• Tidak ada hasil yang ditemukan

MERAH-UNGU ANTOSIANIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MERAH-UNGU ANTOSIANIN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MERAH-UNGU ANTOSIANIN

Antosianin

Antosianin merupakan senyawa berwarna yang bertanggung jawab untuk kebanyakan warna merah, biru, dan ungu pada buah, sayur, dan tanaman hias.[39] Senyawa ini termasuk dalam golongan flavonoid. Struktur utamanya ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atom

karbon yang membentuk cincin.[40]

Antosianin disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterefikasi dengan satu atau lebih gugus gula (glikon). Kebanyakan antosianin ditemukan dalam enam bentuk antosianidin, yaitu pelargonidin, sianidin, peonidin, delfinidin, petunidin, dan malvidin. Gugus gula pada antosianin bervariasi, namun kebanyakan dalam bentuk glukosa, ramnosa, galaktosa, atau arabinosa. Gugus gula ini bisa dalam bentuk mono atau di-sakarida dan dapat diasilasi dengan asam fenolat atau asam alifatis. Terdapat sekitar 539 jenis antosianin yang telah diekstrak dari tanaman.[41] Secara visual, rumus struktur antosianin disajikan pada Gambar 6.

Degradasi antosianin dapat terjadi selama proses ekstraksi, pengolahan makanan, dan penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin tersebut yaitu adanya modifikasi pada struktur spesifik antosianin (glikosilasi, asilasi dengan asam alifatik atau aromatik), pH, temperatur, cahaya, keberadaan ion logam, oksigen, kadar gula, enzim, dan pengaruh sulfur dioksida.[42]

©SEAFAST

Center

(2)

Gambar 6. Rumus struktur antosianin.[41]

Subtitusi beberapa gugus kimia pada rangka antosianin dapat mempengaruhi warna yang diekspresikan oleh antosianin dan kestabilannya. Penambahan gugus glikosida atau peningkatan jumlah gugus hidroksi bebas pada cincin A (Gambar 6) menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil. Sebaliknya, penambahan jumlah gugus metoksi atau metilasi akan menyebabkan warna cenderung merah dan relatif stabil.[40]

Asam fenolat diketahui dapat menstabilkan dan memperkuat warna antosianin. Contoh asam fenolat yang dapat berperan sebagai ko-pigmentasi tersebut adalah asam sinapat dan asam ferulat.[42] Ko-pigmentasi juga dapat terjadi dengan keberadaan logam. Beberapa logam bervalensi dua atau tiga seperti magnesium dan aluminium dapat membentuk komplek dengan

©SEAFAST

Center

(3)

antosianin dan menciptakan warna biru. Bentuk komplek tersebut menyebabkan antosianin lebih stabil. Reaksi ko-pigmentasi ini dapat terjadi dengan dua macam mekanisme. Pertama, terjadi reaksi intramolekul melalui ikatan kovalen pada gugus aglikon antosianin dengan asam organik, senyawa aromatik, atau flavonoid, atau kombinasi ketiganya. Mekanisme kedua yaitu reaksi intramolekular yang melibatkan pembentukan ikatan hidrofobik yang lemah antara flavonoid dan antosianin.[42]

Di dalam larutan, antosianin berada dalam lima bentuk kesetimbangan tergantung pada kondisi pH. Kelima bentuk tersebut yaitu kation flavilium, basa karbinol, kalkon, basa quinonoidal, dan quinonoidal anionik. Gambar 7 memperlihatkan mekanisme perubahan bentuk antosianin tersebut. Pada pH sangat asam (pH 1-2), bentuk dominan antosianin adalah kation flavilium. Pada bentuk ini, antosianin berada dalam kondisi paling stabil dan paling berwarna. Ketika pH meningkat di atas 4 terbentuk senyawa antosianin berwarna kuning (bentuk kalkon), senyawa berwarna biru (bentuk quinouid), atau senyawa yang tidak berwarna (basa karbinol).[42] Oleh karena pigmen ini paling stabil di pH rendah, aplikasi pigmen antosianin sering digunakan untuk produk-produk seperti minuman ringan, manisan, saus, pikel, makanan kalengan, dan yoghurt yang bersifat asam.

Temperatur juga dapat menggeser kesetimbangan antosianin. Perlakuan panas dapat menyebabkan kesetimbangan antosianin cendrung menuju bentuk yang tidak berwarna, yaitu basa karbinol dan kalkon. Kerusakan akibat pemanasan ini dapat terjadi melalui dua tahap. Pertama hidrolisis terjadi pada ikatan glikosidik antosianin sehingga menghasilkan aglikon-aglikon yang tidak stabil. Kedua, cincin aglikon terbuka membentuk gugus karbinol

©SEAFAST

Center

(4)

dan kalkon. Degradasi ini dapat terjadi lebih lanjut jika terdapat oksidator sehingga terbentuk senyawa yang berwarna coklat.[43] Oleh karena itu, pada proses pengolahan pangan, aplikasi pewarna antosianin harus diusahakan pada tahap akhir di mana proses pemanasan sudah minimal.

©SEAFAST

Center

(5)

Gambar 7. Bentuk kesetimbangan antosianin.[41]

Cahaya, seperti halnya panas, mampu mendegradasi pigmen antosianin dan membentuk kalkon yang tidak berwarna. Energi yang dikeluarkan oleh cahaya memicu terjadinya reaksi fitokimia

©SEAFAST

Center

(6)

atau fotooksidasi yang dapat membuka cincin antosianin. Paparan yang lebih lama menyebabkan terjadinya degradasi lanjutan dan

terbentuk senyawa turunan lain seperti

2,4,6-trihidroksibenzaldehid dan asam benzoat tersubtitusi.[40]

Jenis pelarut antosianin secara nyata mempengaruhi warna yang diekspresikannya. Sifat antosianin yang hidrofilik menyebabkannya sering diekstrak dengan menggunakan pelarut alkohol atau air. Pelarut alkohol menghasilkan warna antosianin yang lebih biru dibandingkan dengan pelarut air.[44]

Pengaruh gula terhadap stabilitas antosianin masih menjadi perdebatan. Beberapa sumber menyebutkan bahwa gula dapat menginduksi peningkatan intensitas warna antosianin, terutama pada kondisi sedikit asam. Namun sumber yang lain menyebutkan bahwa keberadaan asam askorbat, glukosa, dan fruktosa secara bersama-sama dapat mempercepat degradasi antosianin. Selain gula dan asam askorbat, asam amino dan fenol juga diketahui dapat mempercepat degradasi antosianin karena keempat senyawa tersebut dapat berkondensasi dengan antosianin menghasilkan phlobafen yang berwarna coklat.[42]

Keberadaan beberapa enzim seperti glukosidase dan polifenol oksidase (PPO) diketahui merupakan salah satu faktor pendukung degradasi antosianin. Enzim glukosidase secara langsung menyerang antosianin dengan cara menghidrolisis ikatan antara gugus aglikon dengan gugus glikon. Hal ini menyebabkan cincin aromatik antosianin terbuka menjadi senyawa kalkon yang tidak berwarna. Berbeda dengan enzim glukosidase, enzim PPO tidak secara langsung menyerang antosianin. Enzim ini mengoksidasi senyawa fenolik menjadi o-benzoquinon. Senya o-benzoquinon kemudian dapat mengalami kondensasi dengan antosianin

©SEAFAST

Center

(7)

sehingga antosianin terdegradasi menjadi senyawa tidak berwarna (kalkon).[43,45]

Aplikasi SO2 yang banyak digunakan sebagai pengawet pada

industri pangan juga berpengaruh terhadap warna antosianin. Senyawa ini dapat menyebabkan warna berfluktuasi. Antosianin dapat bereaksi dengan SO2 membentuk senyawa yang tidak

berwarna. Reaksi ini bersifat reversibel sehingga jika SO2

mengalami penguapan akibat panas, antosianin akan kembali ke bentuk semula yang berwarna.

Menurut sistem penomoran yang digunakan oleh Codex Alimentarius Commission, antosianin dan pewarna turunan antosianin terdaftar oleh undang-undang Uni Eropa (UE) sebagai pewarna alami dengan kode E163. Di Amerika Serikat, FDA (Food and Drug Administration) memiliki peraturan yang berbeda untuk pewarna alami. Pewarna alami tidak membutuhkan sertifikat (tanpa nomor FD dan C). Namun demikian, penggunaan antosianin dalam pada beberapa produk makanan dibatasi dan pembatasannya bervariasi antar negara. Biasanya, Amerika Serikat adalah negara yang paling ketat dalam batas maksimum penggunaan pewarna antosianin.

©SEAFAST

Center

(8)

Duwet

Di Indonesia duwet dikenal dengan berbagai nama. Jambe kleng (Aceh), jambu kling (Gayo) jambu kalang (Minangkabau), jambelang (Melayu), jamblang (Sunda), duwet (Jawa), juwet (Jakarta), duwak (Madura), juwet klayu (Sasak), duwe (Bima), jambulan (Flores), jumblang (Mongondow), rapo-rapo (Makasar), dan alicopeng (Bugis). Dalam dunia ilmiah, duwet dikenal sebagai

Eugenia jambolana, Syzygium jambolana, atau Syzygium cumini.

Duwet merupakan sejenis buah dengan kulit berwarna ungu tua. Warna pada kulit duwet tersebut berpotensi menjadi pewarna alami dan merupakan akibat dari keberadaan antosianin. Jenis antosianin yang terdapat dalam buah duwet antara lain malvidin-3-glukosida, petunidin-3-glukosida, petunidin-3-rhamnosa, sianidin-3-soporosa, sianidin-3,5-diglukosida, peonidin-3,5-diglukosida, delfinidin-3,5-peonidin-3,5-diglukosida, petunidin-3,5-peonidin-3,5-diglukosida, malvidin-3,5-diglukosida. Kadar dan keberadaan dari masing-masing jenis antosianin tersebut beragam pada varietas duwet yang berbeda.[46,47]

Ekstrak kulit buah duwet diketahui mengandung antosianin sebesar 216 mg/100 mL ekstrak atau ekuivalen dengan 230 mg/100 g buah kering.[46] Kandungan antosianin pada duwet ini setara dengan kandungan antosianin blue berries dan anggur yang secara berturut-turut mengandung 230 dan 229 mg

©SEAFAST

Center

(9)

antosianin/100 g buah kering atau enam kali lebih tinggi dibandingkan black berries yang mengandung 141 mg antosianin/100 g buah kering.[48] Penelitian yang dilakukan oleh Veigas et al. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak antosianin cukup stabil pada temperatur 0 oC. Kehilangan warna yang terjadi hanya 11% dalam waktu 4 minggu. Selain itu, pada penyimpanan pada temperatur 30 oC, kehilangan warna yang terjadi adalah 13% pada akhir 8 minggu penyimpanan.[46]

Seperti halnya antosianin secara umum, ekstrak pigmen antosianin kulit buah duwet juga mengalami penurunan intensitas warna merah dengan semakin meningkatnya nilai pH dari 1-8. Ekstrak pigmen antosianin kulit buah duwet pada buffer pH 3 menghasilkan warna merah keunguan. Stabilitas warna antosianin kulit buah duwet pada pH ini semakin menurun dengan semakin meningkatnya waktu kontak dengan oksidator, sinar ultraviolet, pemanasan, dan selama penyimpanan.[49]

Hambatan bagi industri pangan untuk meggunakan antosianin sebagai pewarna adalah karena pigmen ini sensitif terhadap panas dan cahaya.[46] Salah satu cara untuk meningkatkan stabilitas pigmen terhadap kedua faktor tersebut adalah dengan ko-pigmentasi. Berdasarkan hasil penelitian Satyatama (2008), asam ferulik dan asam galat diketahui dapat berperan sebagai ko-pigmentasi pada ekstrak antosianin kulit buah duwet. Ko-pigmentasi ini dapat membuat pigmen menjadi lebih resistan terhadap sinar UV dan proses pemanasan. Tanpa ko-pigmentasi, proses perubahan warna pada antosianin kulit buah duwet selama pemanasan pada temperatur 40 sampai 100 oC selama 2 jam mengikuti kinetika reaksi ordo satu dengan energi aktivasi sebesar 56,18 kJ/mol. Dengan kopigmentasi, energi aktivasi menjadi 72,4

©SEAFAST

Center

(10)

kJ/mol dan 65,97 kJ/mol berturut-turut untuk asam ferulik dan asam galat sebagai pigmen. Selama penyimpanan 30 hari, ko-pigmen dengan menggunakan asam ferulik dan asam galat tersebut memberikan pengaruh positif untuk ekstrak pigmen yang disimpan di temperatur ruang namun tidak memberikan pengaruh yang nyata untuk ekstrak yang disimpan di refrigerator.[49]

Sifat alami antosianin adalah hidrofilik. Oleh karena itu, untuk mengekstrak pigmen antosianin pada duwet dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut hidrofilik seperti metanol yang mengandung 0,1% HCl. Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan merendam kulit duwet di dalam pelarut. Ekstraksi akan lebih cepat jika selama perendaman juga dilakukan pengadukan. Campuran ini kemudian disaring sehingga didapat hanya pelarut dan pigmen antosianin. Pelarut dapat dipisahkan dari antosianin dengan proses evaporasi. Karena sifat antosianin yang sensitif terhadap panas, proses evaporasi yang dilakukan pada kondisi vakum akan menghasilkan pigmen yang lebih baik.[46]

Rosella

Rosella (Hibiscus Sabdariffa L) merupakan tumbuhan yang berasal dari India dan telah banyak dibudidayakan di Indonesia. Tanaman ini dikenal dengan nama asam susur (Malaysia), kachieb priew (Thailand), zuring (Belanda), bisap (Senegal), atau utara carcade (Afrika Selatan).[50] Tumbuhan

©SEAFAST

Center

(11)

rosella berbentuk semak yang tingginya mencapai 3 m. Batangnya bulat, tegak, dan berwarna merah. Rosela memiliki bunga tunggal yang tumbuh di ketiak daun. Kelopak bunga berwarna merah, berbulu, terdiri dari delapan sampai sebelas daun kelopak. Rosella merupakan tanaman yang berkembang baik di daerah tropis dan sub tropis. Tumbuhan ini dapat tumbuh di daerah pantai sampai daerah dengan ketinggian 900 m di atas permukaan laut.[51] Setelah dipanen, rosella dapat langsung diolah atau dikeringkan untuk memperpanjang umur simpan. Biasanya rendemen dari rosella kering ini sekitar 10%.[52]

Bunga rosella memiliki potensi menjadi pewarna merah alami. Komponen yang berperan memberikan warna merah pada bunga rosella ini merupakan pigmen dari golongan antosianin. Jenis antosianin yang terdapat pada bunga dari genus Hisbiscus antara lain adalah delfinidin, sianidin, petunidin, miricetin, pelargonidin dan malvidin. Bunga ini juga mengandung quercetin dan kaempferol. Di bunga rosella, delfinidin-3-sambubiosida merupakan jenis antosianin utama yaitu sekitar 85% dari total antosianin dan merupakan senyawa yang memberikan warna merah pada hasil ekstraksi.[52] Selain delfinidin-3-sambubiosida, terdapat juga sianidin-3-sambubiosida yang menyumbangkan warna merah muda atau pink pada ekstrak rosella. Komponen antosianin minor lainnya yang teridentifikasi di bunga rosella adalah delfinidin-3-glukosida dan sianidin-3-glukosida.[53,54]

Penggunaan rosella sebagai pewarna merah pada skala rumah tangga sangatlah mudah. Rosella cukup diseduh dengan air panas. Warna merah rosella akan terekstrak di air panas tersebut dan dapat langsung digunakan sebagai pewarna makanan.[55] Pada skala yang lebih besar dan untuk kebutuhan komersial, ekstrak

©SEAFAST

Center

(12)

rosela didapat dengan metode maserasi dengan menggunakan air, air yang mengandung SO2, atau alkohol yang diasamkan.[55,56]

Ekstrak rosella yang didapat dari maserasi air memiliki penampakan yang padat dan lengket. Hal ini diduga karena ekstrak masih mengandung gum dan gula yang larut air.[57] Untuk ekstrak seperti ini, perlu dilakukan pelarutan atau pengenceran kembali dengan air untuk memudahkan aplikasinya pada proses pengolahan pangan.

Setelah proses maserasi, ekstrak antosianin rosella dapat dibuat bubuk dengan mengaplikasikan metode mikroenkapsulasi. Ernawati (2010) meneliti tentang kondisi optimum pembuatan bubuk antosianin rosella dengan menggunakan spray dryer dan

tray dryer. Maltodekstrin digunakan sebagai bahan penyalut. Dari

hasil penelitian tersebut diketahui bahwa formula optimum untuk pengeringan dengan spray dryer adalah 3 bagian ekstrak rosella ditambah dengan 10 bagian maltodekstrin, sedangkan formula untuk pengeringan dengan tray dryer adalah 3:15. Meskipun proses mikroenkapsulasi mampu meningkatkan umur simpan ekstrak, namun proses pengeringan ini memberikan pengaruh dalam hal degradasi antosianin. Selama pengeringan, terjadi kehilangan antosianin sebesar 69,03% jika menggunakan spray

dryer dan 76,24% jika menggunakan tray dryer.[58]

Merujuk pada penelitian Catrien (2009), ekstrak antosianin rosella yang diaplikasikan pada minuman tidak tahan terhadap perlakuan panas. Pada temperatur 40 oC warna model minuman ringan relatif masih stabil dengan nilai retensi warna pada menit ke-525 adalah 97,06%. Namun ketika minuman di perlakukan pada temperatur 80 oC, warna pigmen menjadi tidak stabil. Pada menit ke-105 nilai retensi warna hanya 55,97%.[55]

©SEAFAST

Center

(13)

Sebagai usaha untuk meningkatkan kestabilan pigmen antosianin rosella selama pemanasan pada model minuman, Catrien (2009) melakukan ko-pigmentasi. Sebagai ko-pigmen digunakan asam rosmarinat (C18H16O8). Asam rosmarinat

merupakan antioksidan alami dalam bentuk asam karboksilat, memiliki bentuk dimer asam kafeat, yang berwarna merah oranye dan sedikit larut air tetapi mudah larut dalam pelarut organik. Penambahan asam rosmarinat sebagai kopigmentasi ini dilakukan dengan perbandingan antosianin-asam rosmarinat 1:20 hingga 1:100. Ko-pigmentasi tersebut mampu menghambat laju degradasi antosianin rosella akibat proses pemanasan. Nilai retensi warna pada akhir pemanasan pada temperatur 80 oC (105 menit) untuk 1:20 dan 1:100 berturut-turut adalah 71,21% dan 72,73%.[55]

Ko-pigmentasi dengan menggunakan asam rosmarinat juga dapat meningkatkan kestabilan pigmen dalam minuman akibat paparan sinar UV. Minuman yang tidak diberi perlakuan ko-pigmentasi mengalami degradasi yang signifikan. Nilai retensi warna untuk minuman ini setelah diberi paparan sinar UV selama 120 jam (5 hari) adalah sebesar 40,39%. Penambahan asam rosmarinat sebagai ko-pigmen mampu menghambat degradasi sehingga pada akhir perlakuan nilai retensi warna dapat mencapai 69,73% untuk perbandingan antosianin:ko-pigmen 1:20 dan 84,43% untuk perbandingan 1:100.[55]

Selain dengan menggunakan asam rosmarinat, ko-pigmentasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan brazilein sebagai ko-pigmen. Dharmawan (2009) mengklaim bahwa brazilein sebagai ko-pigmen mampu mengasilkan warna yang lebih merah jika dibandingkan dengan ko-pigmentasi antosianin dengan asam rosmarinat. Formula terbaik yang didapat dari penelitian tersebut

©SEAFAST

Center

(14)

adalah 1 bagian antosianin diko-pigmentasi dengan 7 bagian brazilein.[59]

Ubi ungu

Ubi jalar (Ipomea batatas) merupakan tanaman yang dipercaya berasal dari Benua Amerika dan telah tersebar hampir di seluruh dunia. Di Asia, negara produsen ubi jalar terbesar adalah Cina. Umbi dari tanaman ubi jalar merupakan salah satu dari sumber karbohidrat terpenting di dunia terutama Asia dan Afrika. Warna kulit umbi beragam mulai dari putih, kuning, coklat, merah, hingga ungu. Seperti halnya kulit umbi, daging ubi jalar juga beragam warnanya, yaitu putih, kuning, oranye, merah, atau ungu.[60] Ubi jalar dengan warna daging ungu banyak digunakan sebagai sumber pewarna alami.

Warna merah dan ungu pada bunga, batang, daun, dan umbi ubi merupakan akibat dari keberadaan senyawa antosianin.[61]

Antosianin pada ubi jalar ungu jika dibandingkan dengan tanaman-tanaman lain yang juga merupakan sumber antosianin tidak kalah banyak. Tabel 2 menyajikan data kandungan antosianin berbagai macam tanaman termasuk ubi jalar ungu.

Bentuk antosianidin yang banyak dikandung oleh ubi jalar ungu adalah bentuk sianidin dan peonidin. Sekitar 80% dari total antosianin tersebut berada dalam bentuk terasilasi.[63] Antosianin yang terasilasi relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan

©SEAFAST

Center

(15)

antosianin yang tidak terasilasi. Oleh karena itu, antosianin dari ubi jalar ungu berpotensi besar sebagai sumber pewarna alami.

Tabel 2. Kadar antosianin pada berbagai tanaman[62]

Sumber Kandungan pigmen

(mg/100 g berat basah)

Buah plum 2-25

Bawang bombay merah 7-21

Lobak merah 11-60 Stroberi 15-35 Reaberi merah 20-60 Kol merah 25 Blueberry 25-495 Blackberry 83-326 Cranberry 60-200 Anggur 6-600

Ubi jalar ungu 84-600

Struktur kimia antosianin yang terdapat pada spesies Ipomea

batatas cv Yamagawamurasaki yang telah diidentifikasi oleh Odake et al. (1992) adalah sianidin dan

peonidin-3-kafeilferulisoforosida-5-glukosida. Sumber lain menyebutkan bahwa ubi ungu mengandung antosianin dari jenis sianidin-3-glukosilfruktosida-5-xilosida yang diasilali dengan asam kafeat dan ferulat atau turunan petunidin dan pelargonidin-3,5-diglukosida yang diasilasi asam p-kumarat.[61]

Antosianin dapat diekstrak dengan menggunakan beberapa macam pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air, atau campuran pelarut-pelarut tersebut. Metanol merupakan pelarut

©SEAFAST

Center

(16)

yang paling banyak digunakan pada industri. Namun demikian, metanol memiliki sifat yang paling toksik dan berbahaya dalam penanganannya dibandingkan jenis alkohol yang lain. Etanol sebagai contoh, merupakan jenis alkohol yang lebih ramah jika dibandingkan metanol. Kendala lain dalam proses ekstraksi adalah antosianin akan mudah terdegradasi oleh gugus-gugus hidroksil, metoksil, glikosil, dan asil yang terdapat di larutan dan oleh paparan panas dan cahaya. Oleh karena itu, sering ditambahkan asam hidroklorat atau asam format ke dalam pelarut untuk meningkatkan kestabilan dan mencegah degradasi antosianin.[63] Pengendalian terhadap perbandingan jumlah pelarut dan ubi, temperatur inkubasi, dan konsentrasi pelarut juga merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi kualitas ekstrak antosianin.

Terdapat dua metode dalam ekstraksi antosianin dengan pelarut kimia, yaitu pengekstrakan pulp ubi dan pengekstrakan tepung ubi. Pada metode pertama, tahap awal yang dilakukan yaitu pemblansiran ubi. Pemblansiran merupakan salah satu faktor penting yang dapat meningkatkan kestabilan pigmen antosianin. Perlakuan blansir selama 3 menit diketahui dapat menurunkan aktivitas enzim peroksidase (POX). Keberadaan enzim ini dapat membuat warna ekstrak antosianin menjadi kecoklatan. Casals dan Zevallos (2004) menyatakan bahwa blansir dengan menggunakan uap selama 2 menit dan 10 menit dapat menginaktifkan POX berturut-turut sebanyak 99% dan 100%. Ubi yang telah diblansir segera didinginkan untuk mencegah terperangkapnya panas di ubi. Ubi tersebut kemudian dilumatkan dan diekstrak dengan pelarut kimia yang telah diasamkan. Ekstrak cair dipisahkan dari

©SEAFAST

Center

(17)

padatannya dengan penyaringan yang dilanjutkan dengan sentrifugasi.[64]

Ekstraksi kimia metode kedua dilakukan dengan terlebih dahulu membuat tepung ubi jalar ungu. Ubi jalar ungu dicuci dan dipotong untuk memperkecil ukuran. Potongan ubi dikeringkan pada temperatur yang tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 50 oC. Ubi yang telah kering kemudian digiling dan diayak untuk mendapatkan tepung 100 mesh. Tepung ubi ini ditambahkan dengan pelarut dan diinkubasi pada kisaran temperatur 40-80 oC. Ekstrak cair didapat melalui pemisahan secara sentrifusi terhadap campuran. Fan et al. (2008) telah melakukan optimasi proses ekstraksi antosianin ubi jalar ungu dengan metode ini. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa hasil ekstrak yang mengandung antosianin terbesar (150 mg/100 g berat basah) didapat dengan perbandingan pelarut:tepung ubi 32:1, temperatur inkubasi 80 oC, dan waktu inkubasi 60 menit.[65]

Hasil ekstraksi antosianin dengan menggunakan pelarut kimia pada kenyataannya menghasilkan antosianin yang tidak murni. Seringkali amilosa dan protein yang berasal dari ubi ikut larut bersama pelarut selama proses ekstraksi antosianin. Ekstrak antosianin yang lebih murni bisa didapatkan dengan melakuan fermentasi terhadap ubi ungu. Fermentasi dilakukan dengan bantuan kultur Rhizopus dan S. cerevisiae. Ubi ungu sebelum difermentasi dikukus dan dilumatkan di dalam larutan asam sitrat dengan perbandingan 1:1. Campuran diinokulasi dengan starter dan diinkubasi pada temperatur 28 oC selama 72 jam. Hasil fermentasi kemudian disentrifus untuk mendapatkan ekstrak antosianin. Ekstrak dapat dipekatkan dengan menggunakan evaporator.[63]

©SEAFAST

Center

(18)

Fan et al. (2008) membandingkan ekstrak antosianin yang didapat dari hasil fermentasi dan ekstraksi secara kimia dengan menggunakan pelarut. Hasil ekstrak antosianin dengan metode fermentasi memang memiliki intensitas warna yang lebih rendah jika dibandingkan dengan metode ekstraksi kimia, namun tingkat kestabilan antosianinnya relatif lebih tinggi. Tingkat kemurnian antosianin dari ekstraksi fermentasi juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstraksi secara kimia.[63]

Gambar 8. Perubahan warna pigmen antosianin akibat

perbedaan pH larutan dan penyimpanan (25 oC di ruang gelap).[66]

©SEAFAST

Center

(19)

Seperti antosianin pada umumnya, antosianin pada ubi jalar ungu juga dipengaruhi oleh tingkat keasaman lingkungan. Pada lingkungan dengan pH rendah, warna yang diekspresikan lebih merah dan lebih stabil selama penyimpanan. Reyes dan Zevallos (2007) melaporkan terjadinya perubahan warna pada larutan antosianin ubi jalar ungu dan beberapa buah lainnya selama penyimpanan pada pH yang berbeda. Gambar 8 memperlihatkan pengaruh pH dan lama penyimpanan terhadap intensitas warna ekstrak antosianin. Dari gambar itu terlihat bahwa pada pH 1-3, warna merah antosianin paling tinggi intensitasnya dan stabil selama penyimpanan 28 hari. Peningkatan nilai pH membuat warna merah memudar. Pada pH 8 larutan awal berwarna kebiruan dan memudar menjadi kehijauan pada pH di atas 8. Selama 28 hari penyimpanan, warna untuk larutan antosianin pH 4 ke atas mengalami perubahan warna menjadi kuning. Pola warna antosianin akibat pengaruh perbedaan nilai pH larutan juga terjadi pada ubi jalar merah, anggur, dan wortel ungu (purple carrot).[66]

Bunga Telang

Bunga telang adalah tanaman dari genus

Clitoria yang memiliki

nama ilmiah Clitoria ternatea. Bunga telang

berwarna biru terang dan berbentuk seperti kupu-kupu sehingga

©SEAFAST

Center

(20)

dalam bahasa Inggris bunga ini disebut sebagai butterfly pea.[67] Di

Indonesia sendiri terdapat beberapa istilah untuk bunga telang. Bunga telang dikenal sebagai menteleng di Jawa, bisi di Maluku, bunga taman lareng di Sulawesi, dan bunga kelentit di Sumatra.[68] Asal-muasal bunga telang tidaklah terlalu jelas karena bunga ini telah sejak lama ditemukan di berbagai belahan dunia. Namun demikian beberapa sumber menyebutkan bahwa bunga telang berasal dari daerah tropis Asia.[67]

Bunga telang yang berwarna biru telah banyak digunakan sebagai pewarna makanan terutama nasi. Nasi yang diwarnai dengan bunga telang akan memiliki warna kebiru-biruan yang menarik. Praktek mewarnai nasi dengan bunga telang tidak hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara seperti Amerika Selatan, Amerika Tengah, Cina, dan India pun menggunakan bunga telang untuk menghasilkan nasi yang berwarna biru.[67] Selain untuk mewarnai nasi, bunga telang juga digunakan untuk pewarna permen dan beberapa bahan kosmetik.

Zat warna utama yang terdapat pada bunga telang adalah antosianin, terutama delfinidin glikosida.[69] Perubahan kondisi keasaman larutan di ekstrak bunga telang mengakibatkan perubahan warna yang terekspresikan oleh pigmen ini. Warna akan berubah dari merah violet menjadi biru akibat perubahan pH dari 4 hingga 10. Intensitas warna bunga telang juga dipengaruhi oleh pH. Pada pH 7, intensitas warna bunga telang paling tinggi. Penyimpanan menyebabkan terjadinya degradasi pada warna bunga telang. Kecepatan degradasi warna semakin dipercepat dengan meningkatnya pH.[70]

Warna biru bunga telang dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut air atau pelarut polar lainnya karena pigmen

©SEAFAST

Center

(21)

warna bunga telang bersifat polar. Selain dipengaruhi oleh pH, degradasi warna ekstrak bunga telang juga dipengaruhi oleh cahaya dan panas. Tantituvanont et al. (2008) mencoba untuk meningkatkan kestabilan ekstrak warna bunga telang dengan cara menyalut ekstrak melalui metode mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulasi dilakukan dengan pengering spray dryer dan sebagai penyalut digunakan hidroksilpropilmetil selulosa (HPMC) dan gelatin. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kedua penyalut tersebut dapat memperlambat degradasi warna akibat paparan sinar UV. Perlindungan terhadap sinar UV oleh gelatin diketahui lebih baik jika dibandingkan HPMC. Walaupun mikroenkapsulasi memberikan pengaruh positif terhadap ketahanan warna akibat paparan cahaya, namun kedua penyalut tersebut tidak dapat memberikan perlindungan terhadap paparan panas.[70]

©SEAFAST

Center

Gambar

Gambar 6. Rumus struktur antosianin. [41]
Gambar 7. Bentuk kesetimbangan antosianin. [41]
Tabel 2. Kadar antosianin pada berbagai tanaman [62]
Gambar 8.  Perubahan  warna  pigmen  antosianin  akibat  perbedaan  pH  larutan  dan  penyimpanan  (25  o C  di  ruang gelap)

Referensi

Dokumen terkait

PFNGARUH KONSENTRASI ASAM SITRAT TEfuIADAI KAR,{KTENSTIK PIGMEN ANTOSIANIN BAYAM MnRr\]:l (A otMthB

Hasil penelitian secara kualitatif dan kuantitatif menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah nipah mengandung antosianin dengan rendemen ekstrak tertinggi diperoleh menggunakan pelarut

Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa terdapat interaksi sangat nyata antara lama ekstraksi dan rasio pelarut (volume pelarut) terhadap nilai absorbansi pigmen

Pemindaian panjang gelombang dilakukan untuk menentukan panjang gelombang dengan serapan maksimum pada spektra ekstrak jantung pisang kepok dalam pelarut

Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit Rambutan (Nephelium lappaceum) dengan Pelarut Etanol”, berdasarkan hasil

ungu mengandung pigmen antosianin yang lebih tinggi dari pada ubi jalar

Rerata pemberian 14% asam sitrat sebagai pelarut ekstraksi pigmen antosianin daun jati menghasilkan pigmen dengan intensitas warna merah (a+) paling merah yaitu

Antosianin adalah zat warna yang bersifat polar dan akan larut pada pelarut sehingga pelarut yang cocok yaitu menggunakan larutan metanol atau etanol yang diasamkan dengan HCl.. Hal