• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS BIOPELUMAS DARI PALM KERNEL OIL (PKO) DAN TURUNANNYA DENGAN KATALIS NiO/HY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTESIS BIOPELUMAS DARI PALM KERNEL OIL (PKO) DAN TURUNANNYA DENGAN KATALIS NiO/HY"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS BIOPELUMAS DARI PALM KERNEL OIL (PKO) DAN

TURUNANNYA DENGAN KATALIS NiO/HY

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Dea Asysyam Sukma Yasin

105116025

FAKULTAS SAINS DAN ILMU KOMPUTER

PROGRAM STUDI KIMIA

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(2)

S

in

te

sis

B

iop

elu

m

as

d

ar

i

P

alm

K

er

n

el

Oil

(

P

KO

) d

an

T

u

r

u

n

a

n

n

ya

d

e

n

ga

n

Kat

al

is

NiO/

HY

De

a

As

ys

yam

S

u

k

m

a

Yas

in

105116025

(3)
(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir

: Sintesis Biopelumas dari

Palm Kernel Oil

(PKO)

dan Turunannya dengan Katalis

NiO/HY

Nama Mahasiswa

: Dea Asysyam Sukma Yasin

Nomor Induk Mahasiswa

: 105116025

Program Studi

: Kimia

Fakultas

: Sains dan Ilmu Komputer

Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir : 4 September 2020

Jakarta, 21 September 2020

Disetujui oleh,

Pembimbing I

Pembimbing II

Nona Merry Merpati Mitan, Ph.D

Dr. Eng. Haryo Satriya Oktaviano, S.Si, M.Eng

NIP 116129

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi

Dr. Nila Tanyela Berghuis, S.Si., M.Si.

NIP 118001

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul

“Sintesis

Biopelumas dari

Palm Kernel Oil (PKO) dan Turunannya dengan Katalis NiO/HY

ini adalah

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung materi yang

ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai referensi yang sumbernya telah

dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya

bersedia menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan

yang berlaku.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan

kepada Universitas Pertamina hak bebas royalti noneksklusif (non-exclusive

royalty-free right) atas Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak

bebas royalti noneksklusif ini Universitas Pertamina berhak menyimpan,

mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkatan data (database),

merawat, dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 14 Agustus 2020

Yang membuat pernyataan,

(6)

ABSTRAK

Dea Asysyam Sukma Yasin. 105115025.

Sintesis Biopelumas dari Palm Kernel Oil

(PKO) dan Turunannya dengan Katalis NiO/HY.

Jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya terus mengalami peningkatan sehingga

membuat permintaan terhadap pelumas juga meningkat. Namun, penggunaan

pelumas dengan bahan dasar minyak bumi dapat mengakibatkan dampak buruk bagi

manusia dan lingkungan sehingga diperlukan bahan baku yang lebih ramah

lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis biopelumas menggunakan PKO

dan turunannya dengan katalis H-zeolit Y (HY) dan NiO/HY menggunakan reaksi

esterifikasi dan transesterifikasi. Berdasarkan hasil percobaan dan karakterisasi

menggunakan FTIR, ditemukan adanya senyawa ester dalam biopelumas yang

dihasilkan pada bilangan gelombang 1195-1168 cm

-1

yakni vibrasi dari gugus fungsi

C-O ester. Karakterisasi menggunakan GC-MS diperlukan untuk memastikan senyawa

yang terkandung dalam sampel biopelumas tersebut. Ditemukan senyawa etilen glikol

ester pada sampel biopelumas dengan katalis NiO/HY dan HY dengan masing-masing

menggunakan rasio 5% dan suhu 150

C pada waktu retensi disekitar 16, 18 dan 22

menit. Dapat disimpulkan bahwa turunan PKO yakni FAME menjadi bahan baku

pembuatan biopelumas yang terbaik karena tidak ditemukan adanya senyawa asam

lemak yang tersisa pada sampel biopelumas, serta

yield

yang dihasilkan dari bahan

baku FAME dengan katalis NiO/HY 5% sebesar 98.5% dengan nilai densitas sebesar

0.86 g/mL, viskositas 1.56 cSt dan terdekomposisi pada suhu 211.36

C.

(7)

ABSTRACT

Dea Asysyam Sukma Yasin. 105116025.

Synthesis of Biolubricants from Palm

Kernel Oil (PKO) and Its Derivatives with NiO/HY catalyst.

The number of motorized vehicles continues to increase each year, so the demand for

lubricants also increases. However, the use of lubricants with petroleum-based

ingredients can have a negative impact on humans and the environment, so that

environmentally friendly raw materials are needed. This study aims to synthesize

biolubricants using PKO and its derivatives with H-zeolite Y (HY) and NiO/HY catalysts

using esterification and transesterification reactions. Based on the results of

experiments and characterization using FTIR, it was found that there were ester

compounds in the biolubricants produced at wavenumbers 1195-1168 cm

-1

, namely

vibrations of the C-O ester functional group. Characterization using GC-MS is needed to

ascertain the compounds contained in the biolubricant samples. Ethylene glycol ester

compounds were found in the biolubricant samples with NiO/HY and HY catalysts

using a ratio of 5% and a temperature of 150

C respectively at a retention time of

about 16, 18 and 22 minutes. It can be concluded that the PKO derivative, FAME, is the

best raw material for making biolubricants because no fatty acid compounds were

found in the biolubricant sample, and the %yield produced from FAME raw material

with 5% NiO/HY catalyst is 98.5% with a density value of 0.86. g / mL and a viscosity

1.56 cSt and decomposes at 211.36

C

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Laporan tugas akhir yang berjudul “Sintesis Biopelumas dari

Palm Kernel Oil (PKO) dan

Turunannya dengan Katalis NiO/HY” merupakan salah satu persyaratan yang harus

dipenuhi oleh mahasiswa tingkat akhir demi mendapatkan gelar sarjana di Universitas

Pertamina.

Penyusunan laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan karena dukungan yang

diberikan oleh berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar

besarnya kepada:

1. Nona Merry Merpati Mitan, Ph.D selaku pembimbing I yang selalu senantiasa

membimbing dan mengarahkan.

2. Dr. Eng Haryo Satriya Oktaviano, S.Si, M.Eng selaku pembimbing II yang senantiasa

memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan penyusunan

Laporan Tugas Akhir ini.

3. Orang tua yang selalu memberikan dukungan dan doa.

4. Seluruh pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

Penulis menyadari laporan tugas akhir ini jauh dari kata sempurna. Penulis memohon

maaf apabila masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan laporan tugas

akhir ini, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan

Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pihak yang terkait.

Jakarta, 14 Agustus 2020

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

... i

LEMBAR PERNYATAAN

... ii

ABSTRAK

... iii

ABSTRACT

...iv

UCAPAN TERIMAKASIH

... v

DAFTAR ISI

...vi

DAFTAR GAMBAR

... vii

BAB I PENDAHULUAN

... 1

1.2

Rumusan Masalah

... 3

1.3

Batasan Masalah

... 3

1.4

Tujuan Penelitian

... 4

1.5

Manfaat Penelitian

... 4

1.6

Lokasi Penelitian

... 4

1.7

Waktu Pelaksanaan Penelitian

... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

... 5

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

... 15

3.1 Bentuk Penelitian

... 15

3.2 Metode Pengumpulan Data

... 15

3.3 Alat dan Bahan

... 15

3.4 Metode Penelitian

... 15

3.4.1 Sintesis Katalis NiO/HY ... 15

3.4.2 Esterifikasi PKO ... 16

3.4.3 Transesterifikasi PKO dan Turunannya ... 17

3.4.4 Metode GC-MS ... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

... 19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

... 37

5.1 Kesimpulan

... 37

5.2 Saran

... 37

DAFTAR PUSTAKA

... 38

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Grafik jumlah kendaraan bermotor di Indonesia ... 1

Gambar 2. 1 Senyawa asam laurat yang menjadi senyawa mayoritas dalam PKO

6

Gambar 2. 2 Data penggunaan minyak kelapa sawit di Indonesia [22] ... 7

Gambar 2. 3 Data produksi minyak kelapa sawit di dunia [22] ... 7

Gambar 2. 4 Struktur framework tetrahedral sebagai sel unit zeolit ... 11

Gambar 2. 5 Reaksi yang terlibat ketika menggunakan katalis heterogen [14]. ... 11

Gambar 2. 6 Konsep segitiga katalis yang terdiri dari sifat katalitik, sifat fisika kimia

dan sifat mekanik. ... 12

Gambar 2. 7 Reaksi esterifikasi ... 13

Gambar 2. 8 Reaksi transesterifikasi ... 13

Gambar 3. 1 Diagram alir sintesis katalis NiO/HY………...16

Gambar 3. 2 Diagram alir esterifikasi PKO ... 17

Gambar 3. 3 Diagram alir transesterifikasi PKO dan Turunannya... 18

Gambar 4. 1 (a) NH4-zeolit Y, (b) HY, (c) NiO/HY

………

……….19

Gambar 4. 2 Difraktogram XRD dari H-zeolit Y (HY)... 20

Gambar 4. 3 Spektra FTIR katalis NH4-zeolit Y, H-Zeolit Y (HY) dan NiO/HY ... 21

Gambar 4. 4 Spektra FTIR sampel PKO, metanol, dan FAME ... 23

Gambar 4. 5 Kromatogram sampel PKO dan FAME ... 23

Gambar 4. 6 (a) sampel PKO, (b) sampel FAME ... 24

Gambar 4. 7 Spektra FTIR sampel FAME, etilen glikol (EG), biopelumas tanpa katalis

(BF-TK), dan biopelumas dengan katalis HY 1% (BF-HY1) ... 26

Gambar 4. 8 (a) BF-TK, (b) BF-HY1 ... 26

Gambar 4. 9 Spektra FTIR sampel FAME, etilen glikol (EG), biopelumas dengan rasio

katalis HY 5% (BF-HY5) dan biopelumas dengan rasio katalis NiO/HY 5%

(BF-NiO5) ... 27

Gambar 4. 10 Kromatogram sampel FAME, biopelumas tanpa katalis (BF-TK), dan

biopelumas dengan rasio katalis HY 1% (BF-HY1) ... 28

Gambar 4. 11 Kromatogram sampel FAME, biopelumas dengan rasio katalis HY 5%

(BF-HY5) dan biopelumas dengan rasio katalis NiO/HY 5% (BF-NiO5) . 29

Gambar 4. 12 (a) BF-HY5, (b) BF-NiO5 ... 31

Gambar 4. 13 Spektra FTIR yang dihasilkan dari sampel PKO, etilen glikol (EG), dan

sampel biopelumas. ... 31

Gambar 4. 14 Kromatogram sampel PKO, biopelumas dengan rasio katalis HY 5%

(BP-HY5) dan biopelumas dengan rasio katalis NiO/HY 5% (BP-NiO5) 32

Gambar 4. 15 (a) BP-HY5, (b) BP-NiO5 ... 34

(11)
(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Konsumsi minyak bumi untuk penerapannya dalam bidang energi di Indonesia mencapai 1,733 juta barel per hari pada Desember 2019 [1]. Menurut Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Kementrian ESDM hingga 2019 terdapat 3.775 miliar barel minyak cadangan yang dimiliki Indonesia dan jika produksi minyak di Indonesia tetap dengan nilai 745 ribu barel per hari maka minyak ini hanya cukup untuk 9 tahun kedepan [2]. Seiring meningkatnya jumlah penduduk, maka penggunaan energi akan terus meningkat, terutama dalam bidang transportasi dan industri. Berdasarkan grafik pada Gambar 1.1jumlah kendaraan bermotor dari tahun 2013 hingga 2018 terus mengalami kenaikkan, terutama pada jumlah kepemilikan sepeda motor [3]. Hal inilah yang membuat permintaan tinggi terhadap pelumas di industri otomotif.

Gambar 1.1 Grafik jumlah kendaraan bermotor di Indonesia

Minyak bumi tidak hanya digunakan sebagai sumber energi saja, sekitar 8,5 % jumlah dari minyak bumi dan gas alam dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan kimia, cat, farmasi, plastik dan produk lainnya [4]. Salah satu produk dari bahan baku minyak bumi yaitu pelumas, dengan jumlah konsumsi di Indonesia mencapai 750 juta liter per tahun [5]. Namun, jumlah persediaan minyak bumi yang hanya mampu bertahan hingga 9 tahun lagi [2], maka diperlukan material baru sebagai bahan baku pelumas untuk pertumbuhan ekonomi yang harus terus berjalan. Pelumas mampu membuat film hidrolik untuk mencegah kebocoran, mendinginkan mesin dengan

(13)

menyerap panas yang diakibatkan oleh gesekan antar logam, mampu mengurangi gesekan pada mesin, serta mampu membersihkan mesin dari material asing yang dapat mengakibatkan korosi, hal inilah yang menjadi peran penting pelumas dalam menjaga ketahanan suatu mesin [6]. Penggunaan pelumas dari bahan baku minyak bumi dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia jika terkontaminasi oleh limbah ini [7]. Maka dari itu, diperlukan pengganti bahan baku pelumas yang tidak menggunakan minyak bumi sebagai bahan utamanya. Salah satu minyak yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi yaitu minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil).

Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan jumlah perkiraan produksi di tahun 2019 sebesar 51.44 juta ton yang terdiri dari 42.87 juta ton minyak kelapa sawit dan 8.57 juta ton minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) berdasarkan data dari Direktur Jendral Perkebunan Departemen Pertanian [3]. Palm Kernel Oil (PKO) ini dapat digunakan sebagai bahan baku pelumas karena umumnya minyak ini digunakan untuk deterjen, sabun dan kosmetik, tidak dijadikan suatu bahan yang dapat dimakan [8] sehingga kecil kemungkinan terjadi masalah dalam bidang pangan jika menggunakan minyak ini dalam jumlah besar. Namun, karena dibuat oleh minyak nabati maka penamaannya berubah menjadi biopelumas. Kelebihan dari pelumas berbahan dasar minyak nabati ini jika dibandingkan dengan bahan dasar minyak bumi yaitu memiliki indeks viskositas tinggi, tingkat pengurangan jumlah akibat penguapan rendah, titik nyala tinggi, memiliki kemampuan pelumasan mesin yang lebih baik, tingkat toksisitas terhadap lingkungan dan manusia yang rendah serta tingkat biodegradabilitas yang tinggi [9].

Selain sebagai negara penghasil minyak kelapa sawit, Indonesia juga menjadi negara penghasil bijih nikel terbesar didunia dengan jumlah produksi hingga tahun 2019 sebesar 52.76 juta ton, terdapat peningkatan secara drastis sebanyak 138.3% jika dibandingkan dengan satu tahun sebelumnya dengan jumlah produksi 22.14 juta ton [10]. Keunggulan suatu bahan yang mengandung nikel yakni mampu tahan pada suhu tinggi maupun rendah, mempunyai ketahanan korosi yang baik, barang lebih kokoh, dan memiliki berbagai sifat magnetik dan elektronik khusus [11]. Nikel tidak hanya digunakan dalam baterai, uang koin [12], ferronikel untuk stainless steel, alloy, dan pelapis saja [11], nikel juga dapat diaplikasikan sebagai logam yang diemban dalam katalis zeolit Y, dalam bentuk nikel oksida [13]. Penggunaan katalis dalam reaksi dimaksudkan untuk mempercepat suatu reaksi pembentukan produk dan meningkatkan selektivitas reaksi kimia pada reaksi [14].

(14)

Agus Rochmat et al. (2018) membuat biopelumas memakai bahan dasar minyak jelantah dengan katalis zeolit alam bayah, dengan besar nilai yield biopelumas paling besar yang diperoleh dari percobaan ini yaitu 83.46%. Shaba et al. (2018), melakukan penelitian dengan membuat pelumas dengan bahan dasar minyak inti kelapa sawit (PKO) menghasilkan yield sebesar 93.08%. Sanni et al. (2017), melakukan percobaan membuat biopelumas dengan bahan dasar minyak inti kelapa sawit dengan besar yield 92% menggunakan katalis CH3ONa dan polyol etilen glikol.

Penelitian ini akan melakukan sintesis biopelumas dengan bahan dasar palm kernel oil (PKO) melalui dua tahap yakni esterifikasi (menggunakan katalis basa) dan transesterifikasi. Katalis nikel oksida yang teremban dalam H-zeolit Y (NiO/HY) akan diaplikasikan dalam proses transesterifikasi guna meningkatkan hasil biopelumas tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nitchakul Hongloi et al. (2019) katalis logam ini mampu mengonversi biodiesel dengan besar nilai yield 98.33% dimana logam nikel diemban kedalam H-ZSM-5.

1.2

Rumusan Masalah

Masalah-masalah yang teridentifikasi berdasarkan latar belakang di atas antara lain:

1. Bagaimana sintesis biopelumas dengan menggunakan palm kernel oil (PKO) dan turunannya?

2. Berapa besar rendemen biopelumas yang dihasilkan?

3. Berapa tingkat viskositas biopelumas dari hasil produksi menggunakan palm kernel oil?

4. Berapakah rasio katalis yang tepat untuk menghasilkan biopelumas dengan hasil yang optimum?

1.3

Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian Tugas Akhir ini adalah:

1. Jenis minyak yang digunakan sebagai bahan baku yaitu palm kernel oil dan turunannya.

2. Katalis yang digunakan yaitu katalis modifikasi zeolite.

3. Karakterisasi yang dilakukan dengan menggunakan instrumen GC-MS, FTIR, dan TGA.

(15)

1.4

Tujuan Penelitian

Penelitian Tugas Akhir ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mensintesis biopelumas dari palm kernel oil dan turunannya menggunakan katalis NiO/HY.

2. Membandingkan PKO dan turunannya untuk proses transesterifikasi yang menghasilkan biopelumas dengan kondisi optimum.

3. Menentukan karakteristik dari biopelumas yang dihasilkan.

1.5

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian Tugas Akhir ini adalah:

1. Mengurangi dampak toksisitas lingkungan dari penggunaan pelumas dengan bahan dasar minyak bumi.

2. Memanfaatkan palm kernel oil yang banyak diproduksi di Indonesia menjadi bahan yang memiliki nilai jual lebih tinggi.

1.6

Lokasi Penelitian

Penelitian Tugas Akhir ini telah dilaksanakan di Laboratorium Kimia Integrasi Universitas Pertamina baik untuk melakukan sintesis maupun analisis menggunakan instrumen.

1.7

Waktu Pelaksanaan Penelitian

Penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan pada bulan Desember 2019 hingga bulan Juli tahun 2020.

(16)
(17)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Minyak

Minyak merupakan suatu zat yang tidak larut dalam air dan tetap memiliki fasa cair pada suhu ruang. Umumnya minyak diperoleh dari hasil bumi, namun minyak juga dapat diperoleh dari hasil ekstraksi lemak hewan, tumbuhan, dan mikroalga. Edibles oils merupakan minyak yang aman dikonsumsi oleh manusia sedangkan non-edibles oils merupakan minyak yang berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia [15]. Minyak mineral yaitu minyak yang diperoleh dari minyak mentah berbasis minyak bumi, yang tidak mengandung asam lemak sehingga dapat dibedakan dengan jelas dari minyak nabati. Minyak ini biasanya digunakan dalam bidang industri dan menghasilkan banyak produk yang sering digunakan oleh manusia, beberapa contoh diantaranya yaitu kosmetik, pelumas, cat, cutting oil,

pendingin, minyak rem dan sebagainya. Kelemahan minyak ini yaitu sulit mengalami pembusukan meskipun termasuk kedalam komponen organik, sehingga menyebabkan polusi jika lingkungan terkontaminasi minyak bumi dan turunannya. cadangan minyak bumi semakin menurun jumlahnya, sedangkan untuk mendapatkan minyak ini membutuhkan waktu yang sangat lama [15]. Akibatnya, banyak pembaruan dalam bahan dasar yang digunakan, semula menggunakan minyak mentah berbasis minyak bumi menjadi minyak nabati yang lebih ramah lingkungan [16].

Minyak nabati merupakan minyak yang memiliki kandungan senyawa hidrofobik triasilgliserol seperti asam vernoleat, asam oleat, asam palmitoleate, asam palmitat, asam laurat, karoten, asam kaprilat, asam risinoleat, asam capric,

asam miristik, tokoferol, sterol, fosfolipid dan senyawa lainnya. minyak ini merupakan komponen organik yang bersifat bio-degradable, yaitu mampu membusuk secara alami dialam sehingga memiliki dampak kerusakan yang kecil jika terendapkan ditanah [15]. Minyak nabati dapat diperoleh dari hasil ekstrasi bagian tumbuhan yang sudah sejak lama digunakan oleh manusia serta minyak ini bersifat hidrofobik. Beberapa contoh dari minyak nabati yaitu minyak kelapa sawit, minyak inti kelapa sawit (PKO), minyak jatropha, minyak kedelai, dan minyak kacang [17].

Salah satu minyak nabati yang paling banyak diproduksi di Indonesia yakni minyak kelapa sawit. Pohon kelapa sawit masuk kedalam genus “Elaeis guineensis” yang dapat menghasilka dua jenis minyak yaitu minyak kelapa sawit (palm oil) dan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) [18]. Minyak kelapa sawit merupakan

(18)

hasil ekstraksi dari bagian mesocarp buah sawit, sedangkan Palm Kernel Oil (PKO)

didapatkan dari hasil ekstraksi biji sawit [19]. Penelitian kali ini akan menggunakan PKO sebagai bahan dasar untuk membuat pelumas. Kandungan PKO dapat dilihat dari Tabel 2.1

Tabel 2.1 Daftar kandungan minyak inti kelapa sawit (PKO) [20].

Asam lemak Kandungan (%)

Caproic acid (6:0) 0,28 Caprylic acid (8:0) 4,73 Capric acid (10:0) 3,57 Lauric acid (12:0) 50,96 Myristic acid (14:0) 15,67 Palmitic acid (16:0) 7,31 Stearic acid (18:0) 1,93 Oleic acid (18:1) 13,29 Linoleic acid (18:2) 2,20 Archidic acid (20:0) 0,07 Eicosanoic acid (20:1) 0,06

Gambar 2.1 Senyawa asam laurat yang menjadi senyawa mayoritas dalam PKO Biasanya, bilangan iodindari PKO berada pada range 16.2 -19.2 dengan rata-rata nilai iodine sebesar 17.8. Semakin tinggi nilai iodine maka akan menunjukkan adanya masalah dengan proses fraksinasi dan hasil stearin PKO [21]. PKO biasanya digunakan untuk bahan baku pembuatan non-pangan, seperti deterjen, kosmetik, pembuatan metil ester, amida, asam lemak rantai pendek dan lain-lain [18, 8].

(19)

Gambar 2.2 Data penggunaan minyak kelapa sawit di Indonesia [22]

Gambar 2.3 Data produksi minyak kelapa sawit di dunia [22]

Minyak kelapa sawit menjadi salah satu minyak nabati yang paling banyak diproduksi di dunia dengan total produksi hampir mencapai 80 juta ton pada tahun 2019, diikuti oleh minyak kedelai dan lemak hewan dengan hasil produksi

(20)

mendekati 60 dan 30 juta ton hingga tahun 2019 [22] dengan grafik produksi minyak kelapa sawit di dunia dan data penggunaan minyak kelapa sawit di Indonesia yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3. Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar didunia dengan jumlah produksi di tahun 2018 sebesar 48,68 juta ton yang terdiri dari 40,57 juta ton minyak kelapa sawit dan 8.11 juta ton minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) berdasarkan data dari Direktur Jendral Perkebunan Departemen Pertanian [23]. Minyak yang diperoleh dari inti atau biji sawit memiliki perbedaan dengan minyak yang berasal dari bagian mesokarpus kelapa sawit.

Pelumas merupakan suatu bahan yang bertujuan untuk meningkatkan masa pakai suatu mesin dengan cara melumasi bagian mesin tersebut, umumnya pelumas berbentuk cairan, bisa juga berbentuk padatan atau semi-padat [24]. Selain untuk meningkatkan masa pakai mesin, pelumas juga memiliki fungsi lain yaitu mengurangi gesekan pada mesin, pendingin mesin dengan cara menerap panas yang diakibatkan gesekan antar logam, membersihkan logam dari zat asing yang dapat mengakibatkan korosi, serta mampu mencegah kebocoran dengan membuat

film hidrolik [6]. Berdasarkan bahan dasar pengolahannya, pelumas dibagi menjadi beberapa kategori yaitu pelumas mineral, biopelumas dan pelumas sintetis [24].

Pelumas yang banyak beredar dipasaran yaitu pelumas mineral yang merupakan hasil dari penggunaan bahan baku minyak bumi dan terdiri dari campuran paraffin, olefin, nafta dan aromatik hidrokarbon (20-50 karbon atom). Pelumas ini memiliki indeks viskositas yang rendah, batas koefisien gesekan yang tinggi dan tingkat penguapan yang tinggi namun pelumas ini tidak ramah lingkungan karena melepas material beracun pada lingkungan serta tingkat biodegradabilitas yang rendah [24]. Sedangkan pelumas sintetis merupakan produk berbentuk cairan yang dihasilkan dengan cara mereaksikan bahan kimia yang memiliki berat molekul rendah untuk menghasilkan produk dengan berat molekul yang lebih tinggi [25]. Jika dibandingkan dengan pelumas mineral, kelebihan yang dimiliki pelumas sintetis yaitu lebih ramah lingkungan, indeks viskositas yang lebih tinggi, titik tuang lebih rendah, stabilitas oksidatif yang lebih tinggi [24]. Biopelumas merupakan pelumas yang dibuat dengan bahan dasar alami seperti minyak nabati dan lemak hewan [26]. Biopelumas lebih ramah lingkungan, memiliki indeks viskositas yang lebih tinggi, tingkat pelumasan yang baik, anti korosi yang lebih baik, tingkat toksisitas perairan yang rendah serta memiliki titik nyala dan tingkat biodegradabilitas yang tinggi jika dibandingkan dengan pelumas mineral dan sintetis [27, 28].

(21)

Pelumas harus memiliki viskositas yang cukup tergantung dengan suhu mesin, jika mesin dingin maka viskositas pelumas harus cukup rendah dan jika mesin panas maka viskositas harus cukup tinggi agar pelumas dapat mengalir dan melapisi mesin dengan baik [29]. Kemudian, indeks viskositas yang tinggi sehingga perubahan kekentalan pelumas tersebut pada mesin akan semakin sedikit, nilai titik nyala yang tinggi akan membuat pelumas dapat digunakan pada mesin yang dioperasikan pada suhu tinggi [30], pelumas mampu menurunkan tingkat korositas terhadap mesin dengan cara memiliki bilangan asam yang rendah, serta pelumas mampu meminimalisir oksidasi dengan memiliki bilangan iod yang rendah [29]. Hal-hal inilah yang merupakan karakteristik fisika dan kimia yang harus dimiliki oleh sebuah pelumas.

2.2

Katalis

Katalis adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi laju reaksi tanpa menjadi bagian dari akhir produknya berdasarkan Wilhelm Ostwald [14]. Katalis juga mampu meningkatkan selektivitas reaksi kimia serta dapat diregenerasi secara berulang. Katalis dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan bentuknya, yakni katalis heterogen dan katalis homogen. Katalis heterogen yaitu katalis yang memiliki fasa berbeda dengan reaktan, lain halnya dengan katalis homogen yakni katalis yang memiliki fasa yang sama dengan semua reaktan yang digunakan. Berikut ini merupakan perbedaan katalis homogen dan heterogen yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 [14].

Tabel 2. 2 Perbedaan antara katalis homogen dengan katalis heterogen [14]

Sifat katalitik Katalis homogen Katalis heterogen

Situs (sisi) aktif Seluruh molekul Hanya permukaan atom saja

Konsentrasi Rendah Tinggi

Selektivitas Tinggi Sedang hingga rendah

Masalah difusi terhadap transfer massa

Hampir tidak ada Ada

Kondisi rekasi Mudah (50-200 C) Sulit ( >250 C)

(22)

Kehilangan aktivitas Reaksi ireversibel dengan produk (pembentukan gugus), keracunan katalis, dan

sebagainya.

Sintering kristalit metal, keracunan katalis dan

sebagainya.

Struktur Didefinisikan Tidak didefinisikan Kemungkinan

modifikasi Tinggi Rendah

Stabilitas termal Rendah Tinggi

Pemisahan katalis Perlu (penguraian kimia, distilasi dan ekstraksi)

Tidak perlu untuk fixed-bed, penyaringan untuk

fluidized bed.

Daur ulang katalis Memungkinkan namun

sulit Tidak perlu (mudah (fluidized bed)fixed-bed) atau

Biaya kehilangan katalis Tinggi Rendah

Metode reduksi dan metode kalsinasi merupakan dua cara yang dapat digunakan untuk mengaktifkan katalis. Metode reduksi merupakan suatu perlakuan untuk menghasilkan katalis logam baik dengan support katalis atau tanpa menggunakan support katalis tersebut, biasanya metode ini menggunakan zat pereduksi seperti gas sintetis dan hidrazin untuk mengkonversi oksida dan/atau garam prekursor katalis menjadi logam. Sedangkan metode kalsinasi merupakan suatu perlakuan dengan suhu tinggi untuk menghasilkan katalis oksida atau katalis logam, pemanasan ini berguna untuk menguapkan dan menguraikan berbagai prekursor katalis yang dibentuk [14]. Salah satu katalis yang sering digunakan yaitu zeolit yang berupa kristal aluminasilikat dari golongan IA dan IIA seperti natrium, kalium, magnesium dan kalsium [31]. Zeolit memiliki rumus umum seperti dibawah ini:

Mv . (AlO2)x . (SiO2)y . zH2O (2.1)

Dimana z mewakili air yang terkandung dalam rongga zeolit dan M sebagai kation logam atau hidrogen menempati situs kationik yang dapat ditukar. Struktur katalis ini kompleks, jika dilihat dengan bentuk tiga dimensi, empat framework

berbentuk tetrahedral akan terbentuk sebagai sel unit zeolit terdiri dari AlO4 dan

SiO4 yang saling terhubung satu sama lain, AlO2 dan SiO2 sebagai unit dasar yang

(23)

Gambar 2.4 Struktur framework tetrahedral sebagai sel unit zeolit Terdapat dua jenis zeolit faujasit berdasarkan perbedaan rasio silika/aluminium (Si/Al) yakni zeolit X (Si/Al ~ 1,0-1,4) dan zeolit Y (Si/Al ~ 1,5-3.0) [32]. Aplikasi umum zeolit dalam industri yaitu, sebagai katalis dan pendukung katalis, pertukaran ion dan pengolahan air, adsorben selektif dan zat pengering; serta dapat digunakan untuk pemisahan dan pemurnian gas dan cairan [33].

Penelitian ini akan difokuskan pada katalis heterogen, yakni logam nikel diimpregnasikan dalam zeolit Y dan akan digunakan untuk proses transesterifikasi guna menghasilkan produk biopelumas dari Palm Kernel Oil (PKO). Komponen yang harus dimiliki oleh katalis heterogen yaitu situs (sisi) aktif, promotor dan carrier. Beberapa tahap yang terjadi dalam reaksi dari penggunaan katalis heterogen yaitu [14]

(24)

Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 2.5, reaksi yang terjadi ketika menggunakan katalis heterogen yaitu 1) difusi luar oleh molekul reaktan pada partikel katalis; 2) difusi dalam oleh molekul reaktan pada permukaan katalis; 3)

chemisorption minimal satu jenis reaktan pada permukaan; 4) terjadi reaksi kimia antara molekul yang diadsorpsi pada situs aktif yang berdekatan lalu bertabrakan dengan permukaan; 5) desorption produk yang dihasilkan dari permukaan; 6) produk mengalami difusi dalam dari permukaan katalis; dan 7) produk mengalami difusi luar dan mengalir pada fasa cairan [14].

Desain katalis dilakukan dengan optimasi sifat fisika/mekanik, kimia dan dinamis yang diperkenalkan oleh Richardson (1989) sebagai konsep segitiga desain katalis yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Sebagai contoh tingkat porositas katalis akan menurun seiring dengan menaiknya luas permukaan. Sedangkan aktivitas atau selektifitas katalis akan meningkat seiring dengan tingkat porositas membesar [14].

Gambar 2.6 Konsep segitiga katalis yang terdiri dari sifat katalitik, sifat fisika kimia dan sifat mekanik

2.3

Metode esterifikasi dan transesterifikasi

Proses sintesis pelumas dalam penelitian ini akan menggunakan melalui dua tahap yakni esterifikasi dan transesterifikasi. Tahap pertama yaitu esterifikasi bertujuan untuk menghasilkan minyak yang memiliki senyawa ester. Tahap ini dimulai dengan reaksi pengubahan asam karboksilat menjadi ester menggunakan pelarut alkohol dengan bantuan katalis asam atau basa, reaksi yang terjadi terdapat pada Gambar 2.7 [34].

(25)

Gambar 2.7 Reaksi esterifikasi

Tahap selanjutnya akan melibatkan minyak ester tersebut untuk direaksikan dengan polyol dalam reaksi transesterifikasi sehingga mampu menghasilkan biopelumas [35]. Reaksi transesterifikasi itu sendiri merupakan suatu proses pemindahan gugus dari satu ester (R”) ke alkohol lain (R’) untuk membentuk ester dari alkohol tersebut dan membentuk alkohol dari ester asli [34, 36], reaksi transesterifikasi ini dapat dilihat pada Gambar 2.8. Tahap transesterifikasi ini dapat meningkatkan sifat fisik produk minyak yang dihasilkan, yaitu viskositas [37].

Gambar 2.8 Reaksi transesterifikasi

Heikal et al. (2016), melakukan percobaan membuat biopelumas dengan bahan dasar minyak kelapa sawit dan minyak jarak. Masing-masing minyak nabati yang digunakan dilakukan proses transesterifikasi dengan menambahkan larutan metanol, kemudian biodiesel yang dihasilkan diberi perlakuan dengan silika gel selama 30 menit yang berguna untuk menghilangkan sabun, kemudian sampel disaring dan dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105 C selama semalaman. Diperoleh hasil minyak kelapa sawit dan minyak jarak dalam bentuk trimetilpoliolpropana ester (TMP ester), kemudian hasil ini dipanaskan dan diaduk dengan suhu 120-130 C didalam reaktor terpisah. Masing-masing reaktor ini ditambahkan katalis metoksi sebanyak 0.9-1 %, lalu vakum dinyalakan ketika katalis ditambahkan untuk menghindari reaksi spillover (10-50 mmHg), sistem dijalankan selama 4 jam. Penghilangan katalis dalam hasil yang diperoleh dilakukan dengan cara menambahkan larutan etil asetat kedalamnya dan disaring dengan vakum. Nilai yield untuk TMP minyak kelapa sawit dan minyak jarak berturut-turut sebesar 97,8 % dan 98,2 % [33].

Sanni et al. (2017) mensintesis biopelumas dengn bahan dasar palm kernel oil yang ditransesterifikasi dengan KOH dan bantuan katalis basa yakni KOH, lamanya reaksi selama 60 hingga 120 menit pada suhu 60 C yang kemudian akan

(26)

menghasilkan metil ester. Selanjutnya produk metil ester tersebut direaksikan dengan polyol dan katalis CH3ONa selama 2,5 jam pada suhu 120 C menghasilkan

yield biopelumas sebesar 92 % [38]. Shaba et. al. (2018) melakukan percobaan membuat biopelumas dari Palm Kernel Methyl Ester (PKME) yang merupakan produk dari proses transesterifikasi PKO yang direaksikan dengan methanol dan penggunaan katalis KOH selama 90 menit. Kemudian, PKME tersebut direaksikan dengan polyol berupa etilen glikol ester dan katalis CH3ONa menghasilkan yield

biopelumas sebesar 93.08 % [39]

Rochmat et al. (2018) membuat biopelumas menggunakan minyak jelantah dengan katalis zeolit alam bayah. Metode yang digunakan yaitu esterifikasi minyak jelantah menggunakan katalis sebanyak 2 % dari jumlah massa minyak jelantah yang digunakan, ditambahkan larutan methanol dengan rasio perbandingan dengan minyak sebesar 9 : 1, kemudian suhu diatur secara bertahap hingga mencapai 60 C dengan kecepatan pengadukan sebesar 1200 rpm selama 1 jam. Lalu, transesterifikasi metil ester dilakukan dengan cara larutan hasil esterifikasi dipipet sebanyak 90 mL dan dimasukkan kedalam reaktor dengan keadaan suhu 40 C, setelah itu dilakukan pengadukan selama 3 jam dengan kecepatan 1200 rpm. Hasil asam lemak metil ester (biodiesel) kemudian ditambahkan dengan etilen glikol dengan rasio mol yang bervariasi. Larutan yang sudah bercampur dilakukan pengadukan dengan kecepatan 700 rpm, suhu 120 C selama 2,5 jam. Besar nilai yield biopelumas paling besar yang diperoleh dari percobaan ini yakni 83,46 % [30].

Penelitian yang akan dilakukan ini, untuk mensintesis biopelumas dengan bahan dasar minyak inti kelapa sawit (PKO) dan dilakukan modifikasi pada katalis yang akan digunakan. Katalis yang digunakan dalam proses esterifikasi yaitu katalis basa dengan melarutkan padatan NaOH dalam metanol. Logam nikel yang berasal dari senyawa garam logamnya (NiSO4.6H2O) diimpregnasi kedalam H-zeolit Y (HY),

kemudian katalis ini akan diaplikasikan dalam proses transesterifikasi biodiesel menjadi biopelumas. Logam nikel ini digunakan karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nitchakul et al. (2019) [40] katalis logam ini mampu mengkonversi biodiesel dengan besar nilai yield 98,33% dimana katalis logam tersebut diemban dalam H-ZSM-5. Biopelumas yang dihasilkan akan dikarakterisasi dengan berbagai instrumen guna mengetahui sifat fisik, kimia dan kandungan yang ada didalam biopelumas tersebut.

(27)
(28)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Penelitian Tugas Akhir dengan judul “Sintesis Biopelumas dari Palm Kernel Oil (PKO) dan Turunannya dengan Katalis NiO/HY” ini berbentuk penelitian kuantitatif yang dilakukan di laboratorium kimia terintegrasi Universitas Pertamina berupa sintesis biopelumas dengan menggunakan rasio katalis NiO/HY 5% kemudian karakterisasi produk menggunakan instrumen yang terdapat di laboratorium yakni GC-MS, FTIR, dan TGA.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara yakni studi literatur, kemudian pengambilan sampel dengan metode esterifikasi dan transesterifikasi serta karakterisasi produk menggunakan GC-MS, FTIR, dan TGA.

3.3 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini berupa peralatan gelas kimia, hotplate, peralatan filtrasi Buchner, statif, klem, furnace, mortar agate, meshing analyzer, oven, crucible, kondensor, Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS) (Thermo SCIENTIFIC TRACE 1310 Gas Chromatograph – ISQ LT Single Quadropole Mass Spectrometer), spektrofotometer infra merah (FTIR) (Thermoscientific Nicolet iS5) menggunakan mode ATR (Thermoscientific iD5), Thermogravimetric Analyzer (TGA) (TA

Instrument–SDT 650), viskometer Ostwald, dan piknometer. Bahan-bahan yang digunakan antara lain ammonia zeolit dari FUJIFILM Wako Chemical Corporation (

99%), NiSO4.6H2O (Merck, p.a,

99%), aquadest, kertas saring Whatmann nomor 42, NaBH4

(Merck, p.a,

99%), etanol (Merck, p.a,

99%), palm kernel oil (PKO) dari PT Okta Palm Oil,metanol (Merck, p.a,

99%), NaOH pelet (Merck, p.a,

99%), dan etilen glikol (Merck, p.a,

99%).

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Sintesis Katalis NiO/HY

Ammonia zeolit dimeshdengan ukuran 200 lalu dikalsinasi pada suhu 600 C selama 5 jam, dan terbentuk H-zeolit Y (HY). Sebanyak 5 g H-zeolit Y (HY) ditimbang

(29)

kemudian ditambahkan pada larutan NiSO4.6H2O (1.8 g dalam 100 mL aquadest) dan

direfluks selama 6 jam dengan suhu 90C. Campuran yang terbentuk kemudian disaring dengan kertas saring Whatmann sambil dicuci sebanyak 3 kali dengan

aquadest. Padatan yang diperoleh dari penyaringan kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105 C untuk menghilangkan sisa air didalamnya.

Padatan NaBH4 ditimbang sebanyak 0.25 g dan dilarutkan dalam 100 mL

etanol, kemudian larutan NaBH4 tersebut dituangkan kedalam padatan katalis yang

sebelumnya sudah dibuat dan diaduk selama 2 jam pada suhu ruang. Setelah proses pengadukkan selesai, campuran tersebut disaring menggunakan kertas saring

Whatmann sambil dicuci dengan aquadest sebanyak 3 kali. Kemudian padatan katalis tersebut dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105 C. Setelah dikeluarkan dari oven, katalis tersebut dimeshkembali dengan ukuran 200 dengan meshing analyzer

.

Diagram alir untuk sintesis katalis NiO/HY dapat dilihat pada

Gambar 3.1

Gambar 3.1 Diagram alir sintesis katalis NiO/HY

3.4.2 Esterifikasi PKO

Sebanyak 100 g PKO murni ditimbang dan dimasukkan kedalam labu bundar, kemudian didalamnya ditambahkan 1% padatan NaOH terhadap berat PKO yang

(30)

dilarutkan dalam 28 g metanol, rasio yang digunakan yaitu 1:6 (metanol:minyak). Campuran tersebut kemudian direfluks pada suhu 60 C selama 2 jam. Setelah proses refluks selesai, larutan yang terbentuk kemudian dimasukkan kedalam corong pisah dan didiamkan selama 24 jam. Fasa atas yang terbentuk akan digunakan untuk proses transesterifikasi, fasa atas ini merupakan fatty acid methyl ester (FAME) sedangkan fasa bawah merupakan produk sampingnya [41], dengan diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Diagram alir esterifikasi PKO

3.4.3 Transesterifikasi PKO dan Turunannya

PKO ataupun FAME yang sudah diperoleh dari proses esterifikasi ditimbang sebanyak 25 g dan dimasukkan kedalam labu bundar kemudian ditambahkan etilen glikol sebagai polyol yang digunakan dalam proses ini dengan rasio bobot 1:1 (FAME:etilen glikol). Kedalam labu bundar tersebut kemudian ditambahkan katalis NiO/HY ataupun HY, lalu direfluks dijalankan selama 3 jam dengan suhu 120 C (untuk rasio katalis HY 1% dan tanpa katalis) dan 150 C (untuk rasio katalis 5%). Larutan yang terbentuk kemudian dimasukkan kedalam corong pisah dan didiamkan selama 24 jam. Fasa atas yang dihasilkan merupakan produk dari penelitian ini berupa biopelumas. Diagram alir dari sintesis biopelumas ini dapat dilihat pada Gambar 3.3

(31)

Gambar 3.3 Diagram alir transesterifikasi PKO dan Turunannya

3.4.4 Metode GC-MS

Sampel dikarakterisasi menggunakan GC-MS dengan metode yang digunakan oleh Dabai et. al (2018) [42] dengan modifikasi dibeberapa bagian yaitu laju aliran gas pembawa (Helium) sebesar 1.2 cm3/menit, Split ratio inlet menjadi 20 dengan split flow 24 mL/menit dan suhu front inlet menjadi 200 C. Kolom yang digunakan yaitu kolom kapiler elite-5 (panjang 30 m x diameter 250 m x ketebalan film 0.25 m). Kolom ini bersifat polar.

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data penelitian Tugas Akhir ini dilakukan dengan cara mengkarakterisasi katalis yang dibuat serta hasil dari pelumas yang dihasilkan. Karakterisasi katalis dilakukan dengan alatFTIR untuk mengetahui vibrasi gugus fungsi penyusun katalis tersebut. Sedangkan karakterisasi biopelumas dilakukan dengan alat Gas Chromatography – Mass Spectroscopy (GC-MS), Fourier Transform Infra Red (FTIR), Thermogravimetric Analyzer (TGA) yang bertujuan untuk mengetahui struktur kimia, komposisi senyawa dan suhu degradasi dari produk yang dihasilkan, dan penggunaan viskometer Ostwald serta piknometer untuk mengukur viskositas dan densitas dari biopelumas yang dihasilkan dari penelitian ini.

(32)
(33)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Sintesis Katalis NiO/HY

Katalis NiO/HY dibuat dari bahan ion logam nikel yang berasal dari garam NiSO4.6H2O dan diembankan pada H-zeolit Y (HY). Pertama-tama NH4-Zeolit Y sintetis

komersial dikalsinasi pada suhu 600 C yang akan menyebabkan ion NH4 dalam zeolit

tersebut terdekomposisi menjadi NH3 dan H+ [43]. Proses dekomposisi ini akan

membentuk H-zeolit Y (HY) yang bersifat asam, tujuannya untuk meningkatkan sisi aktif katalis dan menghindari terjadinya kerusakan struktur [44]. Kemudian, HY direaksikan dengan larutan garam NiSO4.6H2O yang megandung ion logam nikel

sehingga terbentuk nikel oksida yang teremban dalam HY atau disebut NiO/HY, katalis ini mengalami proses reduksi menggunakan pereduksi NaBH4 yang bertujuan untuk

membentuk katalis berukuran nano (nanopartikel). Gambar 4.1 merupakan gambar padatan katalis.

Gambar 4.1 (a) NH4-zeolit Y, (b) HY, (c) NiO/HY

(34)

Gambar 4.2 Difraktogram XRD dari H-zeolit Y (HY)

Analisis XRD dilakukan untuk memastikan bahwa HY hasil kalsinasi berbentuk kristalin. Terlihat pada Gambar 4.2, menunjukkan hasil analisa sampel bubuk HY menggunakan XRD, terdapat 3 puncak dengan intensitas terbesar dan tajam pada nilai 2 15,79 (a); 20,52 (b); dan 23,83 (c) dengan nilai kristalinitas sebesar 97,93 %. Ukuran kristalit yang diperoleh berdasarkan persamaan Scherrer, L = K/

cos 2 dari ketiga puncak tersebut yaitu 39,50 nm (2 = 15,79), 39,19 nm (2 = 20,52) dan 37,02 nm (2 = 23,83). Berdasarkan data yang diperoleh dari difraktogram tersebut dapat disimpulkan bahwa HY ini berbentuk kristalin. Selain itu juga didapatkan luas permukaan HY sebesar 4,6 x 102 m2/g, volume pori 3,71 x 10-1 cc/g

dan ukuran pori sebesar 1,73 x 101 Å berdasarkan hasil pengujian sampel HY dengan

BET. Setelah diimpregnasi, didapatkan luas permukaan katalis NiO/HY sebesar 2,65 x 102 m2/g, volume pori 1,87 x 10-1 cc/g dan ukuran pori sebesar 3,135 x 101 Å

berdasarkan hasil pengujian sampel NiO/HY dengan BET.

Katalis dikarakterisasi menggunakan FTIR, dengan spektra yang dapat dilihat pada Gambar 4.3, pada bilangan gelombang 1450 cm-1 pada sampel HY tidak

ditemukan adanya vibrasi NH4 sehingga proses kalsinasi berjalan dengan baik.

Bilangan gelombang 3429 cm-1 merupakan adanya vibrasi ulur (stretching vibration)

dari gugus fungsi Si-OH dan Si-OH-Al, terdapat vibrasi dari gugus fungsi Si-OH dan Al-a

b c

(35)

OH pada bilangan gelombang 1680 cm-1, sedangkan pada bilangan gelombang 1200 –

450 cm-1 merupakan puncak yang menandakan adanya vibrasi dari gugus silanol

(Si-OH dan Si-(Si-OH-Al) [45]. Kemudian, ditemukan adanya puncak pada bilangan gelombang 449 cm-1 yang menandakan adanya vibrasi Ni-O [46].

Gambar 4.3 Spektra FTIR katalis NH4-zeolit Y, H-Zeolit Y (HY) dan NiO/HY

4.2

Esterifikasi PKO

Ditahap ini, PKO direaksikan dengan metanol menggunakan katalis basa yaitu NaOH, proses esterifikasi ini bertujuan untuk membuat fatty acid methyl ester

(FAME), produk esterifikasi ini merupakan turunan dari asam lemak yang terkandung didalam PKO yang dikonversi menjadi asam lemak metil ester. Berdasarkan hasil percobaan ini didapatkan nilai %yield untuk reaksi esterifikasi pembentukan FAME sebesar 94,09 %. Reaksi ini dikatakan berhasil jika terjadi pengurangan kadar free fatty acid (FFA) pada FAME yang terbentuk [47]. Kadar FFA dapat diketahui dengan cara melakukan titrasi antara 2,5 g sampel minyak sebagai titrat dan larutan KOH 0.1 N sebagai titran berdasarkan metode ASTM D5555-95 [48], detail hasil %FFA dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data %FFAdari PKO dan FAME.

Sampel %FFA

PKO

4,79

FAME

0,08

Si-OH Al-OH

(36)

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa terjadi penurunan kadar %FFA dari 4,79 menjadi 0,08 hal ini menandakan bahwa reaksi esterifikasi yang dilakukan sudah berhasil, yakni senyawa asam lemak dalam PKO telah berubah menjadi fatty acid methyl ester (FAME). Kadar %FFA ini memiliki nilai tidak lebih dari 1% sehingga dapat menghindari reaksi saponifikasi jika minyak ini akan digunakan dalam reaksi transesterifikasi. Reaksi saponifikasi dapat membentuk penyabunan selain itu juga akan mempersulit proses pemisahan antara produk utama dan produk sampingnya [47].

Selanjutnya, karakterisasi menggunakan instrument FTIR dilakukan guna memastikan adanya perubahan vibrasi dari gugus fungsi sampel prekursor dan produk. Dapat dilihat pada Gambar 4.4yang merupakan perbandingan puncak-puncak spektra FTIR dari PKO, metanol, dan FAME. Bilangan gelombang 3500-3000 cm-1

menunjukkan adanya vibrasi OH pada sampel metanol. Puncak pada bilangan gelombang 3000 cm-1 pada sampel PKO terdapat vibrasi dari gugus fungsi O-H

karboksilat yang berasal dari asam lemak yang terkandung didalam PKO. Terdapat vibrasi C-H alkana pada bilangan gelombang 2850 – 2900 cm-1 pada seluruh sampel.

Puncak pada bilangan gelombang 1741 cm-1 terdapat pada kedua sampel PKO dan

FAME yang merupakan adanya vibrasi dari gugus fungsi C=O karbonil. Vibrasi C-O ester dan C-C-O ester terdapat pada bilangan gelombang 1195 cm-1 dan 1047 cm-1 yang

ditemukan pada sampel FAME. Selain itu, terdapat vibrasi dari gugus fungsi C-H alifatik pada bilangan gelombang 720 cm-1 yang ditemukan pada sampel PKO dan FAME.

(37)

Gambar 4.4 Spektra FTIR sampel PKO, metanol, dan FAME

Selain karakterisasi menggunakan FTIR, dilakukan juga karakterisasi menggunakan GC-MS untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam sampel PKO dan FAME. Jika dilihat dari Gambar 4.5 terlihat perbedaan yang terlihat jelas dari kedua sampel, muncul puncak baru pada kromatogram dari sampel FAME dan PKO tersebut.

(38)

Tabel 4.2 Data komponen senyawa pada sampel PKO dan FAME Kode Waktu retensi (min) Senyawa %Area PKO FAME

a 4.52 Dekanoat metil ester (FAME) - 0,37

b 7.06 Oktanoat metil ester (FAME) - 5,49

c 9.65 n-Asam dekanoat (PKO); Dekanoat metil ester (FAME)

1,07 5,43

d 12.18 Asam dodekanoat (PKO); Dodekanoat metil ester (FAME)

21,87 44,84

e 14.34 Asam tetradekanoat (PKO); Metil tetradekanoat (FAME)

8,67 17,03

f 14.83 Asam pentadekanoat (PKO) 0,77 -

g 16.35 n-Asam heksadekanoat (PKO); Heksadekanoat metil ester (FAME)

8,78 7,93

h 16.94 Asam gibberelat (PKO) 0,90 -

i 18.85 Asam stearate (PKO); Metil stearat (FAME)

2,88 1,75

j 19.20 Asam-oktadekanoat (PKO); 9-Oktadekanoat metil ester (FAME)

24,06 15,00

k 20.01 Asam-9,12-oktadekadienoat (PKO); 9,12-Oktadekadienoat metil ester

(FAME)

4,43 2,16

l 24.68 Asam tetradekanoat (PKO) 7,23 -

Tabel 4.2 yang berada diatas merupakan perbandingan senyawa yang terkandung didalam PKO dan FAME. Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa senyawa asam lemak yang terdapat pada PKO telah terkonversi menjadi senyawa ester yang ditemukan pada produk FAME, sehingga hal ini dapat mengonfirmasi bahwa reaksi esterifikasi yang dilakukan telah berhasil mendapatkan produk yang diinginkan yaitu fatty acid methyl ester (FAME). Produk PKO dan FAME dapat dilihat pada Gambar 4.6

Gambar 4.6 (a) sampel PKO, (b) sampel FAME

(39)

4.3

Transesterifikasi PKO dan Turunannya

Tahap selanjutnya yaitu proses transesterifikasi untuk mensintesis biopelumas. Reaksi transesterifikasi itu sendiri merupakan suatu proses pemindahan gugus dari satu ester (R”) ke alkohol lain (R’) untuk membentuk ester dari alkohol tersebut dan membentuk alkohol dari ester asli [34, 36]. Jenis minyak yang digunakan pada proses ini yaitu FAME dan PKO untuk menghasilkan biopelumas dengan katalis H-zeolit Y (HY) dan NiO/HY menggunakan rasio yang berbeda yaitu HY 1 %, HY 5 % dan NiO/HY 5 % terhadap berat minyak yang digunakan. Selain itu juga suhu yang diaplikasikan pada reaksi transesterifikasi yaitu 120 C untuk reaksi tanpa katalis dan HY 1 % , kemudian pemakaian suhu 150 C pada katalis dengan rasio 5 % terhadap berat minyak. Hal ini bertujuan untuk melihat adanya perbedaan yang signifikan terhadap biopelumas yang dihasilkan.

4.3.1

Pembuatan biopelumas dengan jenis minyak

Fatty Acid Methyl

Ester

(FAME)

FAME yang sudah disintesis pada reaksi esterifikasi akan direaksikan dengan etilen glikol menggunakan rasio katalis yang berbeda-beda yaitu tanpa katalis, HY 1%, HY 5% dan NiO/HY 5% terhadap berat minyak. Biopelumas yang sudah terbentuk dari masing-masing katalis kemudian dikarakterisasi menggunakan FTIR. Gambar 4.7 dan 4.9 merupakan spektra perbandingan antara FAME, etilen glikol sebagai polyol dan biopelumas yang dihasilkan dengan tanpa katalis, katalis HY 1%, HY 5% dan NiO/HY 5%. Berdasarkan kedua gambar tersebut ditemukan adanya puncak pada bilangan gelombang 3500-3300 cm-1 yang merupakan adanya vibrasi dari gugus OH

yang hanya terdapat pada sampel etilen glikol, pada 2900 cm-1 dan 1742 cm-1

terdapat vibrasi gugus fungsi C-H alkana dan C=O karbonil yang terdapat pada sampel FAME, dan seluruh biopelumas. Kemudian terdapat vibrasi dari gugus fungsi C-O ester dan C-C-O ester pada bilangan gelombang 1195-1168 cm-1 dan

1047 cm-1 yang dimiliki oleh FAME dan seluruh produk biopelumas. Terdapat

perbedaan spektra yang dihasilkan pada sampel BF-HY5 dan BF-NiO5, karena ditemukan adanya vibrasi C-O alkohol pada vibrasi 1055 cm-1 yang

(40)

Gambar 4.7 Spektra FTIR sampel FAME, etilen glikol (EG), biopelumas tanpa katalis (BF-TK), dan biopelumas dengan katalis HY 1% (BF-HY1)

Gambar 4.8 (a) BF-TK, (b) BF-HY

(41)

Gambar 4.9 Spektra FTIR sampel FAME, etilen glikol (EG), biopelumas dengan rasio katalis HY 5% (BF-HY5) dan biopelumas dengan rasio katalis NiO/HY

5% (BF-NiO5)

Tahap karakterisasi selanjutnya, untuk memastikan senyawa ester yang terbentuk maka sampel diuji menggunakan GC-MS. Kromatogram dari sampel FAME, biopelumas tanpa katalis (BF-TK) dan biopelumas dengan rasio katalis HY 1 % (BF-HY1) dapat dilihat pada Gambar 4.10dengan komposisi senyawa yang dapat dilihat pada Tabel 4.3.

C-O alkohol

(42)

Gambar 4.10 Kromatogram sampel FAME, biopelumas tanpa katalis (BF-TK), dan biopelumas dengan rasio katalis HY 1% (BF-HY1) Tabel 4.3 Data komponen senyawa penyusun FAME, BF-TK dan BF-HY1

Kode Waktu

retensi

(min)

Senyawa

%area

FAME BF-TK

BF-HY1

a

4.52

Dekanoat metil ester

0,37

-

0,19

b

7.06

Oktanoat metil ester

5,49

2,42

5,60

c

9.65

Dekanoat metil ester

5,43

5,85

6,26

d

12.18

Dodekanoat metil ester

44,84 45,56

45,56

e

14.34

Tridekanoat, 12-metil-, metil

ester

17,03 17,53

17,29

f

16.01

Heksadekanoat, 2-hidroksil

ester

-

-

-

g

16.35

Heksadekanoat metil ester

7,93

8,45

7,71

h

18.39

Tetradekanoat, 2-hidroksil

ester

-

-

-

i

18.85

Metil stearat

1,75

2,23

1,95

j

19.20

9-Oktadekanoat-(E)-metil

ester

15,00 15,62

13,23

k

20.01

9,12-Oktadekadienoat-metil

ester

2,16

2,35

2,21

l

22.15

Oktadekanoat, 2-hidroksil

ester

-

-

-

(43)

Berdasarkan tabel diatas, tidak ditemukan senyawa penyusun biopelumas yakni etilen glikol ester yang dapat dilihat pada senyawa yang ditandai dengan kotak biru, melainkan kedua sampel biopelumas tersebut masih banyak mengandung metil ester yang terdapat dalam FAME. Sehingga dapat disimpulkan jika biopelumas yang dibuat dengan tanpa katalis dan dengan rasio katalis HY 1 % tidak dapat mengonversi FAME menjadi biopelumas. Maka dari itu, dalam percobaan ini dilakukan penambahan rasio katalis HY menjadi 5 % dan menggunakan rasio katalis NiO/HY 5 % terhadap berat FAME, selain itu juga diberikan penambahan suhu pada reaksi transesterifikasi yang semula hanya 120 C menjadi 150 C untuk mengetahui adanya perbedaan dalam senyawa yang terdeteksi oleh GC-MS. Kromatogram sampel biopelumas yang dibuat dari FAME menggunakan rasio katalis HY 5 % dan NiO/HY 5 % dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan komposisi senyawa penyusun yang berada didalam sampel tersebut dapat dilihat dari Tabel 4.4

Gambar 4.11 Kromatogram sampel FAME, biopelumas dengan rasio katalis HY 5% (BF-HY5) dan biopelumas dengan rasio katalis NiO/HY

(44)

Tabel 4.4 Data komponen senyawa FAME, BF-HY5, dan BF-NiO5

Kode Waktu

retensi

(min)

Senyawa

%area

FAME BF-HY5 BF-NiO5

a

4.51

Heksadekanoat metil ester

-

0,15

0,04

b

7.06

Oktadekanoat metil ester

3,99

4,73

2,31

c

9.67

Dekanoat metil ester

3,94

5,64

3,12

10.02

Etilen glikol

-

0,11

0,01

d

10.9

Undekanoat metil ester

-

0,05

0,01

e

12.16

Dodekanoat metil ester

32,6

42,64

36,3

f

13.23

Tridekanoat metil ester

-

0,06

0,01

g

14.34

Tridekanoat, 12-metil-, metil

ester

12,9

17,12

16,2

h

16.01

Heksadekanoat, 2-hidroksil

ester

-

0,55

0,21

i

16.38

Heksadekanoat metil ester

16,1

7,75

10,2

j

18.40

Tetradekanoat, 2-hidkroksil

ester

-

0,33

0,08

k

18.89

Heptadekanoat, 16-metil-,

metil ester

4,02

2,03

3,46

l

19.27

9-Oktadekanoat, metil ester,

(E)-

13,4

13,84

23,5

m

20.04

9,12-Oktadekadienoat (Z,Z)-,

metil ester

13,1

2,10

3,76

n

22.18

Oktadekanoat, 2-hidroksil

ester

-

2,76

0,73

o

22.87

Heksadekanoat, 14-metil-,

metil ester

-

0,01

0,02

p

23.43

11-Eikosanoat, metil ester

-

0,09

0,01

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa sampel BF-HY5 dan BF-NiO/HY5 ditemukan senyawa penyusun biopelumas meskipun dengan nilai %area yang relatif kecil dan lebih dominan dengan senyawa metil ester yang dihasilkan, namun terlihat perbedaannya jika dibandingkan dengan BF-TK dan BF-HY1 yang didalamnya sama sekali tidak ditemukan senyawa etilen glikol ester. Sehingga, dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa rasio katalis HY 5 % dan NiO/HY 5 % terhadap berat FAME mampu mengonversi FAME menjadi biopelumas dengan penggunaan suhu pada 150 C saat reaksi transesterifikasi ini dijalankan. Produk BF-HY5 dan BF-NiO5 dapat dilihat pada Gambar 4.12

(45)

Gambar 4.12 (a) BF-HY5, (b) BF-NiO5

4.3.2

Pembuatan biopelumas dengan jenis minyak

Palm Kernel Oil

(PKO)

Palm Kernel Oil (PKO) yang digunakan akan direaksikan langsung dengan polyol etilen glikol menggunakan katalis HY 5 % dan NiO/HY 5 % menggunakan suhu 150 C. Kedua produk yang sudah dihasilkan kemudian dikarakterisasi menggunakan FTIR, Gambar 4.13 yang merupakan perbandingan sampel PKO, etilen glikol sebagai polyol yang digunakan dan sampel biopelumas yang dihasilkan.

Gambar 4.13 Spektra FTIR yang dihasilkan dari sampel PKO, etilen glikol (EG), dan sampel biopelumas.

a

b

C-O alkohol

(46)

Berdasarkan gambar 4.13 ditemukan adanya puncak pada bilangan gelombang 3500-3300 cm-1 yang merupakan adanya vibrasi dari

gugus OH yang hanya terdapat pada sampel etilen glikol, pada 2900 cm-1

terdapat vibrasi gugus fungsi C-H alkana yang dideteksi pada sampel PKO serta kedua biopelumas, pada bilangan gelombang 1742 cm-1 terdapat vibrasi gugus

fungsi C=O karbonil yang terdapat pada sampel PKO, dan kedua sampel biopelumas. Kemudian terdapat vibrasi dari gugus fungsi C-O ester dan C-C-O ester pada bilangan gelombang 1195-1168 cm-1 dan 1047 cm-1 yang dimiliki

oleh produk biopelumas. Ditemukan adanya vibrasi C-O alkohol pada vibrasi 1055 cm-1 yang menandakan adanya senyawa etilen glikol ester didalam

produk biopelumas.

Karakterisasi menggunakan instrumen GC-MS diperlukan untuk mengonfirmasi senyawa ester yang terkandung didalam produk biopelumas ini. Gambar 4.14 merupakan perbandingan kromatogram PKO dan biopelumas yang dihasilkan menggunakan rasio katalis NiO/HY 5 % dan biopelumas yang dihasilkan menggunakan rasio katalis HY 5 %.

Gambar 4.14 Kromatogram sampel PKO, biopelumas dengan rasio katalis HY 5% (BP-HY5) dan biopelumas dengan rasio katalis NiO/HY

(47)

Tabel 4.5 Data kandungan senyawa PKO, BP-HY5 dan BP-NiO5

Kode Waktu

retensi

(min)

Senyawa

%area

PKO

BP-HY5 BP-NiO5

a

7.06

Oktadekanoat metil ester

-

0,37

0,28

b

9.67

n-Asam dekanoat (PKO);

Dekanoat metil ester(BP)

1,07

0,72

0,20

10.03

Etilen glikol

-

3,91

0,42

c

11.82

Dodekanoat metil ester

-

-

14,3

d

12.09

Asam dodekanoat (PKO);

Dodekanoat metil ester (BP)

22,03

6,34

13,4

e

14.28

Asam tetradekanoat (PKO);

Tridekanoat, 12-metil-, metil

ester (BP)

8,73

1,68

11,2

f

14.83

Asam pentadekanoat

0,78

1,18

1,44

g

15.70

Asam oleat

0,01

-

0,59

h

16.01

Heksadekanoat, 2-hidroksil

ester

-

5,33

2,41

i

16.38

n-Asam heksadekanoat (PKO);

Heksadekanoat metil ester

8,84

1,49

8,31

j

16.94

Asam pentadekanoat

0,90

1,09

3,17

k

18.39

Tetradekanoat, 2-hidkroksil

ester

-

4,01

2,01

l

18.85

Asam stearat (PKO);

Heptadekanoat, 16-metil-,

metil ester (BP)

2,86

-

1,16

m

19.20

Asam-9,12-oktadekanoat(PKO);

9-Oktadekanoat, metil ester, (E)-

(BP)

23,75

1,70

9,53

n

19.84

Asam dodekanoat

19,32

2,94

10,6

o

20.04

Asam-9,12-oktadekadienoat

(PKO); 8,11-Oktadekadienoat

metil ester

4,42

-

1,65

p

22.18

Oktadekanoat, 2-hidroksil

ester

-

56,46

15,1

q

24.69

Asam tetradekanoat

7,28

1,91

4,11

r

25.90

Eikosanoat, 2-hidroksil ester

-

-

0,11

Berdasarkan Tabel 4.5, pada sampel biopelumas yang dibuat dengan jenis minyak PKO dengan masing-masing rasio katalis HY dan NiO/HY 5 % dari berat PKO telah ditemukan adanya senyawa etilen glikol ester yang

(48)

menjadi senyawa penyusun biopelumas. Jika dibandingkan dengan biopelumas yang menggunakan rasio katalis yang sama namun menggunakan jenis minyak FAME, %area dari puncak senyawa etilen glikol ester ini lebih besar. Hal ini bisa terjadi karena senyawa yang terkandung dalam sampel biopelumas dari jenis minyak PKO menghasilkan lebih sedikit senyawa, sehingga pembanding untuk menentukan %area semakin kecil. Selain itu, masih ditemukan adanya senyawa asam lemak dalam sampel biopelumas ini, sehingga menjadikan biopelumas yang dihasilkan lebih mudah teroksidasi [49] yang akan mengakibatkan biopelumas menurun tingkat viskositasnya. Maka dari itu, jenis minyak yang lebih baik digunakan sebagai bahan baku biopelumas yaitu FAME, karena kandungan esternya yang membuat viskositas dapat dikontrol dan kemampuan mudah teroksidasi yang lebih rendah. Produk HY5 dan BP-NiO5 dapat dilihat pada Gambar 4.15

Gambar 4.15 (a) BP-HY5, (b) BP-NiO5

Berdasarkan keenam produk biopelumas yang sudah disebutkan diatas, hasil yang terbaik ditunjukan oleh biopelumas yang menggunakan jenis minyak FAME dan katalis NiO/HY dengan rasio katalis 5 % terhadap berat FAME, menghasilkan yield sebesar 98,50 %. Hasil pengujian karakterisasi didapatkan nilai densitas biopelumas ini sebesar 0,86 g/mL dengan viskositas sebesar 1,56 cSt. Sedangkan jika biopelumas yang menggunakan jenis minyak PKO dan katalis yang sama hanya mendapatkan yield sebesar 80,10 % dengan densitas sebesar 0,91 g/mL dan viskositas sebesar 1,80 cSt. Untuk biopelumas yang dihasilkan dari jenis minyak FAME dan PKO menggunakan katalis HY 5 % memiliki nilai densitas berturut-turut sebesar 0,87 dan 0,92 g/mL dengan viskositas masing-masing yakni senilai 1,80 dan 17,89 cSt. Meskipun nilai viskositas yang dihasilkan oleh biopelumas dengan bahan baku PKO menggunakan katalis HY 5 % jauh lebih besar, namun karena pada senyawa yang terkandung dalam biopelumas yang dihasilkan masih terdapat senyawa asam lemak sehingga sangat rentan mengalami oksidasi dan membuat

Gambar

Gambar 1.1 Grafik jumlah kendaraan bermotor di Indonesia
Tabel 2.1 Daftar kandungan minyak inti kelapa sawit (PKO) [20].
Gambar 2.2 Data penggunaan minyak kelapa sawit di Indonesia [22]
Gambar 2.4 Struktur framework tetrahedral sebagai sel unit zeolit  Terdapat  dua  jenis  zeolit  faujasit  berdasarkan  perbedaan  rasio  silika/aluminium (Si/Al) yakni zeolit X (Si/Al ~ 1,0-1,4) dan zeolit Y (Si/Al ~  1,5-3.0) [32]
+7

Referensi

Dokumen terkait