REFERAT
MALFORMASI VASKULER
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam MenjalaniKepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia
Oleh :
Azizah Malik, S.Ked
110610015
Preseptor :
dr. M. Yusuf, Sp.S (K)
BAGIAN ILMU NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH RSUD CUT MEUTIA
ACEH UTARA 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan anugerah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Referat dengan judul: “Malformasi Vaskuler” dalam rangka memenuhi salah satu tugas dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Neurologi Rumah Sakit Umum Cut Meutia. Shalawat serta salam juga disanjung tinggikan kepada Rasulullah SAW, beserta keluarga dan para sahabat.
Dalam menyelesaikan Referat ini, saya mengucapkan terima kasih kepada dr. M. Yusuf, Sp.S (K) selaku pembimbing selama menjalani kepaniteraan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran yang bersifat konstruktif dari segala pihak agar tercapai hasil yang lebih baik nantinya. Penulis berharap semoga referat ini mendapat keridhaan dan berkah dari Allah SWT sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Lhokseumawe, Juli 2015
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR...2
DAFTAR ISI...3
BAB 1 PENDAHULUAN...4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...5
2.1 Anatomi dan fisiologi pembuluh darah...5
2.1.1 Struktur pembuluh-pembuluh darah ...6
2.1.2 Sistem pembuluh darah...13
2.2 Malformasi Vaskuler...15 2.2.1 Definisi...15 2.2.2 Klasifikasi...16 2.2.3 Diagnosis...27 2.2.4 Terapi...27 BAB 3 PENUTUP...28 3.1 Kesimpulan...28 DAFTAR PUSTAKA BAB 1
PENDAHULUAN
Malformasi vascular adalah anomali kongenital perkembangan pembuluh
darah yang terjadi selama perkembangan janin. Penyebab pasti dari kelainan ini
belum diketahui. Lesi ini tidak selalu terlihat pada awal kelahiran sampai minggu
bahakan bertahun-tahun setelah kelahiran, lesi ini biasanya akan tumbuh secara
proporsional sesuai dengan pertumbuhan. Malformasi vascular harus dibedakan
dengan tumor pembuluh darah (hemangioma) karena memiliki penyebab yang
berbeda, pola pertumbuhan, terapi dan prognosis yang berbeda (Gloviczki, 2005)
Malformasi vaskuler relatif jarang ditemukan pada pasien, prevalensinya
yaitu 1,5% dari total populasi. Malformasi yang paling banyak ditemukan adalah
malformasi vena dengan prevalensi 1 : 5000-10000 angka kelahiran hidup. Untuk
malformasi kapiler terjadi 0,3 % dari kelahiran hidup. Diagnosis dan menajemen
dari malformasi vaskuler ini membutuhkan pendekatan multidisipliner (Gloviczki,
2005)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah
2.1.1 Struktur Umum Pembuluh-Pembuluh Darah
Pembuluh darah biasanya terdiri atas lapisan-lapisan sebagai berikut:
1. Tunika intima
Tunika interna terdiri atas selapis sel endotel yang membatasi permukaan
dalam pembuluh. Di bawah endotel adalah lapisan subendotel, terdiri atas jaringan
penyambung jarang halus yang kadang-kadang mengandung sel otot polos yang
berperan untuk kontraksi pembuluh darah. 2. Tunika media
Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos yang tersusun melingkar
(sirkuler). Pada arteri, tunika media dipisahkan dari tunika intima oleh suatu
membrana elastik interna. Membran ini terdiri atas elastin, biasanya
berlubang-lubang sehingga zat-zat dapat berdifusi melalui berlubang-lubang-berlubang-lubang yang terdapat
dalam membran dan memberi makan pada sel-sel yang terletak jauh di dalam
dinding pembuluh. Pada pembuluh besar, sering ditemukan membrana elstika
externa yang lebih tipis yang memisahkan tunika media dari tunika adventitia
yang terletak di luar.
3. Tunika adventitia
Tunika adventitia terdiri atas jaringan penyambung dengan serabut-serabut
elastin. Pada pembuluh yang lebih besar, vasa vasorum (pembuluh dalam
4. Vasa vasorum memberikan metabolit-metabolit untuk adventitia dan tunika media
pembuluh-pembuluh besar, karena lapisan-lapisannya terlalu tebal untuk diberi
makanan oleh difusi dari aliran darah.
Bagian-bagian dari pembuluh darah:
1. Aorta
Tunica intima: endothelium - sel berbentuk poligonal selapis, subendothelium
membrana elastica interna, tidak sejelas pada arteri ukuran medium, dan terlihat
berlubang-lubang.
Tunica media: membrana fenestrata - dibentuk oleh serabut elastis, sel-sel otot
polos tampak pada jaringan ikat diantara membrana fenestrata. Tunica adventitia: jaringan ikat longgar tipis vasa vasorum 2. Arteri
Berdasarkan ukurannya, arteri dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Arteri besar atau arteri elastis
Arteri besar (arteri elastin) termasuk aorta dan cabang-cabang besarnya. Arteri
jenis ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: Intima, dibatasi oleh sel-sel
endotel. Pada arteri besar membrana basalis subendotel kadang-kadang tidak
terlihat. Membrana elastika interna tidak selalu ada. Lapisan media terdiri atas
serangkaian membran elastin yang tersusun konsentris. Tunika adventitia tidak
menunjukkan membrana externa, relatif tidak berkembang dan mengandung
serabut-serabut elastin dan kolagen. b. Arteri ukuran sedang, arteri muskuler
Arteri ukuran sedang dan kecil memiliki lapisan muskuler yang tebal. Sel-sel
ini bercampur dengan sejumlah serabut elastin serta kolagen dan proteoglikan.
c. Arteriola.
Arteriola merupakan pembuluh arteri yang paling kecil (halus), bergaris tengah
kurang dari 0,5 mm dan relatif mempunyai lumen yang sempit. Memiliki tunika
intima dengan tanpa lapisan subendotel dan umumnya tidak mempunyai
membrana elastik interna. Lapisan media adalah lapisan sel-sel otot polos yang
tersusun melingkar. Lapisan adventitia tipis, tidak berkembang dengan baik dan
tidak menunjukkan adanya membrana elastik externa.
Arteri besar juga dinamakan pengangkut karena fungsi utamanya adalah
mengangkut darah. Fungsi arteri ukuran sedang sebagai arteri penyalur yaitu
untuk menyediakan darah pada berbagai organ. Perubahan arteriosklerosis pada
umumnya mulai pada lapisan subendotel, berjalan ke tunika media. Lesi lapisan
intima dan lapisan tengah yang ditemukan pada arteriosklerosis yang disertai
dengan destruksi jaringan elastin dan akibatnya kehilangan elastisitas adalah
akibat gangguan sirkulasi yang berat.
2. Anastomosis Arteriovenosa
Hubungan langsung antara sirkulasi arteri dan vena. Anastomosis
arteriovenosa ini tersebar di seluruh tubuh dan umumnya terdapat pada
pembuluhpembuluh kecil berfungsi mengatur sirkulasi pada daerah tertentu,
terutama pada jari, kuku, dan telinga. Sistem ini mempunyai peranan pengaturan
sirkulasi pada berbagai organ dan berperanan pada beberapa fenomena fisiologi
seperti menstruasi, perlindungan terhadap suhu yang rendah, dan ereksi.
Anastomosis
arteriovenosa banyak dipersyarafi oleh sistem syaraf simpatis dan parasimpatis.
Selain mengatur aliran darah pada berbagai organ, anastomosis ini mempunyai
fungsi termoregulator yang khususnya terbukti pada kulit ekstremitas.
3. Vena
Tunica intima: endothelium - selnya pipih selapis, subendothelium - jaringan
ikat tipis langsung berhubungan dengan tunica adventitia.
Tunica adventitia: jaringan ikat longgar dengan serabut colagen yang
membentuk berkas-berkas longitudinal, sel fibroblast tampak diantaranya. Selsel
otot polos tampak pula.
Vena biasanya digolongkan menjadi:
a. Venula, garis tengah 0,2 – 1 mm, ditandai oleh tunika intima yang terdiri atas
endotel, tunika media tebal yang terdiri atas lapisan sel otot polos, dan lapisan
adventitia merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri atas jaringan penyambung
yang kaya akan serabut-serabut kolagen.
b. Vena ukuran kecil atau sedang dan mempunyai garis tengah 1 – 9 mm. Tunika
intima biasanya mempunyai lapisan subendotel yang tipis, tetapi hal ini pada
suatu saat mungkin tidak ada. Tunika media terdiri atas berkas-berkas kecil otot
polos yang bercampur dengan serabut-serabut kecil kolagen dan jala-jala halus
serabut elastin. Lapisan kolagen adventitia berkembang dengan baik.
c. Vena besar mempunyai tunika intima yang berkembang dengan baik. Tunika
media jauh lebih kecil, dengan sedikit sel-sel otot polos dan banyak jaringan
penyambung. Tunika adventitia adalah lapisan yang paling tebal dan pada
pembuluh yang paling besar dapat mengandung berkas-berkas longitudinal otot
polos. Di samping perbedaan lapisan ini, vena ukuran-kecil atau sedang
menunjukkan adanya katup-katup di dalamnya. Struktur ini terdiri atas 2 lipatan
semilunaris dari lapisan dalam pembuluh yang menonjol ke dalam lumen. Mereka
terdiri atas jaringan penyambung elastin dan dibatasi pada kedua sisinya oleh
endotel. Katup-katup khususnya banyak pada vena anggota badan (lengan dan
tungkai). Mereka mendorong darah vena ke arah jantung berkat kontraksi
otot-otot rangka yang terletak di sekitar vena. 4. Kapiler
Kapiler tersusun atas selapis sel endotel yang berasal dari mesenkim,
melingkar dalam bentuk tabung, mengelilingi ruang silindris, garis tengah
rata-rata kapiler berkisar dari 7 sampai 9 μm. Kapiler dapat dikelompokkan dalam 3
jenis menurut struktur dinding sel endotel.
a. Kapiler kontinu. Susunan sel endotel rapat.
b. Kapiler fenestrata atau perforata ditandai oleh adanya pori-pori diantara sel
endotel. Kapiler perforata biasanya ditemukan dalam jaringan-jaringan dimana
terjadi pertukaran-pertukaran zat dengan cepat antara jaringan dan darah, seperti
yang terdapat pada ginjal, usus, dan kelenjar endokrin.
c. Kapiler sinusoid, berkelok-kelok dan garis tengahnya sangat besar (30-40 μm),
sirkulasi darah lambat, tidak memiliki dinding yang dibatasi kontinu oleh sel– sel
endotel, tetapi terbuka pada ruang–ruang antara sel, dan adanya sel dengan
dinding bulat selain sel endotel yang biasa dengan aktivitas fogositosis. Kapiler
sinusoid terutama ditemukan pada hati dan organ-organ hemopoetik seperti
sumsum tulang dan limpa. Struktur ini diduga bahwa pada kapiler sinusoid
pertukaran antar darah dan jaringan sangat dipermudah, sehingga cairan darah dan
makromolekul dapat berjalan dengan mudah bolak-balik antara kedua ruangan
tersebut. Kapiler-kapiler beranastomosis (berhubungan satu dengan lainnya)
membentuk jala-jala antar arteri-arteri dan vena-vena kecil.
Arteriol bercabang menjadi pembuluh-pembuluh kecil yang mempunyai
lapisan otot polos yang tidak kontinu, yang disebut metarteriol. Metarteriol
bercabang menjadi kapiler-kapiler yang membentuk jala-jala. Konstriksi
dalam kapiler, dan mempertahankan perbedaan tekanan dalam dua sistem. Suatu
cincin sel-sel otot polos yang disebut sfinkter, terdapat pada tempat asal kapiler
dari metarteriol. Sfinkter prekapiler ini dapat menghentikan sama sekali aliran
darah dalam kapiler. Seluruh jala-jala tidak berfungsi semua secara serempak, dan
jumlah kapiler yang berfungsi dan terbuka tidak hanya tergantung pada keadaan
kontraksi metarteriol tetapi juga pada anastomosis arteriovenosa yang
memungkinkan metarteriol langsung mengosongkan darah kedala vena-vena
kecil. Antar hubungan ini banyak sekali pada otot rangka dan kulit tangan dan
kaki. Bila pembuluh-pembuluh anastomis arteriovenosa berkontraksi, semua
darah harus berjalan melalui jala-jala kapiler. Bila ia relaksasi, sebagian darah
mengalir langsung ke vena bukan mengalir ke dalam kapiler. Sirkulasi kapiler
diatur oleh rangsang syaraf dan hormon.
Tubuh manusia luas permukaan jala-jala kapiler mendekati 6000 m². Garis
tengah totalnya kira-kira 800 kali lebih besar daripada garis tengah aorta. Suatu
unit volume cairan dalam kapiler berhubungan dengan luas permukaan yang lebih
besar daripada volume yang sama dalam bagian sistem lain. Aliran darah dalam
aorta rata-rata 320 mm/detik; dalam kapiler sekitar 0,3 mm/detik. Sistem kapiler
dapat dimisalkan dengan suatu danau di mana sungai-sungai masuk dan keluar;
dindingnya yang tipis dan alirannya yang lambat, kapiler merupakan tempat yang
cocok untuk pertukaran air dan solut antara darah dan jaringan-jaringan.
5. Morfologi Dasar Permeabilitas Kapiler
Tempat pertukaran zat-zat antara darah dan jaringan dan sebaliknya.
glomerulus ginjal, mereka kira-kira 100 kali lebih permeabel daripada
kapilerkapiler jaringan otot. Pada keadaan-keadaan abnormal, seperti peradangan,
penyuntikan bisa ular atau lebah, dan sebaginya, permeabilitas kapiler sangat
meningkat. Keadaan ini jelas merubah permeabilitas hubungan antara sel-sel
endotel. Dalam keadaan seperti ini, zat-zat koloid setebal elektron dapat
ditemukan berjalan dari lumen kapiler dan venula kecil masuk ke jaringan
sekitarnya dengan menembus hubungan sel-sel endotel. Leukosit dapat
meninggalkan aliran darah dengan lewat antara sel-sel endotel, dan masuk ruang
jaringan dengan proses yang dinamakan diapedesis.
6. Sistem Vaskuler Limfe
Pembuluh limfe, merupakan saluran tipis yang dibatasi endotel berperan dalam
pengumpulan cairan dari ruang-ruang jaringan dan mengembalikannya ke darah.
Cairan ini dinamakan cairan limfe. Limfe hanya beredar dalam satu arah, yaitu ke
arah jantung. Kapiler limfe berasal dari berbagai jaringan sebagai pembuluh tipis
dengan ujung buntu. Mereka terdiri atas satu lapisan endotel. Pembuluh yang tipis
ini bergabung dan berakhir sebagai 2 batang besar, yaitu ductus thorasicus dan
ductus limphaticus dexter, yang mengosongkan limfe ke dalam peralihan vena
jugularis interna dengan vena jugularis interna dexter. Di antara
pembuluh-pembuluh limfe terdapat kelenjar-kelenjar limfe. Dengan pengecualian sistem
syaraf dan sumsum tulang, sistem limfe ditemukan pada hampir semua organ.
Pembuluh limfe mempunyai struktur yang mirip dengan vena kecuali mereka
mempunyai dinding yang lebih tipis dan tidak mempunyai batas yang nyata antara
banyak katup-katup interna. Akan tetapi, katup-katup ini lebih banyak pada
pembuluh limfe. Antara katup-katup pembuluh limfe melebar dan mempunyai
bentuk noduler.
Seperti vena, sirkulasi cairan limfe dibantu oleh kerja gaya eksterna (misalnya
kontraksi otot-otot sekitarnya) pada dindingnya. Gaya-gaya ini bekerja secara
tidak kontinu, dan aliran limfe terutama terjadi sebagai akibat adanya banyak
katup dalam pembuluh ini dan irama kontraksi otot-otot polos yang terdapat
dalam dindingnya. Duktus limfaticus ukuran besar mempunyai struktur yang
mirip dengan vena dengan penguatan otot polos pada lapisan media. Pada lapisan
ini, berkasberkas otot tersusun longitudinal dan sirkuler, dengan serabut-serabut
longitudinal lebih banyak. Tunika Adventitia relatif kurang berkembang.
2.1.2 Sistem Pembuluh Darah
Pembuluh darah mungkin merupakan salah satu organ yang mempunyai
peranan penting dan sistemnya sangat kompleks. Dikenal dua sistem sirkulasi di
mana pembuluh darah memegang peranan utama yaitu: sistem sirkulasi sistemik
dan sistem sirkulasi paru-paru (Guyton, 2005). Di setiap sistem, masing-masing
dikelompokkan menjadi 3 sistem yaitu sistem arterial, sistem kapiler dan sistem
venosa.
Aorta adalah pembuluh darah besar bagian dari sistem sirkulasi sistemik,
yang keluar dari jantung dan berfungsi untuk membawa darah jantung yang penuh
berisi oksigen ke pembuluh arteri. Dari pembuluh aorta yang besar kemudian
bercabang menjadi beberapa pembuluh darah arteri yang ukurannya lebih kecil
paru-paru yang berfungsi sebaliknya (Guyton, 2005). Di target organ, pembuluh darah
arteri bercabang-cabang dan berakhir menjadi pembuluh darah yang lebih kecil
yang disebut dengan arteriol. Arteriol bekerja sebagai katup pengatur di mana
darah dilepaskan ke dalam kapiler. Kapiler adalah pembuluh darah terkecil yang
berfungsi untuk menukar cairan dan bahan gizi di antara darah dan ruang
interstisial (Guyton, 2000). Venula mengumpulkan darah dari kapiler-kapiler.
Secara berangsur-angsur mereka bergabung menjadi vena-vena yang makin lama
makin besar.
Vena adalah pembuluh darah yang berfungsi sebagai penyalur yang
membawa darah dari jaringan kembali ke jantung (Guyton, 2000). Secara
histoanatomik, ketebalan dinding ketiga sistem ini berbeda, sesuai dengan fungsi
utamanya masing-masing. Aorta dan pembuluh darah arteri, karena fungsinya
untuk menyalurkan darah dari jantung ke seluruh tubuh, mengalami tekanan yang
tinggi. Sehingga pembuluh darah arteri memiliki dinding vaskuler yang kuat dan
darah mengalir dengan cepat ke jaringan-jaringan.
Arteriol yang berfungsi sebagai katup pengatur dari sistem arteri, memiliki
dinding otot yang kuat yang dapat menutup sama sekali arteriol tersebut sehingga
memungkinkannya untuk berdilatasi beberapa kali, dengan demikian dapat
mengubah aliran darah ke kapiler. Kapiler, karena fungsinya sebagai penukar
cairan dan bahan gizi, memiliki dinding yang sangat tipis dan permeabel terhadap
zat yang bermolekul kecil. Selanjutnya dari kapiler darah kemudian berlanjut
menuju venula-venula yang kemudian bergabung menjadi pembuluh darah vena.
dinding yang sangat rendah dan sebagai akibatnya dinding vena tipis. Tetapi
walaupun begitu, dinding vena berotot yang memungkinkannya untuk mengecil
dan membesar, sehingga vena mampu menyimpan darah dalam jumlah kecil atau
besar tergantung kepada kebutuhan badan.
2.2 Malformasi Vaskuler 2.2.1 Definisi
Malformasi vaskuler adalah kelompok abnormal pembuluh darah yang
terjadi selama perkembangan janin.
Pada gestasi minggu ke-3, mulai tampak system vascular yang terdiri dari
jaringan yang menjalin ruang-ruang darah pada mesenkim primitive. Saat ini
darah belum bersirkulasi dan pembuluh arteri dan vena belum dapat diidentifikasi.
Selanjutnya system vaskuler berkembang secara bertahap dengan proses
penggabungan dan diferensiasi seluler dan sebagai puncaknya terjaddi pemisahan
arteri vena. Menurut wallard (1922) proses ini terjadi melalui 3 tahap (Rutherford,
2005) :
1. Undifferentiated Stage (Stage I)
Ruang-ruang darah yang ada pada mesenkim primitive bergabung menjadi
jaringan kapiler yang lebih terorganisi. Arteri dan vena belum bisa dikenali.
2. Retiform stage (stage II)
Jaringan kapiler yang terbentuk pada stage I bergabung menjadi struktur
jalinan atau pleksusu yang lebih besar yang menjadi progenitor dari arteri dan
vena.
Struktur vaskuler tampak matur secara histologis, dan batang utama arteri
telah tampak. Jaringan kapiler yang ada bertahan hingga dewasa diperkirakan dari
sisa-sisa ruang darah pada stage I.
Berdasarkan tori Wallard, dapat disimpulkan pada stage I terjadi
malformai kapiler dan vena perifer, sedangkan stage ii terjadi mikrofistula
malformasi arteri vena (AVM) dan vena embrional, dan stage iii terjadi
makrofistula AVM beserta cabang-cabangnya.
2.2.2 Klasifikasi
Malformasi vaskuler diklasifikasikan berdasarkan tipe pembuluh darah dan
sifat aliran, yaitu (Rutherford, 2001):
1. Kelainan dengan aliran lambat (slow flow)
2. Kelainan dengan aliran cepat, termasuk malformasi arteri, fistel arteri
1. Malformasi vena
Malformasi vena salah satunya terdiri dari vena bagian superfisial dan vena
bagian dalam yang pembentukannya abnormal dan yang terjadi pembesaran.
Kelainan ini yang paling sering ditemukan dan bersifat asimtomatik. Gejala klinis
biasanya ditemukan sesaat setelah lahir, namun bisa juga beberapa tahun setelah
kelahiran. Pertumbuhan dari malformasi vena ini lambat dan stabil, faktor
pencetus seperti operasi, trauma, infeksi, atau perubahan hormonal yang
berhubungan dengan pubertas, kehamilan atau menopause dapat menyebabkan
pertumbuan yang cepat. Lesi akibat dari malformasi vena dapat dijumpai pada
kulit, selaput lender atau system organ (otak, usus, hati, dan limpa) (Hua Wang et
al, 2004)
Penyebab pasti dari lesi ini belum diketahui, kemungkinan karena
kekurangan sel otot polos di dinding pembuluh darah menjadi faktor penting
kelainan ini. Sampai sekarang belum ada bukti bahwa penggunaan obat atau
paparan dari lingkungan menjadi penyebab dari malformasi vena (Claudio, 2006)
Gejala klinis dari malformasi vena, yaitu:
- Sudah ada sejak lahir, dan bersifat progresif
- Sering terjadi thrombosis karena aktivasi dari protein-C, protein-S atau
kelainan antitrombin lainnya.
- Warna kebiruan yang melibatkan jaringan subkutan
- Pada histologi dijumpai lapisan endotel yang tipis dan kaku.
Diagnosis
CT-Scan atau MRI dapat digunakan untuk menentukan luasnya malformasi
vena. MRI dapat melihat atresia vena besar dan lokasi vena yang abnormal serta
distribusi malformasi diantara jaringan lunak. Pemeriksaan radiologi biasa dapat
dipakai untuk evaluasi derajat osteolitis dan perpendekan atau pembesaran tulang.
Limfoskintografi dianjurkan bila ada kemungkinan terlibatnya system limfe.
Terapi
- Observasi
Observasi dilakukan apabila lesi kecil yang hanya berpengaruh pada
etstetika - Bebat
Bebat digunakan untuk mengontrol pembengkakan dan nyeri pada lesi di
bagian ektremitas,
- Skleroterapi : digunakan untuk mengecilkan pembuluh darah yang abnormal
dengan cara suntikan pada daerah lesi, untuk lesi yang besar terapi yang
dingunakan yaitu dengan cara eksisi. - Eksisi bedah
Eksisi bedah digunakan apabila lesi tersebut terlokalisasi. - Low molecular weight heparin (LMWH)
LMWH digunakan untuk pasien yang memiliki koagulopati intravascular
2. Malformasi arteriovena (AVM)
Malformasi arteriovena adalah suatu keabnormalan pada pembuluh darah
arteri bersambung dengan vena tanpa melalui pembuluh kapiler. Insidensinya
sekitar 11-21 kasus dalam 100.000 populasi.
Etiologi
- Faktor ektrinsik, berupa: tekanan darah sistemik, kemampuan jantung
memompa darah ke sirkulasi sitemik, kualitas pembuluh darah dan kualitas
darah yang menentukan viskositasnya.
- Faktor intrinsik, berupa: autoregulasi arteri serebral, faktor biokimiawi
regional (konsentrasi asam laktat dan ion hydrogen).
Patofisiologi
AVM umumnya terbentuk akibat malfungsi diferensiasi pembulu darah
primitif pada embrio berusia 3 minggu, dapat terbentuk di bagian otak manapun
dan melibatkan region permukaan otak dengan substansia alba.
AVM terdiri ddari tiga bagian yaitu feeding arteri, nidus dan darining vein.
Nidus disebut juga sarang karena tampak seperti pembulub darah yang
berbelit-belit. Feeding artery memiliki lapisan otot yang tidak adekuat dan draining vein
cenderung mengalami dilatasi karena kecepatan aliran darah yang melaluinya. AVM mengakibatkan disfungsi neurologis melalui 3 mekanisme utama, yaitu
(Menon, 2005) :
1. Perdarahan terjadi di ruang subarahnoid, ruang interventrikular atau yang paling
sering pada parenkim otak. Jika rupture atau perdarah terjadi, darah mungkin akan
berpenetrasi ke jaringan otak atau ke ruang subarahnoid. Sekali perdarahan AVM
2. Pada pasien yang tidak mengalami perdarahan mungkin akan mengalami kejang.
Sekitar 15-40% pasien mengalami kejang. AVM yang tidak mengalami
pendarahan menyebabkan gejala langsung dengan menekan jaringan otak atau
menurunkan aliran darah ke jaringan sekitar.
3. Beberapa penderita juga ada yang asimtomatik atau hanya merasakan keluhan
minor akibat kekusutan pembuluh darah local. Deficit neurologis progresif dapat
muncul pada 6-12%.
- Gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah nyeri kepala dan kejang
mendadak.
- Vertigo, tuli progresif, penurunan penglihatan, dementia, dan halusinasi. - Jika AVM terjadi pada lokasi kritis maka AVM dapat menyebabkan sirkulasi
cairan otak terhambatyang dapat menyebabkan akumulasi cairan di dalam
tengkorak yang beresiko hidrosefalus.
- Kaku kuduk akibat tekanan intracranial dan rangsangan pada meningen. - Pembuluh darah rupture pada AVM menimbulkan gejala kehilangan
kesadaran, sakit kepala tiba-tiba dan hebat, nausea, vomiting, gangguan
penglihatan, kelemahan otot, paralisis, hemiparesis, dan afasia.
Diagnosis
- CT-Scan: pemeriksaan awal untuk mengetahui lokasi perdarahan
- MRI: lebih sensitive dari CT-Scan karena dapat menunjukkan hilangnya
sinyal pada area korteks.
- Untuk mendapatkan gambaran yang lebih spsifik dari pembuluh AVM dapat
menggunkan zat kontras radioaktif yang disuntikkan ke dalam pembuluh
darah.
Gambaran umum
Lokasi:
a. Bisa terjadi dimanapun di bagian otak dan medulla spinalis b. 85% di supratentorial, 15% di fossa posterior
c. Jarang: multiple AVM Ukuran:
a. Bervariasi mulai dari mikroskopik higga besar
Terapi
Pengobatan farmakologis dilakukan untuk mengatasi gejala yang dialami
pasien seperti sakit kepala atau kejang. Fenitoin dapat diberikan untuk
mengontrol kejang. 2. Non farmakologis
a. Operasi reseksi
Tindakan ooperatif sebaiknya dilakukan pada AVM yang rupture dan
diperkiran memberikan hasil yang sedikit lebih baik dibandingkan
dengan unruptured AVM.
b. Radiosurgery
Radiosurgery dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut
dengan gamma-knife, efektif pada AVM yang berukuran <2cm,
sedangkan pada lesi yang lebih besar terapi ini kurang responsif. c. Terapi konservatif
Bila alternatif terapi tidak dapat dilakukan atau resiko terapi terlalu
besar, tindakan konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat
dilakukan pada pasien.
3. Malfomasi limfatik
Malformasi limfatik adalah kumpulan saluran abnormal dan ruangan berisi
cairan getah bening. Normalnya system limfatik mengumpulkan kelebihan cairan
dari jaringan dan mengangkutnya dari pembuluh darah kecil kemudian dibawa
kembali ke system vena. Pada pasien dengan malformasi limfatik pengangkutan
kelebihan cairan dari pembuluh darah kecil berlangsung lambat sehingga
menumpuk dan melebarkan pembuluh darah yang berakibat pembengkakan di
area sekitar bahkan dapat meluas ke jaringan lunak dan otot (Gloviczki, 2005)
Etiologi dari kelainan ini belum diketahui tetapi diduga akibat dari
kesalahan pembentukan dan perkembangan sitem limfatik selama masa
perkembangan janin.
Gejala klinis
a. Lesi paling sering ditemukan di leher dan di aksila namun dapat juga
ditemukan di area tubuh lainnya.
b. Ada dua jenis malformasi limfatik yang sering ditemukan, yaitu: malformasi
makrositik dan mikrositik.
c. Pada malformasi makrositik lesi yang ditemukan besar, lunak, ditemukan di
bawah kulit dan berwarna kebiruan.
d. Pada malformasi mikrositik lesi yang ditemukan kecil, lesi mengangkat
yang berisi cairan getah bening.
e. Lesi dapat membesar secara mendadak dan bersifat sementara pada kondisi
tertentu, seperti: trauma atau infeksi.
Diagnosis
Diagnosis malformasi limfatik dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Namun penegakkan diagnosis sering keliru dengan malformasi
vena sehingga diperlukan pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dan
computed tomography Scanning (CT-Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis dan
menentukan luas lesi.
Terapi
Eksisi bedah dilakukan pada lesi yang terlokalisir. Pada lesi yang sudah
meluas dan melibatkan banyak struktur penting maka eksisi bedah sulit untuk
dilakukan. Komplikasi dari eksisi ini adalah kerusakan pada struktur yang terlibat
dengan lesi, dapat menimbulkan jaringan parut.
b. Skleroterapi
Skleroterapi dilakukan dengan cara mengijeksi langsung agen iritasi berupa
alkohol atau picibanil pada lesi makrositik. 80% metode ini dilaporkan berhasil
mengecilkan lesi. Agen iritasi yang baru seperti Bleomisin masih dalam
penelitian. c. Kemoterapi
Kemoterapi biasanya dilakukan pada lesi yang tidak bisa dieksisi. Contoh
obat kemoterapi yang sering digunakan adalah Rapamycin.
4. Malformasi kapiler
Definisi
Malformasi kapiler sering disebut juga portwine stain yaiutu seperti datar
pada kulit yang berukuran besar tetapi dapat juga seperti pulau-pulau kecil dengan
warna kebiruan. Lesi ini ditemuka dimana saja diarea tubuh dan bisa mengenai
Portwine stain
Etiologi
Penyebab pasti dari kelainan ini belum diketahui tetapi diduga bahwa hal ini
muncul karena pembentukan abnormal pembuluh darah kecil pada kulit di awal
kehidupan embrio setelah pembuluh darah besar terbentuk.
Gejala klinis
Meskipun jumlah pembuluh darah dalam malformasi kapiler normal, tetapi
diameter pembuluh darah yang terkena jauh lebih besar daripada lesi yang terkena
akibatnya terjadi peningkatan aliran darah sehingga tampak pada permukaan kulit
warna keunguan akan terus membesar dan menebal.
Periode timbulnya gejala bervariasi pada setiap individu bahkan bisa tertunda
sampai umur 40, 50, atau 60 tahun. Malformasi kapiler yang lesinya di tulang
belakang dapat dikaitkan dengan sindrom Cobb.
Untuk mendiagnosis dari malformasi kapiler dengan menggunakan MRI
untuk melihat sejauh mana luas otak yang terkena.
Terapi
Beberapa pendekatan yang digunakan untuk mengobati kelainan kapiler,
diantaranya:
a. terapi laser dengan flashlamp yang menjadi pengobatan standar untuk
kelainan ini. Dengan terapi ini akan meringankan secara signifikan yaitu
antara 15%-20% menghilangkan dari lesi. Terapi ini juga dapat menjaga
kulit dari penebalan dari waktu ke waktu.
b. Prosedur bedah dilakukan ketika pertumbuhan berlebih sampai ke
jaringan lunak atau sampai ke tulang.
2.2.3 Diagnosis
Malformasi vaskuler didiagnosis dengan cara pemeriksaan fisik dan
dengan pemeriksaan penunjang (CT, MRI). Dalam beberapa kasus, angiogram
diperlukan untuk membantu dalam perencanaan terapi. 2.2.4 Terapi
Terapi untuk malformasi vaskuler ini tergantung pada jenis dan lokasi lesi.
Untuk lesi yang hanya terdapat pada permukaan kulit terapi laser bisa digunakan.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Malformasi vaskular disebabkan oleh kelainan perkembangan dari sistem vaskular. Kelainan harus diklasifikasikan berdasarkan struktur pembuluh darah dominan dan ada atau tidaknya arteriovenous shunting. Evaluasi oleh tim multidisiplin diperlukan. Duplex scanning, CT-angiography, atau magnetic
resonance imaging dapat mengetahui jenis dan luas lesi. Shunting arteriovenosa,
jika terdeteksi, dapat diobati dengan menggunakan transkateter emboliterapi. Pada malformasi vena dapat diterapi dengan skleroterapi perkutan, sedangkan lokal malformasi kapiler kulit merespon dengan baik untuk terapi laser. Malformasi vaskuler dengan aliran cepat (hight shunt) dapat menyebabkan komplikasi yang serius, meskipun sudah dilakukan terapi kombinasi radiologi-bedah. Amputasi
mungkin satu-satunya pilihan untuk pengobatan yang optimal. Pada pasien dengan Klippel-Trenaunay sindrom, manajemen konservatif menjadi pilihan.
DAFTAR PUSTAKA
Chao, et al, 2006, cerebral Amyloid Angiopaty: CT and MRI finding, rad vol.26. Claudio P, et al, 2006, immunodetection of the signal tranducer and activator of
transcription-3 in canine hemangioma.
Gloviczki P, 2005, Vascular Malformation: Elseiver Journal. pp; 198-213
Guyton, Arthur C, 2010, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11, Jakarta: EGC
Hua Wang, et al, 2004, Transformation of vascular endothelial cells by a point mutation in the gene from human intramuscular hemangioma, oncogen. Menon S, et al , 2005, Arteriovenosus malformation in mandible. Pp; 61
Rutherford RB, 2001. Congenital vascular malvormation, Philadelpia: WB Sanders.
Rutherford RB, 2005, Arteriovenosus Fistuls, Vascular Malformation and Vascular tumor, Philadelpia: Elseiver sander.