RINGKASAN EKSEKUTIF
Aktivitas riil ekonomi global pada bulan Desember 2019 masih belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Indeks manufaktur global tercatat masih stagnan, sementara indeks manufaktur di kelompok negara maju mengalami kontraksi (di bawah level 50). Namun prospek ekonomi global di tahun 2020 diperkirakan membaik dibanding 2019, antara lain didorong oleh kesepakatan AS-Tiongkok pada 13 Desember 2019 yang telah ditandatangani pada tanggal 15 Januari 2020.
Nilai Tukar Rupiah pada akhir Desember 2019 ditutup pada tingkat Rp13.901/USD, terapresiasi 1,43% dibandingkan akhir November atau apresiasi 4,01% dibandingkan akhir 2018. Sedangkan rata-rata nilai tukar 2019 mencapai Rp14.146, lebih rendah dari asumsi APBN 2019 (Rp14.500) dan jauh lebih baik dibandingkan rata-rata tahun 2018 yang mencapai Rp14.250. Sementara nilai tukar Rupiah per 15 Januari 2020 cenderung terapresiasi dan mencapai Rp13.706/USD.
Kondisi likuiditas moneter Indonesia melonggar di bulan November. Namun demikian, tingkat tersebut masih cukup ketat bila dibandingkan posisi akhir tahun 2018. Di sisi perkembangan kinerja perbankan, juga terdapat sedikit perbaikan pertumbuhan kredit perbankan di bulan November, walaupun secara umum tren perlambatan kredit cukup jelas selama tahun 2019. Tingkat kesehatan perbankan juga cukup baik, namun perlu diwaspadai tren peningkatan NPL dalam beberapa bulan terakhir.
Laju inflasi bulan Desember 2019 tercatat 0,34% (mtm) sehingga tingkat inflasi sepanjang tahun 2019 mencapai 2,72%, terendah dalam 20 tahun terakhir.
Neraca perdagangan di bulan Desember 2019 mengalami defisit USD28,2 juta, terdiri dari defisit migas sebesar USD971,3 juta dan surplus non migas USD943,1 juta. Sementara itu secara kumulatif mengalami defisit sebesar USD3,2 milyar, turun jauh dibandingkan tahun 2018 sebesar USD8,7 milyar.
Data indikator konsumsi menunjukkan optimisme konsumen yang terus menguat, yang tercermin pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), hal ini didukung Indeks Penjualan Ritel yang juga diindikasikan tumbuh tinggi di triwulan IV 2019.
PEREKONOMIAN GLOBAL
Aktivitas riil ekonomi global pada bulan Desember 2019 masih belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Indeks manufaktur global berada pada level ekspansi tipis yakni 50,1. Ditinjau per negara, kelompok negara maju seperti AS, Uni Eropa, dan Jepang masih mencatatkan kontraksi (di bawah level 50). Jerman masih menjadi salah satu negara dengan kontraksi manufaktur terdalam akibat belum pulihnya sektor industri kendaraan yang tengah menyesuaikan dengan aturan pengendalian emisi terbaru. Sementara kinerja manufaktur beberapa negara berkembang seperti Tiongkok dan India terus menunjukkan tren perbaikan yang telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
Tiongkok juga menutup tahun 2019 dengan catatan positif pada kinerja perdagangan internasional, khususnya impor yang tumbuh 16% (yoy) pada Desember 2019. Sementara ekspor Tiongkok juga tumbuh sangat baik pada tingkat 8% (yoy). Adapun ekspor AS pada Desember 2019 tercatat tumbuh 1% (yoy), akan tetapi impor masih konsisten dalam tren pertumbuhan negatif. Ke depan, diharapkan tren perdagangan internasional kedua negara akan membaik seiring dengan perkembangan positif dari perundingan dagang. Pada tanggal 15 Januari 2019, AS dan Tiongkok telah menandatangani kesepakatan dagang fase 1 yang antara lain menyepakati pembelian barang AS oleh Tiongkok senilai US$200 miliar dalam dua tahun ke depan. Sebaliknya, AS sepakat menurunkan tarif dari 15% menjadi 7,5% atas impor dari Tiongkok senilai US$120 miliar.
Sementara itu perkembangan harga komoditas energi di sepanjang tahun 2019 mengalami penurunan. Di tengah stabilnya pasokan dan permintaan yang rendah, harga minyak mentah secara rata-rata di tahun 2019 lebih rendah dari 2018, meskipun beberapa tekanan sempat mendorong kenaikan harga pada periode-periode tertentu seperti pasca pengeboman fasilitas produksi
Januari 2020 2.9 3.3 3.4 2019 2020 2021
Proyeksi Pertumbuhan
Ekonomi Global (%)
minyak Arab Saudi Aramco. Di sisi lain harga komoditas safe haven seperti emas secara umum meningkat di tahun 2019 seiring tingginya ketidakpastian yang mendorong investor global untuk mencari instrumen safe haven. Adapun komoditas pertanian secara umum mengalami penurunan harga di tengah permintaan global yang rendah. Memasuki tahun 2020, harga komoditas rata-rata mengalami kenaikan yang didorong oleh sentimen perbaikan ekonomi serta perkembangan positif dari trade deal AS dan Tiongkok. Meskipun demikian, harga emas rata-rata masih meningkat hingga Januari 2020 terutama akibat eskalasi konflik AS-Iran.
Prospek ekonomi global di tahun 2020 diperkirakan membaik dibanding 2019. Dalam WEO Update Januari 2020, IMF melihat aktivitas manufaktur dan perdagangan akan mengalami perbaikan setelah melambat cukup dalam di 2019. Trade deal antara AS-Tiongkok menjadi salah satu faktor pendukung, dan membuat IMF melihat pertumbuhan ekonomi AS-Tiongkok tahun ini masih di tingkat 6%. Perkembangan terkini Brexit yang diperkirakan mencapai kesepakatan pada akhir Januari 2020, turut memberi
dorongan positif pada perekonomian global 2020. Meski demikian faktor risiko global masih cukup tinggi termasuk berasal dari perlambatan ekonomi India yang diperkirakan cukup dalam dari 6,8% di 2018 menjadi 4,8% dan 5,8% di 2019-2020. Dengan latar belakang tersebut, pertumbuhan ekonomi global 2019 dan 2020 direvisi ke bawah masing-masing 0,1 percentage point (pp) menjadi 2,9% dan 3,3%. Sedangkan proyeksi pertumbuhan global 2021 direvisi ke bawah 0,2 pp menjadi 3,4%. Meski perkembangan trade deal dan Brexit memberi angin segar, namun risiko pembalikan arah masih harus tetap diwaspadai. Selain itu beberapa tantangan perekonomian global yang berasal dari tekanan geopolitik, social unrest, serta bencana alam masih perlu mendapat perhatian. Di sisi lain, ruang kebijakan di banyak negara juga semakin terbatas dengan suku bunga yang sudah rendah dan tingkat utang yang tinggi.
-10% -5% 0% 5% 10% 15%
Pertumbuhan Ekspor dan Impor AS
(% yoy)
X M -40% -20% 0% 20% 40% 60%Pertumbuhan Ekspor dan Impor Tiongkok (% yoy)
NILAI TUKAR ARUS MODAL KE PASAR KEUANGAN, DAN CADANGAN DEVISA
Sentimen positif pergerakan bursa saham global juga berimbas pada perkembangan arus modal ke pasar keuangan Indonesia yang tetap terjaga inflow Rp 2,8 triliun. Di pasar saham, di akhir bulan Desember, IHSG tercatat mencapai level
6.299,5 dan mencatatkan Net Foreign Buying sebesar Rp 7,99 triliun. Sementara di pasar SBN mencatatkan Net Foreign Selling sebesar Rp5,0 triliun. Net selling pada Pasar SBN, diperkirakan terjadi akibat investor switching ke pasar saham yang mulai menunjukkan pergerakan positif seiring dengan membaiknya bursa global.
Perkembangan-perkembangan tersebut mendorong Nilai Tukar Rupiah pada akhir Desember 2019 ditutup pada tingkat
Rp13.901 /USD, terapresiasi 1,43%
dibandingkan akhir November 2019 atau mengalami apresiasi 4,01% dibandingkan akhir 2018 yang mencapai Rp 14.481. Sementara secara rata-rata, nilai tukar selama tahun 2019 mencapai Rp14.146, lebih rendah dari asumsi APBN 2019 (Rp14.500) dan jauh lebih baik dibandingkan rata-rata tahun 2018 yang mencapai Rp14.250.
Sementara itu, sejak awal Januari 2020 hingga tanggal 14 Januari 2019, aliran modal masih mencatatkan NFB di pasar Saham sebesar Rp2,52 triliun dan di pasar SBN sebesar Rp21,2 triliun. NFB di pasar SBN yang cukup besar didorong oleh penerbitan Global Bond dalam mata uang USD sebesar USD 2 miliar dan Euro senilai EUR1 miliar. Pada periode yang sama, nilai tukar Rupiah per 15 Januari 2020 cenderung terapresiasi, dan mencapai Rp13.706/USD.
Posisi cadangan Devisa per akhir Desember mencapai USD129,2 miliar, meningkat dibanding bulan sebelumnya yang sebesar USD126,6 miliar atau Desember 2018 yang sebesar USD120,6 miliar. Nilai tersebut setara dengan pembiayaan impor dan pembayaran cicilan utang LN untuk 7,3 bulan, tingkat yang jauh di atas benchmark dan standar Internasional sebesar 3 bulan. Peningkatan cadangan devisa bulan Desember 2019 terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa migas, penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, penerimaan valas lainnya. Adapun struktur cadangan devisa didominasi surat berharga (86,5%), diikuti oleh Uang Kertas Asing dan Simpanan (7,99%) dan Emas Moneter (2,98%). Dalam hal ini, posisi cadangan devisa bulan Desember 2019 masih cukup aman untuk menopang stabilitas nilai tukar dan perekonomian ke depan.
13,901 13,000 13,500 14,000 14,500 15,000 15,500 84 86 88 90 92 94 96 98 100 102 Jan Feb Mar Ap r May Ju n Jul A u g Se p O ct N o v De c Jan Feb Mar Ap r May Ju n Jul A u g Se p O kt N o v De s 2018 2019 Ap re sias i --> Ap re sias i -->
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah JISDOR vs
Dollar AS Index
Low-High (RHS) DXY Index EOP IDR (RHS)
PERKEMBANGAN MONETER DAN PERBANKAN
Kondisi likuiditas moneter Indonesia melonggar di bulan November. Hal tersebut memberikan dorongan bagi aktivitas ekonomi dalam negeri. Pada bulan November 2019,
pertumbuhan posisi uang beredar M2 mencapai 7,1% (yoy), meningkat dibanding bulan Oktober (6,3%). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan komponen pertumbuhan M1 (narrow money) dan tabungan. Sementara itu, pertumbuhan M1 sendiri mencatat peningkatan signifikan menjadi 10,5%(yoy), pertumbuhan tertinggi di 2019. Peningkatan pertumbuhan M1 didorong peningkatan simpanan giro rupiah dan peredaran uang kartal, Namun di sisi lain, pertumbuhan kredit konsumsi masih melanjutkan tren perlambatan dan hanya tumbuh 6,2% (yoy) di bulan November 2019. Perkembangan-perkembangan ini mengisyaratkan adanya perbaikan di sisi demand masyarakat, khususunya kebutuhan rupiah untuk membiayai aktivitas ekonomi dan transaksi sehari-hari.
Perbaikan likuiditas ini juga tercermin dalam penurunan suku bunga di pasar, khususnya suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), yang mencatat tren menurun sejak September 2019. Penurunan tersebut merupakan dampak dari stance
kebijakan Bank Indonesia untuk merelaksasi kebijakan moneternya melalui penurunan suku bunga acuan 7DRR secara bertahap dari 6,0% di bulan Juli hingga menjadi 5,00% di bulan Oktober 2019. Tingkat suku bunga acuan sebesar 5,00% tetap dipertahankan hingga akhir tahun 2019. Namun demikian, pada bulan Desember 2019, terjadi sedikit kenaikan suku bunga PUAB, seiring kebutuhan perbankan untuk memperbaiki posisi keuangannya menjelang tutup tahun. Diperkirakan dampak pelonggaran suku bunga acuan akan berdampak pada pelonggaran likuiditas lebih jauh di tahun 2020.
Di sisi perkembangan sektor perbankan, salah satu permasalahan yang menjadi isu di tahun 2019 adalah perlambatan pertumbuhan kredit perbankan. Sejak akhir 2018 hingga Oktober 2019,
pertumbuhan kredit perbankan terus menurun yang dikhawatirkan akan berdampak pada kegiatan investasi dan produksi dalam negeri. Namun terjadi perkembangan positif di bulan November, dimana laju pertumbuhan kredit sedikit meningkat menjadi 7,0%, dibanding pertumbuhan pada Oktober 2019 sebesar 6,6% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan tersebut masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di akhir 2018 yang mencapai 11,7%. Perbaikan pertumbuhan di bulan November didorong oleh peningkatan pertumbuhan kredit
investasi yang meningkat dari 11,4% di Oktober menjadi 13,7%. Sementara itu, kredit konsumsi dan kredit modal kerja sedikit melambat dibanding bulan sebelumnya, dan masing-masing tumbuh 6,2% dan 4,0% di bulan November. Namun demikian, secara umum, pertumbuhan kredit perbankan di tahun 2019 masih pada track perlambatan, dan pada level di bawah sasaran pertumbuhan kredit sebelumnya sebesar 10%-11%.
Lemahnya akselerasi pertumbuhan kredit perbankan diindikasikan telah terkendala oleh beberapa permasalahan. Rendahnya pertumbuhan sumber pendanaan perbankan dari simpanan masyarakat (DPK) telah mendorong Loan to Deposit Ratio (LDR) ke tingkat yang tinggi (± 94%) sehingga membatasi ekspansi kredit lebih lanjut. Di samping itu, rendahnya
6.3% 7.0% 94.0% 84% 86% 88% 90% 92% 94% 96% 98% 0.0% 2.0% 4.0% 6.0% 8.0% 10.0% 12.0% 14.0% D 201 … F M A M J J A S O N D 201 … F M A M J J A S O N
LDR, Pertumbuhan Kredit dan DPK
permintaan kredit investasi sebagai dampak lemahnya permintaan global dan domestik turut menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan kredit perbankan.
Di tengah perkembangan di atas, kondisi kesehatan perbankan secara umum masih cukup baik. Rasio kecukupan modal (CAR) perbankan berada pada kisaran 23%, jauh di atas batas ketentuan OJK (8%-11%). Tingkat kredit macet (NPL) per Oktober mencapai 2,7%, cukup aman. Namun demikian, perlu diwaspadai tren peningkatan NPL beberapa bulan terakhir.
PERKEMBANGAN HARGA
Inflasi Desember 2019 mencapai 0,34% (mtm), jauh lebih rendah dibandingkan Desember 2018 (0,62%, mtm). Hal ini dipengaruhi salah satunya oleh inflasi tarif angkutan udara yang tidak setinggi pada masa HBKN Natal dan Tahun Baru tahun 2018. Dengan pencapaian inflasi bulan Desember ini, inflasi tahun 2019 mencapai 2,72% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan inflasi 2018 sebesar 3,13% (yoy).
Pencapaian laju inflasi 2019 masih berada dalam rentang sasaran inflasi 2019 sebesar 3,5±1,0%. Pencapaian laju inflasi 2019 masih berada dalam rentang sasaran inflasi 2019 sebesar 3,5±1,0%. Laju inflasi tahun 2019 ini merupakan laju inflasi terendah dalam 20 tahun terakhir. Terkendalinya inflasi 2019 pada tingkat yang rendah didukung oleh tren penurunan inflasi komponen administered price, terutama kebijakan tidak adanya penyesuaian harga energi dan pengaturan tarif angkutan udara agar tidak bergejolak. Laju inflasi inti berada pada kisaran 3% meskipun sempat meningkat akibat tekanan harga emas global. Selain itu, komponen volatile food meningkat sebagai dampak kemarau panjang di semester II 2019.
Komponen inti mencatatkan inflasi 3,02% (yoy) dan berkontribusi sebesar 1,97% pada inflasi umum. Inflasi inti periode ini juga tercatat sedikit lebih rendah dibandingkan
Desember 2018 (3,07%-yoy). Namun
demikian, secara rata-rata (yoy), inflasi inti di 2019 masih lebih tinggi dibanding 2018. Inflasi inti sempat mengalami peningkatan di triwulan II dan III seiring kenaikan harga-harga barang secara umum pada HBKN Ramadan dan Lebaran. Tren kenaikan harga pangan global juga mendorong kenaikan inflasi inti, terutama untuk komoditas inti pangan. Selain itu, ketidakpastian global mendorong peningkatan harga emas seiring dengan kecenderungan investor beralih pada aset safe-haven. Namun, pada akhir triwulan III, inflasi inti mengalami penurunan seiring meredanya tekanan komoditas emas perhiasan karena tren harga emas global yang turun. Tren penurun inflasi inti yang terjadi juga dipengaruhi oleh permintaan domestik yang terbatas, dicerminkan juga oleh melambatnya kredit konsumsi dan uang beredar M2.
Laju inflasi komponen administered price relatif rendah mencapai 0,51% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2018. Komponen ini menyumbang 0,09% pada inflasi umum. Kebijakan tidak adanya kenaikan harga energi domestik mendorong tren penurunan inflasi administered price. Terjaganya inflasi komponen ini juga didukung dengan kebijakan BBM 1 harga dan penurunan harga BBM jenis Perta dan Dex series serta diskon tarif listrik untuk golongan daya 900VA RTM. Selain itu, meskipun sempat
menekan inflasi AP di paruh pertama 2020, tekanan akibat naiknya tarif angkutan udara mulai mereda di semester II dengan kebijakan pengaturan tarif batas atas serta diskon di hari-hari tertentu untuk maskapai penerbangan ekonomi dan low cost carrier (LCC). Hal ini juga mendorong inflasi tarif angkutan udara pada HBKN Natal dan Tahun Baru tidak setinggi di bandingkan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun begitu, masih terdapat tekanan akibat kenaikan harga rokok yang tersebar sepanjang tahun-tahun. Kenaikan harga rokok juga didorong oleh kebijakan kenaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) yang efektif berlaku di awal 2020 sebagai antisipasi pedagang agar kenaikan yang terjadi tidak terlalu tinggi.
Inflasi komponen volatile food mencapai 4,30% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 3,39 % (yoy). Peningkatan ini terutama terjadi pada triwulan II dan III 2019, dipengaruhi oleh kenaikan harga sejumlah komoditas hortikultura (aneka cabai dan sayuran) sebagai dampak kemarau panjang dan keterlambatan impor bawang putih. Pada akhir triwulan III dan triwulan IV, tekanan inflasi volatile food kembali mereda seiring dengan panen hortikultura di beberapa daerah. Secara umum, inflasi komponen volatile food meningkat pada masa HBKN Ramadan dan Lebaran serta Natal dan Tahun Baru karena faktor naiknya permintaan masyarakat. Di sisi lain, terdapat juga beberapa komoditas yang menyumbang deflasi seperti daging ayam ras dan beras karena pasokan yang melimpah. Pergerakan harga daging ayam dipengaruhi oleh stok ayam yang melimpah di tingkat peternak. Sementara, harga beras yang relatif stabil didukung oleh kebijakan Ketersediaan Pasokan dan Stabilitasi Harga serta stok beras Bulog yang melimpah.
Perkembangan sepanjang 2019 dibandingkan dengan tahun 2018 secara umum, kenaikan inflasi terjadi hampir di seluruh kelompok bahan pengeluaran. Penurunan inflasi hanya terlihat pada kelompok pengeluaran untuk Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar, serta kelompok pengeluaran untuk Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Kenaikan inflasi, terutama terjadi pada pengeluaran komponen Sandang yang dipengaruhi oleh tingginya inflasi emas perhiasan dan kelompok bahan makanan juga mencatat kenaikan seiring tekanan harga produk hortikultura. Untuk inflasi yang lebih rendah dari tahun 2018 pada kelompok pengeluaran Perumahan, diantaranya dipengaruhi oleh inflasi tarif listrik yang lebih rendah di 2019, rendahnya permintaan untuk kepemilikan rumah baru (diindikasikan juga oleh rendahnya pertumbuhan kredit perbankan untuk perumahan), walaupun terdapat peningkatan tarif sewa rumah yang didorong oleh naiknya harga bahan-bahan bangunan. Sementara itu, pada kelompok pengeluaran transportasi, komunikasi, jasa keuangan, penurunan terutama didorong oleh deflasi oleh tarif angkutan udara dan bensin.
Sementara itu, kelompok makanan jadi dan perumahan juga mengalami inflasi. Berlanjutnya kenaikan harga rokok kretek dan kretek filter mendorong inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Kenaikan harga ini diperkirakan sebagai tindakan antisipasi para pedagang seiring dengan penerapan kenaikan cukai dan harga jual eceran rokok per Januari 2020 untuk menghindari kenaikan harga eceran yang terlalu tinggi. Sementara itu, kenaikan tarif kontrak dan sewa rumah salah satunya dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bangunan, seperti batako, pasir, genting, dan cat.
Terjaganya inflasi bulan November didorong juga oleh kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang masih melanjutkan deflasi. Komoditas utama yang mendorong deflasi, yaitu tarif angkutan udara. Permintaan masyarakat terhadap transportasi udara masih relatif rendah seiring dengan periode low season. Namun, permintaan tersebut diperkirakan mengalami peningkatan pada masa Natal dan liburan sekolah atau akhir tahun. Meskipun begitu, kebijakan pengaturan tarif angkutan udara diperkirakan dapat menjaga harga bergerak pada batas yang wajar.
Secara tahunan, inflasi masih terjaga dalam sasaran inflasi tahun 2019, yaitu sebesar 3,5 ± 1,0 persen. Pencapaian laju inflasi tersebut didukung oleh terjaganya inflasi komponen inti dengan meredanya tekanan harga emas global dan rendahnya inflasi komponen harga diatur Pemerintah (administered price) seiring kebijakan harga energi domestik yang tidak berubah. Meskipun begitu, komponen harga bergejolak atau volatile food masih relatif tinggi sebagai dampak dari musim kemarau panjang.
PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL : KINERJA PERDAGANGAN
Nilai ekspor Indonesia pada bulan Desember 2019 mencapai USD14,47 miliar, meningkat 3,77%(mtm) dari bulan November 2019 dan meningkat 1,28% (yoy) dibandingkan Desember 2018. Ekspor migas naik 12,09% (mtm) didorong oleh peningkatan ekspor minyak, gas, dan hasil minyak, sementara ekspor non migas meningkat sebesar 3,10% (mtm) di dorong oleh peningkatan komoditas utama antaranya lemak dan minyak hewan/nabati (HS15), timah dan barang daripadanya (HS80), serta biji, terak, dan abu logam (HS26).
Berdasarkan sektor, semua sektor ekspor Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan bulan November 2019. Sektor pertanian meningkat sebesar 10,24% (mtm), sektor pertambangan dan lainnya meningkat 4,71%(mtm), dan sektor industri pengolahan meningkat 2,57% (mtm). Secara kumulatif, nilai ekspor periode Januari-Desember 2019 mencapai USD 167,53 miliar, lebih rendah dari nilai ekspor periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai USD180,01 miliar (turun -6,94% yoy).
Nilai impor di bulan Desember 2019 mencapai USD14,50 miliar atau terkontraksi sebesar -5,47% (mtm) dan sebesar -5,62% (yoy). Kontraksi impor disebabkan menurunnya impor migas dan non migas masing masing sebesar -0,06% (mtm) dan -6,35% (mtm). Impor migas menurun utamanya disebabkan oleh menurunnya impor gas, dan impor hasil minyak. Sementara turunnya impor non migas dikarenakan turunnya impor komoditas impor utama mesin dan perlengkapan elektrik (HS85), kendaraan dan bagiannya (HS87), serta besi dan baja (HS72).
Berdasarkan golongan penggunaan, bulan Desember 2019 impor mengalami penurunan pada semua jenis penggunaan. Konsumsi menurun -1,32% (mtm), bahan baku/penolong -6,83%(mtm) dan barang modal 2-2,16% (mtm). Secara kumulatif, nilai impor periode Januari-Desember 2019 defisit USD0,03 miliar, lebih rendah dari nilai impor periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD1,1 miliar (-9,88%, ytd).
Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan di bulan Desember 2019 mengalami defisit USD28,2 juta, terdiri dari defisit migas sebesar USD971,3 juta dan surplus non migas USD943,1 juta. Kondisi neraca non migas mengalami perbaikan di bandingkan tahun sebelumnya yang mencatatkan defisit USD295,1 juta.
Secara kumulatif di tahun 2019, Neraca Perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar USD3,2 milyar turun jauh dibandingkan tahun 2018 sebesar USD8,7 milyar. Penurunan defisit neraca perdagangan tersebut disebabkan mengecilnya defisit neraca migas dan meningkatnya surplus neraca non migas. Mengecilnya defisit neraca migas disebabkan oleh menurunnya impor hasil minyak, minyak mentah dan gas. Meningkatnya surplus neraca nonmigas diantaranya disebabkan kenaikan ekspor kendaraan dan bagiannya serta logam mulia, perhiasan.
PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL : INDIKATOR PERTUMBUHAN EKONOMI
Konsumsi masyarakat masih akan menjadi tumpuan utama perekonomian Indonesia. Terjaganya tingkat inflasi mendukung stabilnya tingkat konsumsi yang ditunjukkan oleh tingkat keyakinan konsumen, penjualan eceran, serta penjualan mobil penumpang pada Desember 2019.
Hasil survei konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa optimisme konsumen terus mengalami penguatan sejak pertengahan tahun 2019. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 126,4 di Desember 2019 merupakan pencapaian tertinggi sejak Juli 2019. Hal ini terutamanya didorong oleh semakin membaiknya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini. Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE) naik sebesar 5,6 poin ke 113,1 dari posisi akhir triwulan III. Semua komponen IKE juga menunjukkan kenaikan baik itu persepsi mengenai penghasilan saat ini, ketersediaan lapangan kerja, dan pembelian barang tahan lama. Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang mengambarkan ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan juga mengalami kenaikan sebesar 3,4 pada periode yang sama. Kenaikan ekspektasi konsumen terjadi seiring dengan semakin optimisme konsumen terhadap penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja. Namun patut menjadi perhatian kenaikan tersbut tidak diiringi oleh optimisme atas kegiatan usaha yang mengalami penurunan.
Optimisme keyakinan konsumen tersebut didukung oleh data penjualan eceran (Indeks Penjualan Ritel) yang diindikasikan tumbuh tinggi triwulan IV 2019 (1,6%, YoY) dibandingkan triwulan sebelumnya (1,4%, YoY). Penjualan eceran tertinggi terjadi
pada kelompok makanan, minuman dan tembakau yang tumbuh cukup tajam dari 1,4% menjadi 4,5% pada periode yang sama. Namun secara tahunan, baik itu keyakinan konsumen dan penjualan ritel pada akhir tahun 2019 mengalami penurunan dibandingkan akhir tahun 2018, dimana masing-masing turun sebesar -0,48% dan -0,18%. Selama tahun 2019 pelemahan juga terjadi pada penjualan mobil, termasuk mobil penumpang. Secara kumulatif, jumlah total penjualan mobil dan mobil penumpang yang terjual pada tahun ini masing-masing turun sebesar -10,81% dan -11,82% dibandingkan penjualan tahun lalu. Namun demikian, terjadi kecenderung perbaikan penjualan pada paruh kedua 2019 dibandingkan paruh pertama 2019 terutama disebabkan karena telah selesainya pemilihan umum (pemilu).
Dari sisi investasi, realisasi penanaman modal pada triwulan IV 2019 diperkirakan akan mengalami perbaikan dibanding triwulan sebelumnya. Upaya Pemerintah yang terus menerus memperbaiki iklim investasi terutama mempermudah mekanisme penanaman modal dan pemberian insentif diharapkan segera memperoleh hasil. Perbaikan tersebut diperkirakan akan berlanjut karena pemerintahan Presiden Joko Widodo terus menggenjot pembangunan infrastruktur terutama pada proyek-proyek strategis nasional (PSN). Pertumbuhan realisasi investasi diperkirakan masih akan disumbang dari sektor-sektor produktif seperti sektor konstruksi terutama dari sisi peningkatan aktivitas proyek-proyek pemerintah untuk mengejar realisasi belanja pemerintah. Di sisi lain indikator investasi pada bulan November 2019 mengalami kontraksi. Indikator konsumsi semen dalam negeri masih mengalami kontraksi pertumbuhan 0,32% (yoy). Konsumsi semen Januari hingga November 2019 mencapai 63,23 juta ton sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 63,43 juta ton. Sementara itu, indikator penjualan mobil niaga juga mengalami kontraksi yang cukup dalam mencapai 17,9% (yoy). Kontraksi pertumbuhan penjualan mobil niaga pada bulan November 2019 tersebut melanjutkan bulan sebelumnya yang juga tercatat kontraksi sebesar 10,8% yoy.
Tabel Inflasi
Tabel Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2018 2019
Items Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
Ekspor 14.29 13.93 12.56 14.12 13.11 14.83 11.79 15.45 14.28 14.10 14.93 13.95 14.47 Non Migas 12.58 12.69 11.45 12.98 12.37 13.69 11.05 13.85 13.41 13.27 14.02 12.91 13.31 Pertanian 0.30 0.28 0.23 0.27 0.25 0.32 0.21 0.31 0.34 0.36 0.34 0.33 0.37 Manufaktur 10.16 10.20 9.41 10.31 9.47 11.68 9.08 11.53 11.24 10.85 11.35 10.59 10.87 Pertambangan 2.12 2.21 1.80 2.36 2.19 2.15 1.81 2.02 1.83 2.06 2.32 1.99 2.08 Migas 1.71 1.23 1.11 1.14 0.74 1.14 0.75 1.61 0.88 0.83 0.92 1.04 1.16 Impor 15.37 14.99 12.23 13.45 15.40 14.61 11.50 15.52 14.17 14.26 14.76 15.34 14.50 Non Migas 13.34 13.33 10.64 11.93 13.16 12.42 9.78 13.77 12.54 12.67 13.00 13.21 12.37 Migas 2.03 1.66 1.58 1.52 2.24 2.18 1.71 1.75 1.63 1.59 1.76 2.13 2.13 Golongan Penggunaan Barang Barang Konsumsi 1.47 1.22 1.01 1.15 1.46 1.55 1.03 1.47 1.36 1.41 1.44 1.67 1.65 Bahan Baku 11.22 11.42 9.03 10.11 11.57 10.73 8.74 11.27 10.33 10.26 10.88 11.17 10.40 Barang Modal 2.68 2.36 2.19 2.20 2.37 2.32 1.73 2.78 2.48 2.59 2.44 2.50 2.45 Neraca Perdagangan -1.07 -1.06 0.33 0.67 -2.29 0.22 0.30 -0.06 0.11 -0.16 0.17 -1.39 -0.03 Non Migas -0.76 -0.64 0.80 1.05 -0.79 1.26 1.26 0.08 0.87 0.60 1.01 -0.30 0.94 Migas -0.32 -0.42 -0.47 -0.38 -1.49 -1.05 -0.97 -0.14 -0.76 -0.76 -0.84 -1.10 -0.97 2018 2019
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
MtM 0.62 0.32 -0.08 0.11 0.44 0.68 0.55 0.31 0.12 -0.27 0.02 0.14 0.34
Ytd 3.13 0.32 0.24 0.35 0.80 1.48 2.05 2.36 2.48 2.20 2.22 2.37 2.72
YoY 3.13 2.82 2.57 2.48 2.83 3.32 3.28 3.32 3.49 3.39 3.13 3.00 2.72
2018 2019
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
EoP 14.481 14.072 14.062 14.244 14.215 14.385 14.141 14.026 14.237 14.174 14.008 14.102 13.901
Ytd 14.048 14.179 14.225 14.225 14.163 14.104 14.139 14.142 14.181 14.173 14.167 14.158 14.146 Sumber: BPS, diolah
Tabel Indikator Moneter dan Sektor Riil
Pengarah : Kepala Badan Kebijakan Fiskal
Penanggung Jawab : Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
Penyusun : Thomas NPD Keraf, Roni Parasian, Andriansyah, Immanuel Bekti H., Raditiyo Harya P., Dwi Anggi Novianti, Dedy Sunaryo, Aktiva Primananda H. , Nurul Putri R. Layout : Patria Yoga Asmara
Sumber Data : CEIC, Bloomberg, BPS, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan
Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.
2018 2019
ITEMS Des Jan Feb Mar Aprl Mei Jun Jul Agst Sept Oct Nov Des
Pertumbuhan Uang Beredar (%, yoy)
M1 4.77 3.83 2.65 4.80 5.76 7.37 4.90 7.44 6.57 6.88 6.63 10.5
2
M2 6.29 5.51 5.98 6.47 6.19 7.84 6.95 7.80 7.32 7.08 6.34 7.11
Pertumbuhan Kredit Perbankan (%, yoy) 11.7 2 11.9 1 12.0 3 11.5 5 11.0 6 11.0 6 9.90 9.69 8.67 8.00 6.61 7.01 Kredit Modal Kerja 13.0
7 12.8 7 12.9 1 12.3 0 11.1 2 10.8 6 8.32 8.96 7.52 6.06 4.09 4.05 Kredit Investasi 10.8 5 12.5 8 13.3 6 13.2 2 13.3 5 14.6 4 13.2 9 13.8 5 12.7 5 13.0 0 11.4 3 13.7 1 Kredit Konsumsi 10.3 0 9.89 9.56 8.98 9.05 8.37 7.66 7.35 7.01 6.92 6.57 6.17
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
(%, yoy) 7,62 7,29 6,51 6,44 6,63 6.27 7.42 8.04 7.62 7.47 6.29
Suku bunga 7drr (%) 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 5.75 5.50 5.00 4.75 4.75 4.75
Suku bunga Kredit Bank Komersil (%)
Kredit Modal Kerja 10.3 4 10.5 2 10.5 5 10.5 1 10.5 0 10.4 3 10.3 9 10.3 9 10.3 6 10.2 9 10.2 2 10.2 0 Kredit Investasi 10.3 8 10.3 8 10.3 6 10.3 4 10.3 1 10.2 6 10.2 4 10.2 2 10.1 6 10.1 1 10.0 4 10.0 2 Kredit Konsumsi 11.7 3 11.7 2 11.6 8 11.6 4 11.6 2 11.5 7 11.5 7 11.5 5 11.5 5 11.5 3 11.5 1 11.4 9 NPL Bank Umum (%) 2.37 2.56 2.59 2.51 2.57 2.61 2.50 2.55 2.60 2.66 2.73 CAR Bank Umum (%) 22.9
7 23.2 2 23.4 5 23.4 2 23.2 1 22.4 3 22.6 3 23.1 9 23.9 3 23.2 8 23.5 4 Indeks Keyakinan Konsumen 127.
02 125. 46 125. 12 124. 54 128. 11 128. 17 126. 38 124. 77 123. 14 121. 84 118. 40 124. 21 126. 37 Indeks Penjualan Ritel 236.
34 218. 13 218. 20 230. 16 229. 35 249. 79 233. 58 221. 23 216. 56 212. 36 215. 71 216. 58 235. 92 Penjualan mobil penumpang (%,
yoy) -1.6 -23.4 -13.9 -5.3 -13.9 -16.3 5.8 -20.1 -14.9 -2.5 -13.1 -8.2 -6.5 Pertumbuhan konsumsi semen
(%, yoy) 4.9 -1.3 2.2 -0.6 -8.7 -9.0 12.7 -1.6 -3.2 -0.5 2.0 9.5 7.2 Penjualan Motor (%, yoy) 8.9 17.9 21.0 8.4 3.0 -4.7 2.7 -11.3 5.1 2.1 -2.0 -8.3 Penjualan mobil niaga (%, yoy) 7.3 8.45
-16.1 3 -28.7 1 -31.7 0 -15.6 8 3.04 -18.5 1 -8.44 -11.3 7 -5.84 -16.8 8 10.9 4
Tabel Indikator Moneter dan Sektor Riil
Sumber: CEIC, Bank Indonesia,Otoritas Jasa Keuangan, diolah