Vol.
Ul)
JUfJ\I
AL
?H{f LIfl
H{
ts10
L\gl
Anril
2015
tlalamarrllS
'210
ISSN: 2355
'
6404
ffi
*ffiI
y:w
nn[.0f
tstoh
BIO\MALLACEA
'URUSAN
BIOLOGI
FMIPA
UHO
I(ENDARI
Karakter
Trikoma
Daun
Tanaman
Jati
(kctona
grandis
L.)
PadaTanah
PascaTambang Emas Bombana
denganVariasi
Dosis
Pupuk
Kandang Kambing
Pertumbuhan
Jumlah Daun
Tanam4n
Sambiloto
(Anctrographis
"paniculcrfcrNesp.)
Hasil
Pemberian Pupuk
d"rt
Intensitas'Cahaya
Matahari
yang
Berbeda
Kornposisi
dan
Keanekaragarnan Jenis
Turnbuhan
Golonean Pohon
Di
Kawasan
Flutan Lindung
Nanga:Nanga
Papalia Kota Kendari,
Sulawesi T-enggaraKeanekaragaman
Ienis
Serangga Pada
Kornunitas
Mangro.r.
bi
Puliu
Hoga
Ki6upaten
Wakatobi,
Sulawesi Tenggara
Kadar
N,
P, dan
K
Kedelai
(Glyctne-max
(L)
Merril)
yang Diaplikasi Azotobacter
sp.,
Mikoriza,
dan
Pupuk Organik
Sintesis
Antigen Alfatoksin Mt*Ova Albumin
(Ova)
Sebagai Pereik si
Agar
Gel Precipitation
Tbst(AGPT)
Penghasilan
Bioplastik
Oleh Isolat
Indigenus
_BacTltus sp., Arttilolitik
dengan Substrat-Pati
Suweg
(Amorp
hophal lus campanu llatu s)
Studi Karakteristik Mikrohabitat Burung
Maleo
(Macrocephalon
maleo)
Pada
Kawasan Taman
Nasional
-Rawa
Aopa Watumohai (TNRAW)
Sulawesi
Tenggara
Efek
Pemberian Sari Buah Paria
(Momordica
charantia,
L.)
Terhadap
Morfologi
Sperm
atozoa
Epididymis Mencit
(Mus musculus, L.)
Keanekaragaman
dan
Pemanfaatan
Tumbuhan
Obat
Tradi"sional
Pada
Masyarakat
di
Kelurahan Lipu
Kecamatan Betoambari
Koth
Baubau
Provinsi
Sulawesi Teng gara
Arnbardini,
S.,lndrawati
&
Ratnaeni
Malik,
N.,
Muhsin,
Indrawati,
&
Rahardi,
W.,
Suriana,
Jarnili,
&
Rahrnan
Sabilu,
Y.,
Damhuri,
&
Imran
Fusvita,
4.,
Indrawati,
Sabilu,
Y.,
LT3-T25
L26"135
L35-L45
L46-152
L53-L6r
L62-r57
204-2LO
\4arg1no:
F.,
168-181
Sari,-R.
M.,
& Martani,
E.,
Jamili,
r82-795
Analuddin,
&
Adi
Parrnan, R.L.O.
Harlis,
W.O.,
196-203
Malik,
N.,
&
Nelpiani
&
Fitria Zatnal
P.,
.ruru]uilllL[uililufi
b io2w allaceafDsmail. co mts[@WALLAGEA
JURNAL PENELITIAN BIOLOGI
Terbit dua kali dalam setahun yakni bulan
April
dan Oktober. Berisi tulisan yang diangkat dari penelitian, gagasan konseptual, kajian, dan aplikasi teori dibidang biologi.Ketua Dewan Redaksi :
Jamili
Sekretaris Redaksi :
Nur Arfa Yanti Redaksi Pelaksana :
Analuddin Muzuni
Suriana Nurhayani
Sitti Wirdhana Ahmad Bakaraeng
Anggota Dewan Redaksi :
Yusuf Sabilu
Amirullah Muhsin
Nasaruddin
Dwi Arinto Adi Indrawati Andi Septiana Sri Ambardini Bendahara : Rita Ningsih Pembantu Umum :
Wa Ode Nanang Trisna Dewi La Ode Adi Parman Rudia
Surat Keputusan
DEKAN FMIPA
Universitas Halu Oleo KendariNo. 286/SK/J29.5 lPP /2014
MITRA
BESTARI
Dr.
Jati Batoro, M.Si. (Universitas Brawijaya)Dr.
Tarsan Purnomo, M.Si. (Universitas Negeri Semarang)Dr.
KhaerulAmri,
M.Si. (Universitas Hasanudin)Dr.
Alif T.
Athoric,
M.Si. (Universitas Sumatera Utara)Dr.
Jumari,M.
Si. (Universitas Diponegoro)Dr. Agung Sri Widodo, S.Si., M.Si. (Universitas Diponegoro)
Alamat Penerbit/Redaksi : Jurusan Biologi FMIPA, Lantar-l FMIPA-Baru Jurusan Biologi
Universitas Halu Oleo, Jl. H.E.A Mokodompit Kampus Baru Universitas Haluoleo, Anduono
ht,
93232 Kendari. E-mail : bio2wall acea @ gmail. comJamili, et. al., Biowallacea, Vol. 2 (1) : Hal : 182-195, April, 2015 182
STUDI KARAKTERISTIK MIKRO-HABITAT BURUNG MALEO
(
Macrocephalon maleo)
PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL RAWA AOPA
WATUMOHAI (TNRAW) SULAWESI TENGGARA
Jamili1*, Analuddin1 , La Ode Adi Parman Rudia2
1Jurusan Biologi, Fakultas MlPA Universitas Halu Oleo Kendari, Sulawesi Tenggara 2
Laboratorium Biologi Unit Ekologi dan Taksonomi, Fakultas MlPA Universitas Halu Oleo, Kendari, 1*
e-mail : [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the characteristics of the bird nesting microhabitat hole Maleo (Macrocephalon maleo) in National Parks Aopa Watumohai Swamp, Southeast Sulawesi . Data were collected on the savanna region block Mempaho Forest and savanna region Pampaea , by using descriptive method to determine the depth, temperature, pH and substrate nesting holes were found during the study . To determine the composition of the vegetation around the nesting hole , using roaming with 10 meters to explore the area around the hole nesting and record the type of vegetation found. Vegetation types have been known to direct scientific name recorded in the field. While the type of vegetation that is unknown scientific name, a swab or documentation then be described further in the Laboratory of Ecology and Natural Sciences Taxonomy Halu Oleo University with reference to the book (FLORA by Steenis, et al., 1997). The results showed the depth of hole nesting birds Maleo (Macrocephalon maleo) in the study area is 50-60 cm, temperature 28o-32oC, and soil pH of 5.9 - 7. Maleo bird nesting substrate type is dominated
by sand. Types of vegetation found around the hole nesting nesting is Melastoma sp. and Kirinyuh (Eupathorium sp.), while the type of vegetation that is a place to find food and shelter includes a thorn Bamboo (Bambusa spinosa), Rao (Dracontomelon mangiferum), Banyan (Ficus spp.), Tamarind (Aleurites molucana), Caesalpinia pulcherrima, forest Mango (Mangifera sp.), Kuia (Alstonia scolaris), Nona (Metrosideros petiolata), and Bitti/Kulipapo (Vitex sp.). Total current Maleo birds encounter is as much one of the males and females laying eggs on the location of the savanna region Pampaea Resort Langkowala Swamp National Park area of Rawa Aopa Watumohai Southeast Sulawesi .
Keywords : Characteristics microhabitat, Bird Maleo (Macrocephalon maleo), Rawa Aopa Watumohai National Park Southeast Sulawesi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai merupakan salah satu lokasi pengamatan burung yang penting di
kawasan Wallacea. Kawasan ini
merupakan suatu paduan yang menarik antara hutan rawa, perbukitan dan pesisir. Taman Nasional Rawa Aopa Watuhmohai (TNRAW) merupakan kawasan lindung yang memiliki empat ekosistem utama yaitu mangrove, rawa, savanna, dan hutan hujan (Coathes and Bishop, 2000;
dalam Amnawati, 2013).
Kawasan savanna di Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai
(TNRAW) dijadikan sebagai lokasi
pengelolaan konservasi habitat dan
populasi satwa liar seperti burung (Aves) oleh pihak Pokja Konservasi TNRAW. Menurut Sugiarto, dkk, (2010) kondisi lingkungan habitat satwa burung Maleo cukup ekstrem dengan memanfaatkan
panas bumi (geothermal) untuk
mengerami telur. Degradasi habitat serta banyaknya perburuan telur oleh manusia di habitat alami menjadikan burung Maleo (Macrocephalon maleo) sebagai satwa endemik yang dilindungi.
Maleo (Macrocephalon maleo)
merupakan salah satu jenis burung endemik Sulawesi yang sangat unik dan banyak menarik perhatian. Burung ini
menggunakan sumber panas bumi
(geothermal heat) dan panas matahari (solarradiation) untuk mengerami telurnya (Jones and Birks, 1992; Dekker, 1990;
Kinnaird, 1997). Menyadari pentingnya kelangsungan hidup burung tersebut,
khusus dari segi kebudayaan,
keanekaragaman hayati, ilmu
pengetahuan dan komponen ekosistem alam serta kelestarian, maka satwa tersebut dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 421/ KPTS/ UM/8/1970 dan SK Mentan Nomor 90/KPTS/UM/2/1997. Selanjutnya berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (Sugiarto, dkk., 2010).
Berdasarkan data statistik oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) SULTRA tahun 2007
menjelaskan bahwa burung endemik Maleo ini jumlahnya sekitar 100 ekor
(Macrocephalon maleo) yang terdapat di seluruh kawasan konservasi yang dikelola oleh BKSDA Sulawesi Tenggara (BKSDA
Sultra, 2008). Namun demikian
kelestarian hewan tersebut terancam dengan perubahan habitat alaminya akibat perburuan terhadap telur. Gorog dkk., (2005) melaporkan bahwa kondisi burung Maleo akibat kerusakan habitat yang parah jika tidak ditangani secara serius maka populasinya akan punah dalam beberapa tahun kedepan. Masalah utama yang dihadapi dalam usaha
pelestarian burung maleo adalah
rusaknya habitat akibat dari eksploitasi terhadap telur, degradasi, dan fragmentasi
habitat. Kajian autekologi mengenai
burung Maleo adalah karakteristik mikro-habitat yang menjadi mikro-habitat alami Maleo
Studi Karakteristik Mikro-Habitat Burung Maleo (Macrocephalon maleo) 184
Pada Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi Tenggara
Jamili, et. al., Biowallacea, Vol. 2 (1) : Hal : 182-195, April, 2015
di wilayah savanna kawasan Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai
(TNRAW) Kendari, Sulawesi Tenggara. Penelitian ini perlu dilaksanakan agar memberikan informasi terbaru terhadap masyarakat dan instansi terkait di wilayah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) dan juga instansi-instansi terkait lainnya di wilayah Sulawesi Tenggara mengenai keberadaan hewan endemik burung Maleo di Kawasan Konservasi.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data lapangan pada penelitian ini berlangsung pada bulan Oktober dan November 2014 bertempat di kawasan Savanna Blok Hutan Mempaho
Resort Lanowulu dan Blok Hutan
Pampaea Resort Langkowala, Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai
(TNRAW), Kecamatan Tinanggea,
Sulawesi Tenggara. Kemudian dilanjutkan di Laboratorium Biologi Unit Ekologi dan Taksonomi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah jenis
penelitian deskripsi yang dilakukan
dengan observasi dan pengamatan
lapangan.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan pada
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat penelitian dan fungsinya
No Nama Alat Fungsi
1. Kamera digital Canon Untuk mengambil gambar dari objek pengamatan. 2. Binoculer Bushnell
(10x50)
Untuk mengamati objek dan sebagai document gambar.
3. GPS (Garmin 76 CSx) Untuk menentukan titik koordinat di lapangan. 4. Alat tulis Untuk menuliskan data
hasil pengamatan 5. Meteran roll Untuk mengukur luas
area sarang bertelur Maleo
6. Soil tester Untuk mengukur
kelembaban tanah sarang burung maleo
7. Termometer alkohol Untuk mengukur suhu lubang sarang burung maleo 8. Buku Panduan Pengamatan Burung Untuk panduan pengamatan burung di lapangan 9. Buku Panduan Pengenalan Jenis Tumbuhan Untuk panduan pengamatan jenis vegetasi di lokasi penelitian
Prosedur Penelitian
Tahap Awal
Pelaksanaan tahap awal meliputi studi literatur dan pengumpulan informasi
sekunder dari instansi terkait dan
masyarakat sekitar objek penelitian
mengenai keadaan lapangan. Kegiatan selanjutnya adalah observasi lapangan dilakukan untuk menentukan peluang perjumpaan dengan sarang burung Maleo pada wilayah Savanna kawasan Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai
Sulawesi Tenggara. Informasi tentang keberadaan burung maleo pada wilayah Savanna kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yang diperoleh dari masyarakat dan staf Balai TNRAW, ditetapkan sebagai lokasi pengamatan.
Penentuan Lokasi Pengamatan
Lokasi pengamatan dilakukan pada beberapa tempat, yaitu di sekitar kawasan Savanna wilayah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, dapat dilihat pada Gambar 1.
Berdasarkan studi literatur dan informasi data sekunder yang diperoleh dari pihak staf TNRAW serta wawancara
dari masyarakat di sekitar lokasi
penelitian, yang memungkinkan untuk
terjadi perjumpaan dengan burung Maleo
dan letak persarangannya, maka
ditetapkan lokasi pengamatan yaitu pada kawasan Savanna blok hutan Mempaho Resort Lanowulu dan kawasan Savanna blok hutan Pampaea Resort Langkowala Wilayah Taman Nasioanl Rawa Aopa Watumohai Sulawesi Tenggara.
Pengambilan Data
Data Persarangan Burung Maleo
Sarang pengeraman telur burung Maleo yang ditemukan pada kawasan Savanna blok hutan Mempaho Resort Lanowulu dan kawasan Savanna blok hutan Pampaea Resort Langkowala Wilayah TNRAW dijadikan sebagai lokasi penelitian. Sedangkan data karakteristik
mikro-habitat sarang yang diamati
meliputi; (1) lokasi geografis sarang, (2) ketinggian lokasi area persarangan di atas permukaan laut, (3) status sarang (aktif atau tidak aktif), (4) kedalaman lubang tanah, (5) suhu di dalam lubang tanah, dan (5) kelembaban lubang tanah (6) serta jenis vegetasi di sekitar lokasi persarangan burung Maleo.
Cara Kerja
Cara kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Kedalaman Lubang
Kedalaman lubang pengeraman telur burung Maleo diukur tegak lurus dari permukaan tanah sampai bagian tanah
dimana telur diletakkan dengan
menggunakan meteran.
Gambar 1. Peta Penutupan Lahan Wilayah
Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi
Tenggara Sumber : Dok. Balai TNRAW,
Gambar 2. Peta Lokasi Survey Maleo Blok Hutan
Mempaho, Resort Lanowulu, kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sumber : Dok. Balai TNRAW,
Studi Karakteristik Mikro-Habitat Burung Maleo (Macrocephalon maleo) 186
Pada Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi Tenggara
Jamili, et. al., Biowallacea, Vol. 2 (1) : Hal : 182-195, April, 2015
b. Suhu
Suhu diukur pada kedalaman masing-masing lubang pengeraman
telur yang ditemukan dengan
menggunakan termometer alkohol, dengan cara mengukur tegak lurus
pada kedalaman dimana telur
diletakkan pada lubang sarang
bertelur. Selain itu, suhu udara di sekitar sarang diukur dengan cara menggantungkan termometer selama 15 menit kemudian dihitung skalanya. c. Kelembaban
Kelembaban diukur pada
kedalaman masing-masing lubang pengeraman telur yang ditemukan
dengan menggunakan soil tester,
dengan cara menancapkan soil tester
kemudian dihitung skalanya. d. Jenis Substrat
Pengamatan jenis substrat
lubang peneluran dilakukan secara kuantitatif yaitu melihat secara visual untuk menentukan jenis substrat yang mendominasi pada lubang peneluran. e. Titik Koordinat
Lokasi geografis sarang
peneluran dan ketinggian tempat di atas permukaan laut diukur dengan
menggunakan GPS (Geographycal
Position System). f. Jenis Vegetasi
Penentuan jenis vegetasi di
sekitar lubang sarang bertelur
digunakan metode jelajah, dengan menjelajahi area di sekeliling lubang peneluran dan mencatat jenis vegetasi
yang ditemukan. Jenis vegetasi yang sudah diketahui nama ilmiahnya, langsung didata di lapangan. Jenis vegetasi yang belum dikenal nama
ilmiahnya, diambil sampel dan
dokumentasinya kemudian
mengidentifikasi lebih lanjut di
Laboratorium Biologi Unit Ekologi dan Taksonomi FMIPA UHO dengan mengacu buku FLORA (Steenis, dkk., 1997).
Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis
secara deskriptif, dengan cara
mendeskripsikan setiap parameter yang diamati, dan dilengkapi dengan tabel atau gambar. Data penentuan status sarang peneluran burung Maleo yang masih aktif
atau tidak aktif diketahui dengan
menggunakan indikator aktifitas
pembuatan lubang peneluran burung Maleo di sekitar sarang. Selain itu juga adanya kerja sama antara peneliti dan pihak staf Balai TNRAW untuk melakukan monitoring persarangan burung Maleo. Indikator lubang sarang bertelur yang tidak aktif dengan yang masih aktif dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah lubang sarang bertelur burung Maleo pada lokasi gundukan persarangan.
Penambahan jumlah lubang sarang
bertelur yang dilakukan oleh burung Maleo dari setiap monitoring di lokasi
persarangan mengindikasikan bahwa
lubang sarang bertelur yang baru tersebut masih aktif atau memiliki telur Maleo.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai (TNRAW) merupakan
penggabungan dari Taman Buru
Watumohai, Suaka Margasatwa Rawa Aopa dan Taman Buru Daratan Rumbia, yang terletak antara 1210 44’- 1220 44’ BT
dan 40 22’ – 40 39’ LS dengan batas administrasi pemerintah mencakup 4
kabupaten yaitu Kabupaten Kolaka,
Konawe, Konawe Selatan, dan Bombana. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.756/Kpts-II/1990 tanggal 17 Desember 1990 TNRAW memiliki luas 105.194 ha dan panjang batas keseluruhan 366.674 km dan jumlah pal batas 4.158
buah. Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai terdapat 4 tipe ekosistem yaitu savana, rawa, hutan hujan dataran rendah dan mangrove, yang kaya akan keanekaragaman hayati baik dari
segi flora maupun fauna.
Tercatat sebagai kelompok fauna
di TNRAW yang meliputi aves 207 jenis (38 jenis endemik Sulawesi dan 9 jenis endemik Indonesia) (Sugiarto, dkk., 2010). Kawasan savanna di wilayah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai merupakan kawasan yang cukup luas sehingga memungkinkan berbagai jenis satwa liar untuk hidup dan berkembang biak. Salah satunya adalah burung Maleo. Sehingga dengan menggunakan kajian
auteokologi pada penelitian ini yang dikaji
adalah hubungan organisme burung Maleo dengan lingkungan di kawasan savanna untuk bertelur, mencari makan, dan berlindung.
Studi literatur awal dan data sekunder yang diperoleh dari pihak staf
TNRAW serta wawancara dari
masyarakat di sekitar lokasi penelitian,
yang memungkinkan untuk terjadi
perjumpaan dengan burung Maleo dan letak persarangannya maka ditetapkan lokasi pengamatan yaitu pada kawasan Savanna blok hutan Mempaho Resort Lanowulu dan kawasan Savanna blok hutan Pampaea Resort Langkowala Wilayah Taman Nasioanl Rawa Aopa Watumohai Sulawesi Tenggara.
Gambar 3. Perjumpaan dengan burung Maleo (Macrocephalon maleo). Lokasi
sarang peneluran : kawasan
Savanna Pada-padai Resort
Langkowala TNRAW. (Sumber: dok.
Moersidi, dkk. TNRAW, Selasa 28/10/2014; 10.36 WITA)
Studi Karakteristik Mikro-Habitat Burung Maleo (Macrocephalon maleo) 188
Pada Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi Tenggara
Jamili, et. al., Biowallacea, Vol. 2 (1) : Hal : 182-195, April, 2015
Karakteristik Mikro Habitat Lubang
Sarang Bertelur Burung Maleo Di
Kawasan Taman Nasional Rawa
Aopa Watumohai (TNRAW)
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data karakteristik mikro habitat sarang bertelur burung Maleo disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Mikro Habitat
Lubang Sarang Bertelur
Burung Maleo (Macrocephalon
maleo) Di TNRAW.
Keterangan :
No. 1 : Lubang sarang bertelur
burung Maleo kawasan
Savana Blok Hutan
Mempaho Resort Lanowulu Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
No. 2 : Lubang sarang bertelur
burung Maleo kawasan
Savana “Pada-padai” Blok
Hutan Pampea Resort
Langkowala Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
No. 3 : Lubang sarang bertelur
burung Maleo kawasan
Savana Pampaea Blok Hutan Pampaea Resort Langkowala Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Burung Maleo merupakan hewan yang berhabitat sangat khas, mampu hidup di dekat pantai berpasir panas atau di pegunungan yang memiliki sumber
panas bumi (geothermal), sebab di daerah
ini burung Maleo mengubur telur di dalam pasir hingga kedalaman 60 cm untuk proses penetasan (Gunawan, 1998). Burung Maleo menggunakan habitat berupa daerah sekitar savanna area perbukitan kawasan blok hutan Mempaho dan kawasan savanna Pampaea wilayah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Sulawesi Tenggara dengan vegetasi yang berupa pohon tinggi sebagai vegetasi habitatnya untuk berlindung dan mencari makan.
Spesies burung Maleo
(Macrocephalon maleo Sal. Muller, 1846) yang ada di lokasi penelitian kawasan savanna wilayah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Sulawesi Tenggara berbeda dengan burung Maleo lainnya yang ada di daerah subkawasan Sulawesi dalam hal seleksi habitat untuk membuat sarang bertelur. Hal ini didukung oleh jenis substrat yang diamati langsung di lokasi penelitian berupa tanah berkerikil, pasir halus dan pasir berkerikil. Selain itu pula burung Maleo di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai menghindari daerah pantai dan hutan mangrove untuk pembuatan sarang bertelur sebab dari hasil pengamatan dengan penentuan titik koordinat diperoleh lokasi sarang burung Maleo letaknya jauh dari daerah pantai dan hutan mangrove. Jarak datar lurus sarang bertelur burung Maleo kawasan savanna blok hutan Mempaho terdekat dari hutan mangrove adalah 3,8 km. Jarak sarang bertelur burung Maleo kawasan savanna blok hutan Mempaho ke laut 8,32
No Karakteristik Fisik Jenis Vegetasi Kedala-man (cm) Suhu (oC) pH Substrat 1 55 28 5,9 Tanah berkerikil Rumput gajah 2 28 30 7 Pasir Senggani dan Komba-komba. 3 60 31 6,9 Pasir berkerikil Alang-alang, Senggani Komba-komba, Ubi hutan.
km. Sehingga burung Maleo memiliki strategi untuk pemilihan habitat sarang bertelur di wilayah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Coates dan David (1997)
menyatakan bahwa sarang burung Maleo biasanya berupa tanah berpasir dan pantai gunung berapi serta di tanah yang hangat dari panas bumi di hutan pamah primer dan hutan perbukitan. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi habitat burung Maleo kawasan savanna area perbukitan blok hutan Mempaho yang ditempuh perjalanan dengan berjalan kaki dengan jarak 2 km dari pinggir jalan raya. Diperoleh titik koordinat S : 04o28`43.8``;
E : 122 o 02`45.4`` dengan ketinggian
lokasi sarang dari permukaan laut adalah ±18 m.
Kondisi topografi berupa lereng
perbukitan yang sebagian hanya
ditumbuhi oleh beberapa jenis vegetasi
berupa Rumput gajah (Fimbristylis- sp.).
Berdasarkan informasi dari pihak
pengelola Taman menjelaskan bahwa di
area perbukitan pernah terjadi kebakaran dan pengerukan alat berat sehingga sebagian lereng perbukitan menjadi gundul dengan menyediakan sisa tanah yang berupa campuran tanah dan kerikil. Burung Maleo memilih lokasi yang cukup hangat untuk menetaskan telurnya. Lokasi perbukitan blok hutan Mempaho menjadi lokasi yang cukup baik bagi telur burung Maleo sebab tanpa adanya penutupan kanopi maka panas matahari langsung diserap ke tanah kemudian tanah tersebut
menyimpan panas (geothermal heat) yang
mampu ditolerir oleh telur burung Maleo untuk masa penetasan dengan perilaku induk burung Maleo yang selalu menggali sarang lubang bertelur dan meletakkan telurnya di dalam tanah.
Suhu udara mengindikasikan
sebagai suhu lingkungan yang mampu ditolerir oleh semua organisme yang ada di lingkungan tersebut untuk hidup dan berkembangbiak, salah satunya adalah burung Maleo. Diperoleh suhu udara pada
lokasi penelitian kawasan savanna
wilayah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Sulawesi Tenggara yaitu
38oC. Suhu lubang sarang bertelur burung
Maleo adalah rata-rata 30oC merupakan
suhu yang baik selama proses
pengeraman telur. Kemudian pH substrat lubang sarang bertelur burung Maleo
adalah 5.9–7, sehingga dapat
diasumsikan untuk proses pengeraman telur burung Maleo mampu mentolerir tingkat pH tanah yang asam hingga netral. LOKASI SARANG
BURUNG MALEO
BLOK HUTAN MEMPAHO
Gambar 4. Lokasi Sarang Burung Maleo, Daerah
Studi Karakteristik Mikro-Habitat Burung Maleo (Macrocephalon maleo) 190
Pada Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi Tenggara
Jamili, et. al., Biowallacea, Vol. 2 (1) : Hal : 182-195, April, 2015
Kedalaman lubang sarang bertelur Maleo yaitu 60 cm.
Kondisi mikrohabitat menyebabkan anak dari telur burung Maleo setelah menetas memiliki peluang hidup yang relatif rendah. Beberapa predator menjadi ancaman bagi telur Maleo. Salah satu predator utama burung Maleo adalah
biawak (Mabouya sp.). Selain itu pula
ancaman lain yang mengganggu
pelestarian burung Maleo di wilayah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Sulawesi Tenggara adalah maraknya perburuan liar di habitat asli burung Maleo oleh masyarakat terhadap telur bahkan
induk burung Maleo dijerat untuk
dikonsumsi.
Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi persarangan burung Maleo pada
kawasan savanna “Pada-padai” Resort Langkowala diperoleh titik koordinat yaitu
S : 04o32`49.6``; E : 121o59`10.7``.
Ketinggian sarang dari permukaan laut ±8 m. Jarak sarang terdekat ke daerah hutan mangrove adalah 6,4 km dan jarak sarang terdekat ke arah laut berjarak 9,4 km.
Adapun jarak sarang terjauh ke daerah hutan mangrove adalah 9,97 km dan jarak terjauh lokasi sarang burung Maleo ke arah laut berjarak 13,8 km. Sehingga dapat dikatakan bahwa seleksi habitat burung Maleo di wilayah Taman Nasional
Rawa Aopa Watumohai Sulawesi
Tenggara untuk membuat sarang bertelur memilih daerah yang jauh dari laut dan daerah hutan mangrove sebab kondisi substrat daerah hutan mangrove berupa lumpur.
Karakteristik mikro-habitat yang teramati pada sarang bertelur berupa substrat berpasir dengan pH substrat 7, mengindikasikan tingkat pH substrat
sarang bertelur burung Maleo pada kawasan savanna Pada-padai blok hutan Pampaea adalah netral. Lubang bertelur burung Maleo pada saat pengukuran diperoleh kedalaman 28 cm, dan suhu
lubang bertelur 30oC. Jenis substrat
berupa pasir halus mudah digali
menyebabkan telur Maleo terancam oleh predator dan pemangsa lainnya.
Sarang
Gambar 5. Cangkang telur burung Maleo yang telah pecah akibat dimakan oleh biawak. Lokasi
sarang bertelur : kawasan Savanna “Pada-padai” Resort Langkowala TNRAW (Senin/3/11/2014; 12.33 WITA).
Gambar 6. Ilustrasi Bentuk Ukuran Sarang Bertelur Burung Maleo (Macrocephalon maleo Sal.
Muller, 1846) kawasan
Savana Pampaea Resort
Langkowala, Wilayah Taman
Nasional Rawa Aopa
Watumohai Sulawesi
Tenggara.
Tingkat kedalaman lubang sarang bertelur burung Maleo pada tiap lokasi
pengamatan berbeda-beda. Hal ini
menunjukkan perilaku burung Maleo yang terproteksi pada jenis substrat untuk meletakkan dan mengubur telur pada lubang sarang bertelurnya. Makin dalam peletakkan telur yang dilakukan oleh burung Maleo maka telur tersebut terproteksi oleh ancaman predator. Hal ini pula menjadi salah satu adaptasi perilaku bagi burung Maleo untuk mengelabui
mangsanya. Whitten et al. (1987) dalam
Tanari (2007) menyatakan bahwa burung
Maleo termasuk spesies burrow nester
yaitu jenis burung pembuat lubang atau liang. Hal tersebut sejalan dengan
perilaku burung Maleo di lokasi
pengamatan yang menggali dan membuat banyak lubang pada lokasi sarang bertelur, namun dari banyaknya lubang yang dibuat hanya satu dari lubang tersebut yang berisi telur. Pada Lokasi
sarang bertelur yang ditemukan
merupakan lokasi terbaru dari beberapa titik sarang yang telah ditetapkan oleh staf Balai TNRAW. Pertama kali ditemukan pada hari Selasa tanggal 28 Oktober 2014 pukul 10.36 WITA. Aktifitas Maleo saat perjumpaan adalah sedang menguburkan telurnya dengan jumlah individu sebanyak sepasang, Maleo jantan dan betina.
Burung Maleo yang ditemukan di kawasan savanna Pampaea wilayah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
merupakan jenis Maleo Senkawor
(Macrocephalon maleo Sal. Muller, 1846). Hal ini didukung oleh adanya dokumentasi oleh staf Balai TNRAW. Sugiarto (2012) mengatakan bahwa burung Maleo selalu bertelur tiap bulannya sebanyak tiga sampai lima kali bertelur pada lokasi sarang yang sama yaitu bulan Agustus sampai November dengan kondisi iklim yang panas merupakan waktu yang sangat baik bagi Maleo untuk bertelur sebab dengan adanya panas matahari
dan panas bumi (geothermal heat)
membantu proses penetasan telur Maleo.
210 196
p
l
Studi Karakteristik Mikro-Habitat Burung Maleo (Macrocephalon maleo) 192
Pada Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi Tenggara
Jamili, et. al., Biowallacea, Vol. 2 (1) : Hal : 182-195, April, 2015
Pada musim penghujan dengan kondisi iklim yang cukup dingin burung Maleo bertelur dengan intensitas yang rendah yakni satu atau dua kali tiap bulan bahkan sampai dua bulan tidak bertelur.
Penelitian untuk karakteristik
mikrohabitat burung Maleo yang dilakukan pada bulan Oktober dan November merupakan waktu yang baik untuk pengamatan mikrohabitat burung Maleo di
kawasan savanna wilayah Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai. Sebab tingkat produksi telur Maleo cukup tinggi diakibatkan kondisi lingkungan yang sesuai untuk masa pengeraman telur yaitu bulan Oktober dan November adalah musim panas untuk wilayah Sulawesi Tenggara khususnya di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai menyebabkan kondisi cuaca yang sangat panas. Hal ini
pula yang menyebabkan maraknya
perburuan dilakukan oleh manusia di habitat alami burung Maleo. Sehingga beberapa kali monitoring yang dilakukan
oleh petugas Taman menemukan
perangkap atau jerat burung yang terdapat di habitat sarang bertelur burung Maleo.
Jenis Vegetasi Di Sekitar Lubang
Sarang Bertelur Burung Maleo
Kawasan Taman Nasional Rawa
Aopa
Watumohai
Sulawesi
Tenggara
Jenis vegetasi di sekitar lubang
sarang peneluran burung Maleo
(Macrocephalon maleo) Kawasan Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai
Sulawesi Tenggara di-identifikasi dengan menggunakan panduan Buku FLORA (Steenis, dkk., 2001). Hasil identifikasi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis vegetasi di sekitar lubang sarang bertelur burung Maleo
(Macrocephalon maleo)
Kawasan Taman Nasional
Rawa Aopa Watumohai
No. Familia Nama
Lokal
Nama Ilmiah
1 Ericaceae Krinyuh Eupatorium
sp. 2 Discoraeaceae Ubi Gadung Discorea hispida Dennst. 3 Gramineae Alang-alang Imperata cylindrical
4 Melastomaceae Senggani Melastoma polyanthum
5 Cyperaceae Rumput gajah Fimbristylis sp.
Setiap organisme memiliki
keterikatan dengan habitatnya. Burung Maleo memiliki habitat yang sangat khas di kawasan savanna. Khususnya di
kawasan savanna Pampaea Resort
Langkowala wilayah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Maleo memilih gundukan pasir berkerikil yang ditumbuhi
beberapa vegetasi Krinyuh (Eupatorium
sp.) dengan meletakkan telurnya di bawah perakaran tumbuhan tersebut. Maleo menggali pasir berkerikil menggunakan kaki dengan kedalaman 60 cm untuk menguburkan telur. Sarang peneluran terdedah oleh panas matahari dengan presentase penutupan kanopi yang sedikit karena ternaungi oleh jenis tumbuhan
Krinyuh (Euphatorium sp.). Sebab hal ini
dibutuhkan untuk telur Maleo agar menetas karena induk Maleo tidak mengerami telurnya secara langsung.
Lokasi penelitian mikro habitat burung Maleo di sekitar persarangan
terdapat hutan yang dialiri sungai
Pampaea sehingga sumber air ini menjadi komponen penting bagi satwa liar seperti burung Maleo untuk berkembang biak. Selain itu di sekitar lokasi persarangan di
kawasan savanna “Pada-padai” sarang
bertelur burung Maleo ditumbuhi
beberapa jenis vegetasi berupa tumbuhan
Senggani (Melastoma polyanthum). Telur
diletakkan di bawah perakaran tumbuhan
tersebut dengan kedalaman lubang
sarang bertelur sedalam 28 cm sehingga mendapatkan panas yang cukup pula dari system perakaran tumbuhan Senggani yang berupa akar serabut. Tingkat kedalaman sarang berbeda dengan lokasi di savanna Pampaea yaitu 60 cm. Selain itu pula jenis substrat sarang bertelur Maleo di lokasi savanna Pada-padai berupa pasir halus berbeda dengan jenis substrat sarang bertelur Maleo di savanna
Pampaea berupa pasir berkerikil.
Perbedaan tingkat kedalaman lubang adalah sebagai akibat dari bentuk adaptasi perilaku burung Maleo pada kondisi habitat alami yang dipilih oleh burung Maleo untuk memproteksi telurnya agar terhindar dari ancaman predator di
wilayah savanna kawasan Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai
Sulawesi Tenggara.
Burung Maleo merupakan burung liar yang memilih hidup di hutan primer yang habitatnya jauh dari pemukiman
manusia. Faktor-faktor lingkungan
menjadi komponen penting bagi makhluk hidup dalam pola adaptasi dan seleksi habitat. Odum (1998) dalam konsep
Leubic menyatakan bahwa kajian Ekologi mengenai keberadaan suatu organisme dalam lingkungannya dipengaruhi oleh beberapa interaksi faktor lingkungan. Sehingga untuk bisa bertahan hidup, maka setiap organisme mampu mentolerir semua faktor lingkungan tersebut. Dalam karakteristik habitat maupun mikro-habitat suatu organisme juga dipengaruhi oleh interaksi faktor lingkungan baik itu komponen fisik, biotik, dan kimia.
Pada kajian studi karakteristik
mikro-habitat burung Maleo
(Macrocephalon maleo) interaksi faktor-faktor lingkungan seperti komponen fisik (iklim, suhu, kelembaban), komponen biotik (air dan jenis vegetasi), serta komponen kimia (mikroorganisme dan
dekomposer) sangat berpengaruh
terhadap proses adaptasi dan seleksi habitat bagi burung Maleo untuk tetap bertahan hidup dan berkembang biak. Sehingga kegiatan konservasi burung Maleo telah dilakukan di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai sejak tahun 2009 dalam upaya pelestarian satwa endemik.
Beberapa ancaman terbesar bagi
kelestarian burung Maleo adalah
perburuan terhadap telur yang dilakukan oleh masyarakat di habitat asli Maleo sehingga hal ini sangat mengganggu habitat alami Maleo untuk bertelur dan
berkembang biak. (Sugiarto, 2012)
Studi Karakteristik Mikro-Habitat Burung Maleo (Macrocephalon maleo) 194
Pada Kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Sulawesi Tenggara
Jamili, et. al., Biowallacea, Vol. 2 (1) : Hal : 182-195, April, 2015
biasa mengganggu kelestarian Maleo adalah masyarakat di sekitar kawasan taman nasional. Selain itu predator telur
Maleo seperti biawak (Mabouya sp.), ular,
dan babi. Namun predator ini bukan ancaman besar bagi telur Maleo karena adanya seleksi alam sehingga burung Maleo sangat proteksi ketika meletakkan telurnya pada pasir yang berkerikil dengan kedalaman yang cukup menyebabkan beberapa predator tidak dapat mendeteksi telurnya. Pengelolaan habitat asli Maleo terus dilakukan melalui penelitian dan pengamanan intensif di kawasan savanna TNRAW, Sulawesi Tenggara.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan
pada penelitian ini, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Karakteristik vegetasi pada habitat persarangan burung Maleo yaitu jenis vegetasi di sekitar sarang bertelur
berupa tumbuhan Senggani
(Melastoma sp.), Ubi Hutan (Discorea hispida Denst.), Alang-alang (Imperata cylindrical), dan Kirinyuh (Eupathorium sp.).
2. Beberapa parameter Lingkungan yang diukur sebagai parameter pengukuran
Karakteristik Mikro-Habitat Burung
Maleo (Macrocephalon maleo Sal.
Muller, 1846) yaitu diperoleh suhu
udara 32oC, suhu tanah lubang sarang
bertelur Maleo 30oC. Pengukuran pH
substrat sarang bertelur Maleo yaitu
5.9-7. Rata-rata kedalaman lubang sarang bertelur burung Maleo adalah ±60 cm dengan diameter lubang 32
cm–33 cm. Kemudian jenis substrat
pada lokasi penelitian di kawasan savanna Blok Hutan Mempaho dan
savanna Blok Hutan Pampaea
didoiminasi oleh pasir berkerikil.
Saran
Saran penulis untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berkiut :
1. Melakukan penelitian karakteristik
tanah, penetapan tekstur tanah, dan sifat tanah yang baik bagi pengeraman telur maleo.
2. Melakukan pneleitian tentang analisis vegetasi hutan di sekitar persarangan burung Maleo untuk pengelolaan kawasan Konservasi Burung Endemik
secara ex-situ dan in-situ di Taman
Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara.
DAFTAR PUSTAKA
Amnawati, W.O., 2013. Keanekaragaman
Jenis Burung Pada Hutan
Mangrove di Kawasan Sungai Lanowulu Taman Nasional Rawa
Aopa Watumohai (TNRAW)
Sulawesi Tenggara,
J.Biowallacea 1 (2) : 71-81. Coates, B.J., dan David B.K.,1997.
Panduan Lapangan Burung-Burung Di Kawasan Wallacea.
BirdLife Internasional-Indonesia
Programme and Dove
Publications. Bogor.
Dekker RWRJ., 1990. The distribution and status of nesting grounds of the Maleo Macrocephalon maleo in
Sulawesi Indonesia. Biological Conservation. 51:139–150. Gunawan, H. 1998. Pelestarian Hutan
Mangrove Untuk Konservasi
Satwa Langka Di Sulawesi.
Eboni 3 (1) : 1 - 10. Balai
Penelitian Kehutanan.
Makassar.
Gorog, A.J., B. Pamungkas and R.J.Lee.
2005. Nesting Ground
Abandoment by The Maleo (Macrocephalon maleo ) in North
Sulawesi: Identiffying
Conservation Priorities for
Indonesia’s Endemic Megapode.
Biological Conservation Journal. Vol.126 (4):548-555
Odum, E.P., 1998, Dasar-Dasar Ekologi
(Terjemahan), Gadjah mada
University Press, Yogyakarta Steenis, C.G.G.J. van dan Suryowinoto,
M., 1997. FLORA Untuk Sekolah
Indonesia. PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
Sugiarto, D.P., P. Budi, P. Efi, M. Handry,
dan Darystin. 2010.
Keanekaragaman Hayati Taman
Nasional Rawa Aopa
Watumohai. DIPA. Tatangge.
Sugiarto, D.P., 2012. Konservasi Burung
Maleo (Macrocephalon maleo) di TN Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara,
http://tnrawku.wordpress.com/20 12/03/20/konservasi-burung- maleo-macrocephalon-maleo-di-
tn-rawa-aopa-watumohai-sulawesi-tenggara/ Diakses pada Tanggal 10 September 2014. Tanari, M., 2007. Karakterisasi Habitat,
Morfologi dan Genetik serta
Teknologi Pengembangan
Ex-situ Burung Maleo
(Macrocephalon maleo Sal. Muller 1846) Sebagai Upaya
meningkatkan Efektivitas
Konservasi, Sekolah Pasca
Sarjana IPB, Bogor, Disertasi : 1-137.
Tim Penyusun BKSDA, 2008. Dokumen
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara, BKSDA Sultra, Kendari.
Whitten A.J., M. Mustafa dan G.S.
Henderson. 1987. Ekologi
Sulawesi. Gadjah Mada