KONSEP PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
BERKELANJUTAN
Mamok Suprapto
Teknik Sipil, FT, Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami No. 36A, Solo e-mail: mamokuns@gmail.com
Abstract: Water Resources Management in irrigated areas, based on the discharge mainstay with the K-factor as a measure of its success. The existence of climate change, many irrigated areas often experience drought and crop failure. Doubts about the effectiveness penggunanan-K factor in the management of water resources, the need to inspire the study of the use of threshold management. This study uses the reliability index (He) and the resilience index (Ik) in the management of irrigated areas Notog, Pemali watershed. The presence of the nature of the flow implies that each irrigation area has a different threshold. The concept has been tested, piloted in Notog irrigation areas, with the initial determination value He ≥ 0.75 and Ik ≥ 0.5. The analysis showed that the value of He ≥ 0.75 can be achieved, but the value Ik ≥ 0.5 is difficult. This situation is consistent with the phenomenon of drought is often experienced by the region Notog irrigation. The research proves that the K-factor alone, can not guarantee a good harvest.
Keywords: K-factor index, reliability index, resilience index
Abstrak: Pengelolaan Sumberdaya Air pada daerah irigasi, didasarkan pada debit andalan dengan faktor-K sebagai tolok ukur keberhasilannya. Adanya perubahan iklim, banyak daerah irigasi sering mengalami kekeringan dan gagal panen. Keraguan terhadap efektivitas penggunanan faktor-K dalam pengelolaan sumberdaya air, memberikan inspirasi perlunya kajian terhadap pemakaian ambang batas pengelolaan. Penelitian ini menggunakan indeks keandalan (Ia) dan indeks kelentingan (Ik) dalam pengelolaan daerah irigasi Notog, daerah aliran sungai Pemali. Terdapatnya sifat alami aliran mengisyaratkan bahwa tiap daerah irigasi memiliki ambang batas berbeda. Konsep telah diuji-cobakan pada daerah irigasi Notog, dengan ketetapan awal nilai Ia ≥ 0,75 dan Ik ≥ 0,5. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Ia ≥ 0,75 dapat dicapai, tetapi nilai Ik ≥ 0,5 sulit. Keadaan ini selaras dengan fenomena kekeringan yang sering dialami oleh daerah irigasi Notog. Hasil penelitian membuktikan bahwa faktor-K semata, tidak dapat menjamin hasil panen yang baik.
Kata kunci: faktor K-indeks, keandalan-indeks, kelentingan
PENDAHULUAN
Penggunaan air diatur oleh pemerintah melalui UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air, agar pendayagunaan Sumber Daya Air (SDA) dapat bermanfaat optimal dan berkelanjutan (Dit. Pengairan dan Irigasi, 2004). Akan tetapi, daya tampung air Daerah Aliran Sungai (DAS) saat ini sudah mengalami kerusakan yang parah
(Pusposutardjo, 1997). Kecenderungan
kekurangan air terjadi hampir di setiap daerah
irigasi sesaat menjelang musim penghujan
berhenti, merupakan indikator rusaknya DAS.
Perubahan iklim berdampak terhadap
penurunan total debit tahunan sungai
(McCartney dkk., 2007). Dengan adanya
perubahan aliran permukaan, perlu adanya perubahan operasional pengelolaan SDA. Bila tidak, maka akan mengurangi tingkat keandalan
dalam memenuhi kebutuhan (Dracup dan
Vicuna, 2006).
Debit air sungai yang dimanfaatkan di suatu
titik pengambilan, besarnya sudah tidak
memenuhi kaidah keberlanjutan (Zalewski,
2002). Pengelolaan SDA menghadapi kendala yakni sulitnya memelihara aras (level) muka air yang dapat memuaskan beragam kebutuhan (Gourbesville, 1997). Oleh sebab itu, perlu
jaminan penyediaan air dan pengaturan
pembagian air di saat air yang tersedia kecil
(Mengistie, 1997). Kesulitan tersebut
untuk menimbun air di petak lahan (Pusposutardjo, 2001). Tindakan ini merupakan pemborosan. Maka dari itu, pengelolaan SDA
dan alokasi air perlu dikendalikan secara
optimal. Essafi (1997) menunjukkan kendali optimal dalam bentuk optimasi alokasi air yang
disebabkan oleh fluktuasi hujan. Masalah
alokasi air ditunjukkan oleh Hashimoto dkk. (1982), Duckstein dan Plate (1987), Ng (1988), dan Loucks (1997) yang menyatakan bahwa
aliran yang dimanfaatkan harus mengikuti
kendali ketersediaan air, dengan besaran resiko tertentu. Hasil pengendalian air merupakan batas antara aliran yang sudah dan yang belum dimanfaatkan.
Kendali pengelolaan Daerah Irigasi (DI) yang diterapkan saat ini adalah dengan memantau nilai perbandingan antara kebutuhan dan pasokan air, dalam bentuk faktor K. Dalam kenyataannya, faktor K saja tidak cukup mampu
untuk memelihara keberadaan serta
keberlanjutan SDA. Oleh karena itu, perlu ada
upaya lain agar pemanfaatan air dapat
memberikan jaminan keamanan produksi
(panen) dan fungsi fasilitas air. Dalam
penelitian ini, upaya tersebut dijabarkan dalam bentuk pembatas operasi dalam pengelolaan SDA, yakni indeks keandalan (reliability) dan indeks kelentingan (resiliency) yang dinyatakan berturut turut dalam simbol Ia untuk indeks keandalan dan Ikuntuk indeks kelentingan.
MATERI DAN METODE Obyek Penelitian
Penelitian dilakukan di daerah irigasi Notog yang mengairi sawah seluas 28.310 ha dengan saluran induk sepanjang 5,70 km. DI Notog terletak dalam DAS Pemali, Brebes, Jawa Tengah.
Perubahan Iklim
Perubahan iklim meningkatkan suhu regional (Rosenzweig dan Casassa, 2009). Perubahan ini berpengaruh terhadap pola hujan dalam skala volume, waktu, dan ruang, yang pada akhirnya berdampak terhadap aliran sungai. Banyak daerah yang sebelumnya tidak pernah terkena banjir, dalam kurun waktu terakhir sering dilanda banjir. Begitu halnya dengan fenomena kekeringan. Di awal musim penghujan, hujan
yang terjadi lebih banyak dan puncak aliran
permukaan meningkat secara signifikan
(Stacey,2009). Perubahan aliran sungai sangat
berpengaruh terhadap infrastruktur keairan
dalam beragam fungsi (Dracup dan Vicuna,
2006). Keadaan ini dapat mempersulit
pengisian waduk dan pada saatnya akan
mengurangi jumlah pasokan air (Roos, 2003).
Kebutuhan Air
Durand (2003) menyatakan bahwa kebutuhan air bagi tanaman di masa mendatang tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan iklim saja, melainkan juga oleh perubahan aliran sungai
dan ketersediaan air pada suatu DAS.
Kebutuhan air irigasi, di petak sawah dan di sumbernya, dipengaruhi oleh cara pemberian air dan kondisi jaringan saluran irigasi. Ditjen Sumberdaya Air (2005) memberikan perkiraan jumlah air pengolahan lahan sebesar 12,7 mm/hari/ha selama 20 hari. Mengingat interval waktu irigasi yang digunakan dalam kajian ini adalah 7 (tujuh) hari, maka tinggi genangan air untuk pengolahan lahan adalah 12,5 mm/hari/ha selama 15 hari.
Perhitungan kebutuhan air untuk irigasi terdiri dari 3 (tiga) tahapan utama, yakni perhitungan evapotranspirasi potensial (ETo), evapo-transpirasi tanaman (ETc), dan kebutuhan air
irigasi, baik di petak sawah maupun di
sumbernya. Besarnya ETo ditentukan oleh
variasi keadaan cuaca, dan nilai ETc dipengaruhi oleh jenis dan tahapan tumbuh
tanaman, kejadian hujan, dan periode
pemberian air irigasi.
Adanya perubahan iklim, diperkirakan ada perbedaan kebutuhan air bagi tanaman saat perencanaan dan kebutuhan saat ini. Oleh sebab itu, kebutuhan air bagi tanaman dihitung ulang dengan data iklim terkini. Perhitungan ETo dan
ETc mengikuti rekomendasi FAO terakhir yaitu
menggunakan metode Peman-Monteith, yang
diuraikan secara rinci oleh Allen dkk. (1998). Data iklim diperoleh dari stasiun klimatologi Tegal (LS-6°51' dan BT-109°09'), yang tercatat dengan baik dari tahun 1993 hingga tahun 2003.
Untuk menghitung ETc perlu dipersiapkan
skenario rancangan pola tata tanam berikut: pola tata tanam monokultur yaitu padi-padi-kedelai; umur tanaman padi 110 hari dan umur
t
m m /h a ri iN
o tanaman kedelai 80 hari; waktu antar musimtanam (MT) adalah 15 hari; pergeseran waktu antar skenario adalah 7-8 hari; selisih waktu
pemberian air antara golongan satu dan
golongan lain 7 hari. Tinggi genangan 40 mm untuk padi dan nol mm untuk palawija; efisiensi irigasi sebesar 0,59.
Analisis optimasi dilakukan dengan asumsi: pasok air berasal dari aliran sungai Pemali yang tercatat di AWLR Notog; harus ada aliran untuk
pemeliharaan morfologi sungai, ditetapkan
minimal 1,0 m3/dt; kebutuhan air untuk irigasi terpenuhi dari aliran sungai Pemali; dalam
pemenuhan seluruh kebutuhan air tidak
memperhitungkan return flow, sistem
pemenuhan kebutuhan air untuk seluruh kegiatan yang telah disebutkan harus memiliki nilai Ia> 0,75 dan nilai Ik> 0,5; bila kedua nilai
Indeks keandalan hanya ditentukan oleh jumlah kejadian andal tanpa ada pengaruh waktu atau
agihan kejadiannya, sedangkan indeks
kelentingan sangat dipengaruhi oleh jumlah dan agihan kejadian tidak andal. Ia dapat dimaknai sebagai nilai jaminan mendapat air (tanpa perhitungkan waktu kejadian), sedangkan Ik sebagai penjamin seberapa cepat kondisi tidak
andal dapat kembali ke aras yang dapat
diandalkan. Menurut Hashimoto dkk. (1982),
Ng (1988), dan Loucks (1997), sistem
dinyatakan dalam keadaan andal (steady state) bila nilai Ia = 1 (satu) dan Ik = 1 (satu). Sebaliknya, sistem dinyatakan gagal total bila nilai Ia= 0 (nol) dan Ik= 0 (nol).
Agar kebutuhan air terpenuhi sepanjang waktu, Mamok Suprapto (2008) menyusun fungsi tujuan sebagai berikut:
indeks tidak terpenuhi, maka pengelolaan air
dinyatakan tidak memenuhi kaidah maks :
Qpi t
Qus i QL R Qds i (4) keberlanjutanKontrol Optimal Pemanfaatan Air
Kontrol optimal pemanfaatan air didasarkan pada residu, yaitu selisih antara deret data ketersediaan air dan deret data kebutuhan air. Deret residu positif disebut deret kejadian andal, sebaliknya deret kejadian tidak andal. Kedua deret tersebut merupakan dasar dalam
perhitungan Ia dan Ik yang dimaksud oleh
Duckstein dan Plate (1987) sebagai berikut:
1 1
batasan: Qds> 1 m
3
/dt, Ia> 75%,
Ik> 50%
dengan: Qus= aliran dari hulu (m
3
/dt), QL =
lateral flow (m3/dt), R = return (m3/dt), Qds = aliran di bagian hilir (m3/dt), Qp= pemanfaatan
air (m3/dt), S = tampungan (hanya untuk
waduk) (m3), t = penggal waktu dalam model (dt).
HASIL DAN PEMBAHASAN
I
F
a (1) Evapotranspirasi Potensial (ETo)a k
Hasil perhitungan ET disajikan dalam Gambar
I
k J
kN
k F
a(2) 1. Tampak bahwa lengkung ETo memiliki
kecenderungan meningkat. dengan: Ia = indeks keandalan, Ik = indeks
kelentingan, Fa =jumlah kejadian yang dapat
diandalkan, Jk = jumlah kelompok kejadian
yang tidak dapat diandalkan, Nk = total
kejadian, dalam hal ini mewakili periode waktu. Persamaan (1) dan Persamaan (2)
masing-masing memiliki peubah yang sama yaitu Fa
dan Nk. Selanjutnya Mamok Suprapto (2008) mensubstitusikannya ke Persamaan (2) menjadi:
ETo 12 10 8 6 4 2 0 1 60 119 178 237 296 355 414 473 532 591 650 709 Hari Ke ET o Linear (ET o) I k J k
Nk
1 Ia
(3) Gambar 1. ETodi DI-Notog (2002)Q (m 3 /d t) m 3 /d t
Kebutuhan Air di Intake
Evapotranspirasi tanaman (ETc) dihitung untuk tiap musim tanam (MT) pada masing-masing golongan, sesuai dengan awal musim tanam dan jenis tanaman pada tiap musim tanam.
Dengan memperhitungkan luas lahan yang ditanami dan besaran efisiensi pengelolaan DI, maka kebutuhan air selama satu tahun di intake bendung dapat dihitung dan hasilnya disajikan pada Gambar 2.
menjamin kapan aras air normal atau andal dapat diperoleh kembali.
Residu 30 20 10 0 1 31 61 91 121 151 181 211 241 271 301 331 -10 -20 Q Kebutuhan di Intake 70 60 50 40 30 20 10 0 1 31 61 91 121 151 181 211 241 271 301 331 361 Hari Ke
Gambar 2. Q kebutuhan irigasi di intake
Pasok dikurangi kebutuhan menghasilkan
diagram balok residu yang ditampilkan pada Gambar 3. Residu memberikan data kejadian sebagai berikut: jumlah total kejadian = 332 hari, jumlah kejadian andal = 246 hari, jumlah kejadian tidak andal=86 hari, jumlah kelompok tidak andal = 22 hari.
Berdasarkan hasil residu tersebut, dihitung Ia dan Ik, memberikan hasil Ia= 0,74 dan Ik= 0,26. Hasilnya ditunjukkan dalam Tabel 1 pada Kejadian 1. Hasil tersebut masih relatif lebih baik bila dibandingkan dengan Kejadian 2, yang dimisalkan kejadian tidak andal terjadi
dalam satu kelompok. Pemisalan ini
memberikan hasil nilai Ia= 0,74 dan Ik= 0,01 seperti yang disajikan dalam Tabel 1 pada Kejadian 2. Tampak ada perbedaan pada nilai
Ik, meskipun nilai Ia sama. Hasil ini
membuktikan bahwa Faktor K yang selama ini digunakan dalam pengelolaan sistem irigasi
memiliki kelemahan, karena tidak dapat
Hari
Gambar 3. Diagram residu aliran di intake
Bila dikaitkan dengan nilai tolok ukur resiko yang diterapkan dalam penelitian ini, nilai tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan yang diberlakukan di lapangan kurang baik, karena nilai indeks yang dihasilkan tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, yaitu Ia<0,75 dan
Ik<0,50. Keadaan ini juga dibuktikan di lapangan dengan seringnya terjadi kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan air untuk irigasi.
KESIMPULAN
Hasil penelitian cukup memuaskan karena
dapat membuktikan bahwa faktor-K yang
selama ini digunakan dalam pengelolaan sistem irigasi di Indonesia memang perlu dikaji ulang.
Ketidakmampuannya faktor-K dalam
memberikan jaminan waktu kembalinya aras air
pada kondisi normal dapat mengakibatkan
kekurangan air yang bisa mengakibatkan gagal panen. Ia dan Ik yang diujicobakan sebagai
batasan dalam analisis optimasi sesuai
Persamaan(4), sangat dimungkinkan untuk
menjaga kelestarian dan pengelolaan SDA
berkelanjutan. Namun demikian, pasangan kedua indeks tersebut masih dalam tahapan konsep yang masih perlu diujicobakan pada
daerah irigasi lain, sehingga makna
berkelanjutan yang terkandung dalam UU
No.7/2004 tentang Sumber Daya Air dapat dijabarkan dalam bentuk operasional.
Kejadian 1
Tabel 1. Hasil perhitungan kedua indeks
Ia Jml kejadian andal/total kejadian 246/332 = 0,74
Ik Jml kelompok tidak andal/jumlah kejadian tidak andal 22/86 = 0,26
Kejadian-2 Ia
I
Jml kejadian andal/total kejadian
Jml kelompok tidak andal/jumlah kejadian tidak andal
246/332 = 1/86
= 0,74 = 0,01
DAFTAR PUSTAKA
Allen, R.G., Pereira, L.S., Raes, D., dan Smith,
M., 1998, Crop Evapotranspiration,
Guidelines For Computing Crop Water
Requirements, FAO Irrigation and
Drainage Paper No. 56, Roma.
Dit. Pengairan dan Irigasi, 2004, Undang Undang Republik Indonesia No.7 Tahun
2004 Tentang Sumber Daya Air,
BAPPENAS, Jakarta.
Ditjen Sumberdaya Air, 2005, Kebutuhan dan Cara Pemberian Air irigasi, Seri Modul
No. PPA 9/22, Edisi Ke-3, Badan
Penelitian dan Pengembangan Dep. PU, Jakarta.
Dracup, J. dan Vicuna, S., 2006, An Overview
of Hydrology and Water Resources
Studies on Climate Change: the
California Experience, University of California, Berkeley, California.
Duckstein, L. dan Plate, E.J., 1987,
Engineering Reliability And Risk In Water Resources, Martinus Nijhoff, Dordrecht. Durand, W., 2003, Assessing The Impact Of
Climate Change On Crop Water Use In South Africa, ARC-Grain crops Institute, Republic of South Africa, Potchefstroom. Essafi, B., 1997, A Simple Method For The
Optimal Spasial And Temporal Allocation Of Water Shortages, Sustainability Of
Water Resources Under Increasing
Uncertainty, Proceeding Of The Rabat Symposium S1, April 1997. Publ. No. 240, p145-152.
Gourbesville, P., 1997, Assessment Of The
Balance Between Environmental
Demands And Water Resources,
Sustainability Of Water Resources Under Increasing Uncertainty, Proceeding Of The Rabat Symposium S1, April 1997. Publ. No. 240, p487-494.
Hashimoto, T., Stedinger, J. R., dan Loucks, D.P., 1982, Reliability, Resiliency, and
Vulnerability Criteria for Water
Resources System Performance
Evaluation, Water Resource Research, Vol.18, No.1, h.14-20.
Loucks, D.P., 1997, Quantifying Trends in
System Sustainability, Hydrological
Sciences Journal, 42(4), h. 513-530.
Mamok Suprapto, 2008, Pemodelan
Pengelolaan Aliran Rendah Dengan
Pendekatan Hidrologi Elementer.
Disertasi Pascasarjana Fakultas Teknik UGM, Jogjakarta
McCartney, M. P., Lankford, B.A., dan
Mahoo, H., 2007, Agricultural Water
Management in a Water Stressed
Catchment: Lessons from the RIPARWIN Project, Research Report 116, IWMI, Sri
Langka
Mengistie, A., 1997, Land Surface Water
Harvesting Techniques And Their
Application For Drought Mitigation
Measures, Sustainability Of Water
Resources Under Increasing Uncertainty, Proceeding Of The Rabat Symposium S1, April 1997. Publ. No. 240, p51-56
Ng, Poh-Kok, 1988, Irrigation Systems
Performance Monitoring and Evaluation: Reliability, Ressiliency, and Vulnerability Criteria for Assessing the Impact of Water Sthortage on Rice Yield, Review IIMI, Vol.2, No.1.
Pusposutardjo, 1997, Wawasan (Vision)
Pengairan Masa Depan Dalam Kaitan
Dengan Pengelolaan SDA, Makalah
Lokakarya Pemberdayaan Penairan
Tingkat Regional, Ditjen Pengairan,
Denpasar, Bali.
Pusposutardjo, 2001, Pengembangan Irigasi, Usaha Tani Berkelanjutan dan Gerakan
Air Hemat, Ditjen Dikti, Depdiknas,
Jakarta
Roos, M., 2003, The effects of Global Climate Change on California Water Resources. A
report for the Energy California
Comission, Public Interest Energy
Research Program, Research
Development and Demonstration Plan, California
Rosenzweig, C. dan Casassa, G., 2009,
Assessment Of Observed Changes and
Responses in Natural and Managed
Systems, California.
Stacey, M. T., 2009, Anticipating Climate
Change in San Francisco Bay
Hydrodynamics, Stanford University, UC-Berkeley.
Zalewski M., 2002, Ecohydrology: the use of ecological and hydrological processes for
sustainable management of water
resources. Hydrological Sciences Journal 47: h. 823–832.