• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DALAM PERSIDANGAN DAN IMPLIKASI YURIDISNYA TERHADAP KEKUATAN ALAT BUKTI (Studi : Pengadilan Negeri Klas IA Padang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DALAM PERSIDANGAN DAN IMPLIKASI YURIDISNYA TERHADAP KEKUATAN ALAT BUKTI (Studi : Pengadilan Negeri Klas IA Padang)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENCABUTAN KETERANGAN TERDAKWA DALAM PERSIDANGAN DAN IMPLIKASI YURIDISNYA TERHADAP KEKUATAN ALAT BUKTI

(Studi : Pengadilan Negeri Klas IA Padang)

Hari Demarwan1 , Yetisma Saini1 , Syafridatati1

1

Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Email: Haridemarwan@yahoo.co.id

Abstract

Guidelines on Criminal Procedure states the purpose of the criminal procedure law is seeking , or at least get closer to the truth of the material , that is the truth that more than a criminal case honestly and accurately . However, the court found that the defendant revoked examination given to investigators in the investigation . Revocation based reason when giving testimony before investigators , the suspect forced or threatened with physical violence and psychological to admit the offenses charged him . The problem is how the juridical implications of the revocation of defendant's testimony to the strength of the evidence . Research using socio-juridical approach . Data includes primary and secondary data , which were collected by means of interviews , observation and document study , then in the qualitative analysis . The results were obtained conclusions , namely the juridical implications of deleting the information if the defendant is accepted Judge revocation , then the testimony of the defendant in court can be used as evidence and the testimony of the defendant in the investigation stage is not used because it was not properly assessed . Whereas if the repeal is rejected , then the testimony of the defendant can not be used in court , the defendant in the level of information it investigation ( BAP ) which is used in Proof .

Keywords : Description, defendant , evidence kit , Revocation .

Pendahuluan

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Pernyataan tersebut secara tegas tercantum dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945 bab I pasal 1 perubahan ketiga Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia

menerima hukum sebagai ideologi untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

Indonesia sebagai negara hukum memiliki beberapa macam hukum untuk mengatur tindakan warga negaranya, antara lain adalah hukum pidana dan hukum acara

(2)

2 pidana. Kedua hukum ini memiliki hubungan yang sangat erat, karena pada hakekatnya hukum acara pidana termasuk dalam pengertian hukum pidana. Hanya saja hukum acara pidana lebih tertuju pada ketentuan yang mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana. Sedangkan hukum pidana (materiil) lebih tertuju pada peraturan hukum yang

menunjukkan perbuatan mana yang

seharusnya dikenakan pidana dan pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana tersebut. Hukum materiil merupakan hukum yang memuat aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana.

Dalam pedoman pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa tujuan hukum acara pidana adalah: “untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran

hukum, dan selanjutnya meminta

pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan

apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan”.

Hukum acara pidana atau yang juga dikenal dengan sebutan hukum pidana formal mempunyai pengertian yaitu aturan-aturan hukum pidana yang berisi bagaimanakah hak negara dalam melaksanakan haknya apabila hukum pidana materiil dilanggar oleh seseorang atau dengan kata lain bagaimana mempertahankan hukum pidana materiil. Melalui hukum acara pidana ini, maka bagi

setiap individu yang melakukan

penyimpangan atau pelanggaran hukum, khususnya hukum pidana, selanjutnya dapat diproses dalam suatu acara pemeriksaan di pengadilan, karena menurut hukum acara pidana untuk membuktikan bersalah atau tidaknya seorang terdakwa haruslah melalui pemeriksaan di depan sidang pengadilan dan untuk membuktikan benar atau tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan diperlukan adanya suatu pembuktian.

Pembuktian dalam hukum acara pidana dapat diartikan sebagai suatu upaya mendapatkan keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang di dakwakan serta dapat mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa.

(3)

3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak memberikan penafsiran atau pengertian mengenai pembuktian baik Pasal 1 yang terdiri dari 32 butir pengertian, maupun pada penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. KUHAP hanya memuat macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum acara pidana di Indonesia. Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, jenis alat bukti yang sah dan dapat digunakan sebagai alat bukti adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Dalam memberikan BAP tersangka

berhak menolak ataupun mencabut

keterangan yang ia berikan, seperti yang tercantum di dalam Pasal 52 KUHAP menegaskan, “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dalam pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.” Ketentuan ini memberikan jaminan kepada terdakwa bahwa dalam menyampaikan keterangan harus berada dalam kondisi aman dan bebas dari segala kekangan, paksaan, dan perasaan takut. Dengan demikian, setiap keterangan terdakwa termasuk keterangannya sebagai tersangka di dalam pemeriksaan Kepolisian, haruslah bebas dari tekanan dan paksaan dari pihak manapun.

Terdakwa dalam persidangan dapat melakukan pencabutan berita acara

pemeriksaan (BAP) di kepolisian jika

disadari bahwa dalam memberikan

keterangan mendapat tekanan dan paksaan. Impikasinya adalah BAP tersebut merupakan pegangan utama jaksa dalam menyusun surat dakwaan dan tuntutan di persidangan menjadi melemah, sehingga majelis hakim akan memanggil pihak penyidik untuk menjelaskan perisitwa pencabutan BAP tersebut. Pencabutan BAP yang merupakan hak bagi terdakwa juga disandarkan pada penafsiran dari Pasal 66 KUHAP bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Artinya bahwa salah satu alat bukti yang sah adalah keterangan/pengakuan terdakwa dapat saja dibantah atau ditolak oleh terdakwa sendiri.

Dalam persidangan sering dijumpai bahwa terdakwa mencabut keterangan yang diberikannya di luar persidangan atau keterangan yang diberikannya kepada penyidik dalam pemeriksaan penyidikan yang dimuat dalam Berita Acara Penyidikan (BAP). Dimana keterangan tersebut pada umumnya berisi pengakuan terdakwa atas tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

Menurut M. Yahya Harahap ditinjau dari segi yuridisnya, pencabutan keterangan yang dilakukan oleh terdakwa ini sebenarnya dibolehkan dengan syarat pencabutan dilakukan selama pemeriksaan persidangan pengadilan berlangsung dan disertai alasan yang mendasar dan logis. Alasan mendasar

(4)

4 dan logis tersebut mengandung arti bahwa alasan yang menjadi dasar pencabutan

tersebut harus dapat dibuktikan

kebenarannya dan diperkuat atau didukung oleh bukti-bukti lain yang menunjukan bahwa alasan pencabutan tersebut benar dan dapat dibuktikan oleh hakim.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimanakah implikasi yuridis pencabutan keterangan terdakwa terhadap kekuatan alat bukti?

Berdasarkan batasan masalah yang akan dikaji oleh peneliti maka dapat ditarik tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh peneliti adalah untuk mengetahui implikasi yuridis pencabutan keterangan terdakwa terhadap kekuatan alat bukti.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian dengan mengunakan jenis penelitian yuridis sosiologis yaitu penelitian yang lebih mengutamakan penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer. Di samping itu juga dilakukan penelitian terhadap bahan-bahan kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder, dan juga melalui penilitian hukum dengan melihat

norma hukum yang berlaku dan

menghubungkannya dengan fakta yang ada di tengah masyarakat, dihubungkan dengan masalah yang dirumuskan dalam penilitian

yang membahas PENCABUTAN

KETERANGAN TERDAKWA DALAM

PERSIDANGAN DAN IMPLIKASI

YURIDISNYA TERHADAP KEKUATAN ALAT BUKTI (Studi : Pengadilan Negeri Klas IA Padang)

Dalam penelitian ini penulis menggunakan 2 (dua) sumber data, yaitu: a. Data primer

Data yang diperoleh secara langsung dilapangan dengan melakukan wawancara kepada Irwan Munir, Syafrizal, Muhammad Salam Giri Basuki selaku Hakim Pengadilan Negeri Klas IA Padang dan Nh, Fd,Fb,Aa selaku terdakwa.

b. Data sekunder

Data yang diperoleh dari keputusan Pengadilan Negeri Klas IA Padang berupa berita acara persidangan tentang kasus pencabutan keterangan terdakwa dalam persidangan tahun 2010.

Dalam pencarian bahan-bahan berupa data yang berhubungan dengan penulisan ini, maka penulis menggunakan tiga cara, yaitu : a. Wawancara, jenis wawancara yang

digunakan penulis adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara semi terstruktur adalah wawancara yang menggunakan panduan wawancara yang berasal dari pengembangan topik. Sistim yang digunakan dalam mengajukan pertanyaan dan penggunaan terminologi lebih fleksibel dari wawancara

(5)

5 terstruktur.

b. Studi dokumen, yaitu teknik

pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, peraturan perundang-undangan serta bahan lainnya berkaitan dengan skripsi ini.

c. Observasi adalah suatu cara

pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu objek dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati.

Analisis data Berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh baik melalui data primer dan data sekunder, maka data yang telah diolah tersebut akan di analisis secara kualitatif, dimana penulis akan mempelajari hasil penelitian baik berupa data primer maupun data sekunder yang kemudian dijabarkan secara sistematis dalam skripsi tanpa bantuan rumusan statistik karena data-data tidak merupakan angka-angka.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan hakim pengadilan negeri klas IA Padang Bapak Irwan Munir SH.,MH menjelaskan Berpijak dalam ketentuan pasal Pasal 189 ayat (1) KUHAP, pada prinsipnya keterangan terdakwa adalah apa yang diberikan terdakwa di sidang pengadilan.

Meskipun demikian ketentuan itu ternyata tidak mutlak, karena keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat pula digunakan untuk membantu menemukan bukti di persidangan asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.

Dalam suatu proses persidangan ada pula terdakwa yang menarik atau mencabut kembali keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan di sidang pengadilan yang telah dituangkan di dalam BAP. Pencabutan kembali keterangan terdakwa di persidangan ini merupakan suatu hal yang ironi dalam penegakan hukum.

Bapak Syafrizal yang mengatakan bahwa semenjak Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana mulai berlaku maka tersangka itu tidak boleh dianggap bersalah sampai ada Putusan Hakim yang menyatakan terdakwa bersalah karena sesuai dengan arti dari asas praduga tak bersalah dan untuk menjamin perlindungan harkat dan martabat tersangka sebagai orang yang telah diduga melakukan suatu tindak pidana. Untuk melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa di persidangan, sistim yang dipakai adalah accuisatoir artinya tersangka tidak boleh dianggap sebagai objek pemeriksaan malainkan sebagai subjek yang sedang berhadapan dengan penyidik, sehingga

(6)

6 mempunyai kedudukan yang sama antara yang memeriksa dengan yang diperiksa.

Dalam hal tersangka atau terdakwa

menyangkal atau menarik kembali

keterangannya di sidang pengadilan menurut Bapak Irwan Munir, memang agak sulit membuktikan pemaksaan dan kekerasan telah terjadi terhadap tersangka tau terdakwa karena pada wktu pemeriksaan dilakukan terhadap tersangka di kepolisian, terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum dan tidak didampingi oleh siapapun yang dapat dijadikan saksi bahwa telah terjadi tindakan kekerasan terhadap terdakwa.

Selanjutnya menurut Bapak Irwan Munir yang menjadi alasan terdakwa mencabut keterangan yang diberikannya di persidangan adalah :

1. Dalam KUHAP, terdakwa mempunyai hak ingkar dimana terdakwa berhak mengelak dan membantah segala tuduhan atau alasan yang ditujukan kepadanya. 2. Keterangan yang dicabut terdakwa di

persidangan adalah keterangan yang ada di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dimana yang menjadi alasan pencabutan tersebut adalah pada waktu memberikan keterangan di depan penyidik terdakwa itu mengalami berbagai macam kekerasan fisik maupun psikis seperti adanya paksaan, tekanan, dan kekerasan oleh penyidik, sehingga terdakwa merasa ketakutan dan akhirnya

terdakwa mengakui apa yang tidak ia lakukan. Dalam hal ini untuk mencari

kebenarannya maka Hakim akan

mendatangkan saksi penyidik yaitu saksi verbalisan dengan guna menemukan titik terang dan juga didukung oleh bukti-bukti lainnya.

Ditinjau dari segi yuridis terdakwa berhak dan dibenarkan mencabut kembali

keterangan yang diberikannya di

pemeriksaan penyidikan selama pemeriksaan persidangan pengadilan berlangsung. Undang-Undang tidak membatasi hak

terdakwa untuk mencabut kembali

keterangannya yang demikian, asala pencabutan itu mempunyai landasan alasan yang logis yaitu alasan yang sesuai dengan akal dan pikiran.

Menurut Bapak Muhammad Salam Giri Basuki, dari adanya pencabutan keterangan terdakwa terhadap alat bukti dapat diketahui setelah adanya penilaian Hakim terhadap alasan pencabutan tersebut, Dalam hal diterima atau tidaknya pencabutan keterangan yang diberikan oleh terdakwa dipersidangan harus didasari dengan alasan sebagai berikut :

1. Apabila alasan pencabutan keterangan terdakwa di terima oleh Hakim yaitu: a. Terdakwa dalam memberikan atau

menjelaskan pencabutan

keterangannya di persidangan harus secara logis, mendasar dan dapat

(7)

7 diterima oleh akal pikiran. Alasan yang mendasar dan logis ini mengandung arti bahwa alasan yang menjadi dasar pencabutan tersebut harus dapat dibuktikan kebenarannya. b. Keterangan yang diberikan terdakwa

harus diperkuat dengan adanya alat bukti lain yang dapat dipertanggung jawabkan, baik berupa keterangan saksi ade charge (saksi yang meringankan) maupun berupa Visum et repertum yang menjelaskan bahwa benar di dalam pemeriksaan penyidikan di kepolisian terdakwa menerima tindakan kekerasan fisik maupun psikis dan intimidasi yang dilakukan oleh penyidik.

2. Apabila alasan pencabutan keterangan terdakwa ditolak oleh hakim yaitu: a. Terdakwa dalam memberikan atau

menjelaskan pencabutan

keterangannya di persidangan dinilaitidak mendasar dan tidak logis, bertele-tele dan tidak dapat diterima oleh akal pikiran.

b. Pencabutan keterangan terdakwa tersebut juga tidak didukung oleh alat bukti yang lain, yang dapat membuktikan bahwa pada saat pemeriksaan penyidikan memang benar ia menerima tindakan kekerasan yang dilakukan oleh penyidik.

c. Dalam memberikan keterangannya, saksi verbalisan dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindakan kekerasan baik fisik maupun psikis dan intimidasi kepada terdakwa di dalam proses penyidikan yang ia nyatakan di depan sidang pengadilan. Dalam hal penolakan pencabutan keterangan terdakwa tersebut akan ikut membawa dampak bagi kekuatan alat bukti keterangan terdakwa itu sendiri. Hakim menilai bahwa keterangan terdakwa (tersangka) di depan penyidik lah yang

mengandung unsur kebenaran dan

mempunyai nilai pembuktian, sedangkan keterangan terdakwa di persidangan yang menyangkal semua isi BAP dinilai tidak benar dan tidak ada nilainya sama sekali dalam pembuktian. Atas penilaian ini, hakim kemudian menganggap keterangan terdakwa (tersangka) di depan penyidik (BAP) dapat digunakan sebagai petunjuk untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Karena pada dasarnya dengan ditolaknya pencabutan tersebut berarti pengakuan-pengakuan terdakwa yang ditulis didalam BAP diterima sebagai suatu kebenaran yang sangat membantu hakim dalam membuktikan kesalahan terdakwa.

Adapun implikasi yuridis dari pencabutan keterangan terdakwa dalam persidangan terhadap kekuatan alat bukti,

(8)

8 menurut Bapak Muhammad Salam Giri Basuki adalah :

1. Apabila pencabutan tersebut diterima oleh hakim, maka konsekuensi yuridisnya adalah keterangan terdakwa dalam persidangan pengadilan dapat digunakan sebagai alat bukti dan keterangan terdakwa (tersangka) di tingkat penyidikan tidak dapat digunakan sama sekali untuk menemukan bukti di persidangan karena isinya dinilai tidak benar.

2. Sedangkan apabila pencabutan ditolak

oleh Hakim, maka konsekuensi

yurudisnya adalah keterangan terdakwa dalam persidangan pengadilan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti, justru keterangan terdakwa (tersangka) di tingkat penyidikan lah (BAP) yang kemudian dapat digunakan dalam membantu menemukan alat bukti di persidangan.

Bapak Muhammad Salam Giri Basuki juga mengatakan bahwa ditolak atau diterimanya pencabutan keterangan terdakwa tersebut tidak ditentukan atau di ungkapkan pada persidangan pengadilan, namun ditolak atau diterimanya pencabutan keterangan terdakwa tersebut dinyatakan bersamaan dengan putusan pengadilan.

Simpulan

Berdasarkan uraian penulis dalam bab sebelumnya, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Implikasi yuridis pencabutan keterangan terdakwa terhadap kekuatan alat bukti yaitu apabila pencabutan diterima oleh Hakim, maka keterangan terdakwa di dalam persidangan pengadilan dapat digunakan sebagai alat bukti dan keterangan terdakwa (tersangka) di tingkat penyidikan tidak digunakan sama sekali di persidangan karena isinya yang dinilai tidak benar. Sedangkan apabila pencabutan ditolak oleh Hakim, maka keterangan terdakwa dalam persidangan pengadilan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti, justru keterangan terdakwa (tersangka) di tingkat penyidikanlah (BAP) yang kemudian dapat digunakan dalam pembuktian.

Berikut beberapa saran dari penulis yang mudah-mudahan berguna dan bermanfaat bagi penulisan skripsi ini :

1. Agar penyidik dalam melakukan proses penyidikan terhadap tersangka atau terdakwa tidak melakukan tindakan yang sewenang-wenang, tidak melakukan pemaksaan dan penganiayaan untuk mendapatkan pengakuan atau keterangan tersangka untuk memenuhi BAP karena dapat melanggar hak asasi manusia (HAM). Tetapi hendaknya para penegak hukum, khususnya penyidik dalam melakukan pemeriksaan benar-benar

(9)

9 bertindak berdasarkan hukum dalam menjalankan tugasnya sebagia penegak hukum dan pengayom masyarakat tanpa adanya intimidasi, penganiayaan dan kekerasan.

2. Hakim hendaknya tidak sembrono dalam menolak atau menerima pencabutan keterangan terdakwa tersebut, tetapi harus bersikap hati-hati, arif dan bijaksana, serta tidak sewenang-wenang dalam memutus persidangan. Hakim harus lebih teliti dalam mengadakan pemeriksaan yang menyeluruh dalam kasus tersebut lalu hakim harus cermat

dan seksama termasuk dalam

mengedepankan hati nurani dan

sanubarinya. Jangan hanya bersandar pada kebiasaan-kebiasaan yang bersifat formal di persidangan saja tetapi juga

melihatnya diluar persidangan.

Ketidaksembronoan Hakim dalam

menolak atau menerima pencabutan keterangan terdakwa ini dapat merugikan pembelaan terdakwa.

Daftar Pustaka

Andi Hamzah, 2001, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. ---, 2004, Hukum Acara Pidana

Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta. Adnan Paslyadja, 1997, Hukum Pembuktian,

Pusat Diktat Kejaksaan Republik Indonesia, Jakarta.

Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Bambang Waluyo, 1992, Sistim Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Darwan Prinst, 1998, Hukum Acara Dalam Praktik, Djambatan, Jakarta.

Hari Sasangka dan Lily Rosita, 1996, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Sinar Wijaya, Surabaya.

---,2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung.

J.C.T Simorangkir, 1980, Pengantar Ilmu hukum, Pradnya Paramita, Jakarta. M. Yahya Harahap, 2003, Pembahasan

Permasalahan Dan Penerapan

KUHAP: Pemerikasaan Sidang

Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.

---,2007,Pembahasan

Permasalahan Dan Penerapan

KUHAP:Pemeriksaan Sidang

Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali: Edisi Kedua, , Jakarta, Sinar Grafika.

(10)

10 Martiman Prodjohamidjojo, 1984, Komentar

atas KUHAP : Kitab

Undang-Undang Hukum Acara

Pidana.Pradnya Paramita, Jakarta. O.C Kaligis, 2006 , Perlindugan hukum atas

hak asasi tersangka, terdakwa dan terpidana,alumni,Bandung.

R.Subekti,2007,Hukum pembuktian,PT pradnya paramita,Jakarta.

Rusli Muhammad, 2007, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Satjipto Rahardjo, 1982, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.

Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar

Penelitian Hukum, Universitas

Indonesia, Jakarta.

Syaiful Bakhri, 2009, Hukum Pembuktian Dan Praktek Peradilan Pidana, P3IH, Jakarta.

W.J.S. Poerwadarmita, 1984, Kamus Umum

Bahasa Indonesia, PN Balai

Pustaka.Jakarta. Undang-Undang Dasar 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

Hari Sasangka dan Lily Rosita, Pengertian alat bukti, http://www.sarjanaku. com/2012/12/pengertian-alat-bukti-yang-sah-dalam.html/diakses tanggal 10 oktober 2013 jam 22.35

Http://www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45 diakses pada tanggal 2 desember 2013 jam 18.48

Putusan Mahkamah Agung, Pencabutan keterangan terdakwa,

http://putusan.mahkamahagung.go.id/ main/pencarian/?q=pencabutan+keter angan+terdakwa diakses pada tanggal 22 nov 2013 jam 20.18

Subekti, Pengertian pembuktian,

http://lawmetha.wordpress.com/2011/ 06/03/ pembuktian-dalam-hukum-acara-pidana/ diakses tanggal 10 oktober 2013 jam 21.25

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik siswa yang akan diajar juga turut diperhatikan oleh guru Pendidikan Agama Islam di MAN 1 Mojokerto dalam mendesain model pembelajaran yang kreatif. Kemudian

Sehingga menendang adalah teknik dasar yang paling dominan dalam permainan sepakbola dari beberapa teknik dasar yang ada, dikarenakan kemampuan menendang bola dengan

Departemen Agama Republik Indonesia, op.. berbicara dengan qaulan sadida apabila berbohong pada anaknya dan menutupi kebenaran, dengan menggunakan kata-kata yang kabur

Kolonisasi cendawan endofit daerah Alahan Panjang dan Tanah Datar berbeda tidak nyata karena varietas yang digunakan sama, sehingga tidak mempengaruhi tingkat kolonisasi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsi profil hormon steroid ( estradiol - 17 , testosteron ) serum dan pada belut sawah jantan dan betina yang dibudidaya

Setelah mendapatkan bekal pengetahuan mengenai berbagai hal tentang model bermain pada waktu istirahat untuk anak TK, dan memiliki pemahaman tentang aktivitas bermain

pada saat Pembuktian Kualifikasi penyedia Jasa harus membawa seluruh Dokumen Asli sesuai yang di Upload / diunggah beserta 1 ( satu ) rekaman. - Apabila Saudara tidak hadir pada

Bagi perusahaan, untuk menambah modal disetor dan menambah jumlah saham yang beredar, selain itu agar perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya supaya pengumuman