• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

2.1.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut Permenkes No. 75 Tahun 2014, puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan peventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Puskesmas dibangun untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, menyeluruh dan terapadu bagi seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah kerjanya. Program kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas merupakan program pokok (public health essential) yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah untuk melindungi penduduknya, termasuk mengembangkan program khusus untuk penduduk miskin (Muninjaya, 2011).

(2)

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan, dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin, golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Permenkes No. 75 Tahun 2014).

2.1.2 Tujuan Puskesmas

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang:

1. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat;

2. mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu

3. hidup dalam lingkungan sehat; dan

4. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Permenkes No.75 Tahun 2014).

2.1.3 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Sebagaimana tertera di Permenkes No.75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi:

1. Paradigma Sehat

Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

(3)

2. Pertanggungjawaban Wilayah

Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

3. Kemandirian Masyarakat

Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

4. Pemerataan

Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

5. Teknologi Tepat Guna

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

6. Keterpaduan dan Kesinambungan.

Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen puskesmas.

2.1.4 Fungsi Puskesmas

Menurut Permenkes No.75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, dalam melaksanakan tugasnya puskesmas menyelenggarakan fungsi:

1. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas berwenang untuk:

(4)

a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan;

d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait;

e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat;

f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas;

g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;

h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan

i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,

termasuk dukungan terhadap

2. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas berwenang untuk:

a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu;

b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya

(5)

c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat;

d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan

dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;

e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi;

f. melaksanakan rekam medis;

g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses Pelayanan Kesehatan;

h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;

i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan.

2.2 Program Kesehatan Lingkungan

2.2.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan masyarakat.Ruang lingkup Kesehatan lingkungan Menurut WHO, adalah

1. Penyediaan air minum

(6)

3. Pembuangan sampah padat 4. Pengendalian vektor

5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia

6. Higiene makanan, termasuk higiene susu

7. Pengendalian pencemaran udara

8. Pengendalian radiasi 9. Kesehatan kerja

10. Pengendalian kebisingan

11. Perumahan dan pemukiman

12. Aspek kesling dan transportasi udara 13. Perencanaan daerah dan perkotaan 14. Pencegahan kecelakaan

15. Rekreasi umum dan pariwisata

16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan

epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk.

17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

2.2.2 Tujuan Program Kesehatan Lingkungan

1. Tujuan secara umum

a. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.

b. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber

lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.

(7)

c. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.

2. Tujuan secara khusus

Meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang di antaranya berupa:

a. Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan

kesehatan.

b. Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan

dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.

c. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan ekosistem.

d. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain

e. Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.

f. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat

kesehatan.

g. Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.

h. Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan.

(8)

2.2.3 Sumber Daya Program Kesehatan Lingkungan

Dalam melaksanakan program-program kesehatan lingkungan diperlukan sumber daya untuk mencapai tujuan program, sumber daya program kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut :

1. Tenaga Pelaksana

Adapun tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan program kesehatan lingkungan adalah terdiri dari tenaga inti dibidang kesehatan lingkungan seperti sanitarian atau diploma III kesehatan lingkungan. Disamping itu dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan ini juga dibutuhkan tenaga pendukung yang telah ditunjuk oleh pimpinan puskesmas dalam pelaksanaan program.

2. Sarana dan Prasarana Program Kesehatan Lingkungan

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan adalah ruangan sebagai tempat petugas kesehatan lingkungan melakukan kegiatan-kegiatan penyuluhan, konsultasi, konseling, demonstrasi, pelatihan atau perbaikan sarana sanitasi dasar dan penyimpanan peralatan kerja.

Peralatan-peralatan kesehatan lingkungan berupa alat-alat peraga penyuluhan, cetakan sarana air bersih dan jamban keluarga, alat pengukur kualitas lingkungan (air, tanah dan udara), lembar chek list untuk inspeksi pada tempat-tempat umum dan tempat-tempat pengolahan makanan serta alat transportasi untuk mendukung kegiatan program kesehatan lingkungan yang dilaksanakan.

Alat peraga dan media penyuluhan yang digunakan dalam melaksanakan program kesehatan lingkungan antara lain berupa maket, media cetak, sound

(9)

system, media elektronik dan formulir untuk pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan.

3. Sumber Dana Program Kesehatan Lingkungan

Untuk mendukung tercapainya cakupan program kesehatan lingkungan dibutuhkan dana, adapun dana ini diperoleh dari APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, BLN (Bantuan Luar Negeri), kemitraan dan swadaya masyarakat. Besarnya dana yang dibutuhkan sangat berbeda dimasing-masing puskesmas, tergantung masalah kesehatan lingkungan yang ditangani di wilayah kerja puskesmas. 2.2.4 Kegiatan Program Kesehatan Lingkungan

Kegiatan yang dilakukan program kesehatan lingkungan di puskesmas antara lain:

1. Penyehatan Air

Secara umum Program Penyehatan Air bertujuan untuk meningkatkan kualitas air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia untuk seluruh penduduk baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan dan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam memakai air. Secara khusus program penyehatan air bertujuan meningkatkan cakupan air bersih pada masyarakat dan meningkatkan kualitas air yang aman untuk konsumsi masyarakat.

Kegiatan upaya penyehatan air meliputi : Surveilans kualitas air; Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih; Pemeriksaan kualitas air; Pembinaan kelompok

(10)

pemakai air. Kegiatan dilaksanakan dengan strategi terpadu pengawasan, perbaikan dan pembinaan pemakai air.

Target Program Penyehatan Air yang ingin dicapai yaitu : Cakupan air bersih perkotaan 100% dan pedesaan 85% dan Memenuhi syarat kimia dan bakteriologis 70%.

Kegiatan surveylance kualitas air terdiri dari observasi sarana air bersih dan observasi penduduk yang menggunakan sarana air bersih dan bukan sarana air bersih. Kegiatan pengawasan kualitas air secara umum bertujuan mengetahui gambaran keadaan sanitasi sarana dan kualitas air sebagai data dasar dan penyediaan informasi pengamanan kualitas air sehingga tersedia rekomendasi tindak lanjut dalam upaya perlindungan pencemaran dan perbaikan kualitas air. Pengawasan kualitas air dilakukan dengan upaya inspeksi sanitasi sarana air bersih.

2. Penyehatan Lingkungan Pemukiman

Penyelenggaraan upaya penyehatan lingkungan permukiman, dilaksanakan dengan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup serasi dengan lingkungan dan dapat mewujudkan kualitas lingkungan permukiman yang bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan pada berbagai substansi dan komponen lingkungan, yaitu meliputi jamban keluarga, saluran pembuangan air limbah (SPAL), dan pengelolaan sampah.

3. Penyehatan Tempat -Tempat Umum (TTU)

Program Penyehatan Tempat Tempat Umum (TTU) bertujuan untuk

(11)

kemasyarakatan lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga dapat melindungi masyarakat dari penularan penyakit, keracunan, kecelakaan, pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan lainnya.

Penyehatan tempat-tempat umum meliputi hotel dan tempat penginapan lain, pasar, kolam renang dan pemandian umum lain, sarana ibadah, sarana angkutan umum, salon kecantikan, bar dan tempat hiburan lainnya. Selain itu juga dilakukanupaya pembinanan institusi yang meliputi : Rumah Sakit dan sarana kesehatan lain, sarana pendidikan, dan perkantoran.

Target program penyehatan tempat-tempat umum yaitu: memenuhi syarat kesehatan 76%.

4. Penyehatan Tempat Pengelola Makanan (TPM)

Secara umum penyehatan TPM bertujuan untuk melakukan pembinaan teknis dan pengawasan terhadap tempat penyehatan makanan & minuman, kesiapsiagaan dan penanggulangan KLB keracunan, kewaspadaan dini serta penyakit bawaan makanan.

Target program TPM memenuhi syarat sehat sebesar 55 % dengan upaya kegiatan antara lain melaksanakan pengawasan higiene dan sanitasi TPM pada restoran, rumah makan, jasa boga, industri rumah tangga, dan depot air minum isi ulang.

2.3 Klinik Sanitasi

Merupakan suatu upaya/kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan kesehatanantara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang beresikotinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan dan

(12)

masalah kesehatanlingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas bersamamasyarakat yang dapat dilakukan secara pasif dan aktif di dalam dan di luarpuskesmas (Depkes RI, 2005)

Klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi puskesmas dalam melaksanakan pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit berbasislingkungan dan semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan lingkungan,khususnya pengendalian penyakit berbasis lingkungan, guna meningkatkan derajatkesehatan masyarakat (Depkes RI, 2005).

Pelaksanaan program klinik sanitasi menjaring pasien/klien di puskesmas dengan keluhan penyakit berbasis lingkungan dan lingkungan yang tidak sehatsebagai media penularan dan penyebab penyakit yang dialami oleh masyarakatselanjutnya dilaksanakan konseling dan kunjungan lapangan atau kunjungan rumahuntuk mencari jalan keluar akibat masalah kesehatan lingkungan dan penyakitberbasis lingkungan yang muncul di masyarakat (Depkes RI, 2005).

Kegiatan klinik sanitasi dilaksananakan di dalam gedung dan di luar gedung Puskesmas (Depkes RI, 2005):

1. Dalam Gedung

Pasien (penderita penyakit berbasis lingkungan) dan Klien (pengunjung bukan penyakit berbasis lingkungan). Semua pasien/klien datang berobat ke puskesmas melalui prosedur pelayanan seperti: mendaftar di loket, selanjutnya akan mendapat kartu status, diperiksa oleh petugas medis/paramedis di puskesmas (dokter, bidang, perawat). Apabila diketahui pasien/klien menderita penyakit berbasis lingkungan maka yang bersangkutan dirujuk ke ruang klinik sanitasi.

(13)

Pada ruang klinik sanitasi pasien/klien diberikan penyuluhan dan bimbingan teknis, petugas mewawancarai pasien tentang penyakit yang diderita dikaitkan dengan masalah kesehatan lingkungan.

Selanjutnya hasil wawancara dicacat dalam Kartu Status Kesehatan Lingkungan. Kemudian petugas klinik sanitasi melakukan konseling tentang penyakit yang diderita pasien dalam hubungannya dengan lingkungan. Petugas juga membuat janji dengan pasien dan keluarganya apabila diperlukan untuk melakukan kunjungan rumah untuk melihat langsung faktor resiko penyakit yang dialami pasien tersebut.

Setelah konseling di ruang klinik sanitasi, pasien dapat mengambil obat di apotik puskesmas (loket obat) kemudian pasien diperbolehkan pulang. Kegiatan lain di dalam gedung yaitu secara rutin petugas klinik sanitasi menyampaikan segala permasalahan, cara penyelesaian masalah, hasil monitoring/evaluasi dan perencanaan klinik sanitasi dalam Mini Lokakarya Puskesmas yang melibatkan seluruh penanggungjawab kegiatan dan dilaksanakan satu bulan sekali. Dengan demikian diharapkan seluruh petugas puskesmas mengetahui pelaksanaan kegiatan Klinik Sanitasi dapat dilakukan secara integritas.

2. Luar Gedung

Kunjungan rumah (sebagai tindak lanjut kunjungan pasien/klien ke Puskesmas). Kunjungan rumah/lokasi dilakukan oleh petugas dengan membawa hasil analisa keadaan lingkungan pasien/klien klinik sanitasi yang merupakan lanjut dari kesepakatan antara petugas klinik sanitasi dengan pasien/klien yang datang ke Puskesmas. Kunjungan rumah ini untuk mempertajam sasarannya

(14)

karena pada saat kunjungan petugas telah memiliki data pasti adanya sarana lingkungan bermasalah yang perlu diperiksa dan fakor-faktor perilaku yang berperan besar dalam proses terjadinya masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan.

Pada kunjungan tersebut dapat mengambil partisipasi perawat dari puskesmas pembantu atau bidan desa, dan kader kesehatan lingkungan untuk melakukan pengecekan fisik/klinis atas penyakit yang telah diobati tersebut (semacam kegiatanPerawatan Kesehatan Keluarga). Petugas klinik sanitasi membawa kartu statuskesehatan lingkungan/register yang telah diisi saat kunjungan pasien ke ruang kliniksanitasi di puskesmas sebelumnya. Untuk keperluan monitoring/surveilans, dalam kunjungan ini petugas klinik sanitasi mengisi kartu indeks lingkungan perilaku sehat, selanjutnya kartu ini secaraberkala (1-3 bulan) diisi oleh kader atau bidan di desa.

Pada kunjungan ke lapangan petugas klinik sanitasi mengajak kader

kesehatan/kesehatan lingkungan, kelompok pemakai air, PKK, dan

berkonsultasi/melibatkan LSM, perangkat desa, tokoh masyarakat, dan pihak terkaitlainnya. Dengan maksud agar masyarakat turut berperan aktif memecahkan masalahkesehatan yang timbul di lapangan mereka sendiri. Diharapkan jika suatu saat timbul masalah penyakit berbasis lingkungan yang sejenis, mereka dapat menyelesaikan sendiri masalah tersebut. Petugas klinik sanitasimaupun petugas kesehatan lain yang mendampinginya dapat memberikan penyuluhankepada pasien/klien dan keluarganya serta tetangga-tetanggga pasien tersebut.

(15)

Pada kunjungan rumah tangga petugas klinik sanitasi bekerjasama dengan lintasprogram dan lintas sektor, apabila dibutuhkan perbaikan atau pembangunan saranasanitasi dasar dengan biaya besar, (seperti pembangunan sistem perpiaaan) yang tidakterjangkau oleh masyarakat setempat, petugas klinik sanitasi melalui puskesmas dapat mengusulkan kegiatan tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotauntuk ditindaklanjuti.

Jika masalah di lapangan belum dapat terpecahkan, maka dapat diangkat ke tingkat yang lebih tinggi. Bila diperlukan koordinasi di Kabupaten/Kota, makapuskesmas dapat meminta bantuan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.4 Penyakit Berbasis Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah keadaan lingkungan yangoptimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yangoptimal pula, ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain: perumahan,pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembangunan sampah,pembuangan air kotor dan pencemaran ruang lingkup tersebut harus dijaga untukmengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar menjadi media yang baik untukterwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya(Notoatmodjo, 2007).

Masalah kesehatan lingkungan menjadi sangat kompleks seperti urbanisaasipenduduk dari desa ke kota, pembuangan sampah yang dilakukan secara dumpingtanpa adanya pengolahan, penyediaan air bersih hanya 60% penduduk Indonesiamendapatkan air dari PDAM, tingkat pencemaran udara sudah melebihi nilai ambangbatas khususnya di kota-kota besar, pembuangan

(16)

limbah industri dan limbah rumahtangga yang tidak dikelola dengan baik, bencana alam serta perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah yang sering kali menimbulkan masalah baru bagi kesehatanlingkungan (Chandra, 2007).

Penyakit berbasis lingkungan merujuk pada penyakit yang memiliki akar atauhubungan yang erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruangdalam mana masyarakat tersebut bertempat tinggal atau beraktivitas dalam jangkawaktu tertentu. Penyakit tersebut bisa dicegah atau dikendalikan, kalau kondisilingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan penyakit tersebutdihilangkan (Achmadi, 2012).

2.4.1 TB Paru

TB Paru atau yang sering disebut penyakit Tuberculosis (TBC) adalahbatuk yang berlangsung secara terus menerus selama 3 minggu atau lebih, berkeringat malam tanpa aktifitas serta dapat juga ditandai dengan batuk darah karena pembuluh darah pecah akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis basil atau kumanyangberbentuk batang dan mempunyai sifat tahan terhadap penghilangan warna yang bersifat asam dan alkohol (kuman tetap berwarna kemerahan), maka disebut Basil Tahan Asam (BTA). Menemukan kuman BTA ini menjadi dasardalam penegakan diagnosis (Achmadi, 2012).

2.4.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali denganpanas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. Period

(17)

prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%),Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%) (Kemenkes RI, 2014)

2.4.3 Pneumonia

Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi disertaibatuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang). Pneumonia ditanyakan pada semua penduduk untuk kurun waktu 1 bulan atau kurang dan dalam kurun waktu 12 bulan atau kurang. Period prevalence dan prevalensi tahun 2013 sebesar 1,8 persen dan 4,5 persen. Lima provinsi yang mempunyai period prevalence dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%) (Tabel 6.1). Period Prevalence pneumonia di Indonesia tahun 2013 menurun dibandingkan dengan tahun 2007 (Kemenkes RI, 2014)

2.4.4 Diare

Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengankonsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lendir.Penyebab dari diare yaitu oleh bakteri/virus, seperti: Rotavirus,

Escherrichia coli enterotoksigenik (ETEC), Shigella, Compylobacter

(18)

2.4.5 Malaria

Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini masihmerupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering menimbulkan KLB, berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini dapat bersifat akut, laten atau kronis. Kepada responden yang menyatakan “tidak pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan” ditanyakan apakah pernah menderita panas disertai menggigil atau panas naik turun secara berkala, dapat disertai sakit kepala, berkeringat, mual, muntah dalam waktu satu bulan terakhir atau satu tahun terakhir. Ditanyakan pula apakah pernah minum obat malaria dengan atau tanpa gejala panas. Untuk responden yang menyatakan “pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan” ditanyakan apakah mendapat pengobatan dengan obat program kombinasi artemisinin dalam 24 jam pertama menderita panas atau lebih dari 24 jam pertama menderita panas dan apakah obat habis diminum dalam waktu 3 hari.

2.4.6 Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dan ditularkanoleh nyamuk Aedes Aegypti, dengan cara seseorang yang dalam darahnya mengandung virus Dengue bila digigit nyamuk akan terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk dan berkembang biak, kemudian masuk ke dalam kelenjar air liur nyamuk setelah satu minggu di dalam tubuh nyamuk, bila nyamuk menggigitorang sehat akan menularkan virus Dengue, virus ini tetap berada di dalam tubuh nyamuk sehingga dapat menularkan kepada orang sehat lainnya.

(19)

2.5 Upaya Penyehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula (Soekidjo, 2007).

Adapun tujuan dilakukannya upaya penyehatan lingkungan adalah untuk menanggulangi dan menghilangkan unsur-unsur fisik pada lingkungan sehinggafaktor lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor resiko timbulnya penyakit menular dimasyarakat (Muninjaya, 2011).

2.5.1 Perumahan

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Perumahan yang baik terdiri dari kumpulan rumah yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukungnya seperti sarana jalan, saluran air kotor, tempat sampah, sumber air bersih, lampu jalan, dan lain-lain. Standar arsitektur bangunan terutama untuk perumahan umum pada dasarnya ditujukan untuk menyediakan rumah tinggal yang cukup baik dalam bentuk desain, letak dan luas ruangan, serta fasilitas lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat memenuhi persyaratan rumah tinggal yang sehat dan menyenangkan (Chandra, 2007).

Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential

Environment dari WHO antara lain :

1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin dan berfungsi sebagai tempat istirahat.

2. Mempunyai tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus dan kamar mandi.

(20)

3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran. 4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.

5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh, dan dapat melindungi penghuninya

dari gempa, keruntuhan dan penyakit menular.

6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang asri.

Sementara itu, kriteria rumah menurut Winslow antara lain : 1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.

Terdapat beberapa variabel yang perlu diperhatikan didalam pemenuhan kebutuhan fisiologis yang berkaitan dengan perumahan, diantaranya :

a. Suhu ruangan. Suhu ruangan harus dijaga agar jangan banyak berubah. Suhu sebaiknya tetap berkisar antara 18-20ºC. Suhu ruangan ini sangat dipengaruhi oleh: suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara, suhu benda-benda yang ada disekitarnya.

b. Penerangan. Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik pada siang maupun malam hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap ruangan diupayakan mendapat sinar matahari terutama dipagi hari.

c. Ventilasi. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan udara tetap segar (cukup mengandung oksigen). Dengan demikian, setiap rumah harus memiliki jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang dari 15% dari luas lantai. Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu dibuka.

(21)

d. Jumlah ruangan atau kamar. Ruang atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni atau jumlah orang yang tinggal bersama didalam satu rumah atau sekitar 5 m2 per orang.

2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis.

Disamping kebutuhan fisiologis, terdapat kebutuhan psikologis yang harus dipenuhi dan diperhatikan berkaitan dengan sanitasi rumah. Kebutuhan tersebut, antara lain:

a. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.

b. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga yang tinggal dirumah tersebut.

c. Untuk setiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa, harus memiliki ruangan sendiri sehingga privasinya tidak terganggu. d. Harus ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, seperti ruang untuk

menerima tamu.

3. Dapat menghindarkan dari terjadinya kecelakaan atau kebakaran.

Ditinjau dari faktor bahaya kecelakaan ataupun kebakaran, rumah yang sehat dan aman harus dapat menjauhkan penghuninya dari bahaya tersebut. Adapun kriteria yang harus dipenuhi dari perspektif ini, antara lain:

a. Konstruksi rumah dan bahan-bahan bangunan harus kuat sehingga tidak mudah runtuh.

(22)

tempat-tempat lain terutama untuk anak-anak.

c. Bangunan diupayakan terbuat dari material yang tidak mudah

terbakar.

d. Memiliki alat pemadam kebakaran terutama yang menggunakan gas.

e. Lantai tidak boleh licin dan tergenang air.

4. Dapat menghindarkan dari terjadinya penularan penyakit.

Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, seperti: infeksi saluran nafas, infeksi pada kulit, infeksi saluran pencernaan, kecelakaan, dan gangguan mental.

2.5.2 Penyediaan Air Bersih

Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk dan laju pertumbuhannya semakin naik pula laju pemanfaatan sumber-sumber air. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang semakin meningkat diperlukan industrialisasi yang dengan sendirinya akan meningkatkan lagi aktivitas penduduk serta beban penggunaan sumber daya air. Beban pengotoran air juga akanbertambah cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan. Sebagai akibatnya saat ini sumber air minum dan air bersih semakin langka (Soemirat, 2011).

Bagi manusia air minum adalah salah satu kebutuhan utama, manusia mengunakan air untuk berbagai keperluan seperti mandi, cuci, kakus, produksi pangan, papan dan sandang. Mengingat bahwa berbagai penyakit dapat dibawa

(23)

oleh air kepada manusia pada saat memanfaatkannya, maka tujuan utama penyediaan air minum/bersih bagi masyarakat adalah untuk mencegah penyakit bawaan air (Soemirat, 2011).

Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai waterborne disease atau water-related disease. Berdasarkan cara penularannya, mekanisme penularan penyakit terbagi menjadi empat, yaitu : 1. Waterborne mechanism, didalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air

yangdapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan.

2. Waterwashed mechanism, mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengankebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu: (a) infeksi melalui alat pencernaan, (b) infeksi melalui kulit dan mata dan (c) penularan melalui binatang pengerat. 3. Water-based mechanism, penyakit yang ditularkan dengan mekanisme

inimemiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya didalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup didalam air.

4. Water-related insect vector mechanism, agen penyakit ditularkan melalui gigitanserangga yang berkembang biak didalam air.

Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, setidak-tidaknya diusahakan mendekati persyaratan tersebut. Air yang sehat harus

(24)

mempunyai persyaratan sebagai berikut:

1. Syarat fisik. Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah tidak berwarna, tidak berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya. Cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.

2. Syarat bakteriologis. Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara ini untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen, adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut.

3. Syarat kimia. Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia. Penyediaan air bersih, selain kualitasnya, kuantitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Untuk ini perusahaan air minum, selalu memeriksa kualitas airnya sebelum didistribusikan kepada pelanggan. Karena air baku belum tentu memenuhi standart, maka seringkali dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standart air minum (Soemirat, 2011).

Pengolahan air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks, tergantung dari kualitas air bakunya. Apabila air bakunya baik, maka mungkin tidak diperlukan pengolahan sama sekali. Apabila hanya ada kontaminasi kuman, maka desinfeksi saja cukup. Dan apabila air baku semakin jelek kualitasnya maka pengolahan harus lengkap, yakni melalui proses koagulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi (Soemirat, 2011).

(25)

Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Air minumpun seharusnya tidak mengandung kuman pathogen dan segala makhluk yang membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara estetis dan dapat merugikan secara ekonomis (Soemirat, 2011).

2.5.3 Jamban Sehat

Ekskreta manusia yang terdiri atas feses dan urine merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh tersebut berbentuk tinja dan air seni (Chandra, 2007).

Peranan tinja di dalam penyebaran penyakit sangat besar, disamping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, juga air, tanah, serangga dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja-tinja tersebut. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit yang ditularkan melalui tinja. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tifus, disentri, kolera, schistosomiasis dan sebagainya (Soekidjo, 2007).

Untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Soekidjo, 2007):

(26)

1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut 2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya

4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-binatang lainnya

5. Tidak menimbulkan bau

6. Mudah digunakan dan dipelihara Sederhana desainnya

7. Murah

8. Dapat diterima oleh pemakainya

Pengelolaan tinja manusia dapat dilakukan didalam septik tank. Di dalam septik tank tinja akan dikonversi sacara anaerobik menjadi biogas (campuran gas karbondioksida dan gas metan). Diharapkan dengan penyedian jamban yang sehat dan pengelolaan tinja secara tepat, angka kejadian penyakit bawaan air dapat diminimalkan (Ricky, 2005).

2.5.4 Pengelolaan air limbah

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada.

(27)

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang sisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik (Soekidjo, 2007).

Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi :

1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga, yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.

2. Air buangan industri, yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung didalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri. Oleh sebab itu pengolahan jenis air limbah ini agar tidak menimbulkan polusi lingkungan menjadi lebih rumit.

3. Air buangan kotapraja, yaitu air buangan yang berasal dari daerah: perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat ibadah dan sebagainya. Pada umumnya zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.

(28)

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut antara lain: gangguan kesehatan, penurunan kualitas lingkungan, gangguan terhadap keindahan dan gangguan terhadap kerusakan benda (Ricky, 2005).

Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi. Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan untuk pengolahan air limbah di daerah tropis dan negara berkembang sebab biaya yang diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi membutuhkan area yang luas.

Kolam stabilisasi yang umumnya digunakan adalah kolam anaerobik (anaerobic pond), kolam fakultatif (facultative pond) dan kolam maturasi (aerobic/maturation pond). Kolam anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen di dalam air limbah (Ricky, 2005).

Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Di dalam IPAL, biasanya proses pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary treatment), pengolahan kedua (secondary treatment) dan pengolahan lanjutan (tertiary treatment) (Ricky, 2005).

(29)

2.5.5 Pengelolaan Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat membuat batasan sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Soekidjo, 2007).

Agar dapat mempermudah pengelolaannya, sampah dapat dibedakan atas dasar sifat-sifat biologis dan kimianya, sebagai berikut (Soemirat, 2011):

1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun,

pertanian dan lainnya.

2. Sampah yang tidak membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas, logam dan lainnya.

3. Sampah yang berupa debu atau abu.

4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah

berasalkan industri yang mengandung zat-zat kimia berbahaya.

Sampah ini dalam Bahasa Inggris disebut garbage, yaitu yang mudah membusuk karena aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya

menghendaki kecepatan, baik dalam pengumpulan maupun dalam

pembuangannya. Bagi lingkungan sampah jenis ini relatif kurang berbahaya karena dapat terurai dengan sempurna menjadi zat-zat organik yang berguna bagi fotosintesa tumbuh-tumbuhan.

(30)

Sampah yang tidak membusuk, dalam bahasa inggris disebut refuse. Sampah ini apabila memungkinkan sebaiknya didaur ulang sehingga dapat bermanfaat kembali baik melalui suatu proses ataupun secara langsung. Apabila tidak dapat didaur ulang, maka diperlukan proses untuk memusnahkannya, seperti pembakaran.

Sampah berupa debu atau abu hasil pembakaran, baik pembakaran bahan bakar ataupun sampah tentunya tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mendatarkan tanah atau penimbunan. Selama tidak mengandung zat yang beracun, maka abu ini pun tidak terlalu berbahaya terhadap lingkungan dan masyarakat.

Yang dimaksud dengan sampah berbahaya (B3) adalah sampah yang karena jumlahnya, atau konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika dan mikrobiologinya dapat (a) meningkatkan mortalitas dan morbiditas secara bermakna atau menyebabkan penyakit yang tidak reversible, (b) berpotensi menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang terhadap kesehatan ataupun lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan dan dibuang dengan baik.

Untuk dapat mengatasi dan mengurangi produksi sampah kita dapat melakukan teknik pembuangan sampah baik dari segi kualitas maupun kuantitas dengan: meningkatkan pemeliharaan dan kualitas barang sehingga tidak cepat menjadi sampah, meningkatkan efisiensi pengunaan bahan baku, dan meningkatkan pengunaan bahan yang dapat terurai secara alamiah. Semua usaha ini memerlukan kesadaran masyarakat serta peran sertanya (Soemirat, 2011).

(31)

Selanjutnya pengelolaan ditujukan pada pengumpulan sampah mulai dari produsen sampai pada tempat pembuangan akhir (TPA) dengan membuat tempat penampungan sampah sementara (TPS), transportasi yang sesuai lingkungan dan pengelolaan pada TPA. Sebelum dimusnahkan, sampah dapat pula diolah dahulu baik untuk memperkecil volume, untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali.

2.5.6 Sanitasi Tempat-Tempat Umum

Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit, pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan sanitasi terhadap tempat-tempat umum dilakukan untuk mewujudkan lingkungan tempat-tempat umum yang bersih guna melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya (Chandra, 2007).

1. Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi lingkungan antara lain, tempat umum atau sarana umum yang dikelola secara komersial, tempat yang memfasilitasi terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan umum yang intensitas jumlah dan waktu kunjungannya tinggi. Tempat umum semacam itu meliputi hotel, terminal angkutan umum, pasar tradisional atau swalayan pertokoan, bioskop, objek wisata dan lain-lain.

2. Tujuan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, antara lain adalah untuk

memantau sanitasi tempat-tempat umum secara berkala serta untuk membina dan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat di tempat-tempat umum.

(32)

2.5.7 Sanitasi Pengelolaan Makanan

Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan (foodborne disease) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi.

Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan antara lain: menjamin keamanan dan kebersihan makanan, mencegah penularan wabah penyakit.

Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor, yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan (Ricky, 2005).

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan, dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena

(33)

adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut.

Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu: keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan. Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan itu sendiri maupun oleh racun yang ada di dalam panganan akibat kontaminasi. Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat berasal dari tanah, udara, manusia dan vector.Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara nyata dari penyakit bawaan air. Yang dimaksud penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba patogen, kecuali keracunan (Slamet, 2004).

2.6 Kerangka Pikir

Gambar 2.1

Kerangka Pikir Penelitian Proses: (POAC/E) 1. Perencanaan 2. Pengorganisasian 3. Penggerakan dan Pelaksanaan 4. Pengawasan dan Pengendalian 5. Penilaian Keluaran: Meningkatnya keberhasilan pelaksanaan program klinik sanitasi Masukan: 1. SDM 2. Pendanaan 3. Sarana dan Prasarana

Referensi

Dokumen terkait

Pozzolan adalah bahan tambah yang baik yang berasal dari alam atau limbah industri yang mengandung silika dan aluminia yang jika dicampur dengan air akan bereaksi

Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur, kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik. 2) Air buangan

• Sedangkan menurut notoatmodjo (2003), air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat tempat umum

Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainya, dan pada umumnya mengandung zat-zat yang dapat

Air limbah organik industri merupakan air limbah dengan kandungan bahan-bahan residu berupa senyawa organik yang berasal dari proses produksi industri yang

Air limbah rumah sakit yang berasal dari buangan domestik maupun buangan limbah cair medis/klinis umumnya mengandung senyawa polutan organik yang cukup tinggi dan

Bau yang terdapat pada air dapat berasal dari bahan buangan industri oleh kehadiran senyawa kimia tertentu penghasil bau misalnya limbah buangan yang mengandung senyawa

Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dan air limbah