BAB IV
HASIL DAN BAHASAN
4.1 DESKRIPSI RESPONDEN
4.1.1 Profil Responden
Responden dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMU di Salatiga dan sekitarnya, yang duduk di kelas XII. Pemilihan lokasi Salatiga dan sekitarnya berdasarkan kemudahan akses peneliti serta dengan asumsi bahwa mereka adalah calon konsumen/pengguna jasa yang potensial bagi perguruan tinggi swasta. Pemilihan responden siswa kelas XII berdasarkan pertimbangan bahwa mereka hampir lulus SMU dan pasti mulai memikirkan dengan lebih serius mengenai jenjang pendidikan selanjutnya. Responden berasal dari SMU Negeri maupun Swasta di Salatiga dan sekitarnya, dengan latar belakang ekonomi yang beragam.
Jumlah responden total adalah 150 siswa dengan perincian sebagai berikut :
Tabel IV.1 Jumlah Responden dan Asal Sekolah
Asal Sekolah Negeri/Swasta Nama SMU Jumlah Responden Salatiga Swasta Kristen 1 25 siswa
Negeri Negeri 2 Salatiga 25 siswa
Seputar Salatiga Swasta Virgo Fidelis 25 siswa Negeri Negeri 1 Tengaran 25 siswa Negeri 1 Ungaran 25 siswa Negeri 1 Ambarawa 25 siswa
TOTAL 150 siswa
Sumber : Data Primer
Jumlah awal sebanyak 150 kuesioner tersebut diseleksi
melalui lembar pertanyaan yang menguji awareness
responden terhadap UKSW. Kuesioner yang menunjukkan tidak adanya brand awareness tidak disertakan dalam proses selanjutnya. Setelah melalui proses ini, kuesioner yang dapat diproses lebih lanjut berjumlah 116.
Selanjutnya adalah gambaran mengenai besarnya penghasilan orangtua siswa per bulan. Untuk butir pertanyaan ini diberikan opsi jawaban sebagai berikut :
Tabel IV.2 Kode Opsi Jawaban Penghasilan Orangtua Siswa
Besarnya penghasilan orangtua siswa per bulan
Kode
Di bawah 1,5 juta 1
1,5 – 2,5 juta 2
2,5 – 3,5 juta 3
Dari olahdata kuesioner, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel IV.3 Penghasilan Orangtua Siswa PENGHASILAN_ORTU
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 28 24.1 24.1 24.1 2 43 37.1 37.1 61.2 3 34 29.3 29.3 90.5 4 11 9.5 9.5 100.0 Total 116 100.0 100.0 Sumber : Olah Data Primer
Sebanyak 37,1% siswa menyatakan bahwa penghasilan orangtua mereka per bulan berkisar antara 1,5 – 2,5 juta. Disusul dengan 29,3% berpenghasilan antara 2,5 – 3,5 juta dan 24,1% berpenghasilan di bawah 1,5 juta. Orangtua siswa yang berpenghasilan diatas 3,5 juta hanya sejumlah 9,5%. Secara bagan, prosentase masing-masing bagian dapat disajikan sebagai berikut :
Bagan IV.1 Penghasilan Orangtua Siswa
PENGHASILAN ORANGTUA
1 2 3 4
Menurut Badan Pusat Statistik, tingkat pendapatan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Golongan rendah : kurang dari Rp 1.500.000 per bulan
Golongan sedang : Rp 1.500.000 hingga Rp 2.500.000 per bulan Golongan tinggi : Rp 2.500.000 hingga Rp 3.500.000 per bulan Golongan sangat tinggi: diatas Rp 3.500.000 per bulan
Pendapatan atau penghasilan itu sendiri didefinisikan sebagai seluruh penerimaan yang berasal dari sektor formal (melalui pekerjaan pokok dan bersifat reguler) maupun informal (diterima sebagai balas jasa dari sektor informal maupun keuntungan lain-lain).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 37,1% siswa berasal dari keluarga golongan sedang, 29,3% berasal dari golongan tinggi, 24,1% dari golongan rendah, dan hanya 9,5% berasal dari golongan sangat tinggi.
4.2 UJI KUALITAS DATA
Uji kualitas data dilaksanakan dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas data penelitian khususnya data yang tergolong ordinal. Secara umum uji kualitas data tersebut dimaksudkan untuk memastikan akurasi dan konsistensi data penelitian. Hal ini dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 15.0
4.2.1 Uji Validitas Data
Uji validitas atau uji kesahihan digunakan untuk mengetahui seberapa tepat suatu alat ukur mampu
melakukan fungsinya (Santoso, 2010 & Wijaya, 2009). Jenis korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson (Pearson Product Moment). Dari uji validitas untuk variabel brand association peroleh hasil sebagai berikut:
Tabel IV.4 Hasil Uji Validitas Brand Association
Correlations
BR_AS
_MHL _MUTU BR_AS BR_AS_GENGS BR_AS_B_FAK MEGAH BR_AS_
BR_AS _FASLT S BR_AS_MHL Pearson Correlation 1 .565** .475** .161 .147 .215* Sig. (2-tailed) .000 .000 .085 .114 .021 N 116 116 116 116 116 116 BR_AS_MUTU Pearson Correlation .565** 1 .583** .252** .333** .282** Sig. (2-tailed) .000 .000 .006 .000 .002 N 116 116 116 116 116 116 BR_AS_GENG S Pearson Correlation .475** .583** 1 .226* .371** .486** Sig. (2-tailed) .000 .000 .015 .000 .000 N 116 116 116 116 116 116 BR_AS_B_FA K Pearson Correlation .161 .252** .226* 1 .250** .393** Sig. (2-tailed) .085 .006 .015 .007 .000 N 116 116 116 116 116 116 BR_AS_MEGA H Pearson Correlation .147 .333** .371** .250** 1 .371** Sig. (2-tailed) .114 .000 .000 .007 .000 N 116 116 116 116 116 116 BR_AS_FASL TS Pearson Correlation .215* .282** .486** .393** .371** 1 Sig. (2-tailed) .021 .002 .000 .000 .000 N 116 116 116 116 116 116
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations BR_AS _MHL BR_AS _MUTU BR_AS_G ENGS BR_AS_B _FAK BR_AS_ MEGAH BR_AS _FASLT S BR_AS_MHL Pearson Correlation 1 .565** .475** .161 .147 .215* Sig. (2-tailed) .000 .000 .085 .114 .021 N 116 116 116 116 116 116 BR_AS_MUTU Pearson Correlation .565** 1 .583** .252** .333** .282** Sig. (2-tailed) .000 .000 .006 .000 .002 N 116 116 116 116 116 116 BR_AS_GENG S Pearson Correlation .475** .583** 1 .226* .371** .486** Sig. (2-tailed) .000 .000 .015 .000 .000 N 116 116 116 116 116 116 BR_AS_B_FA K Pearson Correlation .161 .252 ** .226* 1 .250** .393** Sig. (2-tailed) .085 .006 .015 .007 .000 N 116 116 116 116 116 116 BR_AS_MEGA H Pearson Correlation .147 .333** .371** .250** 1 .371** Sig. (2-tailed) .114 .000 .000 .007 .000 N 116 116 116 116 116 116 BR_AS_FASL TS Pearson Correlation .215* .282** .486** .393** .371** 1 Sig. (2-tailed) .021 .002 .000 .000 .000 N 116 116 116 116 116 116
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hasil uji validitas untuk variabel brand association
menunjukkan bahwa masing-masing item di dalam brand
association (mahal, bermutu, bergengsi, banyak fakultas, megah serta fasilitas lengkap) valid dan berkorelasi positif, dengan nilai r berkisar antara 0.147 hingga 0.583.
Uji validitas untuk variabel perceived quality
menunjukkan hasil sebagai berikut :
Tabel IV.5 Hasil Uji Validitas Perceived Quality
Correlations PQUAL_ L_MHL PQUAL_ L_MUT U PQUAL_L _GSG PQUAL_L_ BFAK PQUAL_L _MGH PQUAL-FAS PQUAL_L_MHL Pearson Correlation 1 .044 .243** .079 .231* .365** Sig. (2-tailed) .637 .009 .401 .012 .000 N 116 116 116 116 116 116 PQUAL_L_MUT U Pearson Correlation .044 1 .195* .008 .147 .048 Sig. (2-tailed) .637 .036 .935 .115 .611 N 116 116 116 116 116 116 PQUAL_L_GSG Pearson Correlation .243** .195* 1 .287** .130 .198* Sig. (2-tailed) .009 .036 .002 .164 .033 N 116 116 116 116 116 116 PQUAL_L_BFAK Pearson Correlation .079 .008 .287** 1 .167 .207* Sig. (2-tailed) .401 .935 .002 .073 .026 N 116 116 116 116 116 116 PQUAL_L_MGH Pearson Correlation .231* .147 .130 .167 1 .219* Sig. (2-tailed) .012 .115 .164 .073 .018 N 116 116 116 116 116 116 PQUAL-FAS Pearson Correlation .365** .048 .198* .207* .219* 1 Sig. (2-tailed) .000 .611 .033 .026 .018 N 116 116 116 116 116 116
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hasil uji validitas untuk variabel perceived quality
menunjukkan bahwa masing-masing item di dalam brand
association (lebih mahal, lebih bermutu, lebih bergengsi, lebih banyak fakultas,lebih megah dan fasilitas lebih lengkap) valid dan berkorelasi positif, dengan nilai r berkisar antara 0.008 hingga 0.365
4.2.2 Uji Reliabilitas Data
Tahap selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas pada data penelitian yang bersifat ordinal. Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui konsistensi/keteraturan hasil pengukuran suatu instrumen apabila dipergunakan lagi sebagai alat ukur suatu obyek/responden (Santoso, 2010 & Wijaya, 2009). Uji reliabilitas dilakukan dengan melihat nilai Cronbach’s Alpha
dengan bantuan software SPSS versi 15.0 Dari uji reliabilitas data untuk variabel brand association dan variabel perceived quality masing-masing diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel IV.6 Hasil Uji Reliabilitas Brand Association
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items .754 .756 6 Item-Total Statistics Scale Mean if
Item Deleted Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted
BR_AS_MHL 20.2672 4.198 .460 .359 .730 BR_AS_MUTU 20.1983 3.813 .612 .475 .683 BR_AS_GENGS 20.3621 4.129 .655 .488 .679 BR_AS_B_FAK 20.2500 4.711 .354 .185 .753 BR_AS_MEGAH 20.3276 4.500 .412 .221 .740 BR_AS_FASLTS 20.3621 4.442 .496 .349 .719
Tabel IV.7 Hasil Uji Reliabilitas Perceived Quality
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items .624 .623 6 Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted PQUAL_L_MHL 20.4483 3.519 .444 .252 .542 PQUAL_L_MUTU 20.4741 3.817 .401 .195 .562 PQUAL_L_GSG 20.5862 4.088 .349 .151 .584 PQUAL_L_BFAK 20.5603 4.335 .220 .096 .629 PQUAL_L_MGH 20.4224 3.985 .302 .097 .603 PQUAL-FAS 20.5259 3.851 .423 .200 .555
Nilai alpha yang dapat diterima pada umumnya berkisar antara 0.70 hingga 0.95 (Nunnally & Bernstein, 1994), namun untuk penelitian di bidang ilmu sosial nilai alpha sebesar 0.60 sudah dapat diterima. Dengan demikian, variabel brand association dan perceived quality dengan nilai alpha masing-masing 0.754 dan 0.624 dapat dinyatakan reliabel.
4.3 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3.1 Hasil
Gambaran mengenai ekuitas merek UKSW diperoleh
melalui Brand Awareness (kesadaran merek), Brand
Association (asosiasi merek), Perceived Quality (persepsi kualitas), Perceived Price (persepsi harga) dan Brand Loyalty
(loyalitas merek). Berikut ini adalah penjabaran hasil kuesioner dari masing-masing aspek ekuitas merek tersebut: 4.3.1.1 Aspek Awareness Universitas Kristen Satya Wacana
Lembar kuesioner bagian pertama berisi instruksi agar responden menyebutkan 5 universitas swasta di Jawa Tengah, berurutan mulai dari yang pertama kali muncul dalam pemikiran responden. Diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel IV.8 Aspek Brand Awareness/Kesadaran Merek BR_AWARE
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 98 84.5 84.5 84.5 2 11 9.5 9.5 94.0 3 4 3.4 3.4 97.4 4 3 2.6 2.6 100.0 Total 116 100.0 100.0 Sumber: Olah Data Primer
Dari total 116 responden yang memiliki awareness terhadap Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), sebanyak 98
responden (84,5%) menempatkan UKSW pada urutan pertama. Selanjutnya, 9,5% menempatkan UKSW pada urutan kedua, 3,4% pada urutan ketiga dan 2,6% pada urutan yang terendah yaitu urutan ke 4.
Bagan IV.2 Brand Awareness/Kesadaran Merek
Sumber: Olah Data Primer
Brand awareness terdiri dari brand recognition dan
brand recall (Keller, 1993). Brand recognition terjadi apabila konsumen mampu menggali kembali ingatan konsumen sesuai pengetahuan atau pengalaman yang telah dialami berkaitan dengan brand tersebut serta membedakannya dengan brand lain yang sejenis. Sedangkan brand recall
menggambarkan kemampuan calon konsumen untuk
mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu brand
merupakan bagian dari suatu kategori produk tertentu. Dalam penelitian ini penulis mencoba menggali aspek brand recall. UKSW merupakan brand sedangkan universitas swasta
BRAND AWARENESS
1 2 3 4
di Jawa Tengah adalah kategori produk yang sengaja disebutkan sebagai petunjuk/clue.
Dari penelitian ini diketahui bahwa 84,5% calon konsumen mengenali UKSW sebagai salah satu dari sekian banyak universitas swasta di Jawa Tengah pada urutan yang pertama.
4.3.1.2 Aspek Asosiasi Merek/Band Association
Universitas Kristen Satya Wacana
Brand association menggambarkan segala sesuatu yang mungkin terkait dengan suatu brand tertentu di dalam benak konsumen. Brand association sangat penting dipahami oleh pemilik brand karena dapat menstimulasi sikap positif
konsumen terhadap brand serta menjadi menyediakan
landasan yang penting bagi pemilik brand untuk menyusun hal-hal stratejik seperti pengembangan brand.
Untuk brand UKSW dalam penelitian ini, brand association dilihat dari aspek asosiasi mahal, bermutu, bergengsi, banyak fakultas, megah dan fasilitas lengkap. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel IV.9 Aspek Brand Association/Asosiasi Merek
BR_AS_MHL
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 3 21 18.1 18.1 18.1
4 64 55.2 55.2 73.3
5 31 26.7 26.7 100.0
Total 116 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 3 19 16.4 16.4 16.4 4 60 51.7 51.7 68.1 5 37 31.9 31.9 100.0 Total 116 100.0 100.0 BR_AS_GENGS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid 3 18 15.5 15.5 15.5 4 81 69.8 69.8 85.3 5 17 14.7 14.7 100.0 Total 116 100.0 100.0 BR_AS_B_FAK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid 3 13 11.2 11.2 11.2 4 78 67.2 67.2 78.4 5 25 21.6 21.6 100.0 Total 116 100.0 100.0 BR_AS_MEGAH
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 3 19 16.4 16.4 16.4
4 75 64.7 64.7 81.0
5 22 19.0 19.0 100.0
Total 116 100.0 100.0
BR_AS_FASLTS
Valid 3 18 15.5 15.5 15.5
4 81 69.8 69.8 85.3
5 17 14.7 14.7 100.0
Total 116 100.0 100.0
Sumber: Olah Data Primer
Keenam aspek asosiasi merek tersebut dirangkum ke dalam satu tabel sebagai berikut :
Tabel IV.10 Rangkuman: Brand Association/Asosiasi Merek
MAHAL BER-MUTU BER-GENGSI BANYAK FAKULTAS MEGAH FASILITAS LENGKAP SANGAT SETUJU 26,7% 31,9% 14,7% 21,6% 19% 14,7% SETUJU 55,2% 51,7% 69,8% 67,2% 64,7% 69,8% KURANG SETUJU 18,1% 16,4% 15,5% 11,2% 16,4% 15,5% TIDAK SETUJU - - - - SANGAT TIDAK SETUJU - - - -
Sumber: Olah Data Primer
Dari rangkuman mengenai asosiasi merek tersebut terlihat gambaran bahwa mayoritas calon konsumen/calon mahasiswa UKSW setuju mengasosiasikan UKSW sebagai universitas yang mahal namun bermutu, serta bergengsi, gedung yang megah disertai dengan banyaknya pilihan fakultas serta kelengkapan fasilitas belajar-mengajar.
4.3.1.3 Aspek Persepsi Kualitas/Perceived Quality
Perceived quality atau persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas ataupun superioritas suatu brand, jika dibandingkan dengan alternatif lain yang sejenis/dalam kategori produk yang sama (Zeithaml, 1988). Persepsi kualitas ini dapat meliputi keseluruhan komponen dari produk tersebut, baik karakter yang
tangibel/berwujud maupun intangible/tak berwujud. Persepsi kualitas tersebut dapat juga meliputi kinerja atau fitur tertentu seperti keandalan, kesesuaian, dan sebagainya.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa persepsi kualitas tidak sama dengan pemahaman yang obyektif mengenai kualitas tersebut.
Dalam penelitian ini persepsi kualitas calon konsumen terhadap UKSW diwakili dengan persepsi: lebih mahal, lebih bermutu, lebih bergengsi, lebih banyak fakultas, lebih megah, dan fasilitas lebih lengkap. Diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel IV.11 Aspek Perceived Quality/Persepsi Kualitas
PQUAL_L_MHL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid 3 23 19.8 19.8 19.8 4 52 44.8 44.8 64.7 5 41 35.3 35.3 100.0 Total 116 100.0 100.0 PQUAL_L_MUTU
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 3 18 15.5 15.5 15.5
5 33 28.4 28.4 100.0
Total 116 100.0 100.0
PQUAL_L_GSG
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid 3 19 16.4 16.4 16.4 4 76 65.5 65.5 81.9 5 21 18.1 18.1 100.0 Total 116 100.0 100.0 PQUAL_L_BFAK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 3 19 16.4 16.4 16.4
4 73 62.9 62.9 79.3
5 24 20.7 20.7 100.0
Total 116 100.0 100.0
PQUAL_L_MGH
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid 3 18 15.5 15.5 15.5 4 59 50.9 50.9 66.4 5 39 33.6 33.6 100.0 Total 116 100.0 100.0 PQUAL-FAS
Valid 3 18 15.5 15.5 15.5
4 71 61.2 61.2 76.7
5 27 23.3 23.3 100.0
Total 116 100.0 100.0
Sumber: Olah Data Primer
Keenam aspek persepsi kualitas tersebut dirangkum ke dalam satu tabel sebagai berikut :
Tabel IV.12 Rangkuman: Perceived Quality/Persepsi Kualitas
LEBIH
MAHAL LEBIH BERMUTU LEBIH BERGENGSI LEBIH BANYAK
FAKULTAS
LEBIH
MEGAH FASILITAS LEBIH
LENGKAP SANGAT SETUJU 35,3% 28,4% 18,1% 20,7% 33,6% 23,3% SETUJU 44,8% 56% 65,5% 62,9% 50,9% 61,2% KURANG SETUJU 19,8% 15,5% 16,4% 16,4% 15,5% 15,5% TIDAK SETUJU - - - - SANGAT TIDAK SETUJU - - - -
Pembahasan persepsi kualitas ini dalam konteks jika UKSW dibandingkan dengan universitas lain yang sejenis. Dari tabel rangkuman persepsi kualitas tersebut diketahui bahwa mayoritas responden setuju bahwa UKSW memang lebih mahal, namun lebih bermutu, lebih bergengsi, lebih megah, jumlah fakultas lebih banyak, serta fasilitas pendukung lebih lengkap. Dengan kata lain, diperoleh hasil yang sangat positif untuk aspek persepsi kualitas.
4.3.1.4 Aspek Persepsi Harga/Perceived Price Universitas Kristen Satya Wacana
Harga atau price dalam konteks ini menunjukkan biaya, yaitu besarnya biaya kuliah. Harga atau biaya memiliki aspek
yang menarik, yaitu bahwa konsumen belum tentu benar-benar mengerti mengenai besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam mencapai atau memperoleh sesuatu dan cenderung memperkirakan saja (Zeithaml 1988; Dickson dan Sawyer, 1985). Dari kuesioner mengenai persepsi harga diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel IV.13 Aspek Perceived Price/Persepsi Harga
PPRICE_TAU
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 67 57.8 57.8 57.8
2 49 42.2 42.2 100.0
Total 116 100.0 100.0 Sumber: Olah Data Primer
Lebih dari separuh (57,8%) responden merasa mampu memperkirakan besarnya biaya jika mereka kuliah di UKSW.
PPRICE_INFO
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 6 5.2 5.2 5.2
2 110 94.8 94.8 100.0
Total 116 100.0 100.0 Sumber: Olah Data Primer
Selanjutnya, diperoleh fakta menarik yaitu hanya 5,2%
yang menyatakan pernah mencari informasi yang
Dengan kata lain, meskipun lebih dari separuh responden merasa mampu memperhitungkan besarnya dana yang harus dialokasikan jika mereka kuliah di UKSW, namun ternyata masih dalam batas persepsi saja. Fakta ini sejalan dengan penelitian-penelitian mengenai persepsi harga (Zeithaml 1988; Dickson dan Sawyer, 1985). Dalam hal ini, calon mahasiswa membangun persepsi tertentu mengenai biaya kuliah namun belum pernah mencari info yang sebenarnya. Hal ini berpotensi menimbulkan kesenjangan antara persepsi dengan kenyataan.
4.3.1.5 Aspek Loyalitas Merek/Brand Loyalty Universitas Kristen Satya Wacana
Dari kuesioner mengenai loyalitas merek berupa keinginan kuliah dan keinginan merekomendasikan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel IV.14 Aspek Brand Loyalty/Loyalitas Merek
BR_LOYL_KUL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 102 87.9 87.9 87.9
2 14 12.1 12.1 100.0
Total 116 100.0 100.0 Sumber: Olah Data Primer
Loyalitas merek dalam hal keinginan kuliah
menunjukkan hasil yang sangat positif. 87,9% responden menyatakan loyalitasnya dalam wujud keinginan untuk kuliah di UKSW.
LOYALITAS MEREK: INGIN MEREKOMENDASIKAN
BR_LOYL_REK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid 1 105 90.5 90.5 90.5 2 10 8.6 8.6 99.1 4 1 .9 .9 100.0 Total 116 100.0 100.0
Sejalan dengan keinginan kuliah, loyalitas merek dalam hal keinginan merekomendasikan juga menunjukkan hasil sangat positif. 90,5% menyatakan keinginannya untuk merekomendasikan UKSW kepada pihak lain.
Loyalitas merek dapat bersifat fungsional, yaitu calon konsumen memiliki alasan rasional tertentu yang membawa kepada loyalitas merek. Loyalitas juga dapat bersifat emosional, yaitu ikatan loyalitas yang tidak mudah dijelaskan alasannya namun konsumen senantiasa merasa yakin akan pilihannya sehingga tidak hanya memilih untuk dirinya namun dengan sukarela akan merekomendasikan kepada pihak lain (Kuusik, 2007). Disini terdapat hasil yang relatif
seiring antara keinginan kuliah dengan keinginan
merekomendasikan dan keduanya sama pentingnya untuk ditingkatkan dan dikuatkan dengan cara mempertegas aspek-aspek yang merupakan alasan calon konsumen untuk bersikap loyal.
4.3.2 PEMBAHASAN
Equity/Ekuitas Merek
Brand awareness atau kesadaran merek merupakan fondasi bagi brand loyalty. Kesadaran merek tidak berhenti pada sekedar menyadari keberadaan suatu merek. Kesadaran akan suatu merek akan menimbulkan perasaan familiar terhadap suatu merek dan kecenderungan manusia adalah lebih memilih sesuatu yang familiar dibandingkan dengan yang samasekali tidak dikenal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa brand awareness dalam jangka panjang mampu membawa kepada brand loyalty/loyalitas merek yang mencakup kecenderungan pengkonsumsian ulang ataupun
bertahan pada brand yang sama, serta kesediaan
merekomendasikan kepada pihak lain.
Brand association/asosiasi merek, yaitu kesan
emosional tentang suatu brand yang tertanam dalam
pemikiran konsumen; maupun perceived quality/persepsi
kualitas yang merupakan perpaduan antara aspek stimuli yang diterima konsumen maupun aspek sikap konsumen dalam menanggapi stimuli tersebut, keduanya juga dapat mengarah kepada brand loyalty, jika asosiasi merek maupun persepsi kualitas tersebut bersifat positif.
Konsumen tidak selalu memahami harga/price yang sesungguhnya, namun perceived price yang bersifat subyektif inipun dapat mengarah kepada purchase intention/niat atau
keinginan untuk melakukan pembelian/ pengkonsumsian,
dipersepsikan sebagai harga yang sesuai dengan value/nilai yang akan diperoleh.
4.3.2.2 Upaya-Upaya yang Telah Dilakukan Universitas Kristen Satya Wacana
Pihak UKSW selaku pemilik brand sejauh ini telah secara rutin melaksanakan hal-hal berikut, untuk menjaga serta meningkatkan ekuitas merek UKSW di mata para
stakeholders:
Tabel IV.15 Kegiatan UKSW Menjaga & Meningkatkan Ekuitas Merek No NAMA KEGIATAN KETERANGAN
1 Mengikuti Expo
Pendidikan
Mengikuti Expo Pendidikan yang diadakan oleh sekolah/SMU di seluruh Indonesia. 2 Kunjungan ke SMU Kunjungan ke berbagai SMU dan SMK
untuk mempresentasikan UKSW, terutama jika sekolah tersebut tidak mengadakan Expo Pendidikan.
3 Pemasangan Baliho Pemasangan Baliho di berbagai titik yang dinilai strategis di berbagai kota.
4 Beriklan di radio daerah
Beriklan lewat radio di berbagai kota/daerah.
5 Beriklan di koran daerah
Beriklan di berbagai koran daerah.
6 Membagikan Satyalink Sejenis buletin komunikasi yang memuat prestasi mahasiswa & dosen UKSW serta informasi pendaftaran camaru, dibagikan ke SMU/SMK sewaktu kegiatan presentasi ke sekolah-sekolah tersebut.
7 Program fasilitator Guru BK di SMU/SMK dan para alumni yang menjadi ‘fasilitator’ dapat menerima pendaftaran calon mahasiswa secara
kolektif dengan insentif potongan biaya pendaftaran sebesar 50%.
8 Seminar untuk para guru BK
Seminar/workshop gratis untuk para guru BK seputar Salatiga, maupun daerah lain di Jawa & luar Jawa, dengan beragam topik yang sesuai dengan lingkup kerja guru BK, disertai bazzar fakultas serta
campus tour.
Sumber: Biro Promosi danHubungan Luar (BPHL) - UKSW
Secara rutin UKSW mengikuti kegiatan Expo Pendidikan yang diadakan oleh berbagai SMU baik di pulau Jawa maupun di luar Jawa (terutama Manado, Papua). Di dalam expo yang diikuti oleh berbagai perguruan tinggi tersebut, UKSW
bermaksud menunjukkan eksistensinya serta terus
menguatkan awareness calon konsumen. Apabila SMU yang dituju tidak mengadakan/tidak memiliki kegiatan Expo Pendidikan, maka UKSW menempuh jalan berupa kunjungan ke SMU dan menyampaikan presentasi mengenai UKSW.
Presentasi mengenai UKSW meliputi aspek-aspek berikut ini :
• Fakultas dan Program Studi yang ada di UKSW.
• Fasilitas pendukung proses belajar-mengajar di
tiap fakultas maupun pada aras universitas.
• Penjelasan tentang lingkungan kota Salatiga dan
perkiraan biaya hidup di Salatiga.
• Penjelasan lisan dan simulasi perhitungan biaya
kuliah di UKSW.
program-program lain di UKSW yang dapat membantu meringankan biaya kuliah.
• Kerjasama UKSW dengan universitas/lembaga
yang ada di Indonesia maupun di luar negeri. Pemasangan baliho serta beriklan di radio dan koran daerah juga dilakukan dengan tujuan yang sama yaitu
memanfaatkan berbagai cara mengkomunikasikan brand
untuk membangun awareness calon konsumen.
Pada saat kunjungan ke sekolah ataupun mengikuti Expo Pendidikan, dibagikan Satya link yaitu buletin komunikasi yang berisi prestasi mahasiswa maupun dosen UKSW dalam satu tahun terakhir. Tampilan/layout buletin maupun bahasa yang dipergunakan disesuaikan dengan gaya yang disukai target pembaca yaitu siswa SMU. Buletin ini dimaksudkan sebagai media komunikasi antara UKSW dengan para stakeholders, dalam hal ini siswa SMU/SMK. Buletin Satyalink menyampaikan informasi tentang prestasi-prestasi yang dicapai oleh mahasiswa maupun dosen UKSW serta informasi tentang fasilitator-fasilitator dan pendaftaran mahasiswa baru untuk tahun akademik yang akan datang.
Program fasilitator serta seminar untuk guru BK merupakan upaya membangun dan meningkatkan loyalitas, khususnya dari pihak alumni dan guru BK.
Dalam program fasilitator, alumni maupun guru BK berperan menjelaskan, merekomendasikan maupun menerima pendaftaran camaru UKSW. Insentif yang akan diberikan kepada para fasilitator tersebut adalah pemotongan 50%
untuk uang pendaftaran camaru.
Seminar/workshop untuk guru BK dari berbagai kota dan daerah diadakan secara berkala dengan topik yang beragam dan berkaitan erat dengan seluk-beluk pendidikan dan pembinaan siswa SMU. Seminar ini tidak dipungut biaya, bahkan untuk guru-guru dari luar kota/luar daerah disediakan akomodasi yang memadai. Seusai seminar, dilanjutkan dengan kunjungan ke stand- stand dari berbagai fakultas yang ada di UKSW untuk mendapatkan informasi fakultas maupun fasilitas yang dimiliki masing masing fakultas. Selain itu diadakan pula campus tour, dimana para guru BK tersebut diajak menyaksikan secara langsung fasilitas-fasilitas yang ada, baik pada aras fakultas maupun universitas.
4.3.2.3 Pembahasan Upaya-Upaya yang Telah Dilakukan Universitas Kristen Satya Wacana
Secara keseluruhan, upaya-upaya yang dilakukan UKSW melalui Biro Promosi dan Hubungan Luar (BPHL) telah meliputi aspek-aspek ekuitas merek yaitu :
Tabel IV. 16 Kegiatan & Aspek Ekuitas Merek
No Nama Kegiatan Aspek Ekuitas Merek yang Terwakili
1 Expo Pendidikan Brand awareness & Perceived Price
2 Kunjungan ke SMU Brand awareness & Perceived Price
3 Pemasangan Baliho Brand awareness
4 Beriklan di radio daerah Brand awareness
5 Beriklan di koran daerah Brand awareness
7 Program fasilitator Brand Loyalty
8 Seminar/workshop untuk para guru BK
Brand Loyalty, Perceived Quality & Brand Association
4.3.2.3.1 Aspek Brand Awareness
Aspek brand awareness menempati porsi yang besar dari keseluruhan program yang dilaksanakan oleh UKSW. Sebagaimana dinyatakan oleh Keller (1993) dan Heding, et al (2009), brand awareness merupakan proses awal yang paling
esensial. Kesadaran konsumen akan adanya suatu brand
tertentu akan mengawali serangkaian attitude/sikap
konsumen terhadap brand tersebut. Tanpa adanya brand
awareness, pembahasan lebih mendalam mengenai brand equity menjadi tidak berarti dan tidak dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Brand awareness, dalam hal ini berwujud
brand recall, memiliki arti penting untuk memperbesar kemungkinan masuknya brand tersebut dalam pertimbangan
konsumen sewaktu akan memutuskan/memilih suatu brand
tertentu. Apabila suatu brand tidak disadari kehadiran ataupun keberadaannya, maka sangat kecil kemungkinan
brand tersebut dipilih oleh calon konsumen. Selanjutnya, apabila suatu brand yang telah dikenal tersebut dianggap memenuhi kriteria tertentu yang dikehendaki, maka calon
konsumen tersebut cenderung untuk mengikutkan brand
tersebut dalam pertinbangan.
Dalam pendekatan yang bersifat consumer-based yang dilakukan oleh Keller (1998), brand digolongkan sebagai konstrual kognitif yang mengendap dalam pemikiran
konsumen (Keller dalam Heding, at al 2009). Dalam psikologi kognitif, hal-hal yang disimpan dalam memori atau ingatan diasumsikan bertahan relatif lama apabila terdapat pengulangan (repetition) atau penguatan (enhancement).
Dengan demikian pemilik brand atau pemasar sudah
semestinya memberikan paparan/exposure pesan yang
berulang agar dapat mengendap lebih kuat dan lebih permanen dalam ingatan konsumen.
Dengan demikian sudah tepat apabila UKSW secara rutin dan terus-menerus mengupayakan beragam cara (Expo Pendidikan, kunjungan ke SMU/SMK, pemasangan baliho, iklan di koran & radio daerah) untuk mengkomunikasikan serta menguatkan keberadaan brand UKSW kepada calon konsumen.
Selain aspek repetisi yang kontinyu, upaya
pengkomunikasian yang dilakukan UKSW juga telah mencakup skopa umum maupun spesifik. Skopa umum disini berupa komunikasi kepada masyarakat luas (lewat radio, koran dan baliho) dan skopa spesifik yaitu calon konsumen /siswa SMU (lewat Expo Pendidikan dan kunjungan ke SMU). 4.3.2.3.2 Aspek Brand Association & Perceived Quality
Brand association adalah semua aspek yang terkait
dengan suatu brand dan segala kesan emosional yang
tertanam dalam benak konsumen (Miller & Muir, 2004; Fiske & Taylor, 1995). Pemasar/pemilik brand mengharapkan dan
mengupayakan timbulnya asosiasi yang kuat, unik, serta memiliki makna positif bagi (calon) konsumen (Keller, 2003).
Perceived quality merupakan dugaan atau perkiraan konsumen atas kehebatan suatu brand secara keseluruhan,
jika dibandingkan dengan brand alternatif (Zeithaml,
Parasuraman dan Berry, 1988; Keller, 1993; Aaker 1996). Asosiasi yang positif maupun dugaan calon konsumen atas superioritas brand UKSW dibandingkan pesaingnya telah diupayakan melalui buletin komunikasi Satyalink serta seminar/workshop bagi para guru BK yang disertai kunjungan langsung ke fakultas-fakultas. Buletin Satyalink menyajikan informasi nyata mengenai prestasi mahasiswa maupun dosen. Kunjungan para guru BK ke fakultas memungkinkan untuk menyaksikan maupun memperoleh informasi secara langsung dari sumbernya. Kedua hal tersebut akan mempersempit kesenjangan/gap antara persepsi dan asosiasi dengan fakta. Asosiasi dan persepsi seringkali bersifat subyektif dan UKSW selaku pemilik brand telah berupaya memberikan fakta agar timbul sikap/attitude positif dari para stakeholders. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Keller (1993) bahwa
pemasar/pemilik brand mampu ‘memprogram’ atau
menentukan sikap dan perilaku calon konsumen melalui penanaman persepsi yang kuat, unik dan bersifat disukai/favorable. Aaker (1991) menekankan bahwa persepsi dan asosiasi positif konsumen terhadap suatu produk tidak hanya mendorong kepada keputusan beli/purchase decision
proaktif UKSW selaku pemilik brand merupakan tindakan yang tepat karena calon konsumen belum tentu memiliki motivasi untuk memperoleh informasi yang sebenarnya atau kurang memiliki akses untuk pencarian informasi tersebut. 4.3.2.3.3 Aspek Perceived Price
Harga atau biaya merupakan ‘pengorbanan’ konsumen untuk memperoleh suatu produk, baik barang maupun jasa (Chapman 1986; Mazumdar 1986; Monroe and Krishnan 1985). Namun sayangnya konsumen maupun calon konsumen belum tentu memiliki pengetahuan atau informasi harga yang sesungguhnya melainkan hanya sebatas persepsi saja (Jacoby & Olson 1977 dalam Zeithaml 1988). Pada umumnya, meskipun konsumen atau calon konsumen tidak dapat menyebutkan dengan pasti berapa nominal yang diperlukan untuk memperoleh suatu produk, namun mudah menyatakan secara verbal ‘mahal’, ‘murah’ dan sebagainya sesuai dengan kesan yang tertangkap oleh masing-masing individu.
Nampaknya hal inilah yang terjadi pada mayoritas calon konsumen UKSW yang diwakili oleh para responden dalam penelitian ini. Lebih dari separuh (57,8%) responden merasa mampu memperkirakan besarnya biaya jika mereka kuliah di UKSW namun hanya 5,2% yang memiliki informasi yang sesungguhnya mengenai besarnya biaya kuliah di UKSW. Disini terdapat gap/kesenjangan yang besar antara harga obyektif dengan harga subyektif.
Pemahaman mengenai harga/biaya yang hanya sebatas persepsi tersebut memiliki dua kemungkinan penyebab. Pertama, calon konsumen lebih mempertimbangkan indikator-indikator lain dari suatu brand dan aspek harga/biaya menjadi prioritas terbawah. Dengan kata lain, indikator-indikator lain tersebut sedemikian penting sehingga aspek biaya relatif tidak menjadi masalah. Namun kondisi ini hanya dapat terjadi apabila calon konsumen memiliki pengetahuan produk/product knowledge yang sangat baik & menyeluruh,
serta berasal dari golongan sosial ekonomi yang
memungkinkan untuk menempatkan aspek biaya pada urutan terbawah.
Kedua, calon konsumen masih memiliki keterbatasan mengakses informasi harga/biaya yang sesungguhnya. Kemungkinan ini berpotensi menimbulkan keengganan ataupun penolakan. Dalam kunjungan ke SMU maupun Expo Pendidikan, pihak UKSW menjelaskan beragam aspek mengenai UKSW, termasuk didalamnya informasi serta simulasi besarnya biaya pendidikan. Hal ini sudah merupakan upaya yang positif, namun sayangnya informasi dan simulasi tersebut hanya disampaikan secara lisan dan tidak tercantum sebagai bagian dari brosur yang mereka terima dan bawa pulang. Metode ini memiliki kelemahan. Pertama, adanya keterbatasan daya pemahaman serta perekaman suatu informasi lisan, terutama jika tidak terdapat acuan tertulis. Selanjutnya, orangtua siswa ataupun pihak-pihak pemberi dana lainnya tidak memiliki acuan tertulis yang dapat
dijadikan sumber atau bahan pertimbangan dalam memilih universitas. Perlu diingat bahwa siswa SMU pada umumnya masih digolongkan anak di bawah umur dan masih sepenuhnya dibiayai orangtua atau wali. Pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pembiayaan pada umumnya masih sangat dipengaruhi atau bahkan ditentukan oleh pihak orangtua atau wali. Apabila orangtua atau wali merasa tidak memperoleh informasi tertulis yang jelas dan memadai terkait dengan biaya kuliah, maka hal ini akan mempersulit/menghambat proses pengambilan keputusan. Dengan kata lain, purchase intention/niatan untuk membeli atau mengkonsumsi dapat terhambat atau bahkan tidak terjadi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa upaya UKSW (dalam hal ini diwakili oleh BPHL) dalam membangun
perceived price yang efektif dan kuat masih belum sepenuhnya tercapai.
4.3.2.3.4 Aspek Brand Loyalty
Pada awalnya, loyalitas konsumen hanya dinilai dengan pendekatan perilaku/behavioral, yaitu hanya ditinjau dari total pembelian dan pembelian berulang. Hingga awal tahun 70an mulai diaplikasikan dua macam pendekatan, tidak
hanya pendekatan perilaku/behavioral namun juga
sikap/attitudinal (Jacoby et al, 1973). Dalam pendekatan
attitudinal, faktor sikap dan keterikatan emosi calon konsumen terhadap produk sangat berpengaruh bahkan
dapat menimbulkan komitment. Loyalitas yang bermuatan keterikatan emosional tersebut dipandang lebih kuat dan lebih bertahan lama, tidak hanya sekedar membawa kepada keputusan beli namun juga minat merekomendasikan kepada pihak lain, serta meyakini bahwa pilihan mereka paling baik dan paling benar (Hofmeyr & Rice, 2000).
Hal ini sejalan dengan pendapat para peneliti lain
bahwa brand loyalty erat kaitannya dengan ikatan emosional antara konsumen atau calon konsumen dengan suatu brand
tertentu (Atilgan, 2005; Miller & Muir, 2004; Pappu, et al, 2005) Ikatan tersebut sedemikian kuat sehingga konsumen atau calon konsumen bersikap menolak brand lain serta memiliki kerelaan untuk berbagi word of mouth yang positif. Konsumen yang loyal sangatlah berharga karena merekrut konsumen baru lebih sulit daripada merawat dan menjaga konsumen lama yang telah memiliki sikap loyal.
Selain membangun loyalitas calon konsumen langsung yaitu siswa SMU/SMK, UKSW menilai bahwa guru BK serta para alumni perlu terus dibangun dan dijaga loyalitasnya. Guru BK dan alumni dinilai sangat berpengaruh sebagai referensi bagi para siswa maupun orangtua siswa dalam menentukan pilihan universitas. Guru BK pada umumnya dianggap sebagai pihak yang memiliki pengetahuan & pemahaman tentang UKSW. Demikian pula halnya dengan para alumni yang telah memiliki pengalaman kuliah di UKSW, cenderung dipandang sebagai sumber informasi dan referensi yang valid.
UKSW membangun sikap positif serta keterikatan emosional para guru BK SMU/SMK melalui program seminar & workshop. Program ini bukan hanya sekedar bebas biaya, namun pada saat yang sama dibangun relasi yang positif dengan memperhatikan ketersediaan transportasi dan akomodasi para guru tersebut. Demikian pula halnya dengan program fasilitator yang melibatkan guru BK dan para alumni dinilai dapat mengembangkan word-of-mouth yang positif.