• Tidak ada hasil yang ditemukan

DERIVASI VERBA DENOMINAL DAN VERBA DEADJEKTIVAL DENGAN PROSES AFIKASI DALAM BAHASA JAWA (KAJIAN MORFOLOGI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DERIVASI VERBA DENOMINAL DAN VERBA DEADJEKTIVAL DENGAN PROSES AFIKASI DALAM BAHASA JAWA (KAJIAN MORFOLOGI)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN PROSES AFIKASI DALAM BAHASA JAWA

(KAJIAN MORFOLOGI)

Nanik Herawati*

Abstrak: ada dua bentuk verba derivasi yang akan dibahas dalam tulisan ini, yakni verba denominal dan verba deadjektival dalam bahasa jawa. Permasalahan penilitian ini yakni bagaimana bentuk derivasi verba denominal dan bagaimana bentuk derivasi verba deadjektival dalam bahasa jawa. Penelitian dengan menggunakan metodologi pemerian. Objek penelitian derivasi dengan proses afiksasi dalam bahasa Jawa.

Kata kunci : derivasi, verba denominal, verba deadjektival.

Afikasi merupakan salah satu proses morfologis dalam bahasa jawa. Proses morfologis yang lainnya adalah reduplikasi dan pemajemukan. Proses morfologis yaitu pembentukan kata dengan pengubahan bentuk dasar tertentu yang berstatus morfem bermakna leksikal dengan alat pembentuk yang juga berstatus morfem tetapi dengan kecenderungan bermaknagramatikal dan bersifat terikat (Sudaryanto, 1991 : 18). Proses afikasi merupakan proses pembubuhan atau penambahan afiks pada bentuk dasar. Bentuk dasar ini berupa akar maupun frase. Pada proses afiksasi ini dapat berupa derivasi maupun infleksi. Yang dimaksud afiks infleksi adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata infleksi atau paradigma infleksional. Sebagai afiks derivative dapat membentuk kata baru, yaitu kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya, misalkan dari kata sapu ‘sapu’ yang berkelas nomina menjadi nyapu ‘menyapu’ yang berkelas verba.

Afikasi apabila dilihat dari posisi melekatnya pda bentuk dasar dibedakan menjadi prefiks, infiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. Afiks yang diimbuhkan di depan bentuk dasarnya disebut prefiks,

misalnya m- pada kata mangan ‘makan’, ny- pada kata nyambel ‘menyambal’ ng- pada kata ngandong ‘naik andong’, n- pada kata nutup ‘menutup’. Yang dimaksud dengan infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar, misalnya –in pada tinulis, -um- pada kata lumaku, -el- pada kata telunjuk, -em-pada kata jemari. Yang dimaksud dengan sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar, misalkan –an pada tulisan ‘tulisan’, -I pada kandhani ‘nasehati’, ‘-en pada klamben ‘memakai baju’, -ake pada marekake ‘menyembuhkan’ –ana pada kata golekana ‘carilah’, -na pada katasapokna ‘sapulah’. Konfiks adalah afiks merupakan morfem terbagi, kedua morfem itu merupakan satu kesatuan pengimbuhan dilakukan sekaligus, misalkan ng- + -I pada kata nyaponi ‘menyapu’

Pakar Bahasa yang membicarakan masalah derivasi ini antara lain : Uhlenbeck (1953,1971), Lyons (1968), Matthews (1974), Edi Subroto (1985), Bauer (1988), Katamba (1993), Verhaar (1999). Artikel Uhlenbeck (1953) membicarakan masalah morfologi Verba, uhlenbeck (1971) membicarakan pemilihan Verba menjadi V1 dan V2. Lyons (1968) membicarakan masalah morfologi derivasi dan

(2)

morfologi infleksi, begitu juga Matthews memilah morfologi menjadi dua yakni morfologi infleksional dan morfologi derivasional. Edi Subroto dalam disertasinya yang berjudul Transposisis dari Adjektiva Menjadi Verba dan Sebaliknya dalam Bahasa Jawa (1985) membicarakan masalah transposisi dari adjektiva menjadi verba dan sebaliknya dalam bahasa Jawa. Bauer juga memilih morfologi menjadi dua bentuk yakni infleksi dan word formation (membicarakan tentang afikasi derivasional dan pemajemukan). Verhaar (1999) membicarakan masalah morfologi derivasi dan morfologi infleksi.

Ada dua bentuk Verba yang akan dibahas pada usulan penelitian ini, yakni Verba denominal dan Verba deadjektival. Verba yang berpangkal atau berasal dari nominal misalkan sapu menjadi nyapu disebut Verba denominal. Verba yang berasal dari adjektiva disebut Verba deadjektival.

Berdasarkan proses derivasional pada kedua bentuk di atas dikenal dengan istilah sebagai berikut: (1) Verba denominal

(2) Verba deadjekval

Verba denominal adalah verba yang berasal dari bentuk dasar kata benda, verba deadjektiva adalah verba yang berasal dari bentuk dasar kata sifat.

Kata kerja denominal merupakan hasil proses derivasi berdasarkan pengujian identitas leksikal dan pengujian kategorial dari kata benda. Kata benda berubah menjadi kata kerja akibat proses afikasi N-+D, seperti contoh berikut ini:

Paku/paku/  maku/maku/ Palu/palu/  malu/malu/ Ceker/ceker/  nyeker/neker/ Kamar/kamar/  ngamar/namar/ Kathok/kato?/  ngathok/nato?/

Penelitian ini tidak akan membahas semua bentuk afiksasi, melainkan hanya terbatas afiksasi yang berderivasi. Derivasi berarti terdapat perbedaan antara input (bentuk dasar) dengan out put (bentuk jadian) sebagai hasil dari proses afikasi. Perbedaan yang dimaksud meliputi (i) kategori kata (ii) makna leksikal kedua kata yang dimaksud (Katamba, 1993:7, Sudaryanto, 1991:21). Terdapat beberapa istilah untuk bentuk-bentuk derivasi yang diturunkan dari kelas yang berbeda. Misalkan dari nomina cilik ‘cilik’ menjadi verba nyilikake ‘mengecilkan’ verba yang demikian itu dinamakan verba deadjektiva.

Menurut Edi Subroto, proses derivasional ada dua macam, yakni derivasi transposisi dan derivasi tak transposisional. Derivasi transposisional yaitu derivasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan jenis kata, sedangkan derivasi tak transposisional adalah derivasi yang tidak mengubah kelas katanya. Derivasi transposisional misalkan paku ‘paku’ kata benda menjadi maku ‘memaku’, kata kerja dari contoh itu dapat dilihat bahwa akibat proses afikasi terjadi perubahan kelas kata, semula kata benda (paku) menjadi kata kerja (maku). Adapun contoh derivasi yang tak transposisional (tak mengubah kelas kata), yakni saji ‘tersaji’ kata kerja menjadi nyajeni ‘memberi sesaji pada makhluk halus’.

Derivasi dan infleksi merupakan salah satu bagian dari proses morfologis yang terdapat dalam setiap bahasa, proses derivasi dan infleksi sangat penting dipelajari karenauntuk melihat pengategorikan kelas kata, serta kekonsistensistenan proses itu di dalam suatu bahasa. Apabila sebuah proses morfologi sudah ditemukan keajegannya, maka selanjutnya dibuat sistem. Apabila suatu bahasa telah ditemukan sebuah sistem maka akan dapat dilakukan pendeskripsian kelas kata.

(3)

PERUMUSAN MASALAH

Masalah penelitian ini adalah afikasi derivasional dalam Bahasa Jawa yang meliputi Verba denominal dan Verba deadjektival. Masalah pokok yang akan diteliti dalam proses afiksasiadalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk deviasi denominal dalam bahasa Jawa?

2. Bagaimanakah bentuk deviasi verba deadjektiva dalam bahasa Jawa?

TUJUAN PENELITIAN

Penilitian ini mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umum penelitian ini adalah (1) untuk lebih memperkaya pengetahuan tentang morfologi bahasa Jawa; (2) memperluas ilmu dan pengetahuan mengenai derivaasional dalam bahasa Jawa. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Mendeskripsikan bentuk derivasi Verba denominal, dalam bahasa Jawa

2. Mendeskripsikan bentuk derivasi verba deadjektiva dalam bahasa Jawa

MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian berupa deskripsi tentang afiksasi berderivasi dalam bahasa Jawa, pada pemakaian masyarakat Jawa dapat menambah pengetahuan tentang kebahasaan khususnya linguistik deskriptif basa Jawa. Selain itu juga dapat bermanfaat secara teoritik bagi pengembangan para peneliti bahasa mengenai afikasi derivasional bahasa Jawa. Manfaat lain yakni bagi pengajaran semoga dapat menambah wawasan bagi para pengajar dalam memberikan pengetahuannya mengenai deivasional Bahasa Jawa.

DESKRIPSI TEORITIK

1. Morfologi

Kajian morfologi bahasa Jawa meliputi afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan. Afikasi merupakan salah satu proses morfologi yang sangat produktif penggunaannya. Kajian morfologi afiksasi derivasi sangat bermanfaat untuk pemberian morfologi bahasa, khususnya bahasa Jawa. Seperti dikemukakan oleh salah satu pakar bahasa Jawa Subrata (1987:1) kajian morfologi derivasi dan infleksi ternyata bermanfaat untuk pemerian morfologi bahasa Indo-eropa, karena bahasa-bahasa itu termasuk tipe bahasa fleksi atau infleksi.

Matthews (1974) derivasi menghasilkan leksem baru sedangkan infleksi menghasilkan bentuk kata. Perbedaan deerivasi dan infleksi ditunjukkan pada hasilnya, maksudnya proses derivasi menghasilkan kata baru atau menghasilkan kata dengan identitas yang berbeda dengan kata sebelumnya, sedangkan infleksi menghasilkan beberapa bentuk kata gramatikal dari sebuah kata.

Soepomo Poedjosoedarmo (1979) menyebutkan salah satu proses yang ada pada bahasa Jawa ialah proses afiksasi, di sini kata dibentuk dengan mengimbuhkan awalan, sisipan, akhiran atau gabungan dari imbuhan-imbuhan itu pada kata dasarnya.

Abdul Chair mengatakan yang dimaksud afiksasi adalah proses pembubuhan afiksasi pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2)afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan.

(4)

Bagan Morfologi derivasi dan Infleksi

2. Afiksasi

Afiksasi merupakan salah satu proses morfologi dalam bahasa Jawa, proses morfologi yang lainnya adalah reduplikasi dan pemajemukan. Proses morfologi yaitu proses pembentukan kata dengan pengubahan bentuk dasra tertentu yang berstatus morfem tetapi dengan kecenderungan bermakna gramatikal dan bersifat terikat (Sudaryanto, 1991 : 18)

Soepomo Poedjosudarmo (1979) menyebutnya salah satu proses yang ada pada bahasa Jawa ialah proses afiksasi, di sii kata dibentuk dengan mengimbuhkan awalan, sisipan, akhiran, atau gabungan dari imbuhan itu pada kata dasarnya.

3. Derivasi

Kajian morfologi yang membahsa tentang derivasi pada awalnya terdapat pada tata bahasa tradisional bahasa Eropa. Bahasa Indo-Eropa termasuk tipe bahasa fleksi atau infleksi. Subroto (1985) dalam disertasinya yang berjudul

“Transposisi dari adjektiva menjadi verba dan sebaliknya dalam bahasa jawa”, telah mengkaji tentang derivasi dan infleksi bahasa jawa.

Menurut Hockett (1958 : 243) derivasi adalah proses morfemis yang mengubah identitas leksikal sebuah kata, dibedakan menjadi dua, yakni :

(1) Derivasi berupa proses morfemis yang mengubah identitas leksikal disertai perubahan status kategorial.

(2) Derivasi berupa proses morfemis yang mengubah identitas leksikal tanpa disertai perubahan status kategorial.

Derivasi ada beberapa bentuk atau beberapa jenis menurut Cook (1969:128) ada embat jenis derivasi, yakni :

(1) Denominal (2) Deverbal (3) Deadjetival (4) Deadverbal

4. Morfologi derivasional

Proses morfologi derivasi adalah proses yang mengubah identitas makna leksikal atau fitur makna leksikal. Hurford dan Heasley (1983) mengemukakan bahwa morfologi derivasi merupakan tiga proses yang terjadi secara simultan, yakni.

(1) Proses morfologi : afiksasi, reduplikasi, pemajemukan mengubah yang menghasilkan turunan

(2) Proses derivasi : mengubah kategori kata misalkan dari verba ke nomina, dari adjektiva menjadi verba, dari nomina ke verba

(3) Proses semantic : menghasilkan makna leksikal Morfologi Afiksasi Reduplikasi Pemajemukan Derivasi Infleksi Derivasi Infleksi Derivasi

(5)

5. Afiksasi Derivasional

Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan dua jenis inflektif dan afiks derivative. Afiks –afiks inflekstif tidak membentuk leksem baru. Sedangkan afiks-afiks derivative membentuk kata baru. Sebagai afiks derivatis bentuk prefiks, infiks, sufiks dan konfiks dapat membentuk kata baru, yaitu kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Abdul Chair (1994:178). Jenis kata kerja tertentu dapat dibentuk dengan melalui proses afiks dari kata benda, bilangan, maupun kata sifat. Berikut beberapa afiksasi derivasional dalam bahasa Jawa.

a. Dasar nomina menjadi verba dengan proses prefiksasi

Nomina Verba

Garu ‘bajak’ Nggaru ‘membajak’ Sapu ‘sapu’ Nyapu ‘menyapu’ Sendhok ‘sendok’ Nyendok ‘menyendok’ Pacul ‘cangkul’ Macul ‘memacul’ Palu ‘palu’ Malu ‘memalu’

b. Dasar Nomina menjadi Verba dengan proses prefiksasi

Nomina Verba

Sikut ‘siku’ Kasikut ‘kena sikut’ Sapu ‘sapu’ Kasapu ‘kesapu’ Serat ‘surat’ Kaserat ‘tertulis’ Paku ‘paku’ Kapaku ‘terpaku’ Bedho ‘sabit’ Kebendho ‘kena sabit

tidak sengaja’

c. Dasar Nomina menjadi verba dengan proses prefiksasi

Nomina Verba

Tamu ‘tamu’ Mertamu ‘bertamu’ Dhukun ‘dukun’ Merdukun ‘pergi ke dukun’ Dhayoh ‘tamu’ Merdhayoh ‘bertamu’ Tamba ‘obat’ Mertamba ‘berobat’ Tandha ‘tanda’ Mertanda ‘menandai’ d. Dasar Nomina menjadi Verba dengan proses

prefiks

Nomina Verba

Guru ‘guru’ Maguru ‘berguru’ Wujud ‘wujud’ Mawujud ‘berwujud’ e. Dasar Nomina menjadi Verba dengan prefiksasi

Nomina Verba

Kidul ‘selatan’ Mangidul ‘menuju selatan’ Kulon ‘barat’ Mangulon ‘menuju barat’ Wetan ‘timur’ Mangetan ‘menuju timur’ Lor ‘utara’ Mangalor ‘menuju utara’ Tunggal ‘satu’ Manunggal ‘menyatu’ f. Dasar Nomina menjadi Verba dengan proses

afikasi

Nomina Verba

Sikil ‘kaki’ Asikil ‘berkaki’ Klambi ‘baju’ Aklambi ‘berbaju’ Basa ‘bahasa’ Abasa ‘berbahasa’ Rupa ‘rupa’ Arupa ‘berupa’ Sipat ‘sifat’ Asifat ‘bersifat’

(6)

g. Dasar Nomina menjadi Verba dengan prefikasi

Nomina Verba

Asta ‘tangan’ Diasta ‘dibawa’ Serat ‘surat’ Diserat ‘ditulis’ Cakar ‘kaki ayam’ Dicakar ‘dicakar’

h. Dasar Nomina menjadi Veba dengan sufiks –an

Nomina Verba

Minggu ‘minggu’ Minggon ‘berlibur’

Jaran ‘kuda’ Jaranan ‘bermain kuda-kudaan’ Klambi ‘baju’ Klamben ‘berbaju’

Dhakon ‘dakon’ Dhakonan ‘main dakon’ i. Dasar Nomina menjadi Verba dengan sufik –na

Nomina Verba

Sapu ‘sapu’ Sapokna ‘sapukan’ Pacul ‘cangkul’ Paculna ‘cangkulkan’ Rabuk ‘pupuk’ Rabukna ‘pupukan’ Gunting ‘gunting’ Guntingna ‘guntinglah’ j. Dasar Adjektiva menjadi Verba dengan sufik-na

Adjektiva Verba

Gedhe ‘besar’ Gedhekna ‘besarkan’ Bunder ‘bundar’ Bunderna ‘bundarkan’ Lancip ‘runcing’ Lancipna ‘runcingkan’ Jero ‘dalam’ Jerokna ‘dalamkan’

k. Dasar Nomina menjadi Verba dengan proses konfikasi

Nomina Verba

Klambi ‘baju’ Klamben ‘memakai baju’ Kanca ‘teman’ Ngancani ‘menemani’ Sarung ‘sarung’ Nyarungi ‘ memakaikan sarung’ Uyah ‘garam’ Nguyahi ‘menggarami’

l. Dasar Adjektiva menjadi Verba dengan prefikasi

Adjektiva Verba

Alus ‘halus’ Ngalus ‘menghaluskan’ Adhem ‘dingin’ Ngadem ‘mendinginkan’ Cilik ‘kecil’ Nyilik ‘mengecil’ Lali ‘lupa’ Nglali ‘pura-pura lupa’ m. Dasar Nomina menjadi Verba dengan seselan –

Nomina Verba

Dunung ‘tempat’ Sumunung ‘bertempat’ Sanak ‘saudara’ Sumanak ‘berlaku ramah’ Sedulur ‘saudara’ Sumudulur ‘menganggap

saudara’

n. Dasar Nomina menjadi Verba dengan seselan –

Nomina Verba

Pedhang ‘pedang’ Pinedhang ‘dipedang’ Gambar ‘gambar’ Ginambar ‘digambar’ Pacul ‘cangkul’ Pinacul ‘dicangkul’ Silet ‘silet’ Sinilet ‘disilet’

o. Dasar Adjektiva menjadi Verba dengan seselan -

Adjektiva Verba

Cacat ‘cacat’ Cinacat ‘dicacat’ Eman ‘manja’ Ingeman ‘dimanja’ p. Dasar Adjektiva menjadi Verba afiksasi N-+-i

Adjektiva Verba

Bunder ‘bulat’ Mbunderi ‘melingkari’ Lancip ‘runcing’ Nglancipi ‘merungcingkan’ Bolong ‘lubang’ Mbolongi ‘melubangi’ Weruh ‘tahu’ Meruhi ‘menampakan diri’ Salah ‘salah’ Nyalahi ‘menyalahi’

(7)

q. Dasar Adjektiva menjadi Verba dengan afiksasai n-+-ake

Adjektiva Verba

Cendhak ‘pendek’ Nyendekake ‘memendhekkan’

Dhuwur ‘tinggi’ Ndhuwurke ‘meninggikan’ Enom ‘muda’ Ngenomake ‘memudakan’ Tuwa ‘tua’ Nuwakake ‘menuakan’ Ilang ‘hilang’ Ngilangake ‘menghilangkan’ r. Dasar Adjektiva menjadi Verba dengan sufiksasi

–an

Adjektiva Verba

Babar ‘babar’ Babaran ‘melahirkan’ Isin ‘malu’ Isinan ‘pemalu’

s. Dasar Adjektiva menjadi Verba dengan sufik – en

Adjektiva Verba

Tutup ‘tutup’ Tutupen ‘tutuplah’ Cuwil ‘cuwil’ Cuwilen ‘cuwilah’

t. Dasar Adjektiva menjadi Verba dengan sufiks –a

Adjektiva Verba

Pinter ‘pintar’ Pintera ‘pandailah’ Wani ‘berani’ Wania ‘beranilah’ Bagus ‘bagus’ Bagusa ‘supaya bagus’ Gedhe ‘besar’ Gedhea ‘besarlah’

u. Dasar Nomina menjadi Verba dengan konfiks N-+-i

Nomina Verba

Jamu ‘jamu’ Njamoni ‘mengobati’ Tamba ‘obat’ Nambani ‘mengobati’ Gebug ‘alat pukul’ Nggebuki ‘memukuli’ Gunting ‘gunting’ Ngguntingi ‘menggunting’

v. Dasar Adjektiva menjadi Verba dengan konfiksasi N-+-i

Adjektiva Verba

Pinter ‘pintar’ Minteri ‘menipu’ Seneng ‘senang’ Nyenengi ‘menyenangi’ Susah ‘susah’ Nyusahi ‘menyusahkan’ Abot ‘berat’ Ngeboti ‘memberatkan’ w. Dasar Adjektiva menjadi Verba dengan

konfiksasi n-+-ake

Adjektiva Verba

Garing ‘kering’ Nggaringake ‘mengeringkan’ Cilik ‘kecil’ Nyilikake ‘mengecilkan’ Teles ‘basah’ Nelesake ‘membasahkan’ Asor ‘rendah’ Ngasorake ‘merendahkan’ x. Dasar Adjektiva menjadi Verba dengan konfikasi

ka-+-ake

Adjektiva Verba

Pasrah ‘pasrah’ Kapasrahan ‘diserahkan’ Kenceng ‘kencang’ Kakencengake ‘dikencangkan’ Dawa ‘panjang’ Kadawakake ‘dipanjangkan’ Lemes ‘lemas’ Kalemesake ‘dilemaskan’

PENELITIAN TERDAHULU YANG RELEVAN

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan afiksasi derivasional bahasa Jawa, yakni sebagai berikut.

Subroto (1985) dalam disertasi yang berjudul Transposisi dari Adjektiva menjadi Verba dan sebaliknya dalam bahsa Jawa. Pada disertasinya tersebut telah diuraikan panjang lebar mengenai proses transposisi bahasa jawa atau dapat juga dikatakan proses derivasional bahasa Jawa dan proses infleksi bahasa Jawa.

(8)

Kridhalaksana (1996) dalam bukunya yang berjudul Pementukan Kata dalam Bahasa Indonesia, menguraikan afiks pembentukan verba dari verba dasar verba, nomina, adjektiva, numeralia, adverbial dengan 24 pola, serta reduplikasi morfemis pembentuk verba dari dasar verba, nomina, adjektiva adverbial dengan 23 pola.

Ermanto (2008) disertasinya berjudul derivasi dan Indleksi Veba dalam Bahasa Indonesia telah mengkaji proses penurunan verba bafiksasi dan verba reduplikasi BI khususnya verba denominal, verba deadjektival, verba dan makna reduplikasi dalam menurunkan verba BI dan hirarki afiksasi dan reduplikasi pada verba BI.

KERANGKA BERPIKIR

Penelitian mengenai proses morfologi yang berupa afiksasi derivasional dalam bahasa Jawa dapat berupa :

1. Input : kata dasar nomina dan kata dasar adjektiva

2. Proses : afiksasi yang meliputi prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks

3. Out put : verba denomina dan verba deadjektiva

Kerangka diatas dapat di gambarkan sebagai berikut :

Input Proses Output Morfologi

Kata Dasar Nomina Afiksasi Verba Denomina Kata Dasar Adjektiva Verba Deadjektiva

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu

Penelitian mengenai afiksasi derivasional dalam bahasa Jawa ini dilaksanakan di wilayah Jawa Tengah yang menggunakan bahasa Jawa standart yakni Solo dan Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan yakni dari bulan Februari 2013 hingga April 2013

Jenis Penelitian

Jenis penelitian tentang afiksasi derivasional ini dengan menggunakan penelitia kualitatif. Subroto (1992:5) menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif banyak digunakan untuk mengkaji masalah-masalah tentang ilmu humaniora. Dalam hal ini bahasa merupakan salah satu cabang ilmu humaniora.

Metodologi yang dipakai adalah metodologi pemerian (deskriptif). Deskriptif dalam memerikan gejala-gejala lingual secara cermat dan teliti. Jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan setting apa adanya. Penelitian ini termasuk studi kasus terpancang (Sutopo, 2002:11) karena kasus yang diteliti terfokus pada verba denominal dan nomina deverba dalam bahasa Jawa.

Objek Penelitian

Objek penelitian adalah derivasi dengan proses afiksasi Bahasa Jawa. Selain itu juga derivasi yang terdapat di dalam kalimat.

(9)

JENIS DATA DAN SUMBER DATA

Sumber Data

Sumber data ada dua macaam, yakni data tulis dan data lisan. Data tulis diambil dari majalah berbahasa Jawa yakni Panjebar Semangat dan Djaka Lodhang terbitan tahun 2010-2011, buku berbahasa Jawa dan kamus Jawa. Sedangkan alasan penggunaan kamus sebagai data tulis karena di dalam kamus tersebut mengandung banyak kosa kata yang dijelaskan secara rinci dan juga lebih lengkap bila dibandingkan dengan kosa kata Jawa yang ada di majalah maupun buku.

Teknik Pengumpulan Data

Metode dan teknik pengumpulan data sesuai dengan metode yang dikemukakan Sudaryanto (1993:131-137), yakni metode simak dan metode cakap, dengan teknik dasar dan teknik lanjutannya. 1. Pengumpulan data dengan metode simak dengan

teknik sadap, tenik catat dengan teknik lanjutnya adalah teknik simak libat cakap dan teknik catat. 2. Pengelompokan data

Selanjutnya data pada kartu data dikelompokkan sesuai dengan tipe-tipe data.

a. Observasi (dapat disejajarkan dengan metode simak)

b. Wawancara Mendalam c. Kajian Data Tertulis

Teknik Cuplikan Penelitian kualitatif seperti pada penelitian ini menggunakan teknik cuplikan yang ersifat selektif. Cuplikan yang digunakan adalah purposive sampling atau lebih tepat disebut cuplikan criterian based selection (Sutopo, 2002:56)

3. Validitas Data

Agar data penelitian sahih penelitian kualitatif menggunakan teknik trianggulasi, yakni

Trianggulasi data, dengan perolehan data dari sumber data (informan yang beragam, tempat dan peristiwa yang bervariasi, dan dokumen arip terkait) untuk mendukung validitas penelitian perlu melakukan wawancara, pengamatan, analisis terhadap temuan data.

4. Trianggulasi teori

Untuk trianggulasi teori dilakukan guna menghubungkan hasil temuan dengan beragam teori yang kontekstual.

5. Trianggulasi Penelitian

Dengan mengadakan seminar atau diskusi kecil tentang draf hasil penelitian.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menggunakan model ananilisis interaktif (Sutopo : 2002) siklus pengumpulan data bersifat yang mencangkup seleksi data, klasifikasi data, penyajian data. Setelah semua data terkumpul dengan teknik tang telah disebutkan di depan, selanjutnya data diseleksi atau dipilah. Seleksi data : dilakukan untuk memilih data

sesuai kebutuhan

Klasifikasi data : mengelompokan data atau memilih data berdasarkan afiksasi yang derivasi.

Penyajian data : disajikan dalam bentuk deskripsi taitu pemerian dengan kata-kata secara kelas dan rinci

(10)

Ketiga klasifikasi itu dilakukan dengan model siklus, seperti berikut :.

Pengumpulan data

Penyajian Data Reduksi Data

Penarikan Simpulan

Untuk menemukan kaidah dalam tahap analisis data akan menggunakan metode padan, metode agih dan metode reflektif introspeksi (Sudaryanto, 2001), sebagai berikut.

Untuk menentukan verba denomina dan nomina deverba dengan metode padan referensial dengan teknik pilah unsur penentu, teknik lanjutannya teknik hubung banding yang memperbedakan.

Metode agih digunakan dengan lata penentu justru dari bagian bahasa itu sendiri, yakni sejumlah besar kata yang terdapat dalam bahasa Jawa serta fungsi sintaksis yang berlaku dalam sistem bahasa tersebut. Teknik bagi unsur langsung sebagai teknik dasar adapun teknik lanjut dengan teknik ganti, perluas dan ulang.

Proses Pengumpulan data

Sumber Data

Metode Simak

Teknik Dasar dengan Teknik Sadap

Teknik Lanjutan dengan Teknik simak Bebas Libat Cakap

Teknik Lanjutan Teknik Catat

Klasifikasi Kartu Data

Metode yang akan dihunakan adalah metode agih, yang penentunya adalah bahasa itu sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Sudaryanto (1993:150)

(11)

Untuk menganalisis data derivasi dengan cara ada tidaknya perubahan identitas kata sebuah kata yang berafiksasi. Selain itu ada tidaknya perubahan kelas kata pada kata yang mengalami proses afiksasi. Jika afiksasi mengubah kelas kata, misalkan kata benda setelah megalami proses afiksasi menjadi kata kerja maka kata yang telah mengalami proses afiksasi tersebut adalah bentuk kata berderivasi, misalkan sebagai berikut

Nomina Verba Paku Maku Pacul Macul Palu Malu Gunting Nggunting Parut Marut

Sebuah afiksasi juga bisa mengubah kelas kata dari kata kerja menjadi kata benda, seperti kata berikut : Verba Nomina Turu Paturon Tulis Panulis Tuku Tukon Laku Lakon Adus Padusan

Dengan proses afiksasi sebuah kata bisa mengubah kelas kata dari kata sifat atau adjektiva menjadi nomina, seperti berikut ini :

Adjektiva Nomina Teles Telesan Lali Lalen Garing Garingan Panas Panasan Seger Seger-segeran Ijo Ijon-ijon

Proses afiksasi bisa mengubah kata sifat (Adj) menjadi kata kerja

Adjektiva Verba Cilik Nyilikake Gedhe Nggedhekake Dhuwur Ndhuwurake Bolong Mbolongake Lancip Nglancipake

Meski karena proses afiksasi tidak mengubah kelas kata tapi bila perubahan identitas kata maka sebuah kata mengalami proses derivasi. Seperti berikut ini Nomina Nomina Graji Grajen Gunting Guntingan Pacul Paculan Lurah Kelurahan Gulu Gulon

(12)

Selain dengan teknik di atas juga dapat menggunakan teknik oposisi duda dua untuk mencari perbedaan makna, seperti berikut

Lancip Nglancipi Bunder Mbunderi Teles Telesan Kumbah Kumbahan Turu Paturon Lungguh Palungguhan Sinau pasinaon SIMPULAN

Morfologi derivasi dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Morfologi yang mengubah kelas kata

2. Morfologi yang tidak mengubah kelas kata Derivasi yang mengubah kelas kata, antara lain : 1. Dasar nomina menjadi verba dengan proses

afiksasi yaitu prefiks asal, ke-, mer-, , ma-n, a-, di-, sufiks –ama-n, -na

2. Dasar adjektiva menjadi verba dengan proses afiksasi yakni prefiks n asal dan akhiran –I, seselan –um-, seselan –in-, dufiks –an, sufiks – en, -a

Dasar Nomina menjadi Verba, Contohnya : 1. Paku  maku

2. Palu  malu 3. Ceker  nyeker 4. Kathok  ngatok

Dasar adjektiva menjadi Verba, Contohnya 1. Bunder  mbunderi

2. Lancip  nglancipi 3. Lembut  nglembutke 4. Atos  ngatoske

DAFTAR PUSTAKA

Edi Subroto D. 1985. Transposisi dari Adjektiva Menjadi Verba dan sebaliknya dalam Bahasa Jawa. Jakarta : Universitas Indonesia

____________. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Katamba, F. 1993. Morpgologi. London : Macmillan. Soepomo Poedjosoedarmo et al. 1979. Morfologi

bahasa Jawa. Jakarta : Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa

Sudaryanto, 2001. Metode dan Aneka Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press

Sutopo, H.B. 2002. Petodologi Penelitian Kualitatiof Dasar Teori dan Terapannya dalam penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press Verhaar, J.W.M, 2001. Asas-Asas Linguistik Umum.

Gambar

Gambar  ‘gambar’ Ginambar  ‘digambar’

Referensi

Dokumen terkait

Hal inilah yang mendorong penulis dalam upaya pembangunan sistem pakar untuk mendeteksi penyebab hilangnya pasokan listrik yang seharusnya dapat dinikmati oleh para

Berdasarkan hasil penelitian dengan data yang diperoleh maka dapat ditemukan beberapa catatatan penting akan peningkatan yang terjadi dari proses pemberian

Raya Boulevard Barat Kelapa Gading Ground Floor No.. Bulevar

Pada prinsipnya dikenal 2 (dua) macam sari bahan, yaitu sari bahan encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan dari bahan yang diperoleh dari pengepresannya,

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun

Peningkatan Pembersihan dan Pengerukan Sungai/kali (Bantuan Keuangan Provinsi) Pemeliharaan Saluran Irigasi Dukuh Tapak Timur Desa Kedunggading

Hasil penelitian dengan yaitu (1) terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara strategi pembelajaran terhadap hasil belajar matematika, (2) terdapat

Dalam meneliti dan menganalisa lebih lanjut tentang keberadaan al-dakhīl dalam Tafsir al-Khāzin , penulis akan memfokuskan penelitian pada kisah ta‟bīr mimpi Nabi