• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan - Kolagen Untuk Aplikasi Gtr ( Guide Tissue Regeneration ) Sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus Musculus)Secara In Vivo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan - Kolagen Untuk Aplikasi Gtr ( Guide Tissue Regeneration ) Sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus Musculus)Secara In Vivo"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING

KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( Guide

Tissue Regeneration ) SEBAGAI PEMBALUT LUKA

PADA MENCIT (Mus musculus)

SECARA IN VIVO

SKRIPSI

NADIA MAULIDA HUMAIRA

130822031

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING

KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( Guide

Tissue Regeneration ) SEBAGAI PEMBALUT LUKA

PADA MENCIT (Mus musculus)

SECARA IN VIVO

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NADIA MAULIDA HUMAIRA 130822031

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen Untuk Aplikasi GTR (Guided Tissue Regeneration) sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus musculus) Secara In Vivo

Kategori : Skripsi

Nama : Nadia Maulida Humaira Nomor Induk Mahasiswa : 130822031

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, April 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Rumondang Bulan, MS Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si NIP. 195408301985032001 NIP. 195509181987012001

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( GuideTissue Regeneration )

SEBAGAI PEMBALUT LUKA PADA MENCIT (Mus musculus) SECARA IN VIVO

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2015

(5)

PENGHARGAAN

Bismillaahhirrohmaanirrohiim.

Alhamdulillah, segala Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai kelulusan Program Serjana Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta yaitu M.Hanafiah S.Pd dan Suryana yang telah memberi banyak dukungan material dan moral sehingga dapat menyelesaikan pendidikan serjana kimia dan penulisan skripsi ini, kepada Dra. Emma Zaidar Nst, M.si selaku Pembimbing 1 dan Dr.Rumondang Bulan Nst, MS selaku Pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya selama penulisan skripsi ini, Dr.Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, Dr.Rumondang Bulan Nst, MS selaku Ketua Departemen Kimia USU, Dr.Darwin Yunus Nst, MS selaku Ketua Program Kimia S-1 Ekstensi USU, seluruh Staf Pegawai dan Dosen Kimia FMIPA USU, Kepada Kakak Sylvia Surya Fitri dan adik-adikku tersayang M.Maulana Bukhari dan Cut Alyza Rahmaina dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan penuh cinta, kepada teman seperjuangan Putri, Dimas, Darma, Manda, Shandy dan Mutia serta seluruh rekan kimia S-1 ekstensi USU.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhirnya dari hasil penulisan dalam bentuk skripsi ini penulis berharap dapat bermanfaat untuk kita semua, semoga kita selalu dalam Lindungan-Nya Allah SWT, Amiin.

Penulis

(6)

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( GuideTissue Regeneration )

SEBAGAI PEMBALUT LUKA PADA MENCIT (Mus musculus) SECARA IN VIVO

ABSTRAK

Selulosa bakteri dihasilkan dari proses fermentasi Acetobacter xylinum digunakan dalam pengembangan dan peningkatan daya guna selulosa bakteri salah satunya dalam bidang biomedis yaitu membran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan – kolagen, melihat karakterisasi optimum dari membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen sehingga dapat digunakan dalam pengaplikasian sebagai pembalut luka pada mencit secara In Vivo. Pembuatan membran selulosa bakteri menggunakan metode coating kitosan-kolagen dengan perbandingan 1:1 (% b/b) dan variasi konsentrasi yaitu 2%, 4% dan 6%. Hasil uji analisa FT-IR dari membran selulosa bakteri menunjukkan serapan gugus OH ikatan hidrogen pada gelombang 3425.58 cm-1, serapan gugus C=O pada gelombang 1620.21-1635.64 cm-1, serapan gugus NH2 pada gelombang

2924.09-2931.8 cm-1. Pada penelitian ini diperoleh membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% dengan daya serap yang tinggi mencapai 94 %, kadar air 24% dan bersifat biodegredable memiliki kemampuan penyembuhan luka dalam waktu optimum 3 hari pada luka mencit (Mus musculus) dengan persentase penyembuhan luka mencapai 100% dibandingkan membran yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% memiliki karekterisasi optimum dan dapat digunakan dalam pengaplikasiannya sebagai pembalut luka dengan waktu penyembuhan luka yang cepat karena kitosan mengandung sifat antibakteri dan kolagen yang merangsang pertumbuhan jaringan sel baru pada luka.

(7)

PREPARATION OF BACTERIAL CELLULOSE MEMBRANE COATING CHITOSAN – COLLAGEN TO GTR ( Guide Tissue

Regeneration ) APPLICATION AS WOUND DRESSING IN MICE (Mus musculus) BY IN VIVO

ABSTRACT

Bacterial cellulose produced from the fermentation process used in the development of Acetobacter xylinum to increase efficiency of bacterial cellulose one of them in the biomedical field , is membrane . This study aimed to determine the effect concentration of chitosan-collagen, see optimum characterization of bacterial cellulose membrane coating of chitosan-collagen that can be used in the application as wound dressings in mice by In Vivo. Preparation of the bacterial cellulose membrane using chitosan - collagen coating method with a ratio of 1:1 (% w/w ) and the variation of the concentration of 2% , 4 % and 6 % . The result of FT-IR analysis of bacterial cellulose membrane showed absorption of hydrogen bonding OH group on the wave 3425.58 cm- 1 , the wave group C = O absorption at 1620.21-1635.64 cm-1 , the wave absorption NH2 group 2924.09-2931.8 cm-1.

In this research, the bacterial cellulose membrane coating of chitosan - collagen 6 % with high absorption reaches 94 % , 24 % moisture content and biodegredable have the ability optimum wound healing within 3 days of the injury mice (Mus musculus) the percentage of wound healing reaches 100 % compared to the other membranes. These result show that the bacterial cellulose membrane coating of chitosan - collagen 6 % have Optimum Characterization and can be used in its application as wound dressings with rapid wound healing time because chitosan contains antibacterial properties and stimulates collagen growth of new cells in the wound tissue.

(8)

DAFTAR ISI 2.2.4. Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Kesehatan 12

2.3 Kitosan 13

2.3.1. Sifat Fisik dan Kimia Kitosan 15 2.3.2. Manfaat Kitosan 17 2.3.3 Peranan Kitosan Dalam Penyembuhan Luka 18

2.4 Kolagen 19

2.4.1. Sifat Kolagen 22 2.4.2 Peranan Kolagen dalam Penyembuhan Luka

(9)

2.5 Guided Tissue Regeneration (GTR) 24

2.6 Luka 24

2.7 Membran 26

2.7 Simulated Body Fluid ( SBF ) 27

2.7.1 Pembuatan Larutan Simulated Body Fluid (SBF) 28

BAB 3. Metodologi Penelitian

3.1 Alat 29

3.2 Bahan 29

3.3. Prosedur Penelitian 30 3.3.1. Isolasi Kitosan 30 3.3.1.1. Preparasi Kulit Udang Lipan 30 3.3.1.2. Tahap Deproteinasi 30 3.3.1.3. Tahap Demineralisasi 30 3.3.1.4 Tahap Deasetilasi 31 3.3.2. Pembuatan Membran Selulosa Bakteri

Coating Kitosan-kolagen 31

3.3.2.1. Pembuatan Starter 31 3.3.2.2. Pembuatan Selulosa Bakteri 31 3.3.2.3 Pembuatan Membran Selulosa

Bakteri Coating Kitosan – Kolagen 32 3.3.3. Tahap Pengujian

3.3.3.1. Uji Karakteristik membran selulosa

bakteri Kitosan-Kolagen 32 3.3.3.2. Uji Biodegredable (perendaman dalam

larutan SBF (simulated bodyfluid) 33 3.3.3.3. Uji Pre-Klinis (Khasiat) Membran

Selulosa Bakteri Coating Kitosan –

Kolagen Pada Mencit 34

3.4. Bagan Penelitian 35 3.4.1 Isolasi Kitosan 35 3.4.2 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri

Coating Kitosan-kolagen 36

3.4.2.1. Pembuatan Starter 36 3.4.2.2. Pembuatan Selulosa Bakteri 37 3.4.2.3. Pembuatan Membran Selulosa

Coating Bakteri Kitosan – Kolagen 38 3.4.3. Uji Biodegredasi dalam larutan SBF

(simulated body fluid) 39

BAB 4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil

(10)

Infrared (FTIR) Kitosan 40 4.1.2. Hasil Sintetis Selulosa Bakteri 42 4.1.3. Hasil Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen 43 4.1.4. Hasil Analisis Spektroskopi Inframerah

Membran Selulosa Bakteri 44 4.1.4.1. Spektrum FT – IR Membran Selulosa Bakteri 45

4.1.5. Hasil Uji Biodegredable Membran Selulosa Bakteri 48 Dalam Larutan SBF (SimulatedBody Fluid)

4.1.6. Hasil Uji Kadar Air Membran Selulosa Bakteri 49 4.1.7. Hasil Uji Pre-Klinis 50

4.2 Pembahasan 52

BAB 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 56

5.2 Saran 56

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1 Komposisi kandungan kimia air kelapa 8

2.2 Standard Kitosan 16

2.3 Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan 17

2.4 Komposisi bahan kimia penyusun larutan SBF

(Simulated Body Fluid)

28

4.1 Gugus fungsi kitosan dari spektogram FTIR 39

4.2 Hasil uji daya serap dari membran selulosa bakteri 40

4.3 Gugus fungsi FTIR dari membran selulosa bakteri coating kitosan- kolagen 2%, 4%, 6%

47

4.4 Hasil Uji Membran Selulosa Bakteri Dalam Larutan SBF

48

4.5 Hasil Uji Kadar Air Membran Selulosa Bakteri 49

4.6 Hasil Pengukuran Panjang Luka Mencit Putih Jantan Hari ke 1-6

51

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar

Judul Halaman

2.1 Struktur selulosa 9

2.2 Acetobacter xylinum 10

2.3 Struktur kitin 14

2.4 Struktur Kitosan 14

2.5 struktur kolagen 20

2.6 Peran fibroblas dalam membentuk dan meletakkan serat-serat dalam matrik, terutama serat kolagen.

22

4.1 Spektrum FTIR kitosan kulit udang lipan 41

4.2 Reaksi peruraian sukrosa 42

4.3 Grafik besar daya serap air membran selulosa bakteri 44

4.4 Hasil FT-IR membran selulosa bakteri 45

4.5 Hasil FT-IR membran selulosa bakteri coating Kitosan –

kolagen 2%,4% dan 6%

46

4.6 Grafik Persentase Penyembuhan Luka Mencit 52

4.7 (a) selulosa bakteri basah, (b) selulosa bakteri setelah di

press, (c) selulosa bakteri kering

54

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran

Judul Halaman

1 Analisa FT-IR Membran Selulosa Bakteri Tanpa

Coating

63

2 Analisa FT-IR Membran Selulosa Bakteri Coating

Kitosan – Kolagen 2%

64

3 Analisa FT-IR Membran Selulosa Bakteri Coating

Kitosan – Kolagen 4%

65

4 Analisa FT-IR Membran Selulosa Bakteri Coating

Kitosan – Kolagen 6%

66

5 Mekanisme fase penyembuhan luka 67

6 Perbedaan bekas luka 69

7 Data pengamatan penyembuhan luka mencit dari hari ke-1 hingga hari ke -4

(14)

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( GuideTissue Regeneration )

SEBAGAI PEMBALUT LUKA PADA MENCIT (Mus musculus) SECARA IN VIVO

ABSTRAK

Selulosa bakteri dihasilkan dari proses fermentasi Acetobacter xylinum digunakan dalam pengembangan dan peningkatan daya guna selulosa bakteri salah satunya dalam bidang biomedis yaitu membran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan – kolagen, melihat karakterisasi optimum dari membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen sehingga dapat digunakan dalam pengaplikasian sebagai pembalut luka pada mencit secara In Vivo. Pembuatan membran selulosa bakteri menggunakan metode coating kitosan-kolagen dengan perbandingan 1:1 (% b/b) dan variasi konsentrasi yaitu 2%, 4% dan 6%. Hasil uji analisa FT-IR dari membran selulosa bakteri menunjukkan serapan gugus OH ikatan hidrogen pada gelombang 3425.58 cm-1, serapan gugus C=O pada gelombang 1620.21-1635.64 cm-1, serapan gugus NH2 pada gelombang

2924.09-2931.8 cm-1. Pada penelitian ini diperoleh membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% dengan daya serap yang tinggi mencapai 94 %, kadar air 24% dan bersifat biodegredable memiliki kemampuan penyembuhan luka dalam waktu optimum 3 hari pada luka mencit (Mus musculus) dengan persentase penyembuhan luka mencapai 100% dibandingkan membran yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% memiliki karekterisasi optimum dan dapat digunakan dalam pengaplikasiannya sebagai pembalut luka dengan waktu penyembuhan luka yang cepat karena kitosan mengandung sifat antibakteri dan kolagen yang merangsang pertumbuhan jaringan sel baru pada luka.

(15)

PREPARATION OF BACTERIAL CELLULOSE MEMBRANE COATING CHITOSAN – COLLAGEN TO GTR ( Guide Tissue

Regeneration ) APPLICATION AS WOUND DRESSING IN MICE (Mus musculus) BY IN VIVO

ABSTRACT

Bacterial cellulose produced from the fermentation process used in the development of Acetobacter xylinum to increase efficiency of bacterial cellulose one of them in the biomedical field , is membrane . This study aimed to determine the effect concentration of chitosan-collagen, see optimum characterization of bacterial cellulose membrane coating of chitosan-collagen that can be used in the application as wound dressings in mice by In Vivo. Preparation of the bacterial cellulose membrane using chitosan - collagen coating method with a ratio of 1:1 (% w/w ) and the variation of the concentration of 2% , 4 % and 6 % . The result of FT-IR analysis of bacterial cellulose membrane showed absorption of hydrogen bonding OH group on the wave 3425.58 cm- 1 , the wave group C = O absorption at 1620.21-1635.64 cm-1 , the wave absorption NH2 group 2924.09-2931.8 cm-1.

In this research, the bacterial cellulose membrane coating of chitosan - collagen 6 % with high absorption reaches 94 % , 24 % moisture content and biodegredable have the ability optimum wound healing within 3 days of the injury mice (Mus musculus) the percentage of wound healing reaches 100 % compared to the other membranes. These result show that the bacterial cellulose membrane coating of chitosan - collagen 6 % have Optimum Characterization and can be used in its application as wound dressings with rapid wound healing time because chitosan contains antibacterial properties and stimulates collagen growth of new cells in the wound tissue.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makhluk hidup secara biologis memiliki fungsi perlindungan tubuh terhadap

infeksi penyakit luka, apabila terdapat luka salah satu metode untuk

mengobatinya dapat ditutupi atau dirawat dengan menggunakan penutup luka

yang telah dilapisi dengan bahan antimikroba. Penutup luka yang baik adalah

kulit dari pasien tersebut yang bersifat permeabel terhadap uap dan

melindungi jaringan tubuh bagian dalam terhadap cedera mekanis dan infeksi

(Ciechanska,D,2004). Pemanfaatan lainnya juga digunakan untuk menutup luka

yang baik untuk pasien yang cedera mekanis maupun akibat infeksi

(Bergenia, 1982).

Dalam kasus-kasus tertentu, setelah perawatan diharapkan terjadinya

kesembuhan atau regenerasi jaringan yang telah rusak secara fisiologis atau

dengan bantuan bahan-bahan tertentu. Ada 3 prosedur regenerasi. Prosedur

tersebut meliputi pembersihan defek tulang dengan kuretase, bone grafting, dan

guide tissue regeneration (GTR). Banyak variasi pilihan perawatan yang dapat diterapkan untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang bersifat regenerative

diantaranya adalah penggunaan material bahan cangkok tulang autograft,

xenograft atau allowplast dan penggunaan membrane, baik yang resorbable atau

(17)

dikenal dengan prosedur Guide tissue regeneration (GTR) (Baghban Aa,et al,.2009).

Pada saat ini tissue engineering (rekayasa jaringan ) dianggap sebagai cara perlakuan pengobatan terhadap kerusakan jaringan dalam bidang rekayasa

biomedis (Khikuci,M. 2004). Melcher pertama kali mengembangkan prinsip

dasar Guide tissue regeneration (GTR) dan diaplikasikan pada rongga mulut oleh Nyman ,Lindhe, Karring dan Gottlow yang bertujuan untuk meregenerasi jaringan

periodontal dan mengurangi kedalaman lubang (Sukumar,s.,2008).

Guide tissue regeneration (GTR) adalah salah satu cara perlakuan rekayasa jaringan in vitro rekontruksi dengan menggunakan membran sebagai

barrier sehingga mencegah tumbuhnya jaringan lainnya (Chen FM 2010). Bahan

utama yang dipakai dalam aplikasi GTR adalah polimer biodegredable dan non degredable.

Salah satu polimer alam yang berpotensi besar dalam bidang regenerasi

tulang dan jaringan adalah selulosa bakteri karena memiliki kemiripan dengan

serat kolagen dalam hal biokompabilitas , kekuatan mekanik yang tinggi dalam

keadaan basah dan kering dengan kristalinitas yang tinggi (zimmmerman,et

al.,2011).

Selulosa merupakan bahan atau materi yang sangat berlimpah dibumi ini.

(18)

dihasilkan digunakan dalam berbagai bidang seperti pertambangan, kedokteran,

obat-obatan, kosmetik dan lainnya (Sutrisno T,1996).

Saat ini selulosa dapat juga dihasilkan dari proses fermentasi Acetobacter Xylinum menggunakan air kelapa sebagai sumber mikronutrien yang disebut selulosa bakteri. Acetobacter Xylinum merupakan bakteri golongan asam asetat yang berbentuk batang pendek, bersifat non motil, obligot aerobik dan dengan

pewarnaan gram menunjukkan gram negatif. Bakteri ini akan membentuk nata de coco (pelikel selulosa bakteri) jika ditumbukkan dalam air kelapa yang kaya akan sumber karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Bakteri tersebut akan

menghasilkan enzim ekstraselular yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan

serat atau selulosa (Siahaan,dkk.2003).

Selulosa bakteri adalah selulosa yang diproduksi oleh bakteri asam asetat

dan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan selulosa yang berasal dari

tumbuhan. Keunggulan tersebut memiliki kemurnian yang tinggi, struktur

jaringan yang sangat baik, kemampuan degradasi tinggi dan kekuatan mekanik

baik (Takayasu, et al., 1997). Selain itu selulosa bakteri memiliki kandungan air

yang tinggi (98-99%), penyerap cairan yang baik, bersifat non alergenik dan dapat

dengan aman disterilisasi tanpa menyebabkan perubahan karakteristiknya

(Danuta,2004).

Penggunaan selulosa sebagai bahan baku dalam berbagai bidang cukup

(19)

alternatif bahan baku dalam industri pembuatan kertas, biomaterial, bahan

penyerap dan juga membran (Taufan, dkk 1996).

Selulosa bakteri banyak diaplikasikan dalam dunia medis, di antaranya

untuk memberikan perawatan pada penderita penyakit ginjal dan bisa juga sebagai

subsitusi sementara dalam perawatan luka bakar. Selulosa bakteri juga dapat

diimplant kedalam tubuh manusia sebagai benang jahit dalam pembedahan

(Hoenich, 2006).

Selulosa bakteri dapat dikembangkan dengan starter Acetobacter xylinum yang kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa starter

Acetobacter xylinum kering dapat dibuat dari dekstrin, pati jagung, atau pati jagung pragelatinisasi sebagai material pengikat yang dikeringkan dalam

oven selama 24 jam pada 40 dan 500C. Penggunaan starter kering dapat

menghasilkan 57% b/v selulosa bakteri (Waspodo,2000).

Suatu bahan komposit selulosa/kitosan bakterial telah diproduksi untuk

keperluan medis di Institude Of Chemical Fibers (IWCh), Polandia. Selulosa bacterial yang telah dimodifkasi ini mengkombinasikan sifat – sifat dari selulosa

dan kitosan. Modifikasi dilakukan dengan menambahkan polisakarida bioaktif

seperti kitosan kedalam media kultur dan telah dilaporkan bahwa unit glukosamin

dan N – Asetil glukosamin terdapat dalam rantai selulosa yang dihasilkan.

(20)

Schramm yang telah dimodifikasi dengan penambahan kitosan sulfat dan kitosan

laktat (Ciechanska,D.,2004).

Kitosan adalah poli 2-amino-2-deoksi-β-D-glukosa, merupakan kitin

yang terdeasetilasi, dimana gugus asetil pada kitin disubstitusikan oleh hidrogen

menjadi gugus amino dengan penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi

tinggi. Kitosan sebagian besar tidak hanya dimanfaatkan untuk pembentukan

film tapi dapat digunakan juga sebagai antimikroba. Secara khusus, kitosan

telah diketahui aktif terhadap Stahylococcus aureus (Fernandez, dkk., 2008). Aktifitas antibakteri kitosan berkorelasi erat dengan karakteristik permukaan sel

mikroba tersebut. Hal ini dikarenakan muatan positif yang berasal dari gugus

asam amino dalam suasana pH asam (dibawah 6,5), yang menyebabkan

depolarisasi membran seluler mikroba, sebagai akibat terganggunya integritas

dinding sel dari hubungan molekul yang menyebabkan kematian bagi mikroba

(Kong, dkk., 2010). Kitosan bersifat unggul antara bioaktif , biodegredable, anti bakteri , biokompatibel membentuk film (Lee,dkk 2009). Oleh karena itu

berdasarkan sifat- sifat tersebut, kitosan banyak digunakan dibidang biomedis

pada bidang rekayasa jaringan, drug delivery dan pembalut luka (Zhang,Y 2007). Namun demikian kelemahan kitosan adalah rapuh sehingga tidak praktis pada

aplikasinya dibidang medis (Chen, C, 2007). Berdasarkan hal tersebut agar

kitosan dapat digunakan dengan baik maka dipilih suatu bahan yang bersifat

kompatibel dan sifat mekanik yang tinggi untuk membentuk membran yaitu

(21)

Penelitian telah menunjukkan bahwa kolagen dapat memegang peranan

penting pada proses penyembuhan luka. Kolagen mempunyai kemampuan antara

lain dalam hemostatis, interaksi dengan trombosit , interaksi dengan fibronektin ,

meningkatkan eksudasi cairan, meningkatkan komponen selular , meningkatkan

faktor penumbuhan dan mendorong proses fibroplasia dan terkadang pada

poliferasi epidermis (Terry., 2003). Akumulasi kolagen pada daerah luka

tergantung pada rasio antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen oleh enzim.

Pada fase awal proses penyembuhan luka, jumlah degradasi kolagen rendah, tetapi

akan meningkat seiring dengan maturasi dari luka (Mathew, 1999). Oksigen

bersama dengan asam amino (prolin dan lisin) bekerja sama dalam sintesis

kolagen. kolagen disintesis oleh firoblas dari prolin dan lisin kemudian

dihidrolisasi oleh oksigen (Terry e.w., 2003).

Pada penelitian ini, akan dilakukan pembuatan membran selulosa bakteri

dengan meng-coating kitosan dan kolagen biodegredable melalui proses biomimetik menggunakan larutan SBF ( Simulated Body Fluid). Penambahan kitosan dan kolagen diharapkan dapat membantu selulosa bakteri dalam

pembentukan jaringan baru pada luka.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini

(22)

1. Bagaimana pembuatan membran selulosa bakteri dan meng-coating dengan

kitosan dan kolagen sehingga menghasilkan perbandingan konsetrasi coating

yang terbaik.

2. Bagaimana pengaruh coating kitosan dan kolagen sebagai pembentukan membran selulosa bakteri

3. Bagaimana menentukan membran selulosa coating kitosan – kolagen yang terbaik dan dapat digunakan dalam aplikasi GTR sebagai pembalut luka pada

mencit (Mus musculus) secara In Vivo.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dibatasi pada:

1. Kitosan dalam penelitian ini berasal dari limbah kulit udang lipan.

2. Kolagen diperoleh secara komersil.

3. Proses coating membran selulosa bakteri kitosan – kolagen dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi kitosan –kolagen

4. Perendaman dengan SBF untuk mengetahui sifat biodegradable dari selulosa bakteri coating kitosan – kolagen

5. Pengujian pre-klinis terhadap mencit untuk melihat berapa lama waktu yang

dibutuhkan untuk menyembuhkan luka.

1.4 Tujuan Penelitian

(23)

1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan – kolagen pada proses

coating dan mendapatkan jumlah konsentrasi kitosan – kolagen yang baik selulosa bakteri dalam pembuatan membran selulosa bakteri kitosan-kolagen

2. Untuk melihat karakterisasi optimum dari membran selulosa bakteri coating

kitosan – kolagen dan dapat digunakan dalam pengaplikasian GTR sebagai

pembalut luka.

3. Untuk mengetahui waktu penyembuhan luka pada mencit (Mus musculus) secara In Vivo

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmiah baru

tentang peranan membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen yang dapat digunakan sebagai pembentuk jaringan baru pada luka dengan keunggulannya

yang ekonomis, aman dan biokompatibel. Serta memberikan informasi pada

masyarakat, perkuliahan dan dunia biomedis.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental (laboratorium) ,

(24)

Pengujian karakterisasi dengan FTIR, uji daya serap, uji biodegredable dalam larutan SBF (Simulated Body Fluid), dan pengujian aplikasi GTR (guide tissue regeneration ) sebagai pembalut luka pada mencit (Mus musculus) secara In Vivo.

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia FMIPA- USU

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa

Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman serbaguna, baik untuk keperluan pangan maupun non pangan. Air kelapa mengandung sejumlah zat gizi,

yaitu protein, lemak, gula, vitamin, asam amino, dan hormon pertumbuhan.

Kandungan gula maksimal, yaitu 3 gram per 100 ml air kelapa, tercapai pada

bulan keenam umur buah, kemudian menurun dengan semakin tuanya kelapa.

Jenis gula yang terkandung glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol. Selulosa

bakteri merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan mikroba

Acetobacter xylinum. Gula pada air kelapa diubah menjadi asam asetat dan benang-benang selulosa (Philips., 2000).

Komposisi Kandungan Air Kelapa ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 2.1. Komposisi kandungan kimia air kelapa

(26)

8.

Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk di buat minuman fermentasi

karena kandungan zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap, sehingga sesuai

untuk pertumbuhan mikroba. Komposisi gizi air kelapa tergantung pada umur

kelapa dan varietasnya. Air kelapa per 100 ml mengandung sejumlah zat gizi,

yaitu protein 0,2 g, lemak 0,2 g, gula 3,8 g, vitamin C 1,0 mg, asam amino, dan

hormon pertumbuhan. Jenis gula yang terkandung pada air kelapa adalah :

glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol (Astawan., 2004).

2.2 Selulosa Bakteri 2.2.1 Selulosa

Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan ditemukan

di dalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan,

dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa membentuk

komponen serat dari dinding sel tumbuhan. Molekul selulosa merupakan rantai –

rantai atau mikrofibril dari D–glukosa sampai sebanyak 14000 satuan yang

terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir mirip tali yang terikat satu sama lain oleh

ikatan hydrogen (Fessenden J.R.,1986).

Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi nata adalah sejenis

(27)

Acetobacter xylinum. Selulosa ini lebih mudah dicerna oleh manusia jika dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan (Hart H.,2003).

Gambar 2.1 Struktur selulosa

2.2.2 Acetobacter xylinum

Bakteri pembentuk nata termasuk kedalam golongan Acetobacter, yang mempunyai ciri – ciri antara lain : ”sel bulat panjang sampai batang (seperti

kapsul), tidak mempunyai endospora, sel – selnya bersifat gram negatif, bernafas

secara aerob tetapi dalam kadar yang kecil (Pelczar dan Chan,1988).

Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan spesies yang lain karena sifatnya yang bila ditumbuhkan pada medium yang kaya komponen gula, bakteri

ini dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk suatu polisakarida

yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler. Dalam medium cair, Acetobacter xylinum mampu membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri terperangkap dalam benang – benang yang

(28)

tembus pandang perlu diperhatikan suhu fermentasi (inkubasi), komposisi

medium dan pH medium.

Gambar 2.2 Acetobacter xylinum

Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen,

melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan

menghasilkan enzim ektraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan

rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersebut,

akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya tampak

padat, yang disebut sebagai nata. Aktivitas dari Acetobacter xylinum dalam memproduksi nata adalah sebagai berikut : sel-sel Acetobacter xylinum

mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak

membentuk prekursor pada membran sel, kemudian keluar bersama-sama enzim

yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel. Prekursor dari

(29)

polimerisasi dan berikatan dengan akseptor membentuk selulosa

(http://inacofood.wordpress.com).

2.2.3 Selulosa Bakteri

Selulosa bakteri merupakan polimer alam yang sifatnya mirip dengan hidrogel

yang diperoleh dari polimer sintetik; sebagai contoh selulosa bakteri menunjukkan

kandungan air yang tinggi (98 – 99%), daya serap cairan yang baik, bersifat

non-alergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan

tersebut. Karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia, maka selulosa

bakteri dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang

serius (Ciechanska D.,2004).

Selulosa merupakan komponen dari dinding sel tumbuhan. Beberapa

bakteri juga dapat menghasilkan selulosa (yang disebut bioselulosa atau selulosa

bakteri). Selulosa tumbuhan dan selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang

sama, tetapi memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda. Meskipun selulosa

bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa dari tumbuhan,

tetapi selulosa bakteri tersusun oleh serat-serat selulosa yang lebih baik dari

selulosa tumbuhan. Setiap serat-serat tunggal dari selulosa bakteri mempunyai

diameter 50 nm. Panjang seratnya tidak dapat ditentukan karena kumpulan

serat-serat tunggal selulosa saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan

(30)

Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi adalah termasuk jenis

polisakarida mikroba yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain

xylinum, subspecies dari Acetobacter aceti, suatu bakteri non patogen, dan dinamakan sebagai selulosa bakteri atau selulosa yang diperoleh dari fermentasi

dengan bantuan mikroba (Philip G.O. dan William P.A.,2000).

Pembentukan selulosa bakteri oleh Acetobacter xylinum tidak lepas dari

peran gula sebagai sumber nutrisi bagi bakteri. Gula pasir merupakan sukrosa

yang bersumber dari tebu. Sukrosa dapat mengalami hidrolisis dan terpecah

menjadi fruktosa dan glukosa. Hasil dari hidrolisis ini merupakan gula invert

(Anna P., 1994). Adanya enzim sukrase akan mengubah sukrosa menjadi fruktosa

dan glukosa.

2.2.4 Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Kesehatan

Luka adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya

cedera atau pembedahan. Penyembuhan luka dipengaruhi oleh banyak faktor

antara lain semakin tua usia seseorang maka proses penyembuhan luka akan

berlangsung lebih lama.

Jika suatu luka ingin disembuhkan dengan efektif, luka tersebut harus

dijaga agar tetap dalam kondisi yang basah. Penutup luka yang baik adalah kulit

(31)

tubuh bagian dalam terhadap cidera mekanis dan infeksi. Selulosa bakteri yang

disintesis oleh Acetobacter xylinum menunjukkan kinerja yang cukup baik untuk dapat digunakan dalam penyembuhan luka (Hoenich N.,2006).

Penyembuhan luka adalah suatu istilah yang seharusnya hanya digunakan

sesuai dengan konteks regenerasi. Pada proses penyembuhan luka bentuk dan

susunan asli dari suatu organ atau bagian anatomi tubuh kembali seperti saat

sebelum terjadinya luka. Pada manusia dan pada golongan vertebrata yang lebih

tinggi penyembuhan terjadi melalui suatu proses perbaikan dimana hasil yang

dicapai bukan berupa restorasi secara anatomi namun lebih kepada hasil yang

fungsional (Falanga, 2007).

Selulosa bacterial menunjukkan kandungan air yang tinggi (98-99%) ,

daya serap yang baik terhadapa cairan, bersifat non-alergenik dan dapat

disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan tersebut. Karena

karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia, selulosa bacterial dapat

digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius

(Ciechanska,D.,2004)

2.3 Kitosan

Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Kitin dapat diperoleh dari limbah

pengolahan hasil laut. Kandungan kitin pada limbah udang mencapai 42-57%,

(32)

Karena bahan baku udang lebih mudah diperoleh, maka sintesis kitin dan kitosan

lebih banyak memanfaatkan limbah udang (Yurnaliza, 2002).

Deasetilasi kitin dilakukan dengan menambahkan NaOH (Kolodziesjska

2000). Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus

amino yang bermuatan positif, sehingga kitosan akan bersifat polikationik.

Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, interaksi antar ion

dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat (Ornum, 1992). Adanya

gugus reaktif amino pada C-2 dan gugus hidroksil pada C-3 dan C-6 pada kitosan

sangat berperan dalam berbagai aplikasinya, misalnya sebagai bahan pengawet,

penstabil warna, flokulan, membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan

air, dan sebagai bahan aditif untuk proses agrokimia dan pengawet benih (Shahidi

dkk., 1999).

Gambar 2.3 Struktur kitin

Kitosan adalah poli 2-amino-2-deoksi-β-1,4-D-glukopiranosa dengan

rumus molekul (C6H11O4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan

(33)

Gambar 2.4 Struktur kitosan

Chitosan adalah polisakarida linier tersusun atas residu : N- asetil glukosamin dan memiliki 2000-3000 monomer dengan ikatan 1.4-b-gliksida

berupa molekul glukosa dengan cabang mengandung nitrogen (Gagne, 2000).

Unit monomer pada chitosan mempunyai rumus molekul C8H12NO5 dengan kadar

C, H, N, dan O masing-masing 47%, 6%, 7%, dan 40%. Sifat chitosan yang

biodegradable ini mempunyai sifat lain diantaranya tidak larut dalam air, asam organik, encer dan alkalikat, akan tetapi larut dalam asam pekat seperti asam

nitrit, asam sulfat, asam fosfat, dan asam formiat anhidros (Lee dan Tan, 2002).

Chitosan mempunyai sifat penting untuk berbagai aplikasi, yaitu kemampuannya mengikat minyak dan air karena terdapat gugus hidrofilik dan hidrofobik, jumlah

minyak dan air yang dapat diikat oleh chitosan masing-masing adalah 315% dan 385%. Berdasarkan sifat biologi dan kimianya maka chitosan mempunyai sifat yang khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan gel, pasta, membran, dan

serat yang sangat bermanfaat didalam aplikasinya (Irawan, 2007).

Disamping itu telah terbukti pada beberapa penelitian bahwa chitosan

(34)

warna dan jumlah mikroba dalam sampel (Yingyuad dkk., 2006). Chitosan

bersifat anti mikrobakterial (dapat menghambat perkembangbiakan kuman) dan

membantu proses penyembuhan luka (Mizuno dkk., 2003).

Sebagai antibakteri, kitosan memiliki sifat mekanisme penghambatan,

dimana kitosan akan berikatan dengan protein membran sel, yaitu glutamat yang

merupakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membraner,

kitosan juga berikatan dengan fosfolipid membraner, terutama fosfatidil kolin

(PC), sehingga meningkatkan permeabilitas inner membran (IM). Naiknya permeabilitas IM akan mempermudah keluarnya cairan sel. Pada E. coli misalnya,

setelah 60 menit, komponen enzim ß galaktosidase akan terlepas. Hal ini

menunjukkan bahwa sitoplasma dapat keluar sambil membawa metabolit lainnya,

atau dengan kata lain mengalami lisis, yang akan menghambat pembelahan sel

(regenerasi). Hal ini akan menyebabkan kematian sel (Simpson, 1997).

2.3.1 Sifat Fisik dan Kimia Kitosan

Sifat dan penampilan produk kitosan dipengaruhi oleh perbedaan kondisi, seperti

jenis pelarut, konsentrasi, waktu, dan suhu proses ekstraksi. Kitosan berwarna

putih kecoklatan. Kitosan dapat diperoleh dengan berbagai macam bentuk

morfologi diantaranya struktur yang tidak teratur, bentuknya kristalin atau

semikristalin. Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf berwarna putih

dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni.chitin memiliki sifat

biologi dan mekanik yang tinggi diantaranya adalah biorenewable, biodegradable,

(35)

kitin. Kelarutan kitosan dalam larutan asam serta viscositas larutannya tergantung

dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. Terdapat dua metode untuk

memperoleh kitin , kitosan dan oligomernya dengan berbagai DD, polimerisasi,

dan berat molekulnya (BM) yaitu dengan kimia dan enzimatis. Suatu molekul

dikatakan kitin bila mempunyai derajat deasetilasi (DD) sampai 10% dan

kandungan nirogennya kurang dari 7%. Dan dikatakan chitosan bila nitrogen yang

terkandung pada molekulnya lebih besar dari 7% berat dan DD lebih dari 70%

(Muzzarelli,1985). Kitosan kering tidak mempunyai titik lebur. Bila disimpan

dalam jangka waktu yang relatif lama pada suhu sekitar 100 oF maka sifat

keseluruhannya dan viskositasnya akan berubah. Bila kitosan disimpan lama

dalam keadaan terbuka maka akan terjadi dekomposisi warna menjadi kekuningan

dan viscositasnya berkurang. Suatu produk dapat dikatakan kitosan jika

memenuhi beberapa standar seperti tertera pada Table 2.1.

Table 2.2. Standard Kitosan

Deasetilasi

≥ 70 % jenis teknis dan

>95% jenis pharmasikal

Kadar abu Umumnya < 1 %

Kadar air 2 – 10 %

Kelarutan Hanya pada pH ≤ 6

Kadar nitrogen 7 - 8,4 %

Warna Putih sampai kuning

pucat

Ukuran partikel 5 ASTM Mesh

(36)

E.Coli Negatif

Salmonella Negatif

Sumber : Muzzarelli (1985) dan Austin (1988) 2.3.2 Manfaat Kitosan

Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, film dan fiber,

karena berat molekulnya yang tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam encer

(Hirano dkk., 1999). Kitosan telah digunakan secara luas di industri makanan,

kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air limbah. Di

industri makanan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet,

penstabil warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel, tambahan

makanan hewan dan sebagainya. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan dapat

dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.3. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan

Aplikasi Contoh

Antimikroba Bakterisidal, fungisidal, pengukur kontaminasi

jamur pada komoditi pertanian.

Edible film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan

lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat

antimikroba, antioksidan, nutrisi, flavor, dan obat,

mereduksi tekanan parsial oksigen, pengatur suhu,

menahan proses browning enzimatis pada buah.

Bahan aditif Mempertahankan flavor alami, bahan Pengontrol

tekstur, bahan pengemulsi, bahan pengental,

(37)

Nutrisi

Sebagai serat diet, penurun kolesterol, persediaan

dan tambahan makanan ikan, mereduksi

penyerapan lemak, memproduksi protein sel

tunggal, bahan anti grastitis (radang lambung),

dan sebagai bahan makanan bayi.

(Sumber : Shahidi dkk., 1999)

2.3.3 Peranan Kitosan Dalam Penyembuhan Luka

Kitosan mempunyai sifat yang biokompatibel, biodegradabel, tidak beracun,

antimikroba dan hydrating agent. Penelitian yang telah dilakukan oleh David R. Rohindra dkk pada tahun 2004 menunjukkan bahwa pencampuran kitosan dengan

glutaraldehid dapat diaplikasikan sebagai hidrogel. Jumlah air bebas dalam

hidrogel menurun dengan meningkatnya ikatan silang dalam hidrogel.

Penutup luka yang ideal harus dapat memelihara lingkungan yang lembab di

permukaan luka, memungkinkan pertukaran gas, bertindak sebagai penghalang

bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat.

Kulit mempunyai beberapa fungsi utama yang penting untuk tubuh, yaitu :

sebagai pelindung, sensasi, komunikasi, termoregulasi, sintesis metabolik dan

(38)

pencegahan invasi dari mikroorganisme oleh sebab itu kulit pada umumnya perlu

ditutup segera setelah terjadi kerusakan (jayakumar et al., 2011).

Penutup luka yang baik memiliki beberapa karakteristik seperti biokompatibilitas

yang baik, rendah toksisitas, aktivitas antibakteri dan kestabilan kimia sehingga

akan mempercepat penyembuhan, tidak menyebabkan alergi, mudah dihilangkan

tanpa trauma, dan harus terbuat dari bahan biomaterial yang sudah tersedia

sehingga memerlukan pengolahan yang minimal, memiliki sifat antimikroba dan

dapat menyembuhkan luka (Jayakumar et al., 2011).

Kitosan merupakan hemostat, yang membantu dalam pembekuan darah

secara alami. Kitosan secara bertahap terdepolimerisasi untuk melepaskan

N-acetyl--D-glukosamin, yang memulai poliferasi fibroblast, membantu dalam

memberikan perintah deposisi kolagen dan merangsang peningkatan sintesis

tingkat asam hyaluronic alami pada lokasi luka. Ini membantu percepatan

penyembuhan luka dan pencegahan bekas luka (Paul dan Sharma, 2004).

2.4 Kolagen

Kolagen adalah protein serabut yang memberikan kekuatan dan fleksibilitas pada

jaringan dan tulang dan ini sangat penting untuk berbagai jaringan lainnya,

termasuk kulit dan tendon. Kolagen digunakan sebagai bahan baku dalam industri

makanan , kosmetik, pembuatan film biomaterial dan biomedis. Bahkan dalam

industri biomedis, kolagen adalah biomaterial alami yamng memiliki kandungan

(39)

dan 90-95 % diantaranya adalah kolagen , sisanya adalah protein bukan kolagen.

Kolagen merupakan protein yang banyak terdapat dalam tubuh (Chi, et al, 2001).

Kolagen merupakan komponen serat utama dalam kulit, tulang, tendon,

tulang rawan dan gigi. Kolagen merupakan material yang mempunyai

kekuatan rentang dan struktur yang berbentuk serat. Protein jenis ini banyak

terdapat dalam vertebrata tingkat tinggi. Hampir sepertiga protein dalam tubuh

vertebrata berada sebagai kolagen. Semakin besar hewan, semakin besar pula

bagian total protein yang merupakan kolagen. Kolagen juga merupakan

komponen serat utama dalam tulang, gigi, tulang rawan, lapisan kulit dalam

(dermis), tendon (urat daging) dan tulang rawan (Lehninger, 1993).

Kolagen merupakan material yang menarik perhatian dalam hal

bahwa kolagen mempunyai kekuatan rentang, struktur istimewa, dan

mengandung hidroksilisin dan hidroksiprolin yakni asam-asam amino yang

terdapat dalam beberapa protein lain. Satu zat yang diturunkan dari kolagen

adalah gelatin. Jika kolagen dididihkan, struktumya menjadi rusak secara

permanen dan menghasilkan gelatin. Karena adanya sejumlah besar rantai

samping yang hidrofil (suka air) dalam gelatin, maka dalam larutan air

(40)

Gambar 2.5: struktur kolagen

Dengan demikian kolagen termasuk sebagai jaringan pengikat. Jaringan

pengikat berkolagen terdiri dari serat, struktur ini selanjutnya tersusun atas

fibril kolagen, yang nampak seperti garis melintang. Fibril ini terorganisasi

dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada fungsi biologi jaringan

pengikat itu. Pada urat, fibril kolagen disusun dalam untaian paralel yang

saling berhubungan silang dan berfungsi untuk menghasilkan struktur dengan

kekuatan yang amat tinggi tanpa kemampuan meregang. Fibril kolagen dapat

menyangga sedikit-nya 10.000 kali beratnya sendiri, dan dapat dikatakan

mempunyai kekuatan lenting lebih besar dari penampang silang kawat

tembaga dengan berat yang sama. Pada kulit, fibril kolagen membentuk suatu

jaringan tidak teratur, terjalin dan amat liat. Kulit hampir seluruhnya

merupakan kolagen murni (Page, 1989).

Kolagen merupakan salah satu komponen serat yang dominan pada lapisan

(41)

kulit. Kolagen adalah protein yang sangat labil, banyak faktor yang

mempengaruhinya dalam proses pembentukan maupun dalam proses

degradasinya (Uito, et al., 2008 ; Walker, et al., 2008). Untuk lebih memahami

tentang hubungan MMP-1, kolagen dan luka pada proses penuaan kulit, maka kita

harus memahami bahwa kulit mengalami penuaan dan berpengaruh pada proses

penyembuhan luka.

Kolagen dapat diciptakan oleh fibroblas, sel-sel kulit khusus yang terletak

di dalam dermis. Fibroblas juga memproduksi protein struktural kulit lainnya

seperti elastin(protein yang memberi kulit kemampuan untuk menjadi sehat

kembali) dan glucosaminoglycans (GAGs). GAGs membentuk zat yang menjaga

dari dermis dehidrasi(kekurangan air). Fibroblast bermigrasi ke tempat luka

dari jaringan sekitarnya, mulai mensintesis kolagen dan berkembang biak.

Respon PDGF, fibroblast sementara mensintesis matriks terdiri dari kolagen

tipe III, glycosaminoglycans, dan fibronectin 1 yang menyediakan tempat untuk

migrasi keratinosit (Gurtner, 2007). Tipe lain dari fibroblasts "luka fibroblasts"

yang sudah ada di luka. Jenis fibroblasts akan berubah menjadi

myofibroblast yang memainkan peranan pada kontraksi luka (Broughton, et al.,

2006).

Fibroblas adalah sel yang paling banyak terdapat dalam jaringan ikat,

berfungsi menghasilkan serat dan substansi interseluler aktif amorf. Fibroblas

merupakan sel induk yang berperan membentuk dan meletakkan serat-serat dalam

matrik, terutama serat kolagen. Sel ini mensekresi molekul tropokolagen kecil

(42)

memberikan kekuatan dan integritas pada semua luka yang menyembuh dengan

baik.

Gambar 2.6. Peran fibroblas dalam membentuk dan meletakkan serat-serat dalam matrik, terutama serat kolagen.

Fibroblas merupakan sel yang menghasilkan serat-serat kolagen, retikulum,

elastin, glikosaminoglikan, dan glikoprotein dari substansi interseluler amorf.

Pada orang dewasa, fibroblas dalam jaringan mengalami perubahan. Mitosis

hanya tampak jika organisme memerlukan fibroblas tambahan, yaitu jika jaringan

ikat cedera. Fibroblas lebih aktif mensintesis komponen matriks sebagai respon

terhadap luka dengan berproliferasi dan peningkatan fibrinogenesis. Oleh sebab

itu, fibroblas menjadi agen utama dalam proses penyembuhan luka.

https://dentosca.wordpress.com/2011/04/18/peran-fibroblas-pada-proses-penyembuhan-luka/

Sel fibroblast selain bertanggung jawab terhadap produksi kolagen, serat

(43)

dapat menghilangkan serat-serat tersebut dengan mensekresikan enzim seperti

collagenase (Matriks Metalloproteinase-1 atau MMP-1) dan elastase

(Junqueiradkk., 1997,. Obagi, 2000).

2.4.1 Sifat Kolagen

Jika dididihkan di dalam air, kolagen akan mengalami transformasi, dari bentuk

untaian, tidak larut dan tidak tercernamenjadi gelatin. Gelatin, yaitu campuran

polipetida yang larut yang merupakan dasar pembentuk gelatin. Perubahan ini

melibatkan hidrolisis beberapa ikatan kovalen pada kolagen, karena kolagen pada

jaringan pengikat dan pembuluh yang menjadikan daging berbentuk liat. Kolagen

mengandung kira- kira 3-5 persen glisin dan kira-kira 11 persen alanin; persentasi

asam amino ini agak luar biasa tinggi. Yang lebih menojol adalah kandungan

prolin dan 4-hidroksiprolin yang tinggi, yaitu asam amino yang jarang ditemukan

pada protein selain pada kolagen dan elastin. Bersama-sama, prolin dan

hidroksiprolin mencapai kira-kira 21 persen dari residu asam amino pada kolagen

(Lehninger, 1993).

2.4.2 Peranan Kolagen dalam Penyembuhan Luka dan Pembentukan Jaringan

Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan berkesinambungan.

Hemostatis atau penghentian pendarahan adalah proses pertama pada

penyembuhan luka. Trombosit dan faktor-faktor pembekuan merupakan faktor

hemostatik intravaskuler yang utama. Kolagen merupakan agen hemostatik yang

(44)

dan selanjutnya melepaskan substansi yang memulai proses hemostatis. Interaksi

kolagen – trombosit tergantung pada polimerisasi dari maturasi kolagen dan

pengaruh positif pada molekul kolagen.

(www.pasteur.fr/aplications/euroconf/tissuerepair-microba.pdf)

Kolagen dapat membantu agregasi trombosit karena kemampuannya

mengikat fibronektin. Mekanisme yang pasti dari interaksi kolagen belum

diketahui secara jelas , akan tetapi data yang pasti menunjukkan bahwa interaksi

kolagen dan trombosit merupakan tahap pertama proses penyembuhan luka

(http://www.cyberadsstudio.com/envy/collagen.htm)

2.5 Guided Tissue Regeneration (GTR)

Dalam kasus-kasus tertentu, setelah perawatan diharapkan terjadinya kesembuhan

atau regenerasi jaringan yang telah rusak secara fisiologis atau dengan bantuan

bahan-bahan tertentu. Darmawan Darwis telah berhasil mensintesis selulosa

bakteri pada kondisi yang optimum dan telah melakukan karakterisasi terhadap

membran selulosa untuk mempelajari pengaruh iradiasi terhadap sifat-sifat

membran (Darwis, 2009). Dari hasil yang diperoleh disimpulkan bahwa membran

selulosa mikroba sangat berpotensi untuk digunakan sebagai material pada tissue engineering terutama pada operasi periodontal yang memerlukan membran seperti

(45)

produk yang steril setelah melalui suatu proses sterilisasi dan diharapkan tidak

mengalami perubahan kualitas.

Membran untuk dipandu jaringan dan regenerasi tulang. Aplikasi

pertama dari membran memberikan bukti bahwa GTR dapat meningkatkan

regenerasi periodonsium manusia adalah selulosa asetat laboratorium filter oleh

Millipore (Nyman,1982) . Sejak itu , berbagai membran baru telah dirancang

untuk berbagai skenario klinis , masing-masing memiliki kelebihan dan

kekurangan yang berbeda. Beberapa membran tersedia secara komersial , menurut

non - resorbable , resorbable sintetis dan bahan biodegradable alami.

2.6 Luka

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat

disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perbahan suhu, zat kimia,

ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi:

1. Luka superfisial : terbatas pada lapisan epidermis.

2. Luka partial thickness : hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan lapisan bagian atas dermis.

3. Luka full thickness : hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis, dermis, dan fasia tapi tidak mengenai otot.

(46)

Pada kebanyakan mekanisme perbaikan luka yang terjadi, tujuannya adalah

menghasilkan suatu penutupan pada daerah luka tersebut. Perbaikan luka adalah

usaha jaringan untuk mengembalikan struktur dan fungsi normal setelah alami

trauma, untuk mengembalikan fungsi perlindungan terhadap kehilangan cairan,

terhadap infeksi, membatasi masuknya organisme serta benda asing,

mengembalikan aliran darah dan aliran limfe kembali ke kondisi normal dan

mengembalikan integritas mekanik dari jaringan yang terluka.

Pengembalian struktur kulit yang sempurna seringkali dikorbankan demi untuk

pengembalian darurat fungsi dari kulit. Regenerasi, berbeda dengan perbaikan

luka, merupakan suatu pemulihan sempurna seperti struktur jaringan semula tanpa

pembentukan jaringan bekas luka. Walaupun regenerasi merupakan hal yang

paling ideal di dalam penutupan luka, tetapi hal ini hanya ditemukan pada

pertumbuhan embrio, pada organisme yang lebih rendah seperti kepiting dan

salamander, dan pada manusia hanya ditemukan pada beberapa jaringan seperti

pada tulang dan hati (Leong dan Phillips, 2004). Hasil penutupan pada organ lain

adalah jaringan fibrosis dan scar (Lorenz dan Longaker, 2001).

Terdapat tiga fase dalam proses penyembuhan luka, yaitu: fase inflamasi, fase

proliferasi dan fase remodeling. Fase koagulasi dan inflamasi sering

dikelompokkan menjadi satu, sehingga menyebabkan mediator yang dikeluarkan

dari fase tersebut sering overlaping.

(47)

merupakan fase pertama dari proses penutupan luka dan sering disebut juga fase

reaktif. Tujuan utama fase ini adalah menghentikan perdarahan, mencegah

terjadinya infeksi dan menyingkirkan jaringan nekrosis, benda asing dan bakteri

yang timbul (Leong dan Phillips, 2004; Adams dkk,2008).

2. Fase Proliferasi

Fase ini ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam dasar luka, terdiri

dari jaringan kapiler baru, fibroblast, dan makrofag dalam pengaturan struktur

pendukung (Myers dkk., 2007). Kolagen dan jaringan ikat protein deposisi dan

angiogenesis, epitelisasi juga fase utama (Broughton dkk., 2006; Ueno dkk.,

2006). Proses ini bagian dari penyembuhan luka.

3. Fase Remodelling

Merupakan fase terpanjang dalam penyembuhan luka yaitu pematangan proses,

yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada jaringan granulasi yang

membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan tegangan pada luka (Ueno

dkk., 2006).

Hasil akhir dari fase penutupan luka ini adalah suatu jaringan parut yang kurang

elastis, avascular dan rapuh yang sama sekali tidak terdapat jaringan kulit

tambahan seperti folikel rambut dan kelenjar keringat serta tidak akan kembali

melebihi 80% dari kekuatan regangan kulit normal yang tidak pernah terluka

(48)

2.7 Membran

Kata membran berasal dari bahasa latin yaitu ’membrane’ yang berarti potongan

kain. Saat ini istilah membran didefenisikan sebagai lapisan tipis ( film ) yang

fleksibel, pembatas antara fasa yang bersifat semipermiabel ( Jones, 1987).

Membran dapat berupa padatan ataupun cairan dan berfungsi sebagai media

pemisahan yang selektif berdasarkan perbedaan koefisien difusivitas, muatan

listrik atau kelarutan.

Sebenarnya membran sudah merupakan bagian integral dari kehidupan

kita sehari-hari. Seluruh sel-sel penyusun tubuh mahluk hidup, terutama penyusun

sel-sel penyusun tubuh kita dibungkus dengan membran. Membran sel sangat

bersifat selektif sehingga hanya zat-zat tertentu saja yang dapat melaluinya. Pada

tahun 1855 membran baru dikembangkan secara kecil-kecilan dalam skala

laboratoriumnya oleh Fick. Pengelompokan membran dapat dilakukan atas dasar

berbagai hal. Atas dasar material yang digunakan membran dapat dikelompokkan

menjadi membran polimer, liquid membran, padatan (keramik) dan membran

penukar ion. Berdasarkan konfigurasinya membran dapat dikelompokkan

memnjadi lembaran, lilitan spiral (spiral warna), tubular dan emulsi

(Mulder,1996)

Berdasarkan material yang digunakan dalam pembuatan membran, bahan

pembuat membran dikelompokkkan menjadi membran polimer alam, liquid,

(49)

membran biologis dan membran sintetik. Membran sel termasuk membran

biologis, sedangkan membran sintetik terdiri atas membran organik dan

anorganik. Membran organik antara lain disusun oleh polisakarida-polisakarida

yang karena pengaruh gugus fungsi yang dimilikinya bersifat polikationik

maupun polielektrolit (Zhao, at al., 2002).

2.8 Simulated Body Fluid ( SBF )

Pada umumnya dilakukan pengujian terhadap biomaterial sintetik agar sesuai

untuk diaplikasikan sebagai bahan implan. Metode pengujian secara in vivo atau

in vitro dilakukan dengan media larutan simulated body fluid (SBF) (Vulelic, M.,Mitic,Z.,et,.2011). Larutan simulated body fluid (SBF) adalah larutan buatan yang memiliki komposisi dan konsentrasi ionik yang hampir mirip dengan plasma

darah manusia, pertama kali diperkenalkan oleh Kokubo (Kokubo, T.,1991).

Lebih lanjut Kokubo menjelaskan bahwa syarat terpenting bagi suatu bahan agar

dapat berikatan dengan tulang hidup adalah terbentuknya lapisan apatit mirip

tulang pada permukaan bahan di dalam tubuh dan pembentukan apatit tersebut

secara in vivo dapat diproduksi dalam SBF (Kokubo, T. and Takamada, H.,2006).

Setelah beberapa dekade, para peneliti biomaterial sepakat bahwa pembentukan

apatit pada material yang direndam dalam larutan SBF adalah bukti dari

ke-bioaktifan material tersebut, dan dapat digunakan untuk mengantisipasi

kemampuannya berikatan dengan tulang secara in vivo (Bohner, M. and Lemaitre,

J.,2009). Selama pengujian, biomaterial direndam dalam larutan sintetik yang

(50)

sel. Metode tersebut bersifat mudah dan sederhana untuk menguji kestabilan dari

material di dalam tubuh (Muller, L. and Frank, A.M.,2006).

2.8.1 Pembuatan Larutan Simulated Body Fluid (SBF)

Metode yang digunakan untuk membuat larutan SBF adalah metode yang dipakai

oleh Kokubo (Kokubo, T., Kushitani, H et al.,1990 ). Sebanyak 1 Liter aqua trides

disiapkan untuk membuat larutan SBF dengan komposisi seperti pada Tabel 1.

Aqua trides diaduk menggunaka magnetic stirrer, lalu bahan kimia dimasukkan satu persatu sesuai urutan seperti yang tertera pada Tabel 1 (satu bahan kimia

diaduk sampai larut, baru ditambahkan dengan bahan kimia berikutnya). Suhu

larutan diatur sampai 36,50C dan pH larutan disesuaikan sampai pH 7,4 dengan

menggunakan larutan HCl 1 M.

Tabel 2.4. Komposisi bahan kimia penyusun larutan SBF (Simulated Body Fluid)

(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

(52)

3.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

(53)

Kulit udang lipan dibersihkan dan dikeringkan, lalu digiling menggunakan

blender hingga halus kemudian ditumbuk dengan alu dan lumpang, kemudian

serbuk kulit udang diayak dengan ayakan 100 mesh.

3.3.1.2 Tahap Deproteinasi

Serbuk kulit udang ditimbang sebanyak 100 g dan dimasukkan kedalam

beaker glass 1000 mL.selanjutnya serbuk kulit udang dideproteinasi dengan cara

menambah larutan NaOH 3,5% dengan perbandingan 1:10 (w/v), kemudian

dipanaskan selama 2 jam pada suhu 650C sambil diaduk, larutan yang diperoleh

disaring dan residu dicuci dengan akuades sampai pH netral. Residu selanjutnya

dioven pada temperatur 650C hingga kering.

3.3.1.3 Tahap Demineralisasi

Kulit udang hasil deproteinasi kemudian dimineralisasi dengan cara

menambah larutan HCl 1N dengan perbandingan 1:15 (w/v) dan diaduk pada suhu

kamar selama 1 jam. Kemudian larutan disaring dan residu dicuci dengan akuades

hingga pH netral. Residu selanjutnya dioven pada suhu 650C hingga didapat kitin

kering.

3.3.1.4 Tahap Deasetilasi

Kitin hasil demineralisasi dimasukkan kedalam labu destilasi, lalu

ditambahkan dengan NaOH 55% dengan perbandingan 1:20 (w/v). Kemudian

direflukspada suhu 1000C selama 1 jam. Larutan yang diperoleh disaring dan

(54)

suhu 650C hingga kering. Serbuk kitosan yang diperoleh selanjutnya ditentukan

kadar air dan kadar abu serta dikarakteristik dengan FT-IR.

3.3.2 Pembuatan Membran Selulosa Coating Bakteri Kitosan-kolagen 3.3.2.1 Pembuatan Starter

Bibit dari hasil pembiakan kultur murni bakteri Acetobacter xylinum , dikembangkan sesuai kebutuhan pelikel bakterri selulosa yang akan diproduksi.

Sebanyak 200 mL air kelapa yang telah disaring, ditambahkan dengan 10

g sukrosa (gula pasir) dan 1 g Urea kemudian diaduk hingga homogen dan

dilakukan penambahan asam asetat glasial (p.a) sampai pH 4. Larutan tersebut

dipanaskan sampai mendidih kemudian didinginkan. Sebanyak 20 mL biakan

Acetobacter xylinum ditambahkan kedalam larutan medium steril yang sudah dingin dan diaduk hingga homogen. Larutan dipindahkan kedalam botol steril dan

diinkubasi pada suhu 30±20C selama 5-7 hari.

3.3.2.2 Pembuatan Selulosa Bakteri

Sebanyak 100 mL air kelapa hasil penyaringan dituangkan kedalam

erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet, ditambahkan 10 g

gula pasir, 0,5 Urea dan diaduk sampai homogen dan dilakukan penambahan

asam asetat (p.a) sampai pH 4. Medium selanjutnya dipanaskan hingga mendidih.

Medium yang telah disterilkan didinginkan, kemudian ditambahkan 15 mL starter

(55)

Pemanenan partikel selulosa bakteri dilakukan pada saat ketebalan

partikel mencapai ±1 cm . partikel bakteri yang dihasilkan selanjutkan dimurnikan

dengan menggunakan larutan Natrium Hidroksida (NaOH) dan akuades dengan

rincian sebagai berikut: Penghilangan partikel dari sisa asam dan gula dengan

perendaman pada larutan NaOH 0,1 M pada suhu 60-650C selama 4 jam. Partikel

selanjutnya dicuci dengan akuades hingga pH netral. Partikel yang telah murni

selanjutnya disimpan dalam akuades pada suhu ±100C

3.3.2.3 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen

Pembuatan membran selulosa bakteri kitosan-kolagen dibuat dengan

memvariasikan konsentrasi larutan kitosan dan kolagen dengan perbandingan 1:1

v/v. Konsentrasi kitosan-kolagen yang digunakan adalah 2%, 4%,6 % , dibuat

dengan cara melarutkan kitosan dan kolagen sesuai variasi kedalam asam asetat

1% (v/v) .

Sebanyak 1 lembar pelikel selulosa bakteri di-coating dengan larutan kitosan-kolagen 2% pada suhu ruangan selama 3x24 jam. Hasil reaksi dicuci

dengan akuades DM sampai pH netral. Membran selulosa bakteri kitosan-kolagen

selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 400C.

3.3.3 Tahap Pengujian

3.3.3.1 Uji Karakteristik membran selulosa bakteri Kitosan-Kolagen

Tahap ini dilakukan untuk melihat karakteristik membran selulosa

(56)

1. Uji FT-IR

2. Uji Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven.

Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam

sampel.

Cawan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-1050C,

kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan

ditimbang. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang

sudah dikeringkan, lalu sampel tersebut dioven pada suhu 100-105 0C

selama 6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan

ditimbang. Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan.

Kemudian kadar air dihitung dengan persamaan:

% Kadar air =

b – c

b – a

x 100%

Keterangan:

a = berat cawan kosong (g)

b = berat cawan berisi sampel sebelum dioven (g)

c = berat cawan berisi sampel sesudah dioven (g)

3. Uji daya serap

Pengujian daya serap dilakukan bedasarkan pada standar SNI

Gambar

Tabel 2.1. Komposisi kandungan kimia air kelapa
Gambar 2.1 Struktur selulosa
Gambar 2.2 Acetobacter xylinum
Gambar 2.3 Struktur kitin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dari uji morfologi yang dilanjutkan uji biokimia dan identifikasi maka didapatkan tiga genus bakteri yang toleran terhadap fungisida mankozeb

[r]

Hal ini menyababkan proses iterasi dengan metode AG ini sangat panjang dan cenderung tidak stabil, karena proses iterasi diperlukan dalam jumlah yang besar sampai

Metoda mengajar Motasi Bilan~sn Deaimal, Raeio Gan Prc 3 6. Metoda

Setelah diperoleh informasi tentang keefektifan model pembelajaran remedial konsentris dan pembelajaran kooperatif melalui pendekatan tutor sebaya (PRKKTS)

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dari analisis dan perancangan aplikasi yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa : Dengan adanya

Di dalam program ini akan terdapat 3 proses utama yang akan terus berjalan secara simultan dan terus menerus, yaitu proses penerimaan data dari ADS-B