PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING
KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( Guide
Tissue Regeneration ) SEBAGAI PEMBALUT LUKA
PADA MENCIT (Mus musculus)
SECARA IN VIVO
SKRIPSI
NADIA MAULIDA HUMAIRA
130822031
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING
KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( Guide
Tissue Regeneration ) SEBAGAI PEMBALUT LUKA
PADA MENCIT (Mus musculus)
SECARA IN VIVO
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
NADIA MAULIDA HUMAIRA 130822031
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERSETUJUAN
Judul : Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen Untuk Aplikasi GTR (Guided Tissue Regeneration) sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus musculus) Secara In Vivo
Kategori : Skripsi
Nama : Nadia Maulida Humaira Nomor Induk Mahasiswa : 130822031
Program Studi : Sarjana (S1) Kimia Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, April 2015
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2, Pembimbing 1,
Dr. Rumondang Bulan, MS Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si NIP. 195408301985032001 NIP. 195509181987012001
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( GuideTissue Regeneration )
SEBAGAI PEMBALUT LUKA PADA MENCIT (Mus musculus) SECARA IN VIVO
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, April 2015
PENGHARGAAN
Bismillaahhirrohmaanirrohiim.
Alhamdulillah, segala Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai kelulusan Program Serjana Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta yaitu M.Hanafiah S.Pd dan Suryana yang telah memberi banyak dukungan material dan moral sehingga dapat menyelesaikan pendidikan serjana kimia dan penulisan skripsi ini, kepada Dra. Emma Zaidar Nst, M.si selaku Pembimbing 1 dan Dr.Rumondang Bulan Nst, MS selaku Pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya selama penulisan skripsi ini, Dr.Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, Dr.Rumondang Bulan Nst, MS selaku Ketua Departemen Kimia USU, Dr.Darwin Yunus Nst, MS selaku Ketua Program Kimia S-1 Ekstensi USU, seluruh Staf Pegawai dan Dosen Kimia FMIPA USU, Kepada Kakak Sylvia Surya Fitri dan adik-adikku tersayang M.Maulana Bukhari dan Cut Alyza Rahmaina dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan penuh cinta, kepada teman seperjuangan Putri, Dimas, Darma, Manda, Shandy dan Mutia serta seluruh rekan kimia S-1 ekstensi USU.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhirnya dari hasil penulisan dalam bentuk skripsi ini penulis berharap dapat bermanfaat untuk kita semua, semoga kita selalu dalam Lindungan-Nya Allah SWT, Amiin.
Penulis
PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( GuideTissue Regeneration )
SEBAGAI PEMBALUT LUKA PADA MENCIT (Mus musculus) SECARA IN VIVO
ABSTRAK
Selulosa bakteri dihasilkan dari proses fermentasi Acetobacter xylinum digunakan dalam pengembangan dan peningkatan daya guna selulosa bakteri salah satunya dalam bidang biomedis yaitu membran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan – kolagen, melihat karakterisasi optimum dari membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen sehingga dapat digunakan dalam pengaplikasian sebagai pembalut luka pada mencit secara In Vivo. Pembuatan membran selulosa bakteri menggunakan metode coating kitosan-kolagen dengan perbandingan 1:1 (% b/b) dan variasi konsentrasi yaitu 2%, 4% dan 6%. Hasil uji analisa FT-IR dari membran selulosa bakteri menunjukkan serapan gugus OH ikatan hidrogen pada gelombang 3425.58 cm-1, serapan gugus C=O pada gelombang 1620.21-1635.64 cm-1, serapan gugus NH2 pada gelombang
2924.09-2931.8 cm-1. Pada penelitian ini diperoleh membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% dengan daya serap yang tinggi mencapai 94 %, kadar air 24% dan bersifat biodegredable memiliki kemampuan penyembuhan luka dalam waktu optimum 3 hari pada luka mencit (Mus musculus) dengan persentase penyembuhan luka mencapai 100% dibandingkan membran yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% memiliki karekterisasi optimum dan dapat digunakan dalam pengaplikasiannya sebagai pembalut luka dengan waktu penyembuhan luka yang cepat karena kitosan mengandung sifat antibakteri dan kolagen yang merangsang pertumbuhan jaringan sel baru pada luka.
PREPARATION OF BACTERIAL CELLULOSE MEMBRANE COATING CHITOSAN – COLLAGEN TO GTR ( Guide Tissue
Regeneration ) APPLICATION AS WOUND DRESSING IN MICE (Mus musculus) BY IN VIVO
ABSTRACT
Bacterial cellulose produced from the fermentation process used in the development of Acetobacter xylinum to increase efficiency of bacterial cellulose one of them in the biomedical field , is membrane . This study aimed to determine the effect concentration of chitosan-collagen, see optimum characterization of bacterial cellulose membrane coating of chitosan-collagen that can be used in the application as wound dressings in mice by In Vivo. Preparation of the bacterial cellulose membrane using chitosan - collagen coating method with a ratio of 1:1 (% w/w ) and the variation of the concentration of 2% , 4 % and 6 % . The result of FT-IR analysis of bacterial cellulose membrane showed absorption of hydrogen bonding OH group on the wave 3425.58 cm- 1 , the wave group C = O absorption at 1620.21-1635.64 cm-1 , the wave absorption NH2 group 2924.09-2931.8 cm-1.
In this research, the bacterial cellulose membrane coating of chitosan - collagen 6 % with high absorption reaches 94 % , 24 % moisture content and biodegredable have the ability optimum wound healing within 3 days of the injury mice (Mus musculus) the percentage of wound healing reaches 100 % compared to the other membranes. These result show that the bacterial cellulose membrane coating of chitosan - collagen 6 % have Optimum Characterization and can be used in its application as wound dressings with rapid wound healing time because chitosan contains antibacterial properties and stimulates collagen growth of new cells in the wound tissue.
DAFTAR ISI 2.2.4. Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Kesehatan 12
2.3 Kitosan 13
2.3.1. Sifat Fisik dan Kimia Kitosan 15 2.3.2. Manfaat Kitosan 17 2.3.3 Peranan Kitosan Dalam Penyembuhan Luka 18
2.4 Kolagen 19
2.4.1. Sifat Kolagen 22 2.4.2 Peranan Kolagen dalam Penyembuhan Luka
2.5 Guided Tissue Regeneration (GTR) 24
2.6 Luka 24
2.7 Membran 26
2.7 Simulated Body Fluid ( SBF ) 27
2.7.1 Pembuatan Larutan Simulated Body Fluid (SBF) 28
BAB 3. Metodologi Penelitian
3.1 Alat 29
3.2 Bahan 29
3.3. Prosedur Penelitian 30 3.3.1. Isolasi Kitosan 30 3.3.1.1. Preparasi Kulit Udang Lipan 30 3.3.1.2. Tahap Deproteinasi 30 3.3.1.3. Tahap Demineralisasi 30 3.3.1.4 Tahap Deasetilasi 31 3.3.2. Pembuatan Membran Selulosa Bakteri
Coating Kitosan-kolagen 31
3.3.2.1. Pembuatan Starter 31 3.3.2.2. Pembuatan Selulosa Bakteri 31 3.3.2.3 Pembuatan Membran Selulosa
Bakteri Coating Kitosan – Kolagen 32 3.3.3. Tahap Pengujian
3.3.3.1. Uji Karakteristik membran selulosa
bakteri Kitosan-Kolagen 32 3.3.3.2. Uji Biodegredable (perendaman dalam
larutan SBF (simulated bodyfluid) 33 3.3.3.3. Uji Pre-Klinis (Khasiat) Membran
Selulosa Bakteri Coating Kitosan –
Kolagen Pada Mencit 34
3.4. Bagan Penelitian 35 3.4.1 Isolasi Kitosan 35 3.4.2 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri
Coating Kitosan-kolagen 36
3.4.2.1. Pembuatan Starter 36 3.4.2.2. Pembuatan Selulosa Bakteri 37 3.4.2.3. Pembuatan Membran Selulosa
Coating Bakteri Kitosan – Kolagen 38 3.4.3. Uji Biodegredasi dalam larutan SBF
(simulated body fluid) 39
BAB 4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil
Infrared (FTIR) Kitosan 40 4.1.2. Hasil Sintetis Selulosa Bakteri 42 4.1.3. Hasil Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen 43 4.1.4. Hasil Analisis Spektroskopi Inframerah
Membran Selulosa Bakteri 44 4.1.4.1. Spektrum FT – IR Membran Selulosa Bakteri 45
4.1.5. Hasil Uji Biodegredable Membran Selulosa Bakteri 48 Dalam Larutan SBF (SimulatedBody Fluid)
4.1.6. Hasil Uji Kadar Air Membran Selulosa Bakteri 49 4.1.7. Hasil Uji Pre-Klinis 50
4.2 Pembahasan 52
BAB 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 56
5.2 Saran 56
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Halaman
2.1 Komposisi kandungan kimia air kelapa 8
2.2 Standard Kitosan 16
2.3 Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan 17
2.4 Komposisi bahan kimia penyusun larutan SBF
(Simulated Body Fluid)
28
4.1 Gugus fungsi kitosan dari spektogram FTIR 39
4.2 Hasil uji daya serap dari membran selulosa bakteri 40
4.3 Gugus fungsi FTIR dari membran selulosa bakteri coating kitosan- kolagen 2%, 4%, 6%
47
4.4 Hasil Uji Membran Selulosa Bakteri Dalam Larutan SBF
48
4.5 Hasil Uji Kadar Air Membran Selulosa Bakteri 49
4.6 Hasil Pengukuran Panjang Luka Mencit Putih Jantan Hari ke 1-6
51
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar
Judul Halaman
2.1 Struktur selulosa 9
2.2 Acetobacter xylinum 10
2.3 Struktur kitin 14
2.4 Struktur Kitosan 14
2.5 struktur kolagen 20
2.6 Peran fibroblas dalam membentuk dan meletakkan serat-serat dalam matrik, terutama serat kolagen.
22
4.1 Spektrum FTIR kitosan kulit udang lipan 41
4.2 Reaksi peruraian sukrosa 42
4.3 Grafik besar daya serap air membran selulosa bakteri 44
4.4 Hasil FT-IR membran selulosa bakteri 45
4.5 Hasil FT-IR membran selulosa bakteri coating Kitosan –
kolagen 2%,4% dan 6%
46
4.6 Grafik Persentase Penyembuhan Luka Mencit 52
4.7 (a) selulosa bakteri basah, (b) selulosa bakteri setelah di
press, (c) selulosa bakteri kering
54
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran
Judul Halaman
1 Analisa FT-IR Membran Selulosa Bakteri Tanpa
Coating
63
2 Analisa FT-IR Membran Selulosa Bakteri Coating
Kitosan – Kolagen 2%
64
3 Analisa FT-IR Membran Selulosa Bakteri Coating
Kitosan – Kolagen 4%
65
4 Analisa FT-IR Membran Selulosa Bakteri Coating
Kitosan – Kolagen 6%
66
5 Mekanisme fase penyembuhan luka 67
6 Perbedaan bekas luka 69
7 Data pengamatan penyembuhan luka mencit dari hari ke-1 hingga hari ke -4
PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( GuideTissue Regeneration )
SEBAGAI PEMBALUT LUKA PADA MENCIT (Mus musculus) SECARA IN VIVO
ABSTRAK
Selulosa bakteri dihasilkan dari proses fermentasi Acetobacter xylinum digunakan dalam pengembangan dan peningkatan daya guna selulosa bakteri salah satunya dalam bidang biomedis yaitu membran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan – kolagen, melihat karakterisasi optimum dari membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen sehingga dapat digunakan dalam pengaplikasian sebagai pembalut luka pada mencit secara In Vivo. Pembuatan membran selulosa bakteri menggunakan metode coating kitosan-kolagen dengan perbandingan 1:1 (% b/b) dan variasi konsentrasi yaitu 2%, 4% dan 6%. Hasil uji analisa FT-IR dari membran selulosa bakteri menunjukkan serapan gugus OH ikatan hidrogen pada gelombang 3425.58 cm-1, serapan gugus C=O pada gelombang 1620.21-1635.64 cm-1, serapan gugus NH2 pada gelombang
2924.09-2931.8 cm-1. Pada penelitian ini diperoleh membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% dengan daya serap yang tinggi mencapai 94 %, kadar air 24% dan bersifat biodegredable memiliki kemampuan penyembuhan luka dalam waktu optimum 3 hari pada luka mencit (Mus musculus) dengan persentase penyembuhan luka mencapai 100% dibandingkan membran yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% memiliki karekterisasi optimum dan dapat digunakan dalam pengaplikasiannya sebagai pembalut luka dengan waktu penyembuhan luka yang cepat karena kitosan mengandung sifat antibakteri dan kolagen yang merangsang pertumbuhan jaringan sel baru pada luka.
PREPARATION OF BACTERIAL CELLULOSE MEMBRANE COATING CHITOSAN – COLLAGEN TO GTR ( Guide Tissue
Regeneration ) APPLICATION AS WOUND DRESSING IN MICE (Mus musculus) BY IN VIVO
ABSTRACT
Bacterial cellulose produced from the fermentation process used in the development of Acetobacter xylinum to increase efficiency of bacterial cellulose one of them in the biomedical field , is membrane . This study aimed to determine the effect concentration of chitosan-collagen, see optimum characterization of bacterial cellulose membrane coating of chitosan-collagen that can be used in the application as wound dressings in mice by In Vivo. Preparation of the bacterial cellulose membrane using chitosan - collagen coating method with a ratio of 1:1 (% w/w ) and the variation of the concentration of 2% , 4 % and 6 % . The result of FT-IR analysis of bacterial cellulose membrane showed absorption of hydrogen bonding OH group on the wave 3425.58 cm- 1 , the wave group C = O absorption at 1620.21-1635.64 cm-1 , the wave absorption NH2 group 2924.09-2931.8 cm-1.
In this research, the bacterial cellulose membrane coating of chitosan - collagen 6 % with high absorption reaches 94 % , 24 % moisture content and biodegredable have the ability optimum wound healing within 3 days of the injury mice (Mus musculus) the percentage of wound healing reaches 100 % compared to the other membranes. These result show that the bacterial cellulose membrane coating of chitosan - collagen 6 % have Optimum Characterization and can be used in its application as wound dressings with rapid wound healing time because chitosan contains antibacterial properties and stimulates collagen growth of new cells in the wound tissue.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makhluk hidup secara biologis memiliki fungsi perlindungan tubuh terhadap
infeksi penyakit luka, apabila terdapat luka salah satu metode untuk
mengobatinya dapat ditutupi atau dirawat dengan menggunakan penutup luka
yang telah dilapisi dengan bahan antimikroba. Penutup luka yang baik adalah
kulit dari pasien tersebut yang bersifat permeabel terhadap uap dan
melindungi jaringan tubuh bagian dalam terhadap cedera mekanis dan infeksi
(Ciechanska,D,2004). Pemanfaatan lainnya juga digunakan untuk menutup luka
yang baik untuk pasien yang cedera mekanis maupun akibat infeksi
(Bergenia, 1982).
Dalam kasus-kasus tertentu, setelah perawatan diharapkan terjadinya
kesembuhan atau regenerasi jaringan yang telah rusak secara fisiologis atau
dengan bantuan bahan-bahan tertentu. Ada 3 prosedur regenerasi. Prosedur
tersebut meliputi pembersihan defek tulang dengan kuretase, bone grafting, dan
guide tissue regeneration (GTR). Banyak variasi pilihan perawatan yang dapat diterapkan untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang bersifat regenerative
diantaranya adalah penggunaan material bahan cangkok tulang autograft,
xenograft atau allowplast dan penggunaan membrane, baik yang resorbable atau
dikenal dengan prosedur Guide tissue regeneration (GTR) (Baghban Aa,et al,.2009).
Pada saat ini tissue engineering (rekayasa jaringan ) dianggap sebagai cara perlakuan pengobatan terhadap kerusakan jaringan dalam bidang rekayasa
biomedis (Khikuci,M. 2004). Melcher pertama kali mengembangkan prinsip
dasar Guide tissue regeneration (GTR) dan diaplikasikan pada rongga mulut oleh Nyman ,Lindhe, Karring dan Gottlow yang bertujuan untuk meregenerasi jaringan
periodontal dan mengurangi kedalaman lubang (Sukumar,s.,2008).
Guide tissue regeneration (GTR) adalah salah satu cara perlakuan rekayasa jaringan in vitro rekontruksi dengan menggunakan membran sebagai
barrier sehingga mencegah tumbuhnya jaringan lainnya (Chen FM 2010). Bahan
utama yang dipakai dalam aplikasi GTR adalah polimer biodegredable dan non degredable.
Salah satu polimer alam yang berpotensi besar dalam bidang regenerasi
tulang dan jaringan adalah selulosa bakteri karena memiliki kemiripan dengan
serat kolagen dalam hal biokompabilitas , kekuatan mekanik yang tinggi dalam
keadaan basah dan kering dengan kristalinitas yang tinggi (zimmmerman,et
al.,2011).
Selulosa merupakan bahan atau materi yang sangat berlimpah dibumi ini.
dihasilkan digunakan dalam berbagai bidang seperti pertambangan, kedokteran,
obat-obatan, kosmetik dan lainnya (Sutrisno T,1996).
Saat ini selulosa dapat juga dihasilkan dari proses fermentasi Acetobacter Xylinum menggunakan air kelapa sebagai sumber mikronutrien yang disebut selulosa bakteri. Acetobacter Xylinum merupakan bakteri golongan asam asetat yang berbentuk batang pendek, bersifat non motil, obligot aerobik dan dengan
pewarnaan gram menunjukkan gram negatif. Bakteri ini akan membentuk nata de coco (pelikel selulosa bakteri) jika ditumbukkan dalam air kelapa yang kaya akan sumber karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Bakteri tersebut akan
menghasilkan enzim ekstraselular yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan
serat atau selulosa (Siahaan,dkk.2003).
Selulosa bakteri adalah selulosa yang diproduksi oleh bakteri asam asetat
dan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan selulosa yang berasal dari
tumbuhan. Keunggulan tersebut memiliki kemurnian yang tinggi, struktur
jaringan yang sangat baik, kemampuan degradasi tinggi dan kekuatan mekanik
baik (Takayasu, et al., 1997). Selain itu selulosa bakteri memiliki kandungan air
yang tinggi (98-99%), penyerap cairan yang baik, bersifat non alergenik dan dapat
dengan aman disterilisasi tanpa menyebabkan perubahan karakteristiknya
(Danuta,2004).
Penggunaan selulosa sebagai bahan baku dalam berbagai bidang cukup
alternatif bahan baku dalam industri pembuatan kertas, biomaterial, bahan
penyerap dan juga membran (Taufan, dkk 1996).
Selulosa bakteri banyak diaplikasikan dalam dunia medis, di antaranya
untuk memberikan perawatan pada penderita penyakit ginjal dan bisa juga sebagai
subsitusi sementara dalam perawatan luka bakar. Selulosa bakteri juga dapat
diimplant kedalam tubuh manusia sebagai benang jahit dalam pembedahan
(Hoenich, 2006).
Selulosa bakteri dapat dikembangkan dengan starter Acetobacter xylinum yang kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa starter
Acetobacter xylinum kering dapat dibuat dari dekstrin, pati jagung, atau pati jagung pragelatinisasi sebagai material pengikat yang dikeringkan dalam
oven selama 24 jam pada 40 dan 500C. Penggunaan starter kering dapat
menghasilkan 57% b/v selulosa bakteri (Waspodo,2000).
Suatu bahan komposit selulosa/kitosan bakterial telah diproduksi untuk
keperluan medis di Institude Of Chemical Fibers (IWCh), Polandia. Selulosa bacterial yang telah dimodifkasi ini mengkombinasikan sifat – sifat dari selulosa
dan kitosan. Modifikasi dilakukan dengan menambahkan polisakarida bioaktif
seperti kitosan kedalam media kultur dan telah dilaporkan bahwa unit glukosamin
dan N – Asetil glukosamin terdapat dalam rantai selulosa yang dihasilkan.
Schramm yang telah dimodifikasi dengan penambahan kitosan sulfat dan kitosan
laktat (Ciechanska,D.,2004).
Kitosan adalah poli 2-amino-2-deoksi-β-D-glukosa, merupakan kitin
yang terdeasetilasi, dimana gugus asetil pada kitin disubstitusikan oleh hidrogen
menjadi gugus amino dengan penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi
tinggi. Kitosan sebagian besar tidak hanya dimanfaatkan untuk pembentukan
film tapi dapat digunakan juga sebagai antimikroba. Secara khusus, kitosan
telah diketahui aktif terhadap Stahylococcus aureus (Fernandez, dkk., 2008). Aktifitas antibakteri kitosan berkorelasi erat dengan karakteristik permukaan sel
mikroba tersebut. Hal ini dikarenakan muatan positif yang berasal dari gugus
asam amino dalam suasana pH asam (dibawah 6,5), yang menyebabkan
depolarisasi membran seluler mikroba, sebagai akibat terganggunya integritas
dinding sel dari hubungan molekul yang menyebabkan kematian bagi mikroba
(Kong, dkk., 2010). Kitosan bersifat unggul antara bioaktif , biodegredable, anti bakteri , biokompatibel membentuk film (Lee,dkk 2009). Oleh karena itu
berdasarkan sifat- sifat tersebut, kitosan banyak digunakan dibidang biomedis
pada bidang rekayasa jaringan, drug delivery dan pembalut luka (Zhang,Y 2007). Namun demikian kelemahan kitosan adalah rapuh sehingga tidak praktis pada
aplikasinya dibidang medis (Chen, C, 2007). Berdasarkan hal tersebut agar
kitosan dapat digunakan dengan baik maka dipilih suatu bahan yang bersifat
kompatibel dan sifat mekanik yang tinggi untuk membentuk membran yaitu
Penelitian telah menunjukkan bahwa kolagen dapat memegang peranan
penting pada proses penyembuhan luka. Kolagen mempunyai kemampuan antara
lain dalam hemostatis, interaksi dengan trombosit , interaksi dengan fibronektin ,
meningkatkan eksudasi cairan, meningkatkan komponen selular , meningkatkan
faktor penumbuhan dan mendorong proses fibroplasia dan terkadang pada
poliferasi epidermis (Terry., 2003). Akumulasi kolagen pada daerah luka
tergantung pada rasio antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen oleh enzim.
Pada fase awal proses penyembuhan luka, jumlah degradasi kolagen rendah, tetapi
akan meningkat seiring dengan maturasi dari luka (Mathew, 1999). Oksigen
bersama dengan asam amino (prolin dan lisin) bekerja sama dalam sintesis
kolagen. kolagen disintesis oleh firoblas dari prolin dan lisin kemudian
dihidrolisasi oleh oksigen (Terry e.w., 2003).
Pada penelitian ini, akan dilakukan pembuatan membran selulosa bakteri
dengan meng-coating kitosan dan kolagen biodegredable melalui proses biomimetik menggunakan larutan SBF ( Simulated Body Fluid). Penambahan kitosan dan kolagen diharapkan dapat membantu selulosa bakteri dalam
pembentukan jaringan baru pada luka.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini
1. Bagaimana pembuatan membran selulosa bakteri dan meng-coating dengan
kitosan dan kolagen sehingga menghasilkan perbandingan konsetrasi coating
yang terbaik.
2. Bagaimana pengaruh coating kitosan dan kolagen sebagai pembentukan membran selulosa bakteri
3. Bagaimana menentukan membran selulosa coating kitosan – kolagen yang terbaik dan dapat digunakan dalam aplikasi GTR sebagai pembalut luka pada
mencit (Mus musculus) secara In Vivo.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dibatasi pada:
1. Kitosan dalam penelitian ini berasal dari limbah kulit udang lipan.
2. Kolagen diperoleh secara komersil.
3. Proses coating membran selulosa bakteri kitosan – kolagen dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi kitosan –kolagen
4. Perendaman dengan SBF untuk mengetahui sifat biodegradable dari selulosa bakteri coating kitosan – kolagen
5. Pengujian pre-klinis terhadap mencit untuk melihat berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk menyembuhkan luka.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan – kolagen pada proses
coating dan mendapatkan jumlah konsentrasi kitosan – kolagen yang baik selulosa bakteri dalam pembuatan membran selulosa bakteri kitosan-kolagen
2. Untuk melihat karakterisasi optimum dari membran selulosa bakteri coating
kitosan – kolagen dan dapat digunakan dalam pengaplikasian GTR sebagai
pembalut luka.
3. Untuk mengetahui waktu penyembuhan luka pada mencit (Mus musculus) secara In Vivo
1.5 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmiah baru
tentang peranan membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen yang dapat digunakan sebagai pembentuk jaringan baru pada luka dengan keunggulannya
yang ekonomis, aman dan biokompatibel. Serta memberikan informasi pada
masyarakat, perkuliahan dan dunia biomedis.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental (laboratorium) ,
Pengujian karakterisasi dengan FTIR, uji daya serap, uji biodegredable dalam larutan SBF (Simulated Body Fluid), dan pengujian aplikasi GTR (guide tissue regeneration ) sebagai pembalut luka pada mencit (Mus musculus) secara In Vivo.
1.7 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia FMIPA- USU
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman serbaguna, baik untuk keperluan pangan maupun non pangan. Air kelapa mengandung sejumlah zat gizi,
yaitu protein, lemak, gula, vitamin, asam amino, dan hormon pertumbuhan.
Kandungan gula maksimal, yaitu 3 gram per 100 ml air kelapa, tercapai pada
bulan keenam umur buah, kemudian menurun dengan semakin tuanya kelapa.
Jenis gula yang terkandung glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol. Selulosa
bakteri merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan mikroba
Acetobacter xylinum. Gula pada air kelapa diubah menjadi asam asetat dan benang-benang selulosa (Philips., 2000).
Komposisi Kandungan Air Kelapa ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 2.1. Komposisi kandungan kimia air kelapa
8.
Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk di buat minuman fermentasi
karena kandungan zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap, sehingga sesuai
untuk pertumbuhan mikroba. Komposisi gizi air kelapa tergantung pada umur
kelapa dan varietasnya. Air kelapa per 100 ml mengandung sejumlah zat gizi,
yaitu protein 0,2 g, lemak 0,2 g, gula 3,8 g, vitamin C 1,0 mg, asam amino, dan
hormon pertumbuhan. Jenis gula yang terkandung pada air kelapa adalah :
glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol (Astawan., 2004).
2.2 Selulosa Bakteri 2.2.1 Selulosa
Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan ditemukan
di dalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan,
dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa membentuk
komponen serat dari dinding sel tumbuhan. Molekul selulosa merupakan rantai –
rantai atau mikrofibril dari D–glukosa sampai sebanyak 14000 satuan yang
terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir mirip tali yang terikat satu sama lain oleh
ikatan hydrogen (Fessenden J.R.,1986).
Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi nata adalah sejenis
Acetobacter xylinum. Selulosa ini lebih mudah dicerna oleh manusia jika dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan (Hart H.,2003).
Gambar 2.1 Struktur selulosa
2.2.2 Acetobacter xylinum
Bakteri pembentuk nata termasuk kedalam golongan Acetobacter, yang mempunyai ciri – ciri antara lain : ”sel bulat panjang sampai batang (seperti
kapsul), tidak mempunyai endospora, sel – selnya bersifat gram negatif, bernafas
secara aerob tetapi dalam kadar yang kecil (Pelczar dan Chan,1988).
Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan spesies yang lain karena sifatnya yang bila ditumbuhkan pada medium yang kaya komponen gula, bakteri
ini dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk suatu polisakarida
yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler. Dalam medium cair, Acetobacter xylinum mampu membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri terperangkap dalam benang – benang yang
tembus pandang perlu diperhatikan suhu fermentasi (inkubasi), komposisi
medium dan pH medium.
Gambar 2.2 Acetobacter xylinum
Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen,
melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan
menghasilkan enzim ektraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan
rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersebut,
akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya tampak
padat, yang disebut sebagai nata. Aktivitas dari Acetobacter xylinum dalam memproduksi nata adalah sebagai berikut : sel-sel Acetobacter xylinum
mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak
membentuk prekursor pada membran sel, kemudian keluar bersama-sama enzim
yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel. Prekursor dari
polimerisasi dan berikatan dengan akseptor membentuk selulosa
(http://inacofood.wordpress.com).
2.2.3 Selulosa Bakteri
Selulosa bakteri merupakan polimer alam yang sifatnya mirip dengan hidrogel
yang diperoleh dari polimer sintetik; sebagai contoh selulosa bakteri menunjukkan
kandungan air yang tinggi (98 – 99%), daya serap cairan yang baik, bersifat
non-alergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan
tersebut. Karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia, maka selulosa
bakteri dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang
serius (Ciechanska D.,2004).
Selulosa merupakan komponen dari dinding sel tumbuhan. Beberapa
bakteri juga dapat menghasilkan selulosa (yang disebut bioselulosa atau selulosa
bakteri). Selulosa tumbuhan dan selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang
sama, tetapi memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda. Meskipun selulosa
bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa dari tumbuhan,
tetapi selulosa bakteri tersusun oleh serat-serat selulosa yang lebih baik dari
selulosa tumbuhan. Setiap serat-serat tunggal dari selulosa bakteri mempunyai
diameter 50 nm. Panjang seratnya tidak dapat ditentukan karena kumpulan
serat-serat tunggal selulosa saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan
Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi adalah termasuk jenis
polisakarida mikroba yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain
xylinum, subspecies dari Acetobacter aceti, suatu bakteri non patogen, dan dinamakan sebagai selulosa bakteri atau selulosa yang diperoleh dari fermentasi
dengan bantuan mikroba (Philip G.O. dan William P.A.,2000).
Pembentukan selulosa bakteri oleh Acetobacter xylinum tidak lepas dari
peran gula sebagai sumber nutrisi bagi bakteri. Gula pasir merupakan sukrosa
yang bersumber dari tebu. Sukrosa dapat mengalami hidrolisis dan terpecah
menjadi fruktosa dan glukosa. Hasil dari hidrolisis ini merupakan gula invert
(Anna P., 1994). Adanya enzim sukrase akan mengubah sukrosa menjadi fruktosa
dan glukosa.
2.2.4 Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Kesehatan
Luka adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya
cedera atau pembedahan. Penyembuhan luka dipengaruhi oleh banyak faktor
antara lain semakin tua usia seseorang maka proses penyembuhan luka akan
berlangsung lebih lama.
Jika suatu luka ingin disembuhkan dengan efektif, luka tersebut harus
dijaga agar tetap dalam kondisi yang basah. Penutup luka yang baik adalah kulit
tubuh bagian dalam terhadap cidera mekanis dan infeksi. Selulosa bakteri yang
disintesis oleh Acetobacter xylinum menunjukkan kinerja yang cukup baik untuk dapat digunakan dalam penyembuhan luka (Hoenich N.,2006).
Penyembuhan luka adalah suatu istilah yang seharusnya hanya digunakan
sesuai dengan konteks regenerasi. Pada proses penyembuhan luka bentuk dan
susunan asli dari suatu organ atau bagian anatomi tubuh kembali seperti saat
sebelum terjadinya luka. Pada manusia dan pada golongan vertebrata yang lebih
tinggi penyembuhan terjadi melalui suatu proses perbaikan dimana hasil yang
dicapai bukan berupa restorasi secara anatomi namun lebih kepada hasil yang
fungsional (Falanga, 2007).
Selulosa bacterial menunjukkan kandungan air yang tinggi (98-99%) ,
daya serap yang baik terhadapa cairan, bersifat non-alergenik dan dapat
disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan tersebut. Karena
karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia, selulosa bacterial dapat
digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius
(Ciechanska,D.,2004)
2.3 Kitosan
Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Kitin dapat diperoleh dari limbah
pengolahan hasil laut. Kandungan kitin pada limbah udang mencapai 42-57%,
Karena bahan baku udang lebih mudah diperoleh, maka sintesis kitin dan kitosan
lebih banyak memanfaatkan limbah udang (Yurnaliza, 2002).
Deasetilasi kitin dilakukan dengan menambahkan NaOH (Kolodziesjska
2000). Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus
amino yang bermuatan positif, sehingga kitosan akan bersifat polikationik.
Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, interaksi antar ion
dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat (Ornum, 1992). Adanya
gugus reaktif amino pada C-2 dan gugus hidroksil pada C-3 dan C-6 pada kitosan
sangat berperan dalam berbagai aplikasinya, misalnya sebagai bahan pengawet,
penstabil warna, flokulan, membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan
air, dan sebagai bahan aditif untuk proses agrokimia dan pengawet benih (Shahidi
dkk., 1999).
Gambar 2.3 Struktur kitin
Kitosan adalah poli 2-amino-2-deoksi-β-1,4-D-glukopiranosa dengan
rumus molekul (C6H11O4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan
Gambar 2.4 Struktur kitosan
Chitosan adalah polisakarida linier tersusun atas residu : N- asetil glukosamin dan memiliki 2000-3000 monomer dengan ikatan 1.4-b-gliksida
berupa molekul glukosa dengan cabang mengandung nitrogen (Gagne, 2000).
Unit monomer pada chitosan mempunyai rumus molekul C8H12NO5 dengan kadar
C, H, N, dan O masing-masing 47%, 6%, 7%, dan 40%. Sifat chitosan yang
biodegradable ini mempunyai sifat lain diantaranya tidak larut dalam air, asam organik, encer dan alkalikat, akan tetapi larut dalam asam pekat seperti asam
nitrit, asam sulfat, asam fosfat, dan asam formiat anhidros (Lee dan Tan, 2002).
Chitosan mempunyai sifat penting untuk berbagai aplikasi, yaitu kemampuannya mengikat minyak dan air karena terdapat gugus hidrofilik dan hidrofobik, jumlah
minyak dan air yang dapat diikat oleh chitosan masing-masing adalah 315% dan 385%. Berdasarkan sifat biologi dan kimianya maka chitosan mempunyai sifat yang khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan gel, pasta, membran, dan
serat yang sangat bermanfaat didalam aplikasinya (Irawan, 2007).
Disamping itu telah terbukti pada beberapa penelitian bahwa chitosan
warna dan jumlah mikroba dalam sampel (Yingyuad dkk., 2006). Chitosan
bersifat anti mikrobakterial (dapat menghambat perkembangbiakan kuman) dan
membantu proses penyembuhan luka (Mizuno dkk., 2003).
Sebagai antibakteri, kitosan memiliki sifat mekanisme penghambatan,
dimana kitosan akan berikatan dengan protein membran sel, yaitu glutamat yang
merupakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membraner,
kitosan juga berikatan dengan fosfolipid membraner, terutama fosfatidil kolin
(PC), sehingga meningkatkan permeabilitas inner membran (IM). Naiknya permeabilitas IM akan mempermudah keluarnya cairan sel. Pada E. coli misalnya,
setelah 60 menit, komponen enzim ß galaktosidase akan terlepas. Hal ini
menunjukkan bahwa sitoplasma dapat keluar sambil membawa metabolit lainnya,
atau dengan kata lain mengalami lisis, yang akan menghambat pembelahan sel
(regenerasi). Hal ini akan menyebabkan kematian sel (Simpson, 1997).
2.3.1 Sifat Fisik dan Kimia Kitosan
Sifat dan penampilan produk kitosan dipengaruhi oleh perbedaan kondisi, seperti
jenis pelarut, konsentrasi, waktu, dan suhu proses ekstraksi. Kitosan berwarna
putih kecoklatan. Kitosan dapat diperoleh dengan berbagai macam bentuk
morfologi diantaranya struktur yang tidak teratur, bentuknya kristalin atau
semikristalin. Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf berwarna putih
dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni.chitin memiliki sifat
biologi dan mekanik yang tinggi diantaranya adalah biorenewable, biodegradable,
kitin. Kelarutan kitosan dalam larutan asam serta viscositas larutannya tergantung
dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. Terdapat dua metode untuk
memperoleh kitin , kitosan dan oligomernya dengan berbagai DD, polimerisasi,
dan berat molekulnya (BM) yaitu dengan kimia dan enzimatis. Suatu molekul
dikatakan kitin bila mempunyai derajat deasetilasi (DD) sampai 10% dan
kandungan nirogennya kurang dari 7%. Dan dikatakan chitosan bila nitrogen yang
terkandung pada molekulnya lebih besar dari 7% berat dan DD lebih dari 70%
(Muzzarelli,1985). Kitosan kering tidak mempunyai titik lebur. Bila disimpan
dalam jangka waktu yang relatif lama pada suhu sekitar 100 oF maka sifat
keseluruhannya dan viskositasnya akan berubah. Bila kitosan disimpan lama
dalam keadaan terbuka maka akan terjadi dekomposisi warna menjadi kekuningan
dan viscositasnya berkurang. Suatu produk dapat dikatakan kitosan jika
memenuhi beberapa standar seperti tertera pada Table 2.1.
Table 2.2. Standard Kitosan
Deasetilasi
≥ 70 % jenis teknis dan
>95% jenis pharmasikal
Kadar abu Umumnya < 1 %
Kadar air 2 – 10 %
Kelarutan Hanya pada pH ≤ 6
Kadar nitrogen 7 - 8,4 %
Warna Putih sampai kuning
pucat
Ukuran partikel 5 ASTM Mesh
E.Coli Negatif
Salmonella Negatif
Sumber : Muzzarelli (1985) dan Austin (1988) 2.3.2 Manfaat Kitosan
Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, film dan fiber,
karena berat molekulnya yang tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam encer
(Hirano dkk., 1999). Kitosan telah digunakan secara luas di industri makanan,
kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air limbah. Di
industri makanan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet,
penstabil warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel, tambahan
makanan hewan dan sebagainya. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan dapat
dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.3. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan
Aplikasi Contoh
Antimikroba Bakterisidal, fungisidal, pengukur kontaminasi
jamur pada komoditi pertanian.
Edible film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan
lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat
antimikroba, antioksidan, nutrisi, flavor, dan obat,
mereduksi tekanan parsial oksigen, pengatur suhu,
menahan proses browning enzimatis pada buah.
Bahan aditif Mempertahankan flavor alami, bahan Pengontrol
tekstur, bahan pengemulsi, bahan pengental,
Nutrisi
Sebagai serat diet, penurun kolesterol, persediaan
dan tambahan makanan ikan, mereduksi
penyerapan lemak, memproduksi protein sel
tunggal, bahan anti grastitis (radang lambung),
dan sebagai bahan makanan bayi.
(Sumber : Shahidi dkk., 1999)
2.3.3 Peranan Kitosan Dalam Penyembuhan Luka
Kitosan mempunyai sifat yang biokompatibel, biodegradabel, tidak beracun,
antimikroba dan hydrating agent. Penelitian yang telah dilakukan oleh David R. Rohindra dkk pada tahun 2004 menunjukkan bahwa pencampuran kitosan dengan
glutaraldehid dapat diaplikasikan sebagai hidrogel. Jumlah air bebas dalam
hidrogel menurun dengan meningkatnya ikatan silang dalam hidrogel.
Penutup luka yang ideal harus dapat memelihara lingkungan yang lembab di
permukaan luka, memungkinkan pertukaran gas, bertindak sebagai penghalang
bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat.
Kulit mempunyai beberapa fungsi utama yang penting untuk tubuh, yaitu :
sebagai pelindung, sensasi, komunikasi, termoregulasi, sintesis metabolik dan
pencegahan invasi dari mikroorganisme oleh sebab itu kulit pada umumnya perlu
ditutup segera setelah terjadi kerusakan (jayakumar et al., 2011).
Penutup luka yang baik memiliki beberapa karakteristik seperti biokompatibilitas
yang baik, rendah toksisitas, aktivitas antibakteri dan kestabilan kimia sehingga
akan mempercepat penyembuhan, tidak menyebabkan alergi, mudah dihilangkan
tanpa trauma, dan harus terbuat dari bahan biomaterial yang sudah tersedia
sehingga memerlukan pengolahan yang minimal, memiliki sifat antimikroba dan
dapat menyembuhkan luka (Jayakumar et al., 2011).
Kitosan merupakan hemostat, yang membantu dalam pembekuan darah
secara alami. Kitosan secara bertahap terdepolimerisasi untuk melepaskan
N-acetyl--D-glukosamin, yang memulai poliferasi fibroblast, membantu dalam
memberikan perintah deposisi kolagen dan merangsang peningkatan sintesis
tingkat asam hyaluronic alami pada lokasi luka. Ini membantu percepatan
penyembuhan luka dan pencegahan bekas luka (Paul dan Sharma, 2004).
2.4 Kolagen
Kolagen adalah protein serabut yang memberikan kekuatan dan fleksibilitas pada
jaringan dan tulang dan ini sangat penting untuk berbagai jaringan lainnya,
termasuk kulit dan tendon. Kolagen digunakan sebagai bahan baku dalam industri
makanan , kosmetik, pembuatan film biomaterial dan biomedis. Bahkan dalam
industri biomedis, kolagen adalah biomaterial alami yamng memiliki kandungan
dan 90-95 % diantaranya adalah kolagen , sisanya adalah protein bukan kolagen.
Kolagen merupakan protein yang banyak terdapat dalam tubuh (Chi, et al, 2001).
Kolagen merupakan komponen serat utama dalam kulit, tulang, tendon,
tulang rawan dan gigi. Kolagen merupakan material yang mempunyai
kekuatan rentang dan struktur yang berbentuk serat. Protein jenis ini banyak
terdapat dalam vertebrata tingkat tinggi. Hampir sepertiga protein dalam tubuh
vertebrata berada sebagai kolagen. Semakin besar hewan, semakin besar pula
bagian total protein yang merupakan kolagen. Kolagen juga merupakan
komponen serat utama dalam tulang, gigi, tulang rawan, lapisan kulit dalam
(dermis), tendon (urat daging) dan tulang rawan (Lehninger, 1993).
Kolagen merupakan material yang menarik perhatian dalam hal
bahwa kolagen mempunyai kekuatan rentang, struktur istimewa, dan
mengandung hidroksilisin dan hidroksiprolin yakni asam-asam amino yang
terdapat dalam beberapa protein lain. Satu zat yang diturunkan dari kolagen
adalah gelatin. Jika kolagen dididihkan, struktumya menjadi rusak secara
permanen dan menghasilkan gelatin. Karena adanya sejumlah besar rantai
samping yang hidrofil (suka air) dalam gelatin, maka dalam larutan air
Gambar 2.5: struktur kolagen
Dengan demikian kolagen termasuk sebagai jaringan pengikat. Jaringan
pengikat berkolagen terdiri dari serat, struktur ini selanjutnya tersusun atas
fibril kolagen, yang nampak seperti garis melintang. Fibril ini terorganisasi
dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada fungsi biologi jaringan
pengikat itu. Pada urat, fibril kolagen disusun dalam untaian paralel yang
saling berhubungan silang dan berfungsi untuk menghasilkan struktur dengan
kekuatan yang amat tinggi tanpa kemampuan meregang. Fibril kolagen dapat
menyangga sedikit-nya 10.000 kali beratnya sendiri, dan dapat dikatakan
mempunyai kekuatan lenting lebih besar dari penampang silang kawat
tembaga dengan berat yang sama. Pada kulit, fibril kolagen membentuk suatu
jaringan tidak teratur, terjalin dan amat liat. Kulit hampir seluruhnya
merupakan kolagen murni (Page, 1989).
Kolagen merupakan salah satu komponen serat yang dominan pada lapisan
kulit. Kolagen adalah protein yang sangat labil, banyak faktor yang
mempengaruhinya dalam proses pembentukan maupun dalam proses
degradasinya (Uito, et al., 2008 ; Walker, et al., 2008). Untuk lebih memahami
tentang hubungan MMP-1, kolagen dan luka pada proses penuaan kulit, maka kita
harus memahami bahwa kulit mengalami penuaan dan berpengaruh pada proses
penyembuhan luka.
Kolagen dapat diciptakan oleh fibroblas, sel-sel kulit khusus yang terletak
di dalam dermis. Fibroblas juga memproduksi protein struktural kulit lainnya
seperti elastin(protein yang memberi kulit kemampuan untuk menjadi sehat
kembali) dan glucosaminoglycans (GAGs). GAGs membentuk zat yang menjaga
dari dermis dehidrasi(kekurangan air). Fibroblast bermigrasi ke tempat luka
dari jaringan sekitarnya, mulai mensintesis kolagen dan berkembang biak.
Respon PDGF, fibroblast sementara mensintesis matriks terdiri dari kolagen
tipe III, glycosaminoglycans, dan fibronectin 1 yang menyediakan tempat untuk
migrasi keratinosit (Gurtner, 2007). Tipe lain dari fibroblasts "luka fibroblasts"
yang sudah ada di luka. Jenis fibroblasts akan berubah menjadi
myofibroblast yang memainkan peranan pada kontraksi luka (Broughton, et al.,
2006).
Fibroblas adalah sel yang paling banyak terdapat dalam jaringan ikat,
berfungsi menghasilkan serat dan substansi interseluler aktif amorf. Fibroblas
merupakan sel induk yang berperan membentuk dan meletakkan serat-serat dalam
matrik, terutama serat kolagen. Sel ini mensekresi molekul tropokolagen kecil
memberikan kekuatan dan integritas pada semua luka yang menyembuh dengan
baik.
Gambar 2.6. Peran fibroblas dalam membentuk dan meletakkan serat-serat dalam matrik, terutama serat kolagen.
Fibroblas merupakan sel yang menghasilkan serat-serat kolagen, retikulum,
elastin, glikosaminoglikan, dan glikoprotein dari substansi interseluler amorf.
Pada orang dewasa, fibroblas dalam jaringan mengalami perubahan. Mitosis
hanya tampak jika organisme memerlukan fibroblas tambahan, yaitu jika jaringan
ikat cedera. Fibroblas lebih aktif mensintesis komponen matriks sebagai respon
terhadap luka dengan berproliferasi dan peningkatan fibrinogenesis. Oleh sebab
itu, fibroblas menjadi agen utama dalam proses penyembuhan luka.
https://dentosca.wordpress.com/2011/04/18/peran-fibroblas-pada-proses-penyembuhan-luka/
Sel fibroblast selain bertanggung jawab terhadap produksi kolagen, serat
dapat menghilangkan serat-serat tersebut dengan mensekresikan enzim seperti
collagenase (Matriks Metalloproteinase-1 atau MMP-1) dan elastase
(Junqueiradkk., 1997,. Obagi, 2000).
2.4.1 Sifat Kolagen
Jika dididihkan di dalam air, kolagen akan mengalami transformasi, dari bentuk
untaian, tidak larut dan tidak tercernamenjadi gelatin. Gelatin, yaitu campuran
polipetida yang larut yang merupakan dasar pembentuk gelatin. Perubahan ini
melibatkan hidrolisis beberapa ikatan kovalen pada kolagen, karena kolagen pada
jaringan pengikat dan pembuluh yang menjadikan daging berbentuk liat. Kolagen
mengandung kira- kira 3-5 persen glisin dan kira-kira 11 persen alanin; persentasi
asam amino ini agak luar biasa tinggi. Yang lebih menojol adalah kandungan
prolin dan 4-hidroksiprolin yang tinggi, yaitu asam amino yang jarang ditemukan
pada protein selain pada kolagen dan elastin. Bersama-sama, prolin dan
hidroksiprolin mencapai kira-kira 21 persen dari residu asam amino pada kolagen
(Lehninger, 1993).
2.4.2 Peranan Kolagen dalam Penyembuhan Luka dan Pembentukan Jaringan
Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan berkesinambungan.
Hemostatis atau penghentian pendarahan adalah proses pertama pada
penyembuhan luka. Trombosit dan faktor-faktor pembekuan merupakan faktor
hemostatik intravaskuler yang utama. Kolagen merupakan agen hemostatik yang
dan selanjutnya melepaskan substansi yang memulai proses hemostatis. Interaksi
kolagen – trombosit tergantung pada polimerisasi dari maturasi kolagen dan
pengaruh positif pada molekul kolagen.
(www.pasteur.fr/aplications/euroconf/tissuerepair-microba.pdf)
Kolagen dapat membantu agregasi trombosit karena kemampuannya
mengikat fibronektin. Mekanisme yang pasti dari interaksi kolagen belum
diketahui secara jelas , akan tetapi data yang pasti menunjukkan bahwa interaksi
kolagen dan trombosit merupakan tahap pertama proses penyembuhan luka
(http://www.cyberadsstudio.com/envy/collagen.htm)
2.5 Guided Tissue Regeneration (GTR)
Dalam kasus-kasus tertentu, setelah perawatan diharapkan terjadinya kesembuhan
atau regenerasi jaringan yang telah rusak secara fisiologis atau dengan bantuan
bahan-bahan tertentu. Darmawan Darwis telah berhasil mensintesis selulosa
bakteri pada kondisi yang optimum dan telah melakukan karakterisasi terhadap
membran selulosa untuk mempelajari pengaruh iradiasi terhadap sifat-sifat
membran (Darwis, 2009). Dari hasil yang diperoleh disimpulkan bahwa membran
selulosa mikroba sangat berpotensi untuk digunakan sebagai material pada tissue engineering terutama pada operasi periodontal yang memerlukan membran seperti
produk yang steril setelah melalui suatu proses sterilisasi dan diharapkan tidak
mengalami perubahan kualitas.
Membran untuk dipandu jaringan dan regenerasi tulang. Aplikasi
pertama dari membran memberikan bukti bahwa GTR dapat meningkatkan
regenerasi periodonsium manusia adalah selulosa asetat laboratorium filter oleh
Millipore (Nyman,1982) . Sejak itu , berbagai membran baru telah dirancang
untuk berbagai skenario klinis , masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan yang berbeda. Beberapa membran tersedia secara komersial , menurut
non - resorbable , resorbable sintetis dan bahan biodegradable alami.
2.6 Luka
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perbahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi:
1. Luka superfisial : terbatas pada lapisan epidermis.
2. Luka partial thickness : hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan lapisan bagian atas dermis.
3. Luka full thickness : hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis, dermis, dan fasia tapi tidak mengenai otot.
Pada kebanyakan mekanisme perbaikan luka yang terjadi, tujuannya adalah
menghasilkan suatu penutupan pada daerah luka tersebut. Perbaikan luka adalah
usaha jaringan untuk mengembalikan struktur dan fungsi normal setelah alami
trauma, untuk mengembalikan fungsi perlindungan terhadap kehilangan cairan,
terhadap infeksi, membatasi masuknya organisme serta benda asing,
mengembalikan aliran darah dan aliran limfe kembali ke kondisi normal dan
mengembalikan integritas mekanik dari jaringan yang terluka.
Pengembalian struktur kulit yang sempurna seringkali dikorbankan demi untuk
pengembalian darurat fungsi dari kulit. Regenerasi, berbeda dengan perbaikan
luka, merupakan suatu pemulihan sempurna seperti struktur jaringan semula tanpa
pembentukan jaringan bekas luka. Walaupun regenerasi merupakan hal yang
paling ideal di dalam penutupan luka, tetapi hal ini hanya ditemukan pada
pertumbuhan embrio, pada organisme yang lebih rendah seperti kepiting dan
salamander, dan pada manusia hanya ditemukan pada beberapa jaringan seperti
pada tulang dan hati (Leong dan Phillips, 2004). Hasil penutupan pada organ lain
adalah jaringan fibrosis dan scar (Lorenz dan Longaker, 2001).
Terdapat tiga fase dalam proses penyembuhan luka, yaitu: fase inflamasi, fase
proliferasi dan fase remodeling. Fase koagulasi dan inflamasi sering
dikelompokkan menjadi satu, sehingga menyebabkan mediator yang dikeluarkan
dari fase tersebut sering overlaping.
merupakan fase pertama dari proses penutupan luka dan sering disebut juga fase
reaktif. Tujuan utama fase ini adalah menghentikan perdarahan, mencegah
terjadinya infeksi dan menyingkirkan jaringan nekrosis, benda asing dan bakteri
yang timbul (Leong dan Phillips, 2004; Adams dkk,2008).
2. Fase Proliferasi
Fase ini ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam dasar luka, terdiri
dari jaringan kapiler baru, fibroblast, dan makrofag dalam pengaturan struktur
pendukung (Myers dkk., 2007). Kolagen dan jaringan ikat protein deposisi dan
angiogenesis, epitelisasi juga fase utama (Broughton dkk., 2006; Ueno dkk.,
2006). Proses ini bagian dari penyembuhan luka.
3. Fase Remodelling
Merupakan fase terpanjang dalam penyembuhan luka yaitu pematangan proses,
yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada jaringan granulasi yang
membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan tegangan pada luka (Ueno
dkk., 2006).
Hasil akhir dari fase penutupan luka ini adalah suatu jaringan parut yang kurang
elastis, avascular dan rapuh yang sama sekali tidak terdapat jaringan kulit
tambahan seperti folikel rambut dan kelenjar keringat serta tidak akan kembali
melebihi 80% dari kekuatan regangan kulit normal yang tidak pernah terluka
2.7 Membran
Kata membran berasal dari bahasa latin yaitu ’membrane’ yang berarti potongan
kain. Saat ini istilah membran didefenisikan sebagai lapisan tipis ( film ) yang
fleksibel, pembatas antara fasa yang bersifat semipermiabel ( Jones, 1987).
Membran dapat berupa padatan ataupun cairan dan berfungsi sebagai media
pemisahan yang selektif berdasarkan perbedaan koefisien difusivitas, muatan
listrik atau kelarutan.
Sebenarnya membran sudah merupakan bagian integral dari kehidupan
kita sehari-hari. Seluruh sel-sel penyusun tubuh mahluk hidup, terutama penyusun
sel-sel penyusun tubuh kita dibungkus dengan membran. Membran sel sangat
bersifat selektif sehingga hanya zat-zat tertentu saja yang dapat melaluinya. Pada
tahun 1855 membran baru dikembangkan secara kecil-kecilan dalam skala
laboratoriumnya oleh Fick. Pengelompokan membran dapat dilakukan atas dasar
berbagai hal. Atas dasar material yang digunakan membran dapat dikelompokkan
menjadi membran polimer, liquid membran, padatan (keramik) dan membran
penukar ion. Berdasarkan konfigurasinya membran dapat dikelompokkan
memnjadi lembaran, lilitan spiral (spiral warna), tubular dan emulsi
(Mulder,1996)
Berdasarkan material yang digunakan dalam pembuatan membran, bahan
pembuat membran dikelompokkkan menjadi membran polimer alam, liquid,
membran biologis dan membran sintetik. Membran sel termasuk membran
biologis, sedangkan membran sintetik terdiri atas membran organik dan
anorganik. Membran organik antara lain disusun oleh polisakarida-polisakarida
yang karena pengaruh gugus fungsi yang dimilikinya bersifat polikationik
maupun polielektrolit (Zhao, at al., 2002).
2.8 Simulated Body Fluid ( SBF )
Pada umumnya dilakukan pengujian terhadap biomaterial sintetik agar sesuai
untuk diaplikasikan sebagai bahan implan. Metode pengujian secara in vivo atau
in vitro dilakukan dengan media larutan simulated body fluid (SBF) (Vulelic, M.,Mitic,Z.,et,.2011). Larutan simulated body fluid (SBF) adalah larutan buatan yang memiliki komposisi dan konsentrasi ionik yang hampir mirip dengan plasma
darah manusia, pertama kali diperkenalkan oleh Kokubo (Kokubo, T.,1991).
Lebih lanjut Kokubo menjelaskan bahwa syarat terpenting bagi suatu bahan agar
dapat berikatan dengan tulang hidup adalah terbentuknya lapisan apatit mirip
tulang pada permukaan bahan di dalam tubuh dan pembentukan apatit tersebut
secara in vivo dapat diproduksi dalam SBF (Kokubo, T. and Takamada, H.,2006).
Setelah beberapa dekade, para peneliti biomaterial sepakat bahwa pembentukan
apatit pada material yang direndam dalam larutan SBF adalah bukti dari
ke-bioaktifan material tersebut, dan dapat digunakan untuk mengantisipasi
kemampuannya berikatan dengan tulang secara in vivo (Bohner, M. and Lemaitre,
J.,2009). Selama pengujian, biomaterial direndam dalam larutan sintetik yang
sel. Metode tersebut bersifat mudah dan sederhana untuk menguji kestabilan dari
material di dalam tubuh (Muller, L. and Frank, A.M.,2006).
2.8.1 Pembuatan Larutan Simulated Body Fluid (SBF)
Metode yang digunakan untuk membuat larutan SBF adalah metode yang dipakai
oleh Kokubo (Kokubo, T., Kushitani, H et al.,1990 ). Sebanyak 1 Liter aqua trides
disiapkan untuk membuat larutan SBF dengan komposisi seperti pada Tabel 1.
Aqua trides diaduk menggunaka magnetic stirrer, lalu bahan kimia dimasukkan satu persatu sesuai urutan seperti yang tertera pada Tabel 1 (satu bahan kimia
diaduk sampai larut, baru ditambahkan dengan bahan kimia berikutnya). Suhu
larutan diatur sampai 36,50C dan pH larutan disesuaikan sampai pH 7,4 dengan
menggunakan larutan HCl 1 M.
Tabel 2.4. Komposisi bahan kimia penyusun larutan SBF (Simulated Body Fluid)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
3.2 Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Kulit udang lipan dibersihkan dan dikeringkan, lalu digiling menggunakan
blender hingga halus kemudian ditumbuk dengan alu dan lumpang, kemudian
serbuk kulit udang diayak dengan ayakan 100 mesh.
3.3.1.2 Tahap Deproteinasi
Serbuk kulit udang ditimbang sebanyak 100 g dan dimasukkan kedalam
beaker glass 1000 mL.selanjutnya serbuk kulit udang dideproteinasi dengan cara
menambah larutan NaOH 3,5% dengan perbandingan 1:10 (w/v), kemudian
dipanaskan selama 2 jam pada suhu 650C sambil diaduk, larutan yang diperoleh
disaring dan residu dicuci dengan akuades sampai pH netral. Residu selanjutnya
dioven pada temperatur 650C hingga kering.
3.3.1.3 Tahap Demineralisasi
Kulit udang hasil deproteinasi kemudian dimineralisasi dengan cara
menambah larutan HCl 1N dengan perbandingan 1:15 (w/v) dan diaduk pada suhu
kamar selama 1 jam. Kemudian larutan disaring dan residu dicuci dengan akuades
hingga pH netral. Residu selanjutnya dioven pada suhu 650C hingga didapat kitin
kering.
3.3.1.4 Tahap Deasetilasi
Kitin hasil demineralisasi dimasukkan kedalam labu destilasi, lalu
ditambahkan dengan NaOH 55% dengan perbandingan 1:20 (w/v). Kemudian
direflukspada suhu 1000C selama 1 jam. Larutan yang diperoleh disaring dan
suhu 650C hingga kering. Serbuk kitosan yang diperoleh selanjutnya ditentukan
kadar air dan kadar abu serta dikarakteristik dengan FT-IR.
3.3.2 Pembuatan Membran Selulosa Coating Bakteri Kitosan-kolagen 3.3.2.1 Pembuatan Starter
Bibit dari hasil pembiakan kultur murni bakteri Acetobacter xylinum , dikembangkan sesuai kebutuhan pelikel bakterri selulosa yang akan diproduksi.
Sebanyak 200 mL air kelapa yang telah disaring, ditambahkan dengan 10
g sukrosa (gula pasir) dan 1 g Urea kemudian diaduk hingga homogen dan
dilakukan penambahan asam asetat glasial (p.a) sampai pH 4. Larutan tersebut
dipanaskan sampai mendidih kemudian didinginkan. Sebanyak 20 mL biakan
Acetobacter xylinum ditambahkan kedalam larutan medium steril yang sudah dingin dan diaduk hingga homogen. Larutan dipindahkan kedalam botol steril dan
diinkubasi pada suhu 30±20C selama 5-7 hari.
3.3.2.2 Pembuatan Selulosa Bakteri
Sebanyak 100 mL air kelapa hasil penyaringan dituangkan kedalam
erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet, ditambahkan 10 g
gula pasir, 0,5 Urea dan diaduk sampai homogen dan dilakukan penambahan
asam asetat (p.a) sampai pH 4. Medium selanjutnya dipanaskan hingga mendidih.
Medium yang telah disterilkan didinginkan, kemudian ditambahkan 15 mL starter
Pemanenan partikel selulosa bakteri dilakukan pada saat ketebalan
partikel mencapai ±1 cm . partikel bakteri yang dihasilkan selanjutkan dimurnikan
dengan menggunakan larutan Natrium Hidroksida (NaOH) dan akuades dengan
rincian sebagai berikut: Penghilangan partikel dari sisa asam dan gula dengan
perendaman pada larutan NaOH 0,1 M pada suhu 60-650C selama 4 jam. Partikel
selanjutnya dicuci dengan akuades hingga pH netral. Partikel yang telah murni
selanjutnya disimpan dalam akuades pada suhu ±100C
3.3.2.3 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen
Pembuatan membran selulosa bakteri kitosan-kolagen dibuat dengan
memvariasikan konsentrasi larutan kitosan dan kolagen dengan perbandingan 1:1
v/v. Konsentrasi kitosan-kolagen yang digunakan adalah 2%, 4%,6 % , dibuat
dengan cara melarutkan kitosan dan kolagen sesuai variasi kedalam asam asetat
1% (v/v) .
Sebanyak 1 lembar pelikel selulosa bakteri di-coating dengan larutan kitosan-kolagen 2% pada suhu ruangan selama 3x24 jam. Hasil reaksi dicuci
dengan akuades DM sampai pH netral. Membran selulosa bakteri kitosan-kolagen
selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 400C.
3.3.3 Tahap Pengujian
3.3.3.1 Uji Karakteristik membran selulosa bakteri Kitosan-Kolagen
Tahap ini dilakukan untuk melihat karakteristik membran selulosa
1. Uji FT-IR
2. Uji Kadar Air
Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven.
Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam
sampel.
Cawan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-1050C,
kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan
ditimbang. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang
sudah dikeringkan, lalu sampel tersebut dioven pada suhu 100-105 0C
selama 6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan
ditimbang. Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan.
Kemudian kadar air dihitung dengan persamaan:
% Kadar air =
b – c
b – a
x 100%
Keterangan:
a = berat cawan kosong (g)
b = berat cawan berisi sampel sebelum dioven (g)
c = berat cawan berisi sampel sesudah dioven (g)
3. Uji daya serap
Pengujian daya serap dilakukan bedasarkan pada standar SNI