkan lagi desain

yang sesuai kebutuhan dan bermanfaat. Pada tahun ini akan dikembangkan konsep tempat duduk dan sistem pengaman baru. Konsep terbaru akan di evaluasi dari aspek geometri rangka dan rula. Pengendara pasien stroke diawasi agar dapat duduk dengan aman. Posisi tempat duduk dapat di atur sesuai dengan kebutuhan sehingga benar-benar nyaman digunakan. Pengembangan desain difokuskan pada kebermanfaatan untuk pasien pasca stroke.

3.1.4 Perancangan Komponen Tempat Duduk Sepeda Konsep 1 dan 2

Terdapat dua konsep tempat duduk untuk sepeda pasca

stroke. Tiap konsep tempat duduk dirancang komponennya

berdasarkan pengembangan konsep dengan mempertimbangkan aspek RULA, kekuatan material, manufaktur, dan perakitan. Rancangan digambar mengunakan bantuan software Autodesk

Inventor 2016 untuk mendapatkan desain tempat duduk.

3.1.5 Evaluasi RULA, Kekuatan Material, Manufaktur, dan Perakitan

Rangka yang telah dirancang dihitung kekuatan material bahan terhadap beban yang diterima sebesar 100 kg. Perhitungan dilakukan dengan bantuan software Autodesk Inventor 2016 , sedangkan analisa RULA dibantu oleh software CATIA. Pada tahapan selanjutnya dilakukan evaluasi manufaktur dan perakitan. Evaluasi manufaktur dilakukan pada dua konsep tempat duduk yang telah dirancang. Kemampuan manufaktur ditetapkan pada bagian utama tempat duduk yakni bagian rangka. Setelah

(41)

komponen dan sub komponen rangka dinyatakan dapat dimanufaktur, langkah selanjutnya adalah evaluasi perakitan. Setiap komponen dan sub komponen akan dievaluasi bagaimana merakitnya dengan komponen atau sub komponen lainnya. Pada tahapan ini, jenis perakitan yang sesuai akan ditentukan dengan komponen dan sub komponen tersebut.

3.1.6 Pemilihan Konsep

Setelah dilakukan evaluasi, tahap selanjutnya adalah pemilihan konsep. Pertimbangan konsep terpilih didasarkan dari evaluasi RULA, Kekuatan Material, Manufaktur, dan Perakitan.

3.1.7 Kesimpulan dan Saran

Pada tahapan ini dari desain sampai hasil jadi produk akan dievaluasi guna memberikan masukan untuk penelitian dan pengembangan produk selanjutnya.

3.2 Diagram Alir Penelitian

Untuk menjelaskan langkah-langkah penelitian agar lebih sistematis, maka dibuat diagram alir penelitian, seperti gambar 3.1 di bawah ini.

(42)
(43)

27

4.1 List Of Requirement

Dua buah model sadel untuk sepeda pasca stroke dikembangkan dengan harapan untuk memenuhi keinginan konsumen terhadap tempat duduk yang sesuai kebutuhan penderita pasca stroke. Tempat duduk yang diinginkan adalah tempat duduk dengan rangka fleksibel, yaitu letak tempat duduk terhadap sepeda dapat diatur baik maju-mundur maupun naik-turun. Artinya tempat duduk dapat diubah posisinya sehingga penderita stroke dapat bersepeda dengan postur yang ideal sesuai ukuran tubuhnya. Dikarenakan keterbatasan kemampuan penderita, pengaturan posisi tempat duduk didesain semudah mungkin. Sebagai salah satu bagian penentu dari alat terapi dan transportasi, tempat duduk harus kuat menahan beban sebesar 100 kg dan aman serta nyaman digunakan oleh masyarakat Indonesia yang rata-rata mempunyai tinggi 150-180 cm. Berat sadel dirancang tidak boleh lebih dari 10 kg. Disamping itu secara fungsional tempat duduk tetap dapat diperbaiki bila terjadi kerusakan serta ramah lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka sebagai langkah awal disusun sebuah daftar kebutuhan (List of requirement) tempat duduk sepeda

pasca stroke seperti pada tabel 4.1. Permintaan produk yang

disusun dalam daftar kebutuhan untuk pengembangan sepeda dibagi menjadi 5 kriteria utama, yaitu : model fleksibel, kuat, ergonomis, tidak berat, dapat manufaktur dan dirakit.

(44)

Table 4.1 Daftar kebutuhan produk

Teknik Mesin ITS

Daftar Kebutuhan Produk Nama Produk : TEMPAT DUDUK

SEPEDA PASCA STROKE

Perubah an

S/H Kebutuhan Tanggun

g Jawab

1. Model Fleksibel - Posisi tempat duduk

dapat diatur - Waktu yang dibutuhkan untuk mengubah posisi tempat duduk maksimal 30 detik Tim desain dan manufakt ur

2. Kuat dan Aman - Tidak mudah rusak - Dapat menahan beban

hingga 100 kg - Aman

Tim desain

3. Ergonomis

- Resiko cedera tubuh pengguna kecil - Nyaman digunakan masyarakat Indonesia dengan Tinggi 150-180 cm - Pengidap stroke dapat mengatur posisi tempat duduk tanpa bantuan orang lain

Tim desain

S

S

H

S

S

S

S

H

(45)

4. Berat

- Berat tempat duduk tidak lebih dari 10 kg - Tempat duduk mudah

dilepas atau diganti dengan sadel lainnya

Tim desain 5. Manufaktur dan Perakitan - Bisa dibuat/dimanufaktur - Bisa dirakit Tim desain dan manufakt ur

4.2 Deskripsi Konsep Tempat Duduk Sepeda Pasca Stroke

Setelah List of requirement selesai dibuat, langkah selanjutnya mendesain konsep tempat duduk untuk sepeda pasca

stroke. Berdasarkan daftar kebutuhan produk sesuai tabel 4.1

dibuatlah dua konsep tempat duduk, disebut sebagai konsep 1 dan konsep 2. Berikut ini merupakan konsep tempat duduk :

4.2.1 Deskripsi Konsep 1

Gambar 4.1 Konsep 1 tempat duduk sepeda pasca stroke

S

H

S

S

Engsel Rel Pencengkram

Rib

Support

Sandaran

Punggung

Sabuk

Pengama

Dudukan

(46)

30

sandaran punggung ini didesain mengikuti rangka tulang belakang ketika duduk. Agar penderita stroke tidak terjatuh maka diberikan sabuk pengaman yang dapat dipasang atau dilepas sesuai kebutuhan. Pada tempat duduk ini juga terdapat rib support yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi pengguna serta sebagai pembatas pada tempat duduk agar tubuh penderita tetap berada pada tempat duduk. Hal ini untuk menghindari resiko cedera yang lebih parah mengingat penderita

stroke memiliki berbagai keterbatasan utamanya dalam bergerak.

Gambar 4.2 Mekanisme pengatur posisi tempat duduk terhadap

sepeda pada konsep 1

Sub part dudukan pada tempat duduk didesain untuk dapat menumpu tulang duduk dengan baik sehingga nyaman ketika digunakan. Pada sepeda biasa, luas penampang sadel untuk menumpu pantat cenderung kecil dengan bagian belakang sadel lebih lebar dibanding bagian depan. Kondisi tersebut hanya cocok digunakan pada orang normal mengingat ketika bersepeda posturnya sedikit membungkuk yakni antara tangan dan tulang belakang membentuk sudut 50°. Bentuk dan ukuran sadel tersebut

Seatpost

Pengunci Seatpost Tuas

Pengatur Gerak Naik

Engsel

Pencengkram Rel

(47)

tidak cocok diterapkan pada tempat duduk yang memiliki sandaran punggung. Sebagai solusi atas hal tersebut, pada kosep ini dudukan didesain mirip dengan jok sepeda motor bagian depan. Kelebihan lain dari desain dudukan ini yakni tidak mengganggu kaki ketika mengayuh.

Ketika bersepeda, setiap orang memiliki postur ideal yang berbeda-beda bergantung ukuran tubuh. Namun tempat duduk ini di desain nyaman digunakan masyarakat indonesia dengan ukuran tubuh yang bervariasi mulai tinggi 150 - 180 cm. Selisih ukuran tubuh tersebut cukup lebar sehingga dapat menyebabkan rasa tidak nyaman apabila tempat duduk didesain hanya untuk ukuran tubuh tertentu. Selain itu sepeda ini akan dirancang untuk terapi psikis penderita stroke sehingga diperlukan kenyamanan ekstra utamanya pada komponen tempat duduk. Sebagai solusi, pada konsep ini terdapat mekanisme pengatur posisi tempat duduk terhadap sepeda sehingga letak tempat duduk terhadap sepeda dapat sesuai kenyamanan pengidap stroke. Letak tempat duduk dapat diubah baik secara horizontal (maju-mundur) maupun vertikal (atas-bawah) agar pengguna dapat bersepeda dengan postur ideal. Postur tubuh yang baik sangat penting agar pasien aman dan nyaman ketika menggunakan sepeda.

Tempat duduk ini dirancang dapat digerakkan maju-mundur maupun diturunkan. Desain mekanisme gerak naik-turun diuraikan sebagai berikut. Rancangan pengaturan mekanisme ini dibuat lebih mudah dibanding pengaturan ketinggian sepeda pada umumnya yang menggunakan seatpost clamp dengan harapan penderita stroke dapat mengatur letak tempat duduk yang sesuai tanpa bantuan orang lain. Untuk mekanisme gerak naik-turun, diberikan lubang pada seat post sebanyak 6 buah. Terdapat pengunci yang akan mengunci seatpost apabila ketinggian dirasa cocok. Terdapat pula pegas yang menjaga agar pengunci seatpost tetap dalam posisi mengunci. Ketika ingin mengatur ketinggian tempat duduk pengidap stroke cukup menekan tuas ke arah bawah, lalu mengatur ketinggian yang sesuai dengan ukuran tubuhnya

(48)

kemudian mengunci kembali seatpost dengan mengembalikan tuas pada posisi terkunci.

Untuk mekanisme gerak maju-mundur (horizontal), Terdapat rel yang menempel pada seatpost serta pencengkram yang menempel pada sandaran punggung dan dudukan. Pencengkram tersebut dapat bergerak sliding terhadap rel yang kemudian menyebabkan tempat duduk ini dapat bergerak maju-mundur. Pada pencengkram terdapat engsel, sedangkan pada bagian rel terdapat slot-slot yang dapat dimasuki engsel. Ketika ingin bergerak maju atau mundur, putar engsel sebesar 90°, ubah posisinya sesuai dengan ukuran tubuh kemudian engsel dimasukkan kembali ke salah satu slot yang ada. Pada engsel terdapat pegas yang berfungsi untuk menjaga engsel tetap pada posisinya.

Langkah berikutnya adalah mencari berat tempat duduk menggunakan software inventor 2016. Didapatkan data bahwa berat rancangan tempat duduk konsep 1 ini sebesar 3,828 kg. Hasil perhitungan berat tempat duduk ditunjukkan pada gambar 4.3.

(49)

4.2.2 Deskripsi Konsep 2

Gambar 4.4 Desain konsep 2

Rancangan konsep 2 ditunjukkan pada gambar 4.4. Pada konsep ini, terdapat sandaran punggung untuk menambah kenyamanan pasien stroke. Sandaran punggung ini didesain mengikuti rangka tulang belakang ketika duduk. Agar penderita

stroke tidak terjatuh maka diberikan sabuk pengaman yang dapat

dipasang atau dilepas sesuai kebutuhan. Pada tempat duduk ini juga terdapat rib support yang berfungsi untuk memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi pengguna serta sebagai pembatas pada tempat duduk agar tubuh penderita tetap berada pada tempat duduk. Hal ini untuk menghindari resiko cedera yang lebih parah mengingat penderita stroke memiliki berbagai keterbatasan utamanya dalam bergerak.

Part dudukan pada tempat duduk didesain untuk dapat

menumpu tulang duduk dengan baik sehingga nyaman ketika digunakan. Pada sepeda biasa, luas penampang sadel untuk

Rel

Gas Spring

Pencengkram

Engsel

Dudukan

Sabuk

Pengaman

Sandaran

Punggung

Rib

Support

(50)

menumpu pantat cenderung kecil dengan bagian belakang sadel lebih lebar dibanding bagian depan. Kondisi tersebut hanya cocok digunakan pada orang normal mengingat ketika bersepeda posturnya sedikit membungkuk yakni antara tangan dan tulang belakang membentuk sudut 50°. Bentuk dan ukuran sadel tersebut tidak cocok diterapkan pada tempat duduk yang memiliki sandaran punggung dikarenakan posisi tulang duduk ketika duduk bersandar berbeda dengan kondisi orang normal ketika mengayuh sepeda. Sebagai solusi atas hal tersebut, pada kosep ini dudukan didesain mirip dengan jok sepeda motor bagian depan. Kelebihan lain dari desain dudukan ini yakni tidak mengganggu kaki ketika mengayuh namun tetap nyaman diduduki. Penderita stroke memiliki kelemahan pada kestabilan tubuhnya sehingga menyebabkan mereka mudah terjatuh. Sebagai solusi, diberikan sabuk pengaman. Sabuk pengaman ini dapat dilepas apabila kestabilan tubuh penderita sudah baik atau ketika terdapat penjaga yang menjaga penderita pasca stroke ketika bersepeda.

Gambar 4.5 Mekanisme pengatur posisi tempat duduk terhadap

sepeda pada konsep 2

Gas Spring Tuas Pengatur Gerak Naik Turun Pencengkram Rel Tuas Pengatur Gerak Maju-Mundur Piston Rod

(51)

Tempat duduk ini dirancang untuk mampu bergerak maju mundur dan naik turun. Rancangan mekanisme pengatur posisi ini dibuat lebih mudah dibanding pengaturan ketinggian sepeda pada umumnya yang menggunakan seatpost clamp. Hal itu dimaksudkan agar penderita stroke dapat mengatur letak tempat duduk yang sesuai tanpa bantuan orang lain. Pada konsep 2 ini terdapat gas spring yang berfungsi untuk mengatur posisi tempat duduk baik turun maupun maju-mundur. Untuk gerak naik-turun terdapat dua buah gas spring yang menyangga tempat duduk, sedangkan untuk gerak maju-mundur terdapat satu buah gas spring yang membantu mengatur geraknya. Ketika ingin menambah ketinggian tempat duduk, penderita harus turun dari tempat duduk terlebih dahulu, kemudian menarik tuas pengatur gerak naik-turun ke atas sehingga piston rod pada gas spring akan memanjang dan mendorong tempat duduk keatas. Sebaliknya apabila ingin mengurangi ketinggian, tempat duduk harus dinaiki terlebih dahulu kemudian menarik tuas pengatur gerak naik-turun ke atas lalu tempat duduk akan turun dengan mudah.

Untuk mekanisme gerak maju-mundur, Terdapat rel yang menempel pada gas spring serta pencengkram yang menempel pada sandaran punggung dan dudukan. Pencengkram tersebut dapat bergerak sliding terhadap rel yang kemudian menyebabkan tempat duduk ini dapat bergerak maju-mundur. Untuk mekanisme gerak maju-mundur ini juga menggunakan gas spring. Untuk mengubah posisi maju-mundur, kosongkan tempat duduk terlebih dahulu, lalu tekan tuas pengatur gerak maju-mundur ke depan kemudian piston rod pada gas spring akan memanjang dan mendorong tempat duduk ke depan.

(52)

Gambar 4.6 Berat tempat duduk konsep 2

Setelah rancangan konsep 2 selesai dibuat. Langkah berikutnya adalah mencari berat tempat duduk menggunakan

software inventor 2016. Didapatkan data bahwa berat rancangan

tempat duduk konsep 2 ini sebesar 3,695 kg. Hasil Analisa ditunjukkan pada gambar 4.6.

4.2.3 Ukuran Tempat Duduk

Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa tempat duduk akan dirancang untuk masyarakat Indonesia dengan tinggi 150-180 cm. Pertimbangan ukuran tempat duduk didasarkan dari data antropometri masyarakat Indonesia pada tabel 4.2. Data antropometri digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perancangan fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-ukuran yang sesuai dan layak dengan dimensi anggota

(53)

tubuh manusia yang akan menggunakannya. Berikut merupakan uraian dasar penentuan ukuran tempat duduk untuk sepeda pasca

stroke :

 Tinggi rib support (A) didasarkan dari tinggi bahu pada posisi duduk dengan persentil 5 % dikurangi dengan jarak ketiak ke bahu = 501 mm – 151 mm = 350 mm. Persentil 5% dipilih karena nilainya paling kecil sehingga orang Indonesia dengan postur pendek tetap dapat nyaman menggunakannya.

Gambar 4.7 Ukuran Tempat duduk

 Tinggi sandaran punggung (B) didasarkan dari tinggi bahu pada posisi duduk masyarakat indonesia dengan persentil 5% yakni 501 mm. Nilai tersebut dibulatkan menjadi 500 mm untuk memudahkan pengukuran benda kerja saat proses manufaktur dilakukan. Persentil 5% dipilih karena nilainya paling kecil sehingga berat total tempat duduk nilainya tidak terlalu besar. Untuk mendapatkan tinggi sandaran punggung yang tepat dilakukan juga pengukuran

(54)

terhadap tempat duduk susun pada umumnya dan didapatkan hasilnya sama yakni 500 mm.

 Lebar sandaran punggung (C) diperoleh dari lebar bahu masyarakat Indonesia dengan persentil 95% sebesar 466 mm. Untuk memudahkan pengukuran benda kerja saat proses manufaktur, nilai tersebut dibulatkan menjadi 465 mm. Persentil 95% tersebut diambil karena nilainya paling tinggi sehingga sandaran bahu dapat mengakomodir masyarakat Indonesia mulai dari tinggi 150 cm hingga 180 cm.

 Dudukan sepeda pasca stroke yang nyaman adalah dudukan yang dapat menyangga tulang duduk pengguna dengan baik namun tidak menghambat kaki ketika mengayuh. Pada tempat duduk ini desain dan dimensinya hampir sama dengan jok motor bagian depan sehingga dapat menyangga tulang duduk dengan baik namun tidak menghambat kaki ketika mengayuh.

Table 4.2 Data Antropometri masyarakat Indonesia (Nurmianto,

1991)

No. Dimensi Tubuh Persentil

5% 50% 95%

1 Tinggi Tubuh Posisi berdiri Tegak 1464,0 1597,5 1732,0

2 Tinggi Mata 1350,0 1483,0 1615,0

3 Tinggi Bahu 1184,0 1305,0 1429,0

4 Tinggi Siku 886,0 980,0 1074,0

5 Tinggi Genggaman Tangan

(Knuckle) pada Posisi Relaks kebawah

646,0 713,0 782,0

(55)

7 Tinggi Mata pada Posisi Duduk 666,0 735,0 804,0

8 Tinggi Bahu pada Posisi Duduk 501,0 561,0 621,0

9 Tinggi Siku pada Posisi Duduk 175,0 230,0 283,0

10 Tebal Paha 115,0 140,0 165,0

11 Jarak dari Pantat ke Lutut 488,0 541,0 590,0

12 Jarak dari Lipat Lutut (popliteal)

ke Pantat

405,0 493,5 586,0

13 Tinggi Lutut 428,0 484,0 544,0

14 Tinggi Lipat Lutut (popliteal) 337,0 392,5 445,0

15 Lebar Bahu (bideltoid) 342,0 404,5 466,0

16 Lebar Panggul 291,0 338,0 392,0

17 Tebal Dada 174,0 220,0 278,0

18 Tebal Perut (abdominal) 174,0 229,5 287,0

19 Jarak dari Siku ke Ujung Jari 374,0 424,0 473,0

20 Lebar Kepala 135,0 148,0 160,0

21 Panjang Tangan 153,0 172,0 191,0

22 Lebar Tangan 64,0 75,0 87,0

23 Jarak Bentang dari Ujung Jari

Tangan Kiri ke Kanan

1400,0 1593,0 1806,0

24 Tinggi Pegangan Tangan (grip)

pada Posisi

Tangan Vertikal ke Atas & Berdiri Tegak

1713,0 1882,0 2051,0

25 Tinggi Pegangan Tangan (grip)

pada Posisi

Tangan Vertikal ke Atas & Duduk

945,0 1099,5 1273,0

26 Jarak Genggaman Tangan (grip)

ke Punggung

pada Posisi Tangan ke Depan (horisontal)

(56)

4.2.4 Jarak Mekanisme Gerak

Salah satu keunggulan tempat duduk ini yakni terdapat mekanisme yang dapat mengatur letak tempat duduk terhadap sepeda. Tempat duduk ini didesain untuk manusia dengan tinggi badan 150-180 cm. Untuk menentukan berapa jarak yang tepat untuk mekanisme gerak maju-mundur maupun naik-turun, hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari posisi bersepeda ideal untuk orang dengan rentang tinggi badan sesuai desain yang telah ditetapkan. Data jarak sadel ke stang (AC) dan pedal ideal untuk orang dengan tinggi 150-180 cm ada pada tabel 4.3.

Table 4.3 Jarak sadel ke stang (AC) dan pedal ideal untuk orang

(57)

(a) (b)

Gambar 4.8 Letak sadel yang ideal untuk orang dengan tinggi

150 cm (a) dan 180 cm (b)

 Jarak minimal gerak maju-mundur = D180 – D150

= 655,36 – 538,83 =116,53

 Jarak minimal gerak naik-turun = yA180 – Ya150

= 616,6 – 415 = 201,6 mm Dimana,

D180 = Jarak sadel ke stang untuk orang dengan tinggi 180 cm

D150 = Jarak sadel ke stang untuk orang dengan tinggi 150 cm

yA180 = Tinggi sadel yang tepat untuk orang dengan tinggi 180

cm

Yb150 = Tinggi sadel yang tepat untuk orang dengan tinggi 150

cm

Data pada tabel 4.4 kemudian diolah. Posisi sadel yang ideal untuk orang dengan tinggi 150 cm dan 180 cm ditunjukkan pada gambar 4.8. Langkah selanjutnya dicari selisih posisi sadel untuk orang dengan tinggi 150 cm dan 180 cm baik dalam arah horizontal

(58)

maupun vertikal. Didapatkan selisihnya dalam arah horizontal sebesar 116 mm sedangkan untuk arah vertikal sebesar 201 mm. Selisih tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menentukan seberapa jauh gerak naik-turun dan maju-mundur yang dibutuhkan. Hasil selisih yang didapatkan merupakan jarak minimum gerak yang dibutuhkan. Namun, Pada kenyatannya terkadang ukuran tubuh orang-orang tidak proporsional. Sebagai contoh walaupun dua orang memiliki tinggi tubuh yang sama, namun panjang kaki dan tangannya berbeda. Sebagai solusi, jarak minimum tersebut perlu ditambahkan 5 cm. Sehingga didapatkan jarak ideal untuk mekanisme gerak naik-turun sebesar 250 mm, sedangkan maju-mundur sebesar 160 mm

(59)

43

(RULA), KEKUATAN, MANUFAKTUR, DAN

PERAKITAN

5.1 Evaluasi Ergonomis (RULA)

RULA (Rapid Upper Limb Analisis) adalah suatu metode ergonomi yang digunakan untuk mengurangi terjadinya resiko yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang pada tubuh. Berikut adalah evaluasi RULA untuk sepeda pasca stroke konsep 1 dan 2 :

5.1.1 Evaluasi RULA Pada Kondisi Normal

Untuk mengetahui nilai RULA tempat duduk, langkah awal yang harus dilakukan yakni melakukan assembly antara tempat duduk dengan rangka sepeda Chandra [2016]. Setelah penggabungan selesai, dilakukan evaluasi dengan menggunakan

software CATIA. Pada software tersebut tersedia tiga pilihan jenis

RULA yakni static, Intermittent, dan repeated. RULA Static merupakan analisa RULA pada kondisi dimana ketika dianalisa postur tubuh manikin statis (tertahan lebih lama dari 1 menit). RULA Intermitten merupakan analisa RULA pada kondisi dimana manikin berulang-ulang kurang dari 4 kali tiap menit mengalami postur tubuh seperti yang telah diatur. Sedangkan RULA Repeated yakni analisa RULA dimana manikin berulang-ulang lebih dari 4 kali tiap menit mengalami postur tubuh seperti yang telah diatur.

(60)

Gambar 5.1 Analisa RULA (Static) pada kondisi normal.

Hasil Analisa RULA ditunjukkan pada gambar 5.1, 5.2, dan 5.3. Kedua konsep memiliki hasil yang sama dikarenakan Analisa RULA bergantung kepada bagaimana postur penderita ketika duduk. Dikarenakan bentuk dudukan, sandaran punggung, dan rib support sama sehingga postur yang dihasilkan pun sama sehingga nilai RULA kedua konsep sama. Pada kondisi normal nilai RULA intermittent konsep 1 dan 2 tempat duduk ini sebesar 2 yang artinya desain diterima, sedangkan nilai RULA static dan

intermittent sebesar 3 yang artinya desain dapat diterima namun

dibutuhkan investigasi lebih lanjut.

(61)

Setelah dilakukan investigasi, terdapat beberapa hal yang menyebabkan nilai RULA intermittent dan repeated sebesar 3. Diantaranya yakni nilai wrist twist dan muscle yang masing-masing sebesar 2 dan 1. Nilai wrist twist sebesar 2 didapatkan karena ketika bersepeda pergelangan tangan harus diputar 90° dari arah tengah puntiran untuk dapat memegang stang, sedangkan nilai muscle sebesar 1 didapat karena postur tubuh ketika bersepeda membebani otot. Nilai muscle sebesar 0 didapat apabila gerak atau aktifitas yang membebani otot dilakukan berulang-ulang kurang dari 4 kali tiap menit[21].

Gambar 5.3 Analisa RULA (Repeated) pada kondisi normal 5.1.2 Evaluasi RULA dengan Kondisi Badan miring

Gambar 5.4 Evaluasi RULA (intermittent) pada kondisi badan

Gambar

Gambar 2.1 Part sepeda  [http://www.poligonbikes.com]
Gambar 2.2 Bagian-bagian pada sadel  [http://ww.ebicycles. com]
Table 2.2 Tabel RULA bagian A [McAtamney, 93]
Table 2.3 Tabel RULA Bagian B [McAtamney, 93]
+7

Referensi

Dokumen terkait

LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat) adalah sebuah unit kegiatan yang berfungsi mengelola semua kegiatan penelitian dan pengabdian kepada

Menurut Gagne, Wager, Goal, & Keller [6] menyatakan bahwa terdapat enam asusmsi dasar dalam desain instruksional. Keenam asumsi dasar tersebut dapat dijelaskan

diibaratkan seperti teknologi penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit yang digunakan untuk mendeteksi potensi sumber daya alam di suatu titik lokasi,

Ciparay RT 01 RW 05 Desa Giriawas KECAMATAN : Cikajang KABUPATEN : Garut TAHUN ANGGARAN : 2016 NO... KECAMATAN CIKAJANG -

Simposium lahan gambut internasional ini dimaksudkan untuk memperkuat momentum dan menjadikannya menjadi aksi untuk mentransformasi restorasi lahan gambut dari fase

Terutama untuk susut arah tangensial dan radial, pelarutan zat ekstraktif dari dalam kayu nangka dan mangium dengan pelarut etanol, etanol- benzena, dan air panas

Dalam teori kepemimpinan yang lain ada beberapa filsafat lagi yang banyak dipakai, agar setiap pemimpin (Khususnya dari Jawa) memiliki sikap yang tenang dan wibawa agar

Standar Kompetensi : Setelah mengikuti mata kuliah ini (pada akhir semester) mahasiswa dapat menjelaskan tentang konsep gelombang secara fisis maupun matematis serta