• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Dengan Pasien Penyakit Terminal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komunikasi Dengan Pasien Penyakit Terminal"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

A. Latar BelakangLatar Belakang

Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu tidak dapat dihindari membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu tidak dapat dihindari  bahwa

 bahwa manusia manusia harus harus selalu selalu berhubungaberhubungan n dengan dengan manusia manusia lainnya. lainnya. Hubungan Hubungan manusiamanusia dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan kelompok, atau

dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan kelompok, atau hubungan kelompokhubungan kelompok dengan kelompok inilah yang disebut sebagai interàksi sosial. Banyak pakar menilai bahwa dengan kelompok inilah yang disebut sebagai interàksi sosial. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup  bermasya

 bermasyarakat. rakat. Komunikasi Komunikasi dan dan masyamasyarakat rakat adalah adalah dua dua kata kata kembar kembar yang yang tidak tidak dapatdapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. (Riswandi, 2009)

komunikasi. (Riswandi, 2009)

Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama 20 tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam selama 20 tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam  pemenuha

 pemenuhan n 219 219 dari dari 300 300 tujuan tujuan khusus. khusus. Apabila Apabila digunakan digunakan secara secara tepat tepat komunikasikomunikasi kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan, dan norma sosial, kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan, dan norma sosial, yang kesemuanya berperan sebagai prekursor pada perubahan perilaku. Komunikasi yang kesemuanya berperan sebagai prekursor pada perubahan perilaku. Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan. (Riswandi, 2009) Komunikasi menyampaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan. (Riswandi, 2009) Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

kesembuhan pasien.

Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Suatu Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Suatu  bentuk

 bentuk pelayanan pelayanan kesehatakesehatan n kepada kepada masyamasyarakat rakat yang yang didasarkan didasarkan pada pada ilmu ilmu dan dan kiatkiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan  pada

 pada pencapapencapaian ian kebutuhan kebutuhan dasar dasar manusia. manusia. (Suparyanto, (Suparyanto, 2010) 2010) Dalam Dalam hal hal ini ini asuhanasuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuan-bantuan kepada pasien kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuan-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. (Mungin, 2008).

(2)

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud komunikasi?

2. Apa yang dimaksud komunikasi terapeutik? 3. Apa saja teknik-teknik komunikasi terapeutik? 4. Apa yang di maksud dengan penyakit terminal?

5. Apa tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal? 6. Bagaiman perawatan pada pasien dengan penyakit terminal?

7. Bagaimana peran perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien terminal? 8. Apa saja teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal?

C. Tujuan

1. Menjelaskan yang dimaksud komunikasi.

2. Menjelaskan yang dimaksud komunikasi terapeutik. 3. Menjelaskan teknik-teknik komunikasi terapeutik. 4. Menjelaskan yang di maksud dengan penyakit terminal.

5. Mengetahui tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal. 6. Mengetahui perawatan pada pasien dengan penyakit terminal.

7. Mengetahui peran perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien terminal. 8. Menjelaskan teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal.

(3)

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi Komunikasi

Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal dari Bahasa Latin ‘communicatus’ yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian komunikasi menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Secara harfiah, komunikasi  berasal dari Bahasa Latin: “Communis” yang berarti keadaan yang biasa, membagi. Dengan

kata lain, komunikasi adalah suatu proses di dalam upaya membangun saling pengertian. Jadi kominukasi dapat diartikan suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.

(Riswandi, 2009). Proses komunikasi merupakan aktivitas yang mendasar bagi manusia sebagai makhluk sosial. Setiap proses komunikasi diawali dengan adanya stimulus yang masuk pada diri individu yang ditangkap melalui panca indera. Stimulus diolah di ot ak dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki individu. (Wiryanto, 2004) Sosiologi menjelaskan komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dil akukan oleh seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang lain yang berbentuk pengetahuan,  pembicaraan, gerak-gerik, atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan, sehingga seseorang

membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap dan perilaku tersebut berdasarkan pada  pengalaman yang pernah dialami. (Mungin, 2008) Komunikasi merupakan suatu proses

karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu : mempengaruhi orang lain dan untuk

mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak berguna (menghambat/ blok  penyampaian informasi atau perasaan).

Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup,

membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan. (Pendi, 2009) B. Defenisi Komunikasi Terapeutik

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi

keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan

 pasien.Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat-pasien yang  bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien. Maksud komunikasi adalah untuk

mempengaruhi perilaku orang lain. Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan  pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan  pasien dapat dipenuhi. Di dalam komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan.

(Pendi, 2009)

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan  bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan

komunikasi professional mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien. (Suryani, 2005) Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling

memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi interpersonal adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan. (Purwanto, 2011) Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan  pasien. (Suparyanto, 2010) Jadi, komunikasi terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi

(4)

1. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Tujuan komunikasi terapeutik adalah dengan memiliki ketrampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi. Komunikasi terapeutik dalam arti luas bertujuan untuk mengembangkan pribadi pasien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada  pertumbuhan pasien. Adapun tujuan komunikaasi terapeutik menurut Stuart & Sundeen

(2009) meliputi :

a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri pasien. Pasien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa  putus asa dan depresi.

 b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling  bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, pasien belajar  bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka,  jujur dan menerima pasien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan

kemampuan pasien dalam membina hubungan saling percaya.

c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang pasien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Individu yang merasa dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.

d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas. e. Komunikasi terapeutik memberikan pelayanan prima (survey excellence atau tanpa

cacat), sehingga dicapai kesembuhan dan kepuasan pasien. 2. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif diantara perawat-pasien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu pasien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik menurut Stuart & Sundeen (2009) adalah sebagai berikut :

a. Hubungan perawat dan pasien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong (helper/ perawat) dengan pasiennya, tetapi hubungan antara manusia yang bermartabat.

 b. Perawat harus menghargai keunikan pasien, menghargai perbedaan karakter, memahami perasaan dan perilaku pasien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.

c. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri pasien.

d. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara perawat dan  pasien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

(5)

3. Jenis Komunikasi Terapeutik

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Suparyanto (2010) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

a. Komunikasi Verbal Jenis

Komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau  perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang.

 b. Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain-lain.

c. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan pasien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

4. Karakteristik Komunikasi Teraupetik

Menurut Suparyanto (2010), ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu :

a. Ikhlas (Genuiness) Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.

 b. Empati (Empathy) Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak  berlebihan.

c. Hangat (Warmth) Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan  pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga  pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.

C. Teknik-Teknik Komunikasi Terapeutik

Adapun teknik-teknik komunikasi terapeutik menurut Stuart & Sundeen (2009) adalah sebagai berikut :

1. Mendengar (Listening)

Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat

mengetahui perasaan pasien, memberi kesempatan lebih banyak pada pasien untuk  bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif dengan tetap kritis dan korektif  bila apa yang disampaikan pasien perlu diluruskan. Tujuan teknik ini adalah memberi

rasa aman pasien dalam mengungkapkan perasaannya dan menjaga kestabilan emosi/  psikologis pasien.

(6)

2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)

Teknik ini memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya sesuai kehendak pasien tanpa membatasi, contoh : “Apa yang sedang Saudara

 pikirkan?”, “Apa yang akan kita bicarakan hari ini?”. Agar klien merasa aman dalam mengungkapkan perasaannya, perawat dapat memberi dorongan dengan cara

mendengar atau mengatakan “saya mengerti yang saudara katakan”. 3. Mengulang (Restarting)

Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan pasien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan pasien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan pasien. Misalnya: “Ooh..jadi Saudara tadi malam tidak bisa tidur karena....”.

4. Klarifikasi

Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau pasien berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah- pindah. Contoh: “dapatkah Anda menjelaskan kembali tentang....?”. Gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi  perawat-pasien.

5. Refleksi

Refleksi merupakan reaksi perawat-pasien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

 Refleksi isi, bertujuan memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan pasien dengan pengertian perawat.

 Refleksi perasaan, yang bertujuan memberi respon pada perasaan pasien terhadap isi pembicaraan agar pasien mengetahui dan menerima perasaannya. 6. Memfokuskan

Membantu pasien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan  berfokus pada realitas. Contoh : Pasien : “Petugas kesehatan yang ada di rumah sakit

ini kurang perhatian pada pasiennya”. Perawat : “Apakah Saudara sudah minum obat?”

7. Membagi persepsi

Meminta pendapat pasien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi. Contoh: “Anda tertawa, tetapi saya rasa Anda marah kepada saya”.

8. Identifikasi Tema

Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami pasien yang muncul selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting. Misalnya: “Saya lihat dari semua keterangan yang anda  jelaskan, anda telah disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?”

9. Diam (Silence)

Cara yang sukar biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya untuk memberi kesempatan berpikir dan memotivasi pasien untuk bicara. Pada pasien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima pasien. Misalnya : Pasien : Saya jengkel kepada suami saya. Perawat : Diam (memberi kesempatan pasien) Pasien : Suami saya selalu telat pulang kerja tanpa alasan yang jelas, kalau saya tanya  pasti marah.

10. Informing

Teknik ini bertujuan memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan  bagi pasien, misalnya perawat menjelaskan tentang penyebab panas yang dialami  pasien. Pasien : Suster, kenapa suhu tubuh saya masih tinggi? Padahal saya sudah minum obat, kira-kira kenapa ya Suster? Perawat : Baik saya jelaskan, panas tubuh atau suhu tubuh meningkat dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena ada proses infeksi, dehidrasi atau karena metabolisme tubuh yang meningkat.

(7)

Memberi alternative ide untuk pemecahan masalah. Dapat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan. Misalnya : Kita tadi sudah cukup banyak  bicara tentang penyebab batuk dan sesak nafas, salah satunya karena merokok. Kami  berharap anda dapat mengurangi atau berhenti merokok.

D. Definisi Penyakit Terminal

Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu. (Carpenito, 2004) Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju kearah kematian contohnya seperti penyakit jantung, dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang dikatakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian.

(Nursedarsana, 2010) Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu bervariasi. ( Stuart & Sundeen, 2009) Penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat diobati, bersifat progresif,  pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup. (Heelya, 2009) Pasien penyakit terminal adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien penyakit terminal harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi  berfungsi untuk menyembuhkan. Jadi keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana

menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi yang sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.

1. Kriteria Penyakit Terminal

Adapun kriteria penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai  berikut:

a. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi  b. Mengarah pada kematian

c. Diagnosa medis sudah jelas

d. Tidak ada obat untuk menyembuhkan e. Prognosis jelek f. Bersifat progresif 2. Jenis-Jenis Penyakit Terminal

Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009) adalah :

a. Penyakit-penyakit kanker

Kanker merupakan salah satu penyakit berbahaya yang ada. Diantara  beberapa jenis kanker, kanker payudara adalah jenis kanker yang paling  berbahaya dan paling sering terjadi. Kanker payudara sangat berbahaya dikarenakan kanker jenis ini menyerang organ reproduksi luar yaitu payudara dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Kanker payudara juga dapat menyebabkan kematian. Kanker payudara yang dapat menyebabkan kematian adalah kanker  payudara stadium IV.

Pada kanker payudara stadium IV seseorang sudah menderita kanker  payudara yang sangat parah atau bahkan tidak memiliki harapan hidup (terminal). Kondisi terminal pada penderita kanker payudara stadium IV tidak dapat dihindari dan ini pasti akan dialami oleh setiap penderita yang akan menjelang ajal. Pada kondisi terminal perubahan utama yang terjadi adalah perubahan  psikologis yang menyertai pasien. Perubahan psikologis tersebut biasanya

mengarah ke arah yang lebih buruk dan membuat pasien menjadi tidak koperatif. Disini peran perawat sangat dibutuhkan dan menjadi hal yang penting, dan untuk membuat klien merasa lebih nyaman dan mampu membuat klien menjadi tenang

(8)

 b. Penyakit-penyakit infeksi

Meningitis merupakan infeksi pada selaput otak yang di sertai radang membran  pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang mana

keseluruhan tersebut di sebut meningen. Bahayanya adalah Apabila Meningitis telah masuk stadium terminal dan tidak ditangani segera, maka adanya resiko kematianlah yang akan terjadi dalam waktu kurang lebih 3 pekan.

c. Congestif Renal Falure (CRF)

Chronic Renal Failure (CRF) merupakan gangguan fungsi ginjal yang  berlangsung secara progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain dalam tubuh).

d. Stroke Multiple Sklerosis

Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit dimana syaraf-syaraf dari sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang atau spinal cord) memburuk atau degenerasi. Myelin, yang menyediakan suatu penutup atau isolasi untuk syaraf-syaraf, memperbaiki pengantaran (konduksi) dari impuls-impuls sepanjang syaraf-syaraf dan  juga adalah penting untuk memelihara kesehatan dari syaraf-syaraf.

e. Akibat kecelakaan fatal

Cedera kepala telah menyebabkan banyak kematian dan cacat pada usia kurang dari 50 tahun. Otak bisa mengalami cedera meskipun tidak terdapat luka yang menembus tulang tengkorak. Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak bergerak.

f. AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome)

Adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau : sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain. Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju  perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. E. Tujuan Keperawatan Pasien Dengan Kondisi Terminal

1. Perawatan Penyakit Terminal Tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal secara umum menurut Stuart & Sundeen (2009) adalah sebagai berikut :

a. Menghilangkan atau mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi  b. Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna

c. Membantu pasien menerima rasa kehilangan d. Membantu kenyamanan fisik

e. Mempertahankan harapan (faith and hope) 2. Masalah Yang Berkaitan Dengan Penyakit Terminal

Menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai berikut :

a. Problem fisik Berkaitan dengan kondisi (penyakit terminalnya) : nyeri,  perubahan berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik.

 b. Problem psikologis (ketidakberdayaan) Kehilangan kontrol, ketergantungan, kehilangan diri dan harapan.

c. Problem sosial Isolasi dan keterasingan, perpisahan.

d. Problem spiritual. Kehilangan harapan dan perencanaan saat ajal tiba

e. Ketidak-sesuaian Antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang didapat (dokter, perawat, keluarga, dsb).

(9)

F. Perawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal 1. Kebutuhan Seseorang dengan Penyakit Terminal

Seseorang dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka dan kehilangan. Sebagai seorang perawat kita harus mampu memahami hal tersebut. Komunikasi dengan  pasien penyakit terminal merupakan komunikasi yang tidak mudah. Perawat harus

memiliki pengethauan tentang penyakit yang mereka alami serta pengetahuan tentang  proses berduka dan kehilangan.

Dalam berkomunikasi perawat menggunakan konsep komunikasi terapeutik. Saat  berkomunikasi dengan pasien dengan kondisi seperti itu bisa jadi akan timbul penolakan

dari pasien. Dalam menghadapi kondisi tersebut, perawat menggunakan komunikasi terapeutik. Membangun hubungan saling percaya dan caring dengan pasien dan keluarga melaui penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi pelayanan  paliatif.

(Potter & Perry, 2009) Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi terbuka dan  jujur, tunjukkan rasa empati. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka, serta

amati respon verbal dan nonverbal pasien dan keluarga. Saat berkomunikasi mungkin saja pasien akan menghindari topik pembicaraan, diam, atau mungkin saja menolak untuk berbicara. Hal tersebut adalah respon umum yang mungkin terjadi. Respon  berduka yang normal seperti kesedihan, mati rasa, penyangkalan, marah, membuat

komunikasi menjadi sulit. Jika pasien memilih untuk tidak mendiskusikan penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan katakana bahwa pasien bisa kapan saja mengungkapkannya. Beberapa pasien tidak akan mendiskusikan emosi karena alasan  pribadi atau budaya, dan pasien lain ragu - ragu untuk mengungkapkan emosi mereka

karena orang lain akan meninggalkan mereka. (Potter & Perry, 2009) Memberi kebebasan klien memilih dan menghormati keputusannya akan membuat hubungan terapeutik dengan pasien berkembang. Terkadang pasien perlu mengatasi berduka mereka sendirian sebelum mendiskusikannya dengan orang lain. Ketika pasien ingin membicarakan tentang sesuatu, susun kontrak waktu dan tempat yang tepat.

2. Tingkat Kesadaran Terhadap Kondisi Penyakit Terminal

Tingkat kesadaran terhadap kondisi penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai berikut :

a. Closed Awareness

Dalam hal ini pasien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu mengapa sakit dan percaya akan sembuh.

 b. Mutual Pretense

Dalam hal ini pasien, keluarga, team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal tetapi merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang dihadapi pasien. Ini berat bagi pasien karena tidak dapat mengekspresikan kekuatannya.

c. Open Awareness

Pada kondisi ini pasien dan orang disekitarnya tahu bahwa dia berada diambang kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini  pasien dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan.

G. Peran Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Terminal 1. Respon Pasien Terhadap Penyakit Terminal

a. Menurut Stuart & Sundeen (2009) keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan diantaranya adalah: Kehilangan kesehatan Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat  berupa : pasien merasa takut, cemas, pandangan tidak realistis dan aktivitas

terbatas.

 b. Kehilangan kemandirian Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan dan ketergantungan

(10)

d. Kehilangan rasa nyaman Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll

e. Kehilangan fungsi fisik Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti pasien dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa

f. Kehilangan fungsi mental Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti pasien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat  berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga pasien tidak dapat berpikir

secara rasional

g. Kehilangan konsep diri Pasien dengan penyakit terminal merasa dirinya  berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga pasien tidak dapat berpikir

secara rasional (bodi image) peran serta identitasnya. Hal ini dapat mempengaruhi idealisme diri dan harga diri rendah.

h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga Contohnya : seorang ayah yang memiliki peran dalam keluarga mencari nafkah akibat penyakit teminalnya, ayah tesebut tidak dapat menjalankan peranya tersebut.

2. Adaptasi Dengan Penyakit Terminal

Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan penyakit terminal sesuai dengan umurnya menurut Stuart & Sundeen (2009), sebagai berikut :

a. Anak

Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-anak. Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di tempat lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya  bahwa kematian bisa dihindari. Kematian adalah topik yang t idak mudah bagi orang dewasa untuk didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan kematian dengan mengatakan bahwa orang mati

akan “pergi” atau “berada di surga” atau hanya tidur. Pada anak yang

mengalami penyakit terminal kesadaran mereka akan muncul secara bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar mengenai kematian dari teman seumurnya terutama orang yang memiliki  penyakit mirip, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat.

Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya terutama mengenai perpisahan dengan orang tua. Ketika anak mengalami terminal illness biasanya orang tua akan menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak terganggu. Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan sensitif mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan saling percaya dengan orang tuanya.

 b. Remaja atau Dewasa muda

Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka mengalami terminal illness, mereka menyadari bahwa kematian tidak terjadi semestinya dan merasa marah dengan

“ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan” serta tidak adanya kesempatan

untuk mengembangkan kehidupannya. Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat. Menderita penyakit terminal terutama pada  pasien yang memiliki anak akan membuat pasien merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa muda menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya diancam terminal illness.

(11)

c. Dewasa madya dan dewasa tua

Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut dengan kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka mungkin akan mati karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki masa lalu yang lebih panjang dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan kesempatan pada mereka untuk menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa lalunya dan percaya bahwa mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan beradaptasi dengan penyakit terminal.

H. Teknik-Teknik Komunikasi Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal 1. Tahap-Tahap Berduka

Tahap-tahap berduka menurut Kubler-Ross, (1969) dalam Purwanto, (2011) yaitu : a. Menolak (Denial) Pada tahap ini pasien tidak siap menerima keadaan yang

sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi menolak.

 b. Marah (Anger) Kemarahan terjadi karena kondisi pasien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.

c. Menawar (Bargaining) Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.

d. Kemurungan (Depresi) Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak  bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk

dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.

e. Menerima atau Pasrah (Acceptance) Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat.

2. Teknik Komunikasi Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal

Teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai berikut :

a. Denial

Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi : 1) Listening

a) Dengarkan apa yang diungkapkan pasien, pertahankan kontak mata dan observasi komunikasi non verbal.

 b) Beri keamanan emosional yaitu dengan memberikan sentuhan dan ciptakan suasana tenang.

2) Silent

a) Duduk bersama pasien dan mengkomunikasikan minat perawat pada pasien secara non verbal.

 b) Menganjurkan pasien untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak menghindar dari situasi sesungguhnya.

3) Broad opening

a) Mengkomunikasikan topik/ pikiran yang sedang dipikirkan pasien.

 b) Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.

(12)

 b. Angger

Pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi listening : perawat  berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang dikatakan pasien lalu

diklarifikasikan.

1) Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan, menggambarkan apa yang akan dan sedang terjadi pada mereka.

2) Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.

3) Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa marah merupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman. c. Bargaining

1) Focusing

a) Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting

 b) Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang bermakna. 2) Sharing perception

a) Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan untuk meluruskan kerancuan.

 b) Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya. d. Depresi

1) Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.

2) Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal pengertian harusnya diklarifikasi.

3) Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.

e. Acceptance 1) Informing

2) Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang sesuai dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien.

3) Broad opening

4) Komunikasikan kepada pasien tentang apa yang dipikirkannya dan harapan-harapannya.

3) Focusing

Membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai topik utama dan menjaga agar tujuan komunikasi tercapai. Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang dan damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

(13)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya, mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi. Contohnya seperti penyakit jantung, gagal ginjal, dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian. Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti periode sakit yang panjang. Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua. Perawatan pasien yang akan meninggal tetap harus dilakukan. Perawatan yang komprehensif tentang orang yang menjelang ajal sangat jarang menuntut lebih dari manajemen symptom yang hati-hati dan  perhatian terhadap kebutuhan dasar fisik pasien secara perorangan sebagai pribadi dan

keluarganya. B. Saran

1. Perawat harus memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi, yang ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.

2. Perawat harus memahami komunikasi terapeutik pada pasien penyakit terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi pasien, sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.

3. Perawat harus mampu memahami teknik-teknik komunikasi terapeutik, yang ditandai dengan menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.

4. Perawat harus memahami apa yang dimaksud dengan penyakit terminal, tanggung  jawab perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial yang

unik

5. Perawat harus mengetahui tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal, sehingga membantu pasien untuk meraih kembali martabatnya.

6. Perawat harus mengetahui perawatan pada pasien dengan penyakit terminal, sehingga dapat dirawat dengan respek dan perhatian penuh.

7. Perawat harus mengetahui peran dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien terminal, sehingga mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.

8. Perawat mampu memahami teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2004). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (10th ed.). Jakarta : EGC. Heelya. (2009). Asuhan Keperawatan Anak dengan Sakit Terminal.

http://heelya102.wordpress.com. Diakses tanggal 28 Maret 2016 pkl 11.00 WIB. Mungin, B. (2008). Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus

Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : PT. Kencana Nursedarsana, (2010). Askep Anak Sakit Terminal. http://nursedarsana.blogspot.com. Diakses tanggal 28 Maret 2016 pkl 21.15 WIB Pendi. (2009). Komunikasi Terapeutik,

http://pendi007.wordpress.com/ diakses pada tanggal 28 Maret 2016 pkl 11.00 W IB Potter & Perry. (2009). Fundamental keperawatan (7th ed.). (vols 2). dr Adrina & marina, penerjemah). Jakarta : EGC. Purwanto. (2011). Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC. Riswandi. (2009). Ilmu Komunikasi, Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu Universitas Mercu Buana Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC Suparyanto. (2010). Konsep pengetahuan. Http :// dr.

Suparyanto. Blogspot. Com / konsep. Pengetahuan. Diakses tanggal 28 Maret 2016 Pukul 16: 46 WIB Stuart & S undeen. (2009). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Gramedia

Referensi

Dokumen terkait

Adapun manfaat komunikasi terapeutik menurut Indrawati dalam Sahara (2008) yaitu untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat

Lebih dari separoh perawat menggunakan komunikasi terapeutik dengan baik, dan sebagian besar tingkat kepuasan keluarga pasien terhadap komunikasi terapeutik

Penelitian ini berjudul Komunikasi Terapeutik Perawat Dan Pasien Gangguan Jiwa(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Terapeutik Perawat dalam Pemulihan Pasien di

Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan komunikasi terapeutik verbal dan non verbal perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat di

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kepuasan pasien di ruang rawat inap kelas III RSU PKU

diperoleh hasil hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien di Rumah Sakit lslam Kendal menghasilkan t = 0,225 yang artinya hubungan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien diruang rawat inap Rumah Sakit Islam Aisyiyah

Dapat disimpulkan bahwa sebanyak 22 orang atau 61.1%, rasa percaya perawat dan pasien pada proses komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, termasuk kategori