• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Perdarahan Saluran Cerna_fix

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Perdarahan Saluran Cerna_fix"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna merupakan keluhan yang jarang dijumpai pada anak, akan tetapi keluhan tersebut sangat mencemaskan orang tua dan memerlukan pertolongan segera. Prevalensi perdarahan saluran cerna atas berkisar antara 10% sedangkan prevalensi perdarahan saluran cerna bawah lima kali lebih rendah. Perdarahan saluran cerna bagian bawah merupakan keluhan utama pada 0,3% pasien anak yang datang ke ruang rawat darurat. Mortalitas yang disebabkan oleh perdarahan saluran cerna bervariasi antara 3,5-14%.1

Perdarahan saluran cerna terbagi menjadi perdarahan saluran cerna atas dan perdarahan saluran cerna bawah. Perdarahan saluran cerna dapat berupa hematemesis, hematoskezia, dan atau melena. Hematemesis adalah muntah atau regurgitasi sejumlah darah yang berwarna merah segar ataupun berwarna seperti kopi. Melena adalah tinja yang keluar berupa cairan berwarna hitam seperti aspal serta berbau amis, dan merupakan manifestasi perdarahan saluran cerna atas. Hematoskezia adalah keluar darah segar per-anum, dan biasanya merupakan manifestasi perdarahan saluran cerna bawah.1 Tatalaksana adekuat, terutama bila perdarahan yang terjadi mengancam jiwa, diperlukan agar mengurangi komplikasi ataupun terjadinya perdarahan berulang. 1

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A.1 Definisi

Perdarahan saluran cerna adalah perdarahan dari saluran cerna mulai dari rongga mulut sampai anus.2 Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi perdarahan saluran cerna atas dan perdarahan saluran cerna bawah. Perdarahan saluran cerna atas adalah perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas di bagian proksimal dari ligamentum Teritz, umumnya bermanifestasi sebagai hematemesis, dan/ atau melena.3 Perdarahan saluran cerna bawah didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari usus bagian distal di bawah dari ligamentum Treitz dimana berlokasi pada duodenojojunal juction.4,5 Perdarahan saluran cerna bawah pada infan dan anak merupakan masalah umum di sarana kesehatan.4

Perdarahan saluran cerna dapat bermanifestasi sebagai perdarahan yang akut akibat hilangnya sejumlah darah dan kadang dapat menyebabkan gangguan hemodinamik. Kehilangan darah yang cukup banyak dan terjadi intermiten didefinisikan sebagai perdarahan akut-berulang/ rekuren. Kehilangan darah yang tersembunyi (occult) akibat kehilangan darah yang kronik pada umumnya secara kebetulan terdeteksi saat pemeriksaan darah samar atau terbukti anemia defisiensi besi.1

Hematemesis adalah muntah atau regurgitasi sejumlah darah yang berwarna merah segar ataupun berwarna seperti kopi, dari lesi proksimal dari ligamentum Treitz.1,6 Sumber perdarahan dapat berasal dari varises dan non-varises. Hematemesis harus dibedakan dengan hemoptisis, yang jarang terjadi pada anak dan selalu didahului dengan batuk, ataupun sumber perdarahan yang berasal dari nasofaring. Muntahan yang berwarna seperti kopi sering kali akibat minum cola atau kopi, yang disalahartikan sebagai darah oleh orang tua.1

Melena adalah tinja yang keluar berupa cairan berwarna hitam seperti aspal serta berbau amis, dan merupakan manifestasi perdarahan saluran cerna atas atau usus halus bagian proksimal. Hematoskezia adalah keluar darah segar per-anum, dan biasanya merupakan manifestasi perdarahan saluran cerna bawah, biasanya kolon.1,6 Banyak zat yang dimakan oleh anak sehingga menstimulasi perubahan warna tinja seperti warna darah. Melena dapat membingungkan karena warna gelap tinja oleh karena suplemen besi, bismuth, subsalisilat, coklat dark, jus anggur, bayam, cranberi, atau blueberi.6 Perdarahan saluran cerna atas terdiri atas varises dan non-varises.1

(3)

Perdarahan saluran cerna atas merupakan keadaan yang mengancam jiwa dan merupakan suatu kegawatdaruratan dan merupakan alasan untuk dilakukan rawat inap.7 Ulkus gastroduodenal dan lesi korosif merupakan kasus perdarahan saluran cerna atas yang paling banyak (80%). Hipertensi portal sekitar 10-15% dari episode perdarahan saluran cerna atas dimana 75% berhubungan dengna perdarahan variseal esofagus dan 20% dari perdarahan variseal gastrik.8

Risiko kematian setelah rawat inap karena perdarahan saluran cerna tergantung usia, ada/tidaknya syok, kondisi komorbid, dan diagnosis yang mendasari. Temuan pada endoskopi berupa stigma perdarahan yang baru saja terjadi dapat digunakan untuk memperkirakan adanya kejadian re-bleeding pada ulkus peptikum. Adanya jendalan darah yang melekat pada dasar ulkus merupakan faktor prediktor adanya perdarahan ulang.2

A.2 Epidemiologi

Perdarahan saluran cerna pada anak walaupun jarang terjadi tetapi berpotensi serius. Prevalensi perdarahan saluran cerna atas berkisar antara 10% dari keseluruhan penyebab perdarahan pada anak, sedangkan prevalensi perdarahan saluran cerna bawah lima kali lebih rendah. Etiologi keduanya tergantung pada usia. Pada umumnya kondisi anak cukup baik, kecuali pada kondisi seperti bayi baru lahir (periode perinatal), pasien sakit berat yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) dengan atau tanpa pengunaan ventilator dan kondisi gagal organ majemuk, serta anak dengan hipertens portal dan gagal hati stadium akhir. Bila prevalensi perdarahan saluran cerna pada Pediatric Intensive Care Unit (PICU) berkisar antara 10%, maka risiko tersebut lebih tinggi di Neonatal Intevsive Care (NICU) yaitu sekitar 55%.1

Angka rawat inap karena perdarahan saluran cerna bagian atas diperkirakan sebesar 36-102 pasien per 100.000 populasi per tahun. Perdarahan saluran cerna bawah lebih jarang terjadi, yaitu sekitar 20 per 100.000 pada pasien semua umur. Belum ada data pasti kejadian perdarahan saluran cerna pada anak, tapi diperkirakan lebih jarang dibandingkan orang dewasa. Perdarahan saluran cerna bagian bawah merupakan keluhan utama pada 0,3% pasien anak yang datang ke ruang rawat darurat. Mortalitas yang disebabkan oleh perdarahan saluran cerna bervariasi antara 3,5-14%. Frekuensi perdarahan meningkat pada pasien yang dalam terapi aspirin dan risikonya tergantung dosis yang dikonsumsi. Perdarahan saluran cerna pada pasien yang dirawat di PICU yaitu sebesar 6-20%.2

(4)

Etilologi dari perdarahan saluran cerna bawah pada anak berbeda dengan orang dewasa.4 Beberapa etiologi perdarahan saluran cerna bawah pada pediatri dapat berupa keadaan ringan yang tidak memerlukan pengobatan atau hanya memerlukan penanganan minimal hingga ke keadaan yang berat dan mengancam nyawa sehingga membutuhkan intervensi segera.5 Penyebab perdarahan saluran cerna bawah dapat sangat sederhana, contohnya fisura ani dan juvenil polip. Ada pula yang gelajanya berat dan mengancam nyawa seperti intususepsi, divertikulum Meckel dan volvulus.4 Secara umum, penyebab perdarahan saluran cerna bagian bawah meliputi alergimakanan, infeksi enterokolitis, divertikulum Meckel, intususepsi, hiperplasia limponodular, Inflammatory Bowel Disease (IBD), angiodisplasia, hemoroid, dan Hemolytic-Uremic Syndrome (HUS).5

Etiologi terbanyak perdarahan saluran cerna berbeda-beda pada tiap golongan usia. Pada usia neonatus, perdarahan saluran cerna seringkali diakibatkan oleh kolitis infeksi. Pada neonatus yang nampak sakit berat harus dicurigai adanya enterolitis nekrotikans atau perdarahan karena stress ulcer. Pada bayi perdarahan saluran cerna sering disebabkan oleh kolitis infeksi, alergi susu sapi, dan intususepsi. Pada anak dan remaja selain kolitis karena infeksi bakteri, perdarahan dapat terjadi karena gastritis atau ulkus peptikum. Penyebab lain dari perdarahan saluran cerna oleh karena pecahnya varises esofagus/ lambung dan stress ulcer pada pasien sakit berat.2

Perdarahan gastrointestinal pada infan dan anak adalah kejadian yang katastropik tapi tidak berhubungan dengan kematian yang signifikan kecuali ada hubungannya dengan penyakit primer yang serius.6 Etiologi perdarahan saluran cerna atas akut dapat dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan non-variseal dan perdarahan variseal. Sumber utama dari perdarahan non-variseal antara lain, ulkus, esofagitis, kerusakan mukosa yang diinduksi obat, anomali vaskular, trauma dan lesi post-operatif, dan tumor. Perdarahan variseal disebabkan oleh sekuele dari hiertensi portal seperti varises esofagus, lambung, duodenum dan gastropati hipertensi portal.7 Perdarahan saluran cerna atas pada bayi dan anak usia muda sering berhubungan dengna ulkus stres atau erosi, tapi pada anak yang lebih tua dapat disebabkan oleh ulkus duodenum, esofagitis, dan varises esofagus. Gastrointestinal bagian bawah dapat disebabkan oleh berbagai macam lesi seperti infeksi kolitis, divertikulum Meckle, gangguan perdarahan, alergi gastrointestinal, dan IBD.6

(5)

Saluran Cerna Atas

Neonatal Bayi Pra-sekolah Usia Sekolah

 Tertelan darah ibu

 Tukak stres  Gastritis hemoragis  Diatesis perdarahan  Benda asing  Malformasi vaskular Gastritis Esofagitis Tukak stres

Sind. Mallory Weiss

Stenosis pilorik Malformasi vaskular  Tukak stres  Gastritis  Esofagitis

 Sind. Mallory Weiss

 Varises esofagus  Benda asing  Malformasi vaskular  Tukak stres  Gastritis  Esofagitis  Tukak peptik

 Sind. Mallory Weiss

 Varises esofagus Saluran Cerna Bawah

Anak Sehat

 Tertelan darah ibu

 Kolitis infeksi  Peny. hemoragis  Divertikulum  Meckeli  Alergi susu  Duplikasi usus Fisura ani Kolitis infeksi Kolitis nonspesifik Intususepsi Polip juvenil Divertikulum Meckeli Alergi susu  Kolitis infeksi  Fisura ani  Polip juvenile  Intususepsi  Divertikulum Meckel  Angiodisplasia

Purpura Henoch Schőnlein (HSP)  Kolitis infeksi  Polip  Hemoroid  Peny.usus Beradang Anak Sakit  Enterokolitis Nekrotikan  Intususepsi  Volvulus usus tengah (midgut)  Kolitis infeksi Duplikasi usus HUS Enterokolitis pseudo membranosa  HUS  Enterokolitis pseudo membranosa  DIC

(Sumber: Juffrie. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: UKK Gastroenterologi Hepatologi IDAI. 30-43. 2009)

A.4 Faktor Risiko dan Patogenesis

Faktor risiko perdarahan saluran cerna pada anak adalah infeksi helicobacter pilori, penyakit berat dan kritis, penggunaan obat-obatan Non-Steroid Anti Inflammation Drug (NSAID), dan steroid, serta penyakit hati kronis yang menyebabkan sirosis. Risiko lain yang lebih jarang adalah malformasi pembuluh darah dan tumor saluran cerna.2

Ulkus mukosa terjadi karena ketidakseimbangan mekanisme proteksi mukosa. Proteksi mukosa berupa mukus lambung, bikarbonat, fosfolipid, aliran darah mukosa yang lancar, dan mekanisme penghambat sekresi asam berlebihan. Potensi kerusakan mukosa disebabkan oleh pepsin, asam lambung, iskemia mukosa, dan obta-obatan serta stres emosional.2

(6)

Ulkus peptikum primer jarang dijumpai pada anak, kejadiannya diperkirakan hanya 1 diantara 2500 pasien rawat inap. Ulkus primer lebih sering dijumpai pada remaja dan dihubungkan dengan infeksi H. Pylori. Ulkus sekunder dijumpai pada trauma kepala, luka bakar berat, dan penggunaan kortikosteroid dan NSAID.2

Penggunaan NSAID saat ini makin meningkat, terutama pada pasien dewasa. NSAID dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada hampir semua bagian dari saluran cerna, yaitu esofagus, lambung, duodenum, usus halus, dan kolon. Faktor risiko kerusakan saluran cerna pada penggunaan NSAID adalah usia, riwayat adanya ulkus sebelumnya, merokok, penyakit kardiovaskular, atau pernapasan sebelumnya, penggunaan kortikosteroid dan antikoagulan, NSAID dosis tinggi dan multipel, serta infeksi H. Pylori.2

NSAID dapat menyebabkan berbagai keluhan saluran cerna yang berkisar dari ringan sampai berat, terjdinya ulkus duodenum atau lambung, perdarahan sampai perforasi. Prevalensi ulkus duodenum atau lambung pada pengguna NSAID yang diketahui dengan pemeriksaan endoskopi berkisar 14-25%. Risiko individual rawat inap oleh karena gangguan saluran cerna pada pasien yang mengkonsumsi NSAID adalah 1/50 sampai dengan 1/150 pasien per tahun. Risiko perdarahan saluran cerna bagian atas berkisar antara 1/100 sampai dengan 1/500 pasein per tahun dan kematian karena masalah.2

NSAID memperngaruhi jalur cyclo-oxygenase (COX) yang memicu terbentuknya prontanoid (prostaglandin, protasiklin, dan tromboksan). Hal ini mempengaruhi potensi proteksi mukosa dengan mengurangi efektifitas barier mukus-bikarbonat, asam lambung, dan pepsin, sehingga mempermudah terjadinya kerusakan mukosa. Selain itu, kebanyakan NSAID juga merupakan asam lemah yang menimbulkan iritasi mukosa.2

Kerusakan mukosa lambung dapat terjadi pada pasien yang sakit kritis di PICU dan mengalami stres fisiologis berat. Dalam 24 jam setelah perawatan di ICU 75-100% pasien akan menunjukkan adanya gangguan mukosa saluran cerna akibat stres fisiologis. Stress ulcer merupakan penyebab perdarahan yang sering terjadi di ICU. Stress ulcer berhubungan dengan perubahan fisiologis, seperti hipotensi, takikardia, dan dapat menyebabkan anemia dan meningkatkan kebutuhan transfusi. Patofisiologisnya merupakan proses yang kompleks. Faktor yang terutama berperan dalam kerusakan mukosa adalah penurunan aliran darah, iskemia mukosa, hipoperfusi dan reperfusi.2

Perdarahan saluran cerna bagian bawah lebih jarang terjadi pada anak-anak. Faktor risiko dan patofisiologinya sangat tergantung penyebabnya.2 Perdarahan rektal berulang

(7)

tidak biasa terjadi pada anak-anak. Meskipun perdarahan rektal dapat terjadi karena fisura ani, intususepsi, polip anal, divertikulum Meckel’s atau duplikasi. Penyebab lainnya yang sangat jarang terjadi adalah gastropati heterotopia.10

A.5 Gejala dan Pemeriksaan Fisik

Biasanya berhubungan dengan riwayat katerisasi pada umbilikal atau sepsis pada masa neonatal, episode perdarahan sebelumnya dari saluran cerna atau tempat lain, gangguan perdarahan, penyakit hati, aspirasi atau konsumsi obat, atau riwayat keluarga menderita ulkus peptikum, telangiektasis, dan gangguan perdarahan.6 Pada kasus perdarahan yang tersembunyi, manifestasi klinik berupa kelelahan yang sulit dijelaskan, pucat, atau anemia defisiensi besi.11

Pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan hidung posterior dan faring untuk mengeliminasi terjadiya epistaksis sebagai sumber perdarahan. Tanda dari penyakit hati atau hipertensi portal mungkin tidak jelas tapi dapat muncul ikterus, distensi abdomen, gambaran vena abdomen yang nyata, hepatosplenomegali, spider nevi kutaneus atau asites yang menandakan adanya penyakit hati dan/ atau hipertensi portal dengan varises esofagus.6

Keparahan pada kehilangan darah akut tampak dalam pemeriksaan fisik dan status hemodinamik, jumlah kehilangan darah dan warna darah yang hilang. Tanda dan gejala yang mengkhwatirkan meliputi pucat, diaforesis, lemah, letargi, dan nyeri perut. Indikator terbaik pada kehilangan darah yang adalah perubahan ortostatik pada denyut jantung dan tekanan darah. Perubahan ortostatik didefinisikan peningkatan nadi 20 kali/ menit atau penurunan tekanan darah diastolik 10 mmHg atau lebih pada saat pasien berubah posis dari supine ke posisi duduk.11

A.6 Penilaian Awal

Dalam menilai seorang anak dengan keluhan perdarahan saluran cerna, hal-hal tersebut di bawah ini harus ditentukan secara cepat:2

1. Apakah benar anak mengalami perdarahan saluran cerna?

2. Apakah jumlah perdarahan cukup banyak sehingga dapat menyebabkan gangguan hemodinamik?

3. Apakah saat ini sedang terjadi perdarahan aktif? 4. Tindakan apa yang harus dilakukan segera?

Langkah awal dalam menghadapi anak dengan perdarahan saluran cerna adalah mencari ada/tidaknya tanda kegawatann hemodinamik. Takikardia merupakan tanda awal

(8)

syok pada anak. Tanda hipovolemik lain adalah agitasi, pucat dan hipotensi. hipotensi potural menunjukkan kehilangan darah setidaknya sebesar 20%. Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi apabila terjadi perdarahan. Mekanisme ini meliputi rangsang simpatis, pelepasan katekolamin, hormon adrenonikotropin, hormon antidiuretik, aldosteron, glukokortikoid, dan prostaglandin. Sebanyak 15% darah dapathilang secara perlahan-lahan tanpa tanda gangguan hemodinamik. Biasanya kehilangan darah yang dapat terjadi secara perlahan-lahan lebih dapat ditoleransi oleh seorang anak. Kehilangan darah lebih dari 30% akan mengakibatkan syok dan kematian, apabila tidak ditangani dengan baik.2

Derajat perdarahan dapat dibagi menjadi:2

a. Ringan (apabila kehilangan darah <15%): pada keadaan ini, volume intravaskuler dipertahankan oleh mekanisme homeostasis tubuh.

b. Sedang (apabila kehilangan darah 15-30%): ditandai dengan adanya takikardia dan peningkatan curah jantung, sekresi hormon aldosteron dan antidiuretik, serta vasokonstriksi perifer.

c. Berat (apabila kehilangan darah >30%): pada kondisi ini biadanya sudah terjadi hipotensi, penurunan curah jantung, dan bahkan kerusakan organ.

Hal berikut dapat menjadi petunjuk berat/ringannya perdarahan yang terjadi: a. Keadaan umum pasien, status hemodinamika pasien: pucat, elisah, berkeringat,

letargi, nyeri abdomen, perubahan ortostatik nadi 20 kali/menit atau penurunan tekanan darah 10 mmHg atau lebih pada saat perubahan posis dari supine ke duduk, hal ini mengarah pada perdarahan yang banyak.

b. Banyaknya darah yang keluar.

(9)

Pemeriksaan Penunjang Hematemesis, Melena atau Hematochezia

Pemeriksaan klinis awal:

hemodinamik, urine output, kesadaran, penyakit yang mendasari

Tidak stabil (perdarahan berat): Akses intravena

Blood testing dan cross matching Resusitasi cairan

Stabil (perdarahan tidak berat): Anamnesis dan pemeriksaan fisk lengkap

Kondisi membaik: lanjutkan monitoring klinis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada perbaikan Konsultasi Bedah

Gambar 1. Alur Penilaian Awal Perdarahan Saluran Cerna

(Sumber: Mulyani, Juffrie, Oswari. Modul Pelatihan Perdarahan Saluran Cerna pada Anak. Jakarta: UKK Gastro Hepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010)

Pada semua pasien dengan perdarahan saluran gastrointestinal perlu dimasukkan pipa nasogastrik dengan melakukan aspirasi isi lambung. Hal ini terutama penting apabila perdarahan tidak jelas. Tujuan dari tindakan ini adalah:9

a. Menentukan tempat perdarahan.

b. Memperkirakan jumlah perdarahan dan apakah perdarahan telah berhenti.

Perlu diingat bahwa tidak adanya darah dari lambung tidak selalu menyingkirkan perdarahan GIT, karena perdarahan mungkin telah berhenti atau sumber perdarahan mungkin di bagian distal pilorus yang kompeten.

(10)

Perdarahan GI Atas Perdarahan GI Bawah Penampilan Klinis Hematemesis Melena Bilas Nasogastrik

Darah Positif Darah Negatif

Gambar 2. Algoritma Penentuan Letak Perdarahan

(Sumber: Juffrie. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: UKK Gastroenterologi Hepatologi IDAI. 30-43. 2009)

A.7 Pemeriksaan Penunjang A.7.1 Hematemesis

Hematemesis dapat terjadi akibat tertelan darah, lesi mukosa pada saluran cerna atas, perdarahan variseal, dan yang jarang terjadi hemobilia. Tertelan darah dapat terjadi pada saat epistaksis, nyeri tenggorok atau tonsilektomi. Lesi mukosa meliputi esofagitis, gastritis, stress ulcer, dan ulkus peptikum. Riwayat rasa panas di dada yang kronik, nyeri dada, nyeri epigastrium, muntal, regurgitasi/ refluks esofagitis ataupun penyakit ulkus peptikum. Muntah yang persisten pada bayi terjadi akibat stenosis pilorik atau pada anak yang lebih tua akibat pankreatitis atau esofagitis erosif akut.11

Banyak anak yang datang dengan hematemesis berada dalam keadaan hemodinamik yang stabil dan biasanya hematemesis digambarkan sebagai muntah seperti kopi atau darah segar. Perdarahan mukosa biasanya berhenti secara spontan. Evaluasi pemeriksaan laboratorium meliputi hematokrit, MCV, trombosit, profil koagulasi,

Darah Positif

Darah Negatif

Bilas Nasogastrik

Hematemesis

Melena

(11)

bilirubin, enzim hati, potein ttal dan albumin. Lesi mukosa dapat didagnosis berdasarkan anamnesis dan pemerikasaan fisik.11

Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan pada hematemesis. Tujuan dilakukannya endoskopi adalah untuk mengidentifikasi lokasi perdarahan, mediagnosa secara spesifik penyebab perdarahan dan sebagai terapi intervensi inisial jika ada indikasi. Endoskopi emergensi diperlukan hanya perdarahan berulang yang mengancam nyawa. Kualitas pemeriksaan selama perdarahan aktif bergntung pada kemampuan untuk melihat ulkus dan pembuluh darah untuk identifikasi lesi.11

Perdarahan saluran cerna pada dasarnya merupakan lesi pada daerah mukosa saluran cerna, sehingga deteksi akan lebih baik bila menggunakan endoskopi dibandingkan alat lain yang mevisualisasikan secara indirek. Saat ini penggunaan endoskopi tidak hanya sebagai alat diagnostik saja akan tetapi dapat digunakan pula sebagai sarana terapi pada perdarahan saluran cerna. Pemeriksaan endoskopi yang dilakukan dalam 24 jam awal dapat mendeteksi 82% sumber perdarahan saluran cerna atas, dibandingkan dengan pemeriksaan diatas 72 jam (48%).1

A.7.1 Hematoskezia dan Melena

Warna darah, usia pasien, adanya nyeri abdomen dan riwayat perubahan buang air besar penting untuk menilai hematoskezia. Meskipun jarang, darah dari saluran cerna atas dapat muncul pada tinja karena transit usus yang cepat. Sekitar 10-15% perdarahan mukosa dan perdarahan variseal dari saluran cerna atas tampak sebagai melena tanpa hemetemesis. Pada anak melena atau warna feses yang gelap menunjukkan perdarahan dari lambung, duodenum, usus halus atau kolon proksimal.11

Hematoskezia akut yang juga mengalami nyeri abdomen akut dipikirkan terjadi iskemia misalnya pada komplikasi intususepsi, volvulus mid-gut (berhubungan dengan malrotasi, kista mesenterika, duplikasi intestinal atau hernia internal), hernia inkarserata atau trombosis mesenterika. Perdarahan intestinal adalah tanda dari obstruksi intestinal akut yang yang sesudah itu akan terjadi kongesti vena, iskemia dan nekrosis hemoragik pada daerah usus. Intususepsi idiopatik harusnya terdiagnosis pada anak usia dibawah 2 tahun dengan keluhan nyeri perut dan berhubungan dengan kehilangan darah pada saluran cerna. Onset kolik abdomen yang tiba-tiba dan muntah pada kejadian penyakit virus diikuti adanya currant jelly stool merupakan tanda intususepsi hingga dibuktikan.11

Usia diatas 2 tahun, intususepsi lebih sering berhubungan dengan divertikulum Meckel, polip, limfoid nodular hiperplasia, benda asing, duplikasi intestinal, hematom

(12)

intramural, limfoma, edema dinding usus pada HSP. Hematoskezia dan melena yang jelas berhubungan yang berhubungan dengan nyeri abdomen dan distensi terjadi pada 5-25% anak dengan HSP dan munculnya lesi kulit 1 minggu. Riwayat nyeri abdomen yang kronik yang disertai hematoskezia mungkin akibat dari inflamasi usus, divertikulum Meckle (yang berhubungan dengan ulkus) atau Tuberkulosis saluran cerna. Pengeluaran darah per rekTum yang tidak nyeri menunjukkan adanya divertikulum Meckel, polIp, duplikasi intestinal, Gastrointestinal Submucosal Tumor (GIST), angiodysplasia/ malformasi vaskular, atau aneurisma arteri mesenterika.11

Anemia dan perdarahan berat jarang terjadi pada juvenile polip. Autoamputasi dari polip juvenil akan menunjukkan hematoskezia yang nyata. Jarang terjadinya perdaraha tanpa nyeri dari ulkus yang dalam di ileum terminal atau kolon yang menunjukkan adanya penyakit Crohn. Penting untuk mengingat bahwa penggunaan NSAID dapat mengakibatkan ulkus pada usus halus dan kolon selain pada seluran cerna bagian atas.11

Semua anak yang mengalami hematoskezia akut harus melakukan radiografi untuk melihat adanya obstruksi atau pneumatosis intestinalis (gas dalam dinding usus). Beberapa kasus diperlukan enema dengan kontras yang larut air. CT scan abdominal atau ultrasonografi (USG) merupakan alat diagnosis inisial pilihan. Setelah menyingkirkan diagnosis obstruksi atau divertikulum Meckel perlu dilakukan investigiasi lebih lanjut dengan melakukan endoskopi dan kolonoskopi. Kolonskopi dapat mendeteksi polip, angiodisplasia dan ulkus pada ileum terminal, kolon dan anastomosis ileicolonik. Endoskopi biopsi dari area perdarahan atau dari ulkus untuk mendiagnosis vaskulitis yang berhubungan dengan HSP.11

Pada perdarahan rektal dengan tanda adanya kolitis perlu dilakukan pemeriksaan feses. Kolonkopi diindikasikan untuk pasien dengan adanya bukti inflamasi yang signifikan (>5 kali BAB berdarah dalam sehari, anemia, takikardia, hipoalbuminemia) atau pasien yang tampak baik tapi mengalami diare persisten dalam 2 minggu.11

Peran pencitraan seperti foto polos perut akan memberikan informasi yang banyak jika perdarahan saluran cerna atas/ bawah disertai keluhan nyeri perut ataupun muntah, dan dapat mendemonstasikan obtruksi usus ataupun perforasi. Peran USG pada perdarahan akibat intususepsi ataupun massa intalumen cukup baik, walaupun tergantung keterampilan operator. Pemeriksaan CT-Scan dan MRI bermanfaat pada deteksi massa ataupun malformasi vaskular. Pada perdarahan akibat divertikel Meckel dapat dilakukan pemeriksaan skintigrafi menggunakan techenetium-99m pertchnate, sedangkan bleeding

(13)

scanning adalah teknik skintigrafi yang dapat digunakan untuk identifikasi perdarahan saluran cerna yang tidak dapat dideteksi oleh endoskopi.1

A.8 Diagnosis Banding

Tabel 2. Diagnosis banding perdarahan saluran cerna berdasarkan manifestasi klinik Hematemesis

 Darah yang tertelan (epistaksis, nyeri tenggorokan, tonsilektomi)  Kekurangan vitamin K pada neonatus

 Esofagitis erosif  Gastritis hemoragik  Gastritis reaktif  Ulkus peptikum

 Perdarahan variseal: berhubungan degan hipertensi portal  Massa submukosa  Malformasi vaskular  Hemobilia Hematoskezia, Melena  Iskemik intestinal  Divertikulum Meckel

 Penyebab perdarahan saluran cerna atas  Vaskulitis

 Ulkus

 Kolitis ulseratif  Malformasi vaskular

Perdarahan Rektal dengan tanda Kolitis (diare berdarah, tenesmus)  Kolitis infeksi

 Hemolitik-uremic syndrome  Enterokolitis nekrotikan  IBS

Perdarahan Rektal dengna Gambaran Tinja Normal  Polip juvenil

 Hiperplasia nodular limfoid  Kolitis eosinofilik

 IBS

 Malformasi vaskular

Feses normal atau keras dengan darah segar  Fisura ani  Prolaps rektal  Hemoroid internal Perdarahan Samar  Esofagitis  gastritis reaktif  Kolitis  IBS  Poliposis  Divertikulum Meckel  Malformasi vaskular

(14)

(Sumber: Boyle. Gastrointestinal Bleeding in Infant and Children. American Academy of Pediatrics. 29: 39-52. 2008)

A.9 Tatalaksana

A.9.1 Tatalaksana suportif

Tatalaksana suportif meliputi stabilisasi status hemodinamik, koreksi abmormalitas koagulasi atau trombosit, transfusi jika diperlukan, dan suplemen besi. Karena kedua volume baik intravaskular maupun ekstravaskular berkurang pada perdarahan saluran cerna akut, kristaloid (normal saline, RL) merupakan pilihan resusitasi cairan intravena. Cairan koloid atau darah hanya digunakan pada saat kehilangan darah yang masif, dimana didapatkan pasien dengan risiko insufisiensi respiratori atau syok paru akibat penurunan tekanan onkotik plasma yang signifikan.11

A.9.2 Kontrol Perdarahan Aktif Saluran Cerna Atas

Agen vasoaktif meliputi ocreotide dan vasopresin digunakan untuk perdarahan mukosa dan perdarahan variseal, biasanya sebagai terapi adjuvan untuk hemostasis endoskopi. Obat ini menurunkan tekanan portal dengan menurunkan aliran darah splangnikus. Ocreotide merupakan octapeptide sintetis dimana aksi farmakologinya mirip dengan somatostatin endogen. Ocreotide memiliki efek samping hemodinamik yang lebih rendah daripada vasopresin dan menjadi obat pilihan. Vasopresin dapat menyebabkan gangguan vasokonstriksi perifer dan dapat memicu gagal ginjal. Efek samping ocreotide yang sering terjadi adalah hiperglikemia. Ocreotide inisiasi disuntikan secara bolus 1mcg/kg (dengan dosis maksimum 50 mcg) diikuti infus 1 mcg/kg per jam, dimana dosis diturunkan perjam sebanyak 1 mcg/kg per jam hingga 4 mcg/kg per jam.11 Ocreotide dilanjutkan pemberiannya selama 5-7 hari.1

Hemostasis endoskopi pada lesi mukosa meliputi metode injeksi dan termal. Diantara lesi mukosa yang dapat dilakukan terapi endoskopi adalah ulkus dengan perdarahan aktif, tetesan dari bekuan ulkus, atau ulkus yang bagian dasarnya tampak pembuluh darah. Metode injeksi pada pediatri umumnya menggunakan injeksi 1:10.000 epinefrin dalam normal saline ke dalam dan sekitar lesi. Metode kontak termal dilakukan dengan tamponade dan koagulasi dimana meliputi fusi dinding pembuluh darah hingga 2 mm. Kontak termal umumnya menggunakan heater probe, bipolar probe dan BICAP cautery. Terapi endoskopi untuk perdarahan variseal akut meliputi skleroterapi dan terapi ligasi variceal band.11

(15)

A.9.3 Kontrol Perdarahan Aktif Saluran Cerna Bawah

Perdarahan saluran cerna bawah jarang mengancam nyawa. Divertikulum Meckel ditangani dengan pembedahan reseksi. Endoskopi dapat mengobati lesi kolonik seperti polip, perdarahan ulkus, telangiektasis, atau hematngioma kecil. Polip juvenil dihilangkan dengan polipektomi. Seperti perdarahan saluran cerna atas, endoskopi hemostasis dari lesi mukosa meliputi metode injeksi dan termal.11

A.9.4 Pencegahan Perdarahan Berulang

Untuk kondisi perdarahan berulang yang signifikan (perdarahan variseal, terapi NSAID kronik, angiodisplasa), tujuan pengobatan dalah menurunkan kejadian perdarahan berulang. Terapi medikamentosa meliputi penekanan asam dengan antasid, antagonis reseptor H2 atau Proton Pump Inhibitor (PPI). Ditambah dengan agen sukralfat yang menunjukkan dapat meningkatkan penyembuhan ulkus. Sukralfat juga efektif untuk perdarahan esofageal oleh karena kausatik atau bentuk kerusakan mekanik pada mukosa.11 Sukralfat diketahui memiliki beberapa keuntungan pada mukosa gastrointestinal karena berefek pada penurunan respon inflamasi dan meningkatkan sekresi mukus. Sukralfat dapat meningkatkan sintesis dan pelepasan prostaglandin, meningkatkan regenerasi sel mukosa dan kapasitas ikatan faktor pertumbuhan intradermal, penyembuhan dan reepitelisasi dan menstimulasi angiogenesis sehingga menghasilkan peningkatan mikrosirkulasi dan sirkulasi jaringan.12

Dosis ranitidin intravena 1,5g/kg (3 kali perhari). Dan cara pemberian harus perlahan untuk menghindari efek bradikardi. Dosis ranititdin peroral adalah 6-8 mg/kg/hari dibagi 2-3 kali, sedangkan omeprazol oral/intravena 0,3-3,5 mg/kg (maksimum 80 mg/hari). Pada saluran cerna atas akut, pemberian PPI secara signifikan lebih efektif menurunkan risiko perdarahan berulang pasca hemostasis dibandingkan preparat anatagonis reseptor H2.1

A.9.5 Profilaksis Sekunder pada Perdarahan Variseal

Profilaksis sekunder untuk mencegah perdarahan variseal berulang diindikasikan pada pasien dengan sirosis atau transformasi kavernosus dari vena portal. Profilaksis sekunder meliputi kombinasi endoskopi dan farmakologi. Pilihan endoskopi antara lain skleroterapi dan ligasi variceal band. Terapi medikamentosa meliputi beta bloker non

(16)

selektif untuk mengurangi cardiac output dan splanknikus dan aliran darah portal yang pada akhirnya akan menurunkan tekanan portal.11 Pemberian propanolol 1,5-9 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis (hingga mencapai 25% pengurangan detak jantung) akan mencegah terjadinya perdarahan berulang.1

(17)

BAB III PENUTUP

Perdarahan saluran cerna pada anak umumnya jarang terjadi dan jarang mengancam jiwa, serta pada umumnya berhenti sendiri. Akan tetapi pada kasus yang berat sering mengakibatkan kekhawatiran. Manifestasi klinik dari perdarahan saluran cerna dapat berupa hematemesis, melena, dan atau hematoskezia. Perdarahan saluran cerna dapat berupa perdarahan yang akut akibat hilangnya sejumlah darah dan kadang dapat menyebabkan gangguan hemodinamik.

Penggunaan endoskopi baik untuk diagnostik maupun terapetik. USG, CT Scan dan MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat disarankan. Pemeriksaan feses juga dapat membantu diagnostik. Penggunaan medikamentosa seperti golongan PPI, ocreotide ataupun somatostatin merupakan terapi pilihan pada perdarahan saluran cerna. Tindakan bedah dilakukan hanya jika ada indikasi.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dwipoerwantoro, P.G. Perdarahan Saluran Cerna pada Anak dalam Kegawatan pada Bayi dan Anak. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2012

2. Mulyani, Juffrie, Oswari. Modul Pelatihan Perdarahan Saluran Cerna pada Anak. Jakarta: UKK Gastro Hepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010

3. Dehgani, Haghighat, Imanieh, Tabebordbar. Original Article Upper Gastrointestinal Bleeding in Children in Southern Iran. Indian Pediatr 76 (6): 635-638. 2009 4. Moravej, Dehghani, Nikzadeh, Malekpour. Lower Gastrointestinal Bleeding in

Children: Experiences From Referral Center in Southern Iran. J Compr Ped 3 (3): 115-8. 2013

5. Zahmatkeshan, Fallahzadeh, Najib, Geramizadeh, Haghighat, Imanieh. Etiology of Lower Gastrointestinal Bleeding in Children: A Single Center Experience from Southern Iran. Middle East J Dig Dis 4: 216-23. 2012

6. Hillemiere dan Gryboski. Gastrointestinal Bleeding in the Pediatric Patient. The Yale Journal of Biology and Medicine 57: 135-147. 1984

7. Masoodi dan Saberifiroozi. Etiology and Outcome of Gastrointestinal Bleeding in Iran: A Review Article. Middle East J Dig Dis 4: 193-8. 2012

8. Colle, Wilmer, Moine, Debruyne, Delwaide, Dhondt, dkk. Upper Gastrointestinal Tract Bleeding Management: Belgian Guidelines for Adults and Children. Acta Gastroenterol 75: 45-66. 2011

9. Juffrie. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: UKK Gastroenterologi Hepatologi IDAI. 30-43. 2009

10. Arda, Tokar, Ilhan, Eren. Massive Gastrointestinal Bleeding in Children: Diagnosis by Enterotomy Introduce Endoscopy. Journal of Clinical and Analytical Medicine. 2011

11. Boyle. Gastrointestinal Bleeding in Infant and Children. American Academy of Pediatrics. 29: 39-52. 2008

12.Gumurdulu, Karakoc, Kara, Tasdogan, Parsak, Sakman. The Efficiency of Sucralfate in Corrosive Esophagitis: A Randomized, Prospective Study. Turk J Gastroenterol 21(1): 7-11. 2010

Gambar

Gambar 1. Alur Penilaian Awal Perdarahan Saluran Cerna
Gambar 2. Algoritma Penentuan Letak Perdarahan
Tabel 2. Diagnosis banding perdarahan saluran cerna berdasarkan manifestasi klinik Hematemesis

Referensi

Dokumen terkait

- Terapi antisekretori dengan PPI direkomendasikan untuk penderita dengan perdarahan yang disebabkan ulkus peptikum atau pada penderita yang diduga ulkus peptikum

Fecal Immunochemical Test dapat digunakan sebagai salah satu uji skrining untuk mendeteksi perdarahan pada saluran cerna bagian bawah.. Kata kunci: perdarahan saluran cerna

7,8,11,12 Setelah terjadi perdarahan saluran cerna pada pasien ini, dengan skor Rockal 6, diputuskan untuk menunda pemberian DAPT sambil terus memantau perdarahan yang

Kondisi seperti hemofilia dan leukemia akut berhubungan dengan trombositopenia, perdarahan intrakranial masif yang sering menjadi penyebab utama kematian (Kerr,

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati (1) Perdarahan varises esofagus Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius yang sering

Adapun konsensus ini merupakan bahan rujukan profesional untuk para praktisi medis di seluruh Indonesia dalam penatalaksanaan pasien-pasien dengan perdarahan saluran

Prognosis SAH bervariasi secara signifikan, dari sembuh sempurna hingga kecacatan berat atau kematian yang tergantung pada tingkat keparahan perdarahan awal dan potensi

Adapun konsensus ini merupakan bahan rujukan profesional untuk para praktisi medis di seluruh Indonesia dalam penatalaksanaan pasien-pasien dengan perdarahan saluran