Equity Tower Lt 20, 21 & 39
Sudirman Central Business District
(SCBD)
Jl. Jend. Sudirman Kav 52 - 53
Jakarta 12190
Analisis Stabilitas
dan Sistem Perbankan
Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5,1% pada 2017 dan 5,3% pada 2018. Angka ini sama dengan perkiraan kami sebelumnya.
Kami mempertahankan proyeksi rata-rata nilai tukar rupiah di posisi Rp 13.350/US$ pada tahun ini dan Rp 13.450/ US$ pada tahun depan.
Kami menurunkan proyeksi defisit neraca berjalan menjadi 1,8% PDB pada tahun 2017 dan 2,0% PDB pada tahun 2018, sejalan dengan membaiknya prospek ekspor Indonesia.
Pergerakan pasar keuangan masih didominasi oleh sejumlah sentimen global dan domestik: ketegangan geopolitik, pemilu di Jerman dan Jepang, ekspektasi kenaikan bunga acuan Fed, dan penurunan bunga acuan Bank Indonesia.
Investor asing melakukan net buy di pasar Surat Berharga Negara sebesar Rp 38,92 triliun pada bulan September 2017. Penurunan bunga acuan Bank Indonesia telah memberikan sentimen positif bagi pergerakan pasar keuangan.
Kredit perbankan tercatat sebesar Rp4.469 triliun mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar 46 bps dibanding pertumbuhan tahunan bulan sebelumnya menjadi 8,20% year on year.
Dana pihak ketiga pada periode Juli 2017 tumbuh 9,76% (yoy) turun 55 bps dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 10,30% (yoy).
Perusahaan operator seluler menilai perang tarif data membuat industri telekomunikasi harus menjual data dengan harga di bawah biaya produksi. Secara khusus mereka berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan intervensi.
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menilai fenomena perang tarif ini masih normal dalam mekanisme pasar. Penetapan batas bawah tarif layanan data tidak perlu dilakukan mengingat berdampak buruk bagi industri dalam jangka panjang dan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Risiko industri perbankan Indonesia masih dalam kondisi “Normal”. Berdasarkan update data perbankan bulan Juli 2017, dan data pasar bulan Agustus 2017, angka BSI pada bulan Agustus 2017 mengalami penurunan sebesar 6 bps bila dibandingkan dengan angka BSI pada bulan Juli 2017, yaitu dari 99,40 menjadi 99,34.
Update Risiko serta Prospek
Perekonomian dan Sistem
Keuangan
3
Update Risiko serta Prospek Perekonomian dan Sistem Keuangan
Mochammad Doddy Ariefianto, Seto Wardono
Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5,1% pada 2017 dan 5,3% pada 2018. Angka ini sama dengan perkiraan kami sebelumnya.
Kami mempertahankan proyeksi rata-rata nilai tukar rupiah di posisi Rp 13.350/US$ pada tahun ini dan Rp 13.450/ US$ pada tahun depan.
Kami menurunkan proyeksi defisit neraca berjalan menjadi 1,8% PDB pada tahun 2017 dan 2,0% PDB pada tahun 2018, sejalan dengan membaiknya prospek ekspor Indonesia.
Hasil updating terbaru kami menunjukkan bahwa risiko perekonomian dan sistem keuangan tidak mengalami perubahan pada kuartal II 2017 dan secara kualitatif masih berada dalam kondisi normal. Pada kuartal tersebut, dua dari enam aspek yang kami pantau tercatat mengalami perbaikan kinerja serta terdapat dua aspek yang mengalami pelemahan kinerja. Sementara itu, dua aspek terpantau mengalami perbaikan prospek secara kualitatif, namun prospek di empat aspek lainnya tidak berubah. Di antara enam aspek ini, sistem perbankan menjadi satu-satunya aspek yang secara kualitatif tidak mengalami perubahan kinerja dan prospek.
Sumber: LPS
Gambar 1. Peta Risiko Kualitatif Perekonomian dan Sistem Keuangan
NPNT ABD HKM SPB PKU KBF 0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 4 5 6 Kinerja Outlook 1Q17 2Q17 NPNT: Neraca Pembayaran & Nilai Tukar ABD: Aktivitas Bisnis Domestik HKM: Harga & Kebijakan Moneter KBF: Kebijakan Fiskal
PKU: Pasar Keuangan SPB: Sistem Perbankan
4
Aktivitas Bisnis Domestik
Kinerja dan prospek aktivitas bisnis domestik pada kuartal II 2017 tidak banyak berbeda dibanding pada kuartal sebelumnya. Ekonomi Indonesia tumbuh 5,01% y/y pada kuartal tersebut, sama dengan pertumbuhan di kuartal I 2017. Konsumsi swasta dan investasi pada aset tetap (pembentukan modal tetap bruto atau PMTB) mengalami percepatan pertumbuhan di tengah perlambatan belanja pemerintah dan ekspor. Di sisi produksi, sembilan dari 17 sektor ekonomi tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan nilai tambah pada kuartal II lalu. Sembilan sektor ini mencakup beberapa sektor kunci, seperti pertanian, manufaktur, dan perdagangan.
Prospek aktivitas bisnis domestik sedikit membaik dalam jangka pendek ke depan, sejalan dengan munculnya sinyal pemulihan permintaan domestik. Indikator bulanan konsumsi dan investasi pada Juli–Agustus 2017 terpantau mengalami perbaikan. Sementara, permintaan eksternal diyakini juga akan membaik, seiring dengan perkiraan aktivitas ekonomi di mayoritas mitra dagang utama Indonesia yang akan lebih kuat dari perkiraan sebelumnya. Publikasi Consensus Economics pada September lalu menunjukkan proyeksi pertumbuhan ekonomi beberapa negara pada tahun 2017 yang lebih tinggi dibanding tiga bulan sebelumnya. Perekonomian yang mengalami perbaikan prospek ini antara lain adalah Zona Euro, Jepang, China, serta negara-negara ASEAN-5 yaitu Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Sumber: CEIC, Consensus Economics, LPS
Gambar 2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara dan Indikator Bulanan Indonesia
Kami mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di posisi 5,1%. Pada tahun 2018, ekonomi diprediksi tumbuh 5,3%, juga sama dengan perkiraan kami sebelumnya. Aktivitas ekonomi diperkirakan mengalami perbaikan pada semester II tahun ini akibat perbaikan pada permintaan domestik dan neraca perdagangan. Konsumsi diperkirakan akan menguat, terlihat dari pertumbuhan penjualan mobil dan sepeda motor pada periode Juli–Agustus 2017 yang tumbuh 14,95% dan 31,27% y/y. Di periode yang sama, konsumsi semen dan impor barang modal meningkat masing-masing sebesar 26,59% dan 29,96% y/y, mengindikasikan berlanjutnya penguatan investasi. Sementara, normalisasi belanja pemerintah (setelah mengalami penghematan pada semester II 2016) diperkirakan akan menghasilkan efek low base pada tahun ini yang juga akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sisi eksternal, terjadi surplus perdagangan sebesar US$ 1,45 miliar pada Juli–Agustus 2017, melebihi surplus US$ 1 miliar pada
0 1 2 3 4 5 6 7 8 Thailand Singapura Filipina Malaysia India China Jepang Zona Euro AS
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2017
Proyeksi Juni 2017 Proyeksi September 2017 % -30 -15 0 15 30 45 60 -60 -30 0 30 60 90 120 A ug-1 0 Feb-11 A ug-1 1 Feb-12 A ug -1 2 Feb -13 A ug-1 3 Feb-14 A ug-1 4 Feb-15 A ug-1 5 Feb-16 A ug-1 6 Feb-17 A ug-1 7 3M Sum, % y/y
Penjualan Sepeda Motor Penjualan Mobil Konsumsi Semen (Kanan) Impor Barang Modal (Kanan)
5
periode yang sama di tahun 2016. Pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek ke depan juga akan didukung oleh pelonggaran kebijakan moneter yang telah dilakukan BI.
Harga dan Kebijakan Moneter
Kinerja aspek harga dan kebijakan moneter melemah pada kuartal II 2017, seiring dengan menguatnya tekanan inflasi. Inflasi indeks harga konsumen (IHK) pada Maret 2017 mencapai 3,61% y/y, namun pada Juni 2017 menjadi 4,37% y/y, yang tertinggi selama 15 bulan. Inflasi meningkat pada kuartal II lalu akibat kombinasi faktor musiman dan kenaikan tarif listrik. Menguatnya permintaan masyarakat selama bulan puasa mendorong kenaikan harga pangan dan sandang pada bulan Juni. Libur panjang Idul Fitri juga berimbas pada inflasi yang tinggi di sektor transportasi. Sementara itu, kelompok pelanggan rumah tangga mampu dengan daya listrik sebesar 900 VA mendapati kenaikan tarif listrik prabayar yang tidak kecil pada bulan Mei, yaitu sebesar 30,75%. Pelanggan pascabayar juga dibebani oleh kenaikan tarif listrik berkisar 33,33% hingga 187,66% pada bulan Juni.
Meski mengalami pelemahan kinerja, prospek aspek harga dan kebijakan moneter tampak membaik seiring dengan minimnya tekanan inflasi di semester II 2017. Setelah menaikkan tarif listrik di semester I, pemerintah telah mengungkapkan rencananya untuk mempertahankan tarif di level saat ini pada semester II. Pemerintah juga telah menyatakan bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) tidak akan berubah pada periode Oktober–Desember 2017. Dengan memperhatikan perkembangan ini, kami merevisi proyeksi rata-rata inflasi tahun ini dari 4,1% menjadi 3,9%, sedangkan proyeksi rata-rata inflasi tahun 2018 kami ubah dari 4,1% menjadi 3,5%. Pada akhir tahun 2017 dan 2018, inflasi IHK diprediksi mencapai 3,8%, juga lebih rendah dari perkiraan kami semula yang berada di angka 4,4% dan 4%.
Sumber: BI, BPS, CEIC, LPS
Gambar 3. Perkembangan Inflasi dan Suku Bunga Kebijakan
Meski mengalami kenaikan, inflasi masih berada dalam koridor target dan dengan kondisi ekonomi makro yang relatif stabil, Bank Indonesia (BI) dapat mempertahankan BI 7-day reverse repo rate di posisi 4,75% pada kuartal II 2017. Namun demikian, perbaikan prospek inflasi dan adanya kebutuhan untuk menstimulasi pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi mendorong bank sentral untuk melonggarkan kebijakan moneternya. Pada Agustus dan September 2017, BI pun
-4 0 4 8 12 16 20 2 4 6 8 10 Sep -10 Ma r-1 1 Sep-11 Ma r-1 2 Sep-12 Ma r-1 3 Sep-13 Ma r-1 4 Sep-14 Ma r-1 5 Sep-15 Ma r-16 Sep-16 Ma r-1 7 Sep-17 % y/y % y/y
Inflasi Indeks Harga Konsumen
Inflasi Inti Inflasi Headline
Inflasi Volatile Food (Kanan) Inflasi Administered Price (Kanan) 0 3 6 9 12 15
Sep-07 Sep-08 Sep-09 Sep-10 Sep-11 Sep-12 Sep-13 Sep-14 Sep-15 Sep-16 Sep-17
%
Bunga Deposit Facility Bunga Lending Facility BI Rate
6
menurunkan bunga acuan masing-masing sebesar 25 bps, sehingga BI 7-day reverse repo rate kini menjadi 4,25%. Pasca penurunan suku bunga pada September lalu, BI menyatakan bahwa inflasi diperkirakan akan berada di bawah titik tengah targetnya pada 2018 dan 2019 atau di bawah 3,5%. Dengan demikian, mengingat pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi yang masih terkendala saat ini, sebenarnya masih terdapat ruang untuk kembali melonggarkan kebijakan moneter pada kuartal IV 2017. Kami pun memperkirakan bahwa BI 7-day reverse repo rate akan berada di level 4% pada akhir 2017 dan suku bunga di posisi ini akan dipertahankan di sepanjang tahun 2018.
Neraca Pembayaran dan Nilai Tukar
Penurunan surplus neraca pembayaran pada kuartal II 2017 menjelaskan pelemahan kinerja aspek neraca pembayaran dan nilai tukar. Neraca pembayaran mengalami surplus senilai US$ 739 juta pada kuartal II, jauh di bawah surplus kuartal sebelumnya yang mencapai US$ 4,51 miliar. Ini terjadi akibat pelebaran defisit neraca berjalan dan penurunan surplus neraca finansial. Defisit neraca berjalan naik dari US$ 2,36 miliar (0,98% PDB) pada kuartal I menjadi US$ 4,96 miliar (1,96% PDB) pada kuartal II akibat pelemahan kinerja neraca jasa dan neraca perdagangan barang. Pada saat yang sama, penempatan simpanan warga Indonesia dari dalam ke luar negeri, pemberian utang ke entitas luar negeri, serta pembayaran utang luar negeri (ULN) pemerintah menyebabkan surplus neraca finansial turun dari US$ 7,97 miliar menjadi US$ 5,86 miliar.
Sumber: BI, BIS, LPS
Gambar 4. Neraca Pembayaran dan Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar rupiah mengalami apresiasi terhadap dolar AS pada kuartal II 2017, baik secara rata-rata maupun secara point to point. Rata-rata nilai tukar mencapai Rp 13.310/US$ pada kuartal II, lebih kuat dari Rp 13.349/US$ pada kuartal sebelumnya. Jika dilihat secara point to point, rupiah juga menguat dari Rp 13.321/US$ pada akhir Maret menjadi Rp 13.319/US$ pada akhir Juni. Akan tetapi, jika menggunakan indikator nilai tukar efektif, rupiah sebenarnya mengalami depresiasi terhadap satu keranjang mata uang, baik secara nominal (nilai tukar efektif nominal atau NEER) maupun secara riil (nilai tukar efektif riil atau REER setelah memperhitungkan inflasi). Berdasarkan data Bank for International Settlements (BIS), NEER Indonesia secara rata-rata melemah 1,38% q/q, sedangkan REER terdepresiasi 0,99%.
-16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 2 Q 1 2 4 Q 1 2 2 Q 1 3 4 Q 1 3 2 Q 1 4 4 Q 1 4 2 Q 1 5 4 Q 1 5 2 Q 1 6 4 Q 1 6 2 Q 1 7 Miliar US$ Neraca Pembayaran
Basic Balance Neraca Pembayaran Neraca Berjalan Neraca Finansial
65 70 75 80 85 90 95 100 105 7,000 8,000 9,000 10,000 11,000 12,000 13,000 14,000 15,000 Sep-10 Ma r-1 1 Sep-11 Ma r-1 2 Sep-12 Ma r-1 3 Sep-13 Ma r-1 4 Sep-14 Ma r-1 5 Sep-15 Ma r-1 6 Sep-16 Ma r-1 7 Sep-17 2010 = 100 Rp/US$ NEER (Kanan) REER (Kanan)
7
Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada kuartal II 2017 terjadi akibat lemahnya sentimen terhadap dolar AS serta masuknya dana asing yang sangat deras ke pasar modal Indonesia. Lemahnya sentimen terhadap dolar AS terlihat dari penurunan rata-rata indeks dolar AS pada kuartal II yang mencapai 2,54% q/q. Sementara, investor asing mencatatkan pembelian bersih (net
buy) di pasar saham domestik sebanyak Rp 9,02 triliun di sepanjang kuartal II lalu. Di saat yang sama,
mereka juga menambah kepemilikan surat berharga negara (SBN) rupiah sebanyak Rp 47,33 triliun. Prospek aspek neraca pembayaran dan nilai tukar tidak mengalami perubahan. Adanya
upward pressure terhadap impor akibat potensi penguatan permintaan domestik diimbangi oleh upward pressure terhadap ekspor akibat perbaikan prospek ekonomi negara-negara mitra dagang
Indonesia. Minat pemodal asing terhadap aset finansial berbasis rupiah diyakini juga tetap akan tinggi, meski kebijakan moneter kini mengarah ke pelonggaran. Data ekspor-impor serta pergerakan arus modal terkini masih menunjukkan neraca pembayaran yang tetap terjaga. Neraca perdagangan mengalami surplus sebesar US$ 1,45 miliar pada Juli–Agustus 2017. Pada kuartal III, pembelian SBN rupiah secara masif masih terjadi, terlihat dari kenaikan kepemilikan asing sejumlah Rp 48,82 triliun. Sebaliknya, di pasar saham investor asing membukukan net sell sebanyak Rp 28,11 triliun pada kuartal III lalu. Pada Juli–Agustus 2017, cadangan devisa meningkat sebanyak US$ 5,69 miliar, mengindikasikan adanya surplus neraca pembayaran dalam jumlah besar pada periode yang sama.
Sumber: BI, LPS
Tabel 1. Neraca Pembayaran: Aktual dan Proyeksi (Juta US$)
Kami memperkirakan defisit neraca berjalan sebesar US$ 18,8 miliar (1,8% PDB) pada tahun 2017 dan US$ 22,4 miliar (2% PDB) pada tahun 2018. Angka terbaru ini berada di bawah proyeksi kami sebelumnya yang masing-masing berada di posisi US$ 19,3 miliar (1,9% PDB) dan US$ 24,2 miliar (2,1% PDB). Revisi perkiraan defisit neraca berjalan ini merupakan implikasi dari proyeksi pertumbuhan ekspor dan impor yang lebih tinggi dari perkiraan semula. Sementara, kami masih melihat Indonesia sebagai salah satu tujuan investasi utama di antara emerging market, sehingga
2012 2013 2014 2015 2016 2017P 2018P Transaksi Berjalan -24,418 -29,109 -27,510 -17,519 -16,769 -18,813 -22,424 Barang 8,680 5,833 6,983 14,049 15,437 19,095 19,913 Ekspor 187,346 182,089 175,293 149,124 144,445 156,831 168,211 Impor -178,667 -176,256 -168,310 -135,076 -129,008 -137,736 -148,298 Jasa-Jasa -10,564 -12,070 -10,010 -8,697 -6,964 -8,590 -9,895 Pendapatan Primer -26,628 -27,050 -29,703 -28,379 -29,685 -33,598 -36,836 Pendapatan Sekunder 4,094 4,178 5,220 5,508 4,444 4,280 4,395
Transaksi Modal dan Finansial 24,858 21,926 44,916 16,843 28,721 34,375 34,296
Investasi Langsung 13,716 12,170 14,733 10,704 15,943 16,071 16,512
Investasi Portofolio 9,206 10,873 26,067 16,183 18,995 22,338 23,351
Transaksi Modal dan Finansial Lain 1,935 -1,117 4,116 -10,044 -6,218 -4,034 -5,567
Neraca Keseluruhan 215 -7,325 15,249 -1,115 12,048 14,309 11,873
Memorandum:
Cadangan Devisa (akhir periode) 112,781 99,387 111,862 105,931 116,362 132,155 144,027
8
neraca finansial diperkirakan masih akan mengalami surplus yang cukup besar pada tahun 2017 dan 2018. Pada tahun ini dan tahun depan, surplus neraca finansial diprediksi berada di sekitar US$ 34,3 miliar per tahun. Dengan demikian, surplus neraca pembayaran diperkirakan mencapai US$ 14,31 miliar pada tahun 2017 dan US$ 11,87 miliar pada tahun 2018. Berkaitan dengan hal ini, cadangan devisa diproyeksikan akan mencapai US$ 132,2 miliar pada akhir tahun ini dan US$ 144 miliar pada tahun depan.
Nilai tukar rupiah kami perkirakan mencapai Rp 13.450/US$ pada akhir tahun 2017 dan Rp 13.550/US$ pada akhir tahun 2018, lebih lemah dari prediksi kami sebelumnya yang masing-masing berada di level Rp 13.300/US$ dan Rp 13.450/US$. Revisi pada proyeksi nilai tukar ini merupakan respons atas perkembangan terkini, terutama kebijakan perpajakan terbaru AS dan penurunan suku bunga yang dilakukan BI. Ketidakpastian di pasar keuangan global yang tinggi saat ini masih menjadi
downside risk utama bagi pergerakan rupiah ke depan. Di sisi lain, yield surat utang Indonesia yang
masih relatif tinggi dan rating yang sudah tergolong investment grade menjadi upside risk bagi rupiah.
Sistem Perbankan
Kinerja aspek sistem perbankan pada kuartal II 2017 secara kualitatif tidak berbeda dibanding pada kuartal sebelumnya, mengingat indikator-indikator yang memang tidak banyak berubah. Rasio kredit bermasalah (NPL) bruto mengalami penurunan dari 3,04% pada Maret 2017 menjadi 2,96% pada Juni 2017. Sementara, indikator permodalan dan profitabilitas mengalami sedikit pelemahan. Rasio kecukupan modal (CAR) turun dari 22,88% pada bulan Maret menjadi 22,74% pada Juni lalu, sedangkan rasio laba terhadap aset (ROA) terpangkas dari 2,5% menjadi 2,47%. Perbankan juga menghadapi perlambatan pertumbuhan kredit, yaitu dari 9,24% y/y pada bulan Maret menjadi 7,75% pada bulan Juni.
Sumber: BI, CEIC, LPS
Gambar 5. Kredit, DPK, dan NPL Perbankan
Prospek aspek sistem perbankan juga masih sama seperti pada kuartal I 2017, mengingat momentum pemulihan di industri ini yang tampak belum meyakinkan di tengah pertumbuhan ekonomi yang relatif lambat. Meski pertumbuhan NPL nominal terus bergerak turun, rasio NPL bruto masih konsisten berada di sekitar 3% selama beberapa bulan terakhir. Pertumbuhan kredit dan dana
40 50 60 70 80 90 100 0 7 14 21 28 35 42 Jul-0 5 Jul-0 6 Jul-0 7 Jul-0 8 Jul -0 9 Jul-1 0 Jul-1 1 Jul-1 2 Jul-1 3 Jul -1 4 Jul-1 5 Jul-1 6 Jul-1 7 % y/y % Kredit DPK LDR (Kanan) -40 0 40 80 120 160 0 2 4 6 8 10
Jul-05 Jul-06 Jul-07 Jul-08 Jul-0
9
Jul-10 Jul-11 Jul-12 Jul-13 Jul-1
4
Jul-15 Jul-16 Jul-17
% y/y %
Rasio NPL NPL Nominal (Kanan)
9
pihak ketiga (DPK) juga masih fluktuatif. Pada Juli 2017, misalnya, pertumbuhan y/y kredit meningkat ke 8,2% dari 7,75% pada bulan sebelumnya, namun pertumbuhan DPK melambat dari 10,3% menjadi 9,76%. Kami mempertahankan proyeksi pertumbuhan kredit di posisi 9,2% dan 10% pada tahun ini dan tahun depan. Proyeksi pertumbuhan DPK juga tidak berubah di angka 7,2% pada tahun 2017 dan 7,6% pada tahun 2018.
Pasar Keuangan
Aspek pasar keuangan mengalami perbaikan kinerja pada kuartal II 2017, didukung oleh berlanjutnya kenaikan harga saham dan obligasi. Indeks harga saham gabungan (IHSG) tercatat naik 4,7% q/q ke posisi 5829,71 pada akhir Juni lalu. Kenaikan harga saham ini diiringi oleh penurunan rasio P/E yang mengindikasikan bahwa saham Indonesia menjadi relatif lebih murah. Sementara,
yield surat berharga negara (SBN) bertenor 10 tahun turun dari 7,04% pada akhir Maret menjadi
6,83% pada akhir Juni. Seiring dengan naiknya harga saham dan SBN, persepsi risiko berinvestasi di Indonesia juga mengalami penurunan sebagaimana terlihat dari pergerakan credit default swap (CDS). Spread CDS Indonesia bertenor lima tahun tercatat turun dari 128,25 bps pada akhir Maret menjadi 117,45 bps pada akhir Maret lalu.
Prospek pasar keuangan secara kualitatif tidak mengalami perubahan akibat masih adanya rencana normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi. Hasil proyeksi yang dibuat para anggota komite pembuat kebijakan (FOMC) di Federal Reserve (the Fed) menunjukkan ekspektasi Fed rate di kisaran 1,25%–1,5% pada akhir Desember 2017 atau 25 bps lebih tinggi dari posisi suku bunga saat ini. Selain akan menaikkan suku bunga, the Fed mulai Oktober ini juga mulai menjalankan program normalisasi neracanya. Sementara, ketidakpastian di pasar keuangan global antara lain bersumber dari dampak kebijakan perpajakan AS terhadap dolar AS serta perkembangan geopolitik di beberapa kawasan, terutama di Semenanjung Korea. Kami merevisi proyeksi rata-rata yield SBN bertenor 10 tahun pada tahun ini dari 7,1% menjadi 6,9%. Proyeksi rata-rata yield SBN bertenor 5 tahun juga kami pangkas dari 6,8% menjadi 6,7%. Pada tahun 2018, rata-rata yield SBN bertenor 5 tahun dan 10 tahun diprediksi mencapai 7% dan 7,4%, juga di bawah perkiraan kami sebelumnya. Revisi proyeksi ini merespons realisasi yield hingga September 2017 yang di bawah ekspektasi kami serta tekanan inflasi yang lebih ringan dari perkiraan semula.
Kebijakan Fiskal
Aspek kebijakan fiskal mengalami perbaikan kinerja pada kuartal II 2017, dilatarbelakangi oleh kombinasi penurunan defisit anggaran, pertumbuhan pendapatan yang makin tinggi, serta utang yang lebih rendah. Realisasi defisit APBN selama setahun hingga kuartal II lalu mencapai 1,93% PDB, lebih rendah dari defisit kuartal sebelumnya yang sebesar 2,1% PDB. Perbaikan di sisi penerimaan menjadi faktor utama yang menyebabkan penurunan defisit anggaran. Realisasi penerimaan negara tumbuh 11,11% y/y selama setahun hingga kuartal II 2017, lebih tinggi dari pertumbuhan 8,85% pada kuartal I. Sementara, rasio utang pemerintah terhadap PDB mengecil ke 28,52% pada kuartal II dari 28,74% pada kuartal I.
Prospek kebijakan fiskal tidak berubah, didasari oleh realisasi asumsi APBN yang belum banyak membebani anggaran. Misalnya saja, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) mencapai US$ 48,9/barel, sedikit di atas asumsinya yang sebesar US$ 48/barel. Menurut Kementerian Keuangan,
10
jika realisasi ICP lebih tinggi US$ 1/barel dari asumsinya, defisit APBN-P 2017 akan turun Rp 1 triliun– Rp 1,1 triliun. Meski mengurangi defisit, realisasi pertumbuhan ekonomi dan inflasi kurang favorable karena akan meningkatkan defisit anggaran. Proyeksi pertumbuhan ekonomi kami, 5,1% pada 2017, masih di bawah asumsi APBN-P yang sebesar 5,2%. Jika benar terjadi, deviasi pertumbuhan ekonomi dari asumsinya ini akan menambah defisit anggaran berkisar Rp 870 miliar hingga Rp 1,4 triliun. Inflasi yang lebih rendah dari asumsinya juga akan berdampak pada peningkatan defisit dalam kisaran Rp 3,2 triliun hingga Rp 3,4 triliun (menggunakan proyeksi rata-rata inflasi sebesar 3,9%, dibandingkan angka asumsinya yang sebesar 4,3%). Jika ditotal, tambahan defisit APBN-P yang dihasilkan dari deviasi tiga indikator ini saja mencapai hanya Rp 3 triliun hingga Rp 3,7 triliun.
Pasar Keuangan Indonesia:
Momentum Tumbuh ditengah
Risiko
12
Pasar Keuangan Indonesia: Momentum Tumbuh ditengah Risiko
Dienda Siti Rufaedah
Pergerakan pasar keuangan masih didominasi oleh sejumlah sentimen global dan domestik: ketegangan geopolitik, pemilu di Jerman dan Jepang, ekspektasi kenaikan bunga acuan Fed, dan penurunan bunga acuan Bank Indonesia.
Investor asing melakukan net buy di pasar Surat Berharga Negara sebesar Rp 38,92 triliun pada bulan September 2017. Penurunan bunga acuan Bank Indonesia telah memberikan sentimen positif bagi pergerakan pasar keuangan.
Berbagai sentimen masih mewarnai pergerakan pasar keuangan global di bulan September 2017. Setelah ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara semakin memanas menyusul ancaman Korea Utara untuk melakukan uji coba bom hidrogen di Samudera Pasifik, hasil pemilu Jerman dan rencana pemilu dini Jepang turut menjadi penggerak pasar di bulan ini. Seperti diketahui, Jerman telah menggelar pemilu pada tanggal 24 September 2017. Namun hasil pemilu Jerman diperkirakan dapat memberikan ketenangan pasar. Menurut hasil exit poll, Angela Merkel diproyeksikan akan memenangkan pemilu dan menjadi kanselir Jerman untuk keempat kalinya.
Perdana Menteri Jepang disebut akan menggelar pemilu dini pada bulan Oktober 2017. Pemilu dini ini dilakukan menyusul pernyataan Abe yang akan membubarkan parlemen pada akhir September 2017 dan mengungkapkan bahwa pemilu dini diperlukan untuk menghadapi ancaman krisis nasional, seperti ancaman yang dilakukan oleh Korea Utara. Pemilu Jepang sendiri sebenarnya dijadwalkan baru akan berakhir paling lambat Desember 2018. Pemilu dini di Jepang ini pernah terjadi pada tahun 2005. Dengan pemilu dini, pemerintah diharapkan dapat menggalang kekuatan dengan merebut lebih banyak kursi di parlemen dan memudahkan untuk meloloskan beberapa undang-undang.
Di sisi lain, keputusan The Fed yang mempertahankan bunga acuan pada level 1%-1,25% pada rapat FOMC tanggal 19-20 September 2017 juga memberikan ketenangan di pasar menyusul ekspektasi kenaikan bunga acuan yang mungkin dapat terjadi menjelang akhir tahun 2017. The Fed sendiri masih memiliki dua kali jadwal rapat yakni di bulan Oktober 2017 dan Desember 2017. Menurut data Fed Futures, bunga acuan Fed berpotensi mengalami kenaikan pada rapat FOMC bulan Desember 2017 dengan probabilita sebesar 63,2%. Pasar juga tengah menantikan pengumuman reformasi pajak yang merupakan janji Trump selama kampanye.
Di tengah berbagai sentimen risiko tersebut, indeks VIX dan EMBI cenderung berada pada tren menurun. Indeks VIX terus mengalami penurunan dari posisi tertingginya di bulan Agustus 2015. Sementara itu, EMBI juga menunjukkan penurunan dibandingkan posisi tertingginya di bulan November 2016. Per tanggal 22 September 2017, indeks VIX dan EMBI secara serentak mengalami penurunan masing-masing sebesar 4,45 poin ytd dan 53,59 poin ytd ke level 9,59 dan 311,79 dibandingkan akhir tahun 2016. Hal ini dapat dikatakan bahwa persepsi pasar relatif mengalami perbaikan, di tengah berbagai volatilitas yang terjadi di pasar keuangan global.
Mayoritas mata uang negara maju dan negara berkembang yang kami pantau menunjukkan penguatan terhadap Dolar AS. Hal ini sejalan dengan melemahnya Dolar AS yang ditunjukkan oleh indeks DXY yang mencapai 9,82% ytd. Pada tanggal 22 September 2017, indeks Dolar AS berada pada level 92,17, turun dibandingkan posisi akhir tahun 2016 yang sebesar 102,21. Sepanjang tahun
13
2017, Euro mengalami penguatan tertinggi diantara mata uang negara maju yang kami pantau mencapai 13,64% ytd ke level 1,20 per Dolar AS. Sementara itu, Baht menunjukkan peningkatan tertinggi di antara nilai tukar negara berkembang yang kami pantau yakni mencapai 7,67% ytd ke level 33,09 per Dolar AS.
Sumber: Bloomberg
Gambar 6. Perkembangan Indikator Sentimen Pasar Global dan Indeks Dolar AS
Euro berhasil menguat di tengah ekspektasi stimulus dan kebijakan moneter akomodatif bank sentral yang selama ini telah menekan kinerja Euro. Baru-baru ini, komentar Draghi yang bernada
hawkish turut menguatkan mata uang Euro. Pada pidatonya, Draghi menyatakan bahwa kebijakan
moneter bukan satu-satunya instrumen yang dapat digunakan untuk menggerakkan pasar keuangan Eropa. Para analis mengasumsikan pernyataan Draghi tersebut sebagai sinyal bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) tidak akan memperpanjang stimulusnya. Di sisi lain, penguatan Euro juga tidak terlepas dari kebijakan The Fed yang mempertahankan bunga acuan.
Selama bulan Agustus 2017, Sterling terpantau mengalami koreksi menyusul ketidakpastian yang masih mewarnai perekonomian Inggris terkait rencana konkrit Perdana Menteri Theresa May untuk mempertahankan akses pada pasar tunggal di Eropa pasca keputusan Brexit beberapa waktu lalu. Namun demikian, jika dibandingkan akhir tahun 2016 kinerja Sterling masih menguat sebesar 9,43% ytd ke level 1,35 per Dolar AS. Keputusan Moody’s yang memangkas peringkat utang Inggis di penghujung bulan September 2017 berpotensi kembali menekan pergerakan Sterling. Moody’s menurunkan peringkat utang Inggris dari Aa1 menjadi Aa2 dengan outlook stabil. Penurunan utang Inggris ini dipicu oleh melemahnya sektor keuangan publik Inggris dan ketidakpastian mengenai konsolidasi fiskal pemerintah yang disertai beban utang yang terus meningkat.
Di negara berkembang, mayoritas nilai tukar menunjukkan penguatan terhadap Dolar AS. Pelemahan Dolar AS akibat ketegangan geopolitik yang melibatkan AS memicu capital inflow ke aset-aset safe haven, termasuk negara berkembang. Membaiknya perekonomian negara berkembang khususnya di kawasan Asia turut mendorong penguatan mata uang regional. Hal ini sejalan dengan proyeksi terbaru yang dikeluarkan oleh Asian Development Bank (ADB) bahwa pertumbuhan ekonomi Asia sepanjang 2017 diperkirakan mencapai 5,9%. Menurut ADB, pemulihan ekonomi di kawasan Asia yang didorong oleh membaiknya perdagangan global dan ekspansi di berbagai sektor
240 300 360 420 480 540 600 0 7 14 21 28 35 42 Sep-14 No v-1 4 Jan-1 5 Ma r-15 May-15 Jul-1 5 Sep-15 No v-1 5 Jan-1 6 Ma r-16 May-16 Jul-1 6 Sep-16 No v-1 6 Jan-1 7 Ma r-17 May-17 Jul-1 7 Sep-17 VIX (L) EMBI (R) Perkembangan Indeks VIX dan EMBI
90 92 94 96 98 100 102 104 Sep-15 No v-1 5 Jan-1 6 Ma r-16 Ma y-16 Jul-1 6 Sep-16 No v-1 6 Jan-1 7 Ma r-17 Ma y-17 Jul-1 7 Sep-17
14
ekonomi serta prospek yang lebih baik yang dialami China diproyeksikan akan mendorong pertumbuhan di kawasan Asia.
Sumber: Bloomberg
Tabel 2. Perkembangan Mata Uang Global terhadap Dolar AS
Mayoritas pasar saham di negara maju relatif menunjukkan penguatan di rentang 1,24% mtd hingga 3,31% mtd. Hal ini juga terlihat dari pergerakan indeks MSCI negara-negara maju yang mengalami kenaikan sebesar 2,42% ke level 1.977,61 pada tanggal 22 September 2017. Sementara itu, kinerja indeks saham utama di negara berkembang bergerak mixed di rentang -5,35% mtd hingga +6,43% mtd. Indeks MSCI negara-negara berkembang terpantau meningkat sebesar 1,34% ke level 1.102,25 pada tanggal 22 September 2017.
Setelah mencapai rekor dalam 7 (tujuh) hari berturut-turut, penguatan bursa Wall Street relatif terbatas, yang tercermin dari kenaikan indeks Dow Jones dan S&P 500 masing-masing hanya sebesar 1,83% mtd dan 1,24% mtd. Kekhawatiran terhadap memanasnya kondisi geopolitik memicu investor menjauhi aset-aset berisiko. Badai Harvey yang melanda AS turut mendorong kenaikan indeks yang relatif terbatas. Pada perdagangan tanggal 22 September 2017, indeks Dow Jones dan S&P 500 masing-masing ditutup di level 22.349,59 dan 2.502,22.
Indeks Nikkei 225 bergerak rebound setelah pada bulan Agustus 2017 indeks menurun sebesar 1,4% m/m ke level 19.646,24. Pada tanggal 22 September 2017, indeks Nikkei 225 berhasil menguat sebesar 3,31% mtd dan ditutup pada level 20.296,45. Perekonomian Jepang tumbuh pada laju tercepat dalam lebih dari 2 (dua) tahun. Pada kuartal II 2017, ekonomi Jepang tumbuh mencapai 4% ditopang oleh peningkatan belanja konsumen dan perusahaan. Di tengah rencana pemilu dini yang akan dilakukan pada bulan Oktober 2017, rencana pemerintah Jepang untuk mengeluarkan paket stimulus senilai 2 triliun Yen atau 18 miliar Dolar AS juga menjadi sentimen positif bagi pergerakan indeks.
FY2016 YTD MTD 1M 1W Posisi Posisi
(%) (%) (%) (%, Agst-17) (%) 31/08/2017 22/09/2017 Negara Maju EUR/USD (3.18) 13.64 0.34 0.57 0.05 1.19 1.20 1.17 11.25 USD/JPY 2.71 4.25 (1.83) 0.25 (1.05) 109.98 111.99 112.00 4.24 GBP/USD (16.26) 9.43 4.44 (2.16) (0.66) 1.29 1.35 1.29 4.54 Negara Berkembang USD/IDR 2.28 1.19 0.22 (0.13) (0.54) 13,342 13,312 13,350 0.91 USD/BRL 17.81 4.00 0.77 (0.76) (0.47) 3.15 3.13 3.22 1.08 USD/RUB 15.96 6.56 0.92 2.92 0.05 58.04 57.50 59.50 3.31 USD/INR (2.68) 4.60 (1.40) 0.44 (1.12) 63.91 64.80 64.37 5.23 USD/CNY (6.95) 5.11 0.00 2.03 (0.57) 6.59 6.59 6.71 3.38 USD/ZAR 11.17 3.55 (1.92) 1.39 (0.73) 13.00 13.25 13.40 2.48 USD/MYR (4.47) 6.42 1.71 0.24 (0.20) 4.27 4.20 4.27 4.82 USD/THB 0.54 7.67 0.30 0.35 0.05 33.18 33.09 33.40 6.80 USD/TRY (20.78) 0.78 (1.25) 1.89 (1.69) 3.45 3.50 3.60 (2.17) USD/PHP (6.02) (1.89) 1.04 (1.41) 1.13 51.20 50.67 51.00 (2.56) USD/SGD (2.00) 6.97 0.74 (0.04) (0.05) 1.36 1.35 1.36 6.00 Depre/Apre 2017F (%) 2017F*) Mata Uang
15
Di negara berkembang, indeks Ibovespa masih mencatatkan kenaikan hingga mencapai 6,43% mtd dan ditutup pada level 75.389,75. Membaiknya perekonomian Brasil turut menopang pergerakan indeks dimana sepanjang tahun 2017 telah menguat mencapai 25,18% ytd. Pertumbuhan ekonomi Brasil naik sebesar 0,3% y/y pada kuartal II 2017, menyusul kontraksi sebesar 0,4% pada periode sebelumnya dan lebih tinggi dari ekspektasi pasar. Angka ini merupakan ekspansi pertama sejak kuartal I 2014 menyusul peningkatan pada belanja rumah tangga.
Sumber: Bloomberg
Tabel 3. Perkembangan Indeks Saham Utama Dunia
Pasar obligasi terpantau bergerak mixed dengan imbal hasil obligasi di negara maju menunjukkan kenaikan di rentang 3 bps hingga 32 bps dan mayoritas imbal hasil obligasi di negara berkembang menunjukkan penurunan di rentang 32 bps hingga 4 bps. Imbal hasil obligasi India dan Malaysia masing-masing naik sebesar 14 bps dan 1 bps ke level 6,66% dan 3,91% pada tanggal 22 September 2017.
Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun terpantau menunjukkan penurunan sepanjang tahun 2017, namun dalam satu bulan terakhir imbal hasil mulai menunjukkan kenaikan. Pada periode 4 September 2017 hingga 22 September 2017, imbal hasil mengalami kenaikan sebesar 13 bps (mtd) ke level 2,25%. Pada rapat FOMC bulan September 2017, The Fed memberikan sinyal akan mulai melakukan pengurangan neracanya yang senilai USD 4,5 triliun di bulan Oktober 2017 secara gradual. Pada tahap awal, neraca The Fed disebut akan dikurangi maksimal sebesar USD 10 miliar per bulan dan akan meningkat menjadi USD 50 miliar per bulan.
FY2016 YTD MTD 1M 1W Posisi Posisi
(%) (%) (%) (%, Agst-17) (%) 31/08/2017 22/09/2017
Negara Maju
Dow Jones (USA) 13.42 13.09 1.83 0.26 0.36 21,948.10 22,349.59 S&P 500 (USA) 9.54 11.76 1.24 0.05 0.08 2,471.65 2,502.22 Stoxx Europe 600 (Eropa) (1.20) 6.03 2.50 (1.05) 0.66 373.88 383.22 Nikkei 225 (Jepang) 0.42 6.18 3.31 (1.40) 1.94 19,646.24 20,296.45 FTSE 100 (Inggris) 14.43 2.35 (1.61) 0.80 1.32 7,430.62 7,310.64 Negara Berkembang IHSG (Indonesia) 15.32 11.61 0.81 0.40 0.67 5,864.06 5,911.71 Ibovespa (Brazil) 38.93 25.18 6.43 7.46 (0.48) 70,835.05 75,389.75 MICEX (Rusia) 26.76 (8.11) 1.45 5.35 (0.11) 2,022.22 2,051.63 Sensex (India) 1.95 19.89 0.60 (2.41) (1.09) 31,730.49 31,922.44 Shanghai (China) (12.31) 8.02 (0.25) 2.68 (0.03) 3,360.81 3,352.53 Shenzhen (China) (14.72) 0.99 2.24 3.50 0.03 1,944.94 1,988.59 Hang Seng (China) 0.39 26.73 (0.32) 2.37 0.26 27,970.30 27,880.53 JALSH (Afrika Selatan) (0.08) 10.24 (1.21) 2.38 0.35 56,522.11 55,839.73 KLCI (Malaysia) (3.00) 7.88 (0.12) 0.75 (0.86) 1,773.16 1,771.04 SET (Thailand) 19.79 7.53 2.65 2.54 (0.09) 1,616.16 1,659.05 Borsa Istanbul (Turki) 8.94 33.25 (5.35) 2.31 (3.36) 110,010.50 104,122.90 PCOMP (Filipina) (1.60) 21.06 4.05 (0.74) 1.23 7,958.57 8,281.27 FSSTI (Singapura) (0.07) 11.78 (1.74) (1.57) 0.33 3,277.26 3,220.25
16
Inggris terpantau mengalami kenaikan imbal hasil tertinggi mencapai 32 bps (mtd) ke level 1,36%. Pemangkasan peringkat utang oleh Moody’s turut menekan kinerja pasar obligasi Inggris. Selain itu, S&P juga menurunkan peringkat utang jangka panjang China sebanyak satu notch dari AA- menjadi A+. Penurunan peringkat ini disebabkan peningkatan utang China seiring perlambatan ekonomi. Menurut laporan S&P, peningkatan utang jangka panjang telah meningkatkan risiko ekonomi dan keuangan di China. Pertumbuhan utang ini diperkirakan akan mengganggu stabilitas keuangan hingga batas tertentu.
Sumber: Bloomberg
Tabel 4. Perkembangan Obligasi Pemerintah Tenor 10 Tahun
Di dalam negeri, kinerja nilai tukar Rupiah cenderung mengalami penguatan terbatas. Pada periode observasi tanggal 1 September 2017 hingga 22 September 2017, Rupiah menguat sebesar 0,22% mtd dan jika dibandingkan akhir tahun 2016 Rupiah naik sebesar 1,19% ytd ke level 13.312 per Dolar AS. Meningkatnya ketegangan geopolitik terpantau cukup menekan Dolar AS namun sinyal perbaikan ekonomi AS yang diperkirakan tumbuh pada laju tercepat dari ekspektasi berpotensi menjadi faktor risiko yang dapat berdampak pada mata uang di negara berkembang, tidak terkecuali Rupiah.
Keputusan Bank Indonesia yang kembali menurunkan BI-7 day reverse repo sebesar 25 bps ke level 4,25% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 20 dan 22 September 2017 diperkirakan dapat menjadi angin segar bagi pergerakan Rupiah. Bank Indonesia untuk kedua kalinya menurunkan bunga acuan setelah pada RDG bulan Agustus 2017 bunga acuan dipangkas sebesar 25 bps ke level 4,50%. Menurut siaran pers Bank Indonesia, penurunan bunga acuan ini masih konsisten dengan realisasi dan perkiraan inflasi serta makroekonomi ke depan. Menurut Bank Indonesia, penurunan bunga acuan tersebut juga telah memperhitungkan risiko eksternal yang berasal dari rencana kebijakan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi neraca bank sentral AS.
Beberapa rilis data dari dalam negeri dinilai cukup memberikan sentimen positif dalam mengangkat nilai tukar Rupiah. Realisasi inflasi tercatat mengalami penurunan dari 3,88% y/y pada
FY2016 YTD MTD 1M 1W Posisi Posisi
(bps) (bps) (bps) (bps, Agst-17) (bps) 31/08/2017 22/09/2017 Negara Maju Amerika Serikat 17 (19) 13 (18) 5 2.12 2.25 2.47 35 Eropa (42) 24 9 (18) 1 0.36 0.45 0.64 28 Jepang (22) (1) 3 (7) 1 0.01 0.03 0.06 5 Inggris (72) 12 32 (20) 5 1.03 1.36 1.26 23 Negara Berkembang Indonesia (102) (155) (27) (26) (10) 6.70 6.43 7.09 40 Brazil (511) (175) (32) (2) (16) 9.98 9.65 10.69 72 India (125) 15 14 6 7 6.53 6.66 6.49 (4) China 20 56 (4) 3 2 3.66 3.62 3.56 (10) Afrika Selatan (87) (47) (11) (6) 5 8.57 8.46 8.68 11 Malaysia 4 (32) 1 (9) 6 3.90 3.91 4.20 30 Thailand 15 (39) (6) (12) (7) 2.32 2.26 2.51 19 2017*) Sovereign Bond Yield 10Yr
(LCY)
Δ2017F (bps)
17
bulan Juli 2017 menjadi 3,82% y/y pada bulan Agustus 2017. Posisi cadangan devisa juga terpantau menguat bahkan mencetak rekor tertingginya sebesar USD 128,8 miliar, naik sebesar USD 1 miliar dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai USD 127,8 miliar. Defisit anggaran pada bulan Agustus 2017 tercatat mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya ke level 1,65% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 224,3 triliun.
Sumber: CEIC dan Bloomberg
Gambar 7. Perkembangan Net Buy dan Valuasi Saham
Arus dana asing masih tercatat keluar dari pasar saham Indonesia dalam 4 (empat) bulan berturut-turut. Setelah pada bulan Agustus 2017 capital outflow tercatat sebesar Rp 6,25 triliun,
capital outflow terpantau meningkat selama periode observasi 4 September 2017 hingga 22
September 2017 mencapai Rp 8,91 triliun. Di tengah meningkatnya ketidakpastian global, investor asing cenderung menjauhi aset-aset berisiko termasuk volatilitas di pasar saham. Investor asing cenderung memilih untuk berinvestasi di pasar obligasi mengingat return yang menarik. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya kepemilikan asing di pasar obligasi Indonesia.
Namun demikian, IHSG sepanjang tahun 2017 mencatatkan pertumbuhan positif hingga mencapai 11,61% ytd ke level 5.911,71 (rentang periode tanggal 3 Januari 2017 hingga 22 September 2017). Jika dilihat secara sektoral, sektor keuangan menopang kenaikan IHSG. Sepanjang tahun 2017, sektor keuangan terpantau mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 24,77% ytd. Penguatan IHSG juga ditopang oleh sektor infrastruktur yang mengalami pertumbuhan mencapai 15,21% ytd.
Penurunan kepemilikan asing di pasar saham berbanding terbalik dengan kepemilikan asing di pasar obligasi. Kepemilikan investor asing terpantau terus mengalami peningkatan, yang terlihat dari
net buy yang kembali meningkat di bulan Agustus 2017, setelah mengalami penurunan pada bulan
Juli 2017. Investor asing membukukan pembelian bersih mencapai Rp 9,6 triliun, dari Rp 775,54 triliun pada bulan Juli 2017 menjadi Rp 785,14 triliun pada bulan Agustus 2017. Kepemilikan asing pada bulan Agustus 2017 tersebut memiliki share sebesar 39,01% terhadap total Surat Berharga Negara (SBN) yang dapat diperdagangkan.
Penurunan kepemilikan asing di pasar saham berbanding terbalik dengan kepemilikan asing di pasar obligasi. Kepemilikan investor asing terpantau terus mengalami peningkatan, yang terlihat dari
net buy yang kembali meningkat di bulan Agustus 2017, setelah mengalami penurunan pada bulan
Juli 2017. Investor asing membukukan pembelian bersih mencapai Rp 9,6 triliun, dari Rp 775,54 triliun pada bulan Juli 2017 menjadi Rp 785,14 triliun pada bulan Agustus 2017. Kepemilikan asing
4,000 4,250 4,500 4,750 5,000 5,250 5,500 5,750 6,000 -15 -10 -5 0 5 10 15 A ug-1 4
Dec-14 Apr-15 A
ug-1
5
Dec-15 Apr-16 A
ug-1
6
Dec-16 Apr-17 A
ug-1
7
Perkembangan Net Buy Saham dan IHSG
Net Buy Saham (LHS) IHSG (eop, RHS) Agst '17
IHSG (eop) : 5,864.06 Net Buy Saham : - Rp 6.25 Tn
-2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 A ug-0 7 A ug -0 8 A ug-0 9 A ug-1 0 A ug-1 1 A ug-1 2 A ug-1 3 A ug-1 4 A ug -1 5 A ug-1 6 A ug-1 7
Perkembangan PER Indonesia Z +2.5% -2.5% +5.0% -5.0% 16.5 14.7 15.4 14.3 14.7 12.8 6.2 16.8 13.1 13.8 15.7 14.8 17.3 15.3 16.8 15.2 16.1 14.5 6.1 21.2 13.4 14.8 17.1 16.5 US EU JP UK ID BR RU IN CH SA MY TH
Proyeksi P/E Ratio Antar Negara (2017 dan 2018)
18
pada bulan Agustus 2017 tersebut memiliki share sebesar 39,01% terhadap total Surat Berharga Negara (SBN) yang dapat diperdagangkan.
Sumber: DJPPR dan Bloomberg
Gambar 8. Perkembangan Kepemilikan Asing di SBN, Net Buy SBN, dan Bid to Cover Ratio
Net buy kembali meningkat sebesar Rp 38,92 triliun dibandingkan akhir bulan Agustus 2017,
dari Rp 785,77 triliun (share 39,01% terhadap total SBN yang dapat diperdagangkan) menjadi Rp 824,06 triliun (share 40,33% terhadap total SBN yang dapat diperdagangkan). Peningkatan kepemilikan asing ini mendapat sentimen positif dari penurunan bunga acuan Bank Indonesia pada bulan Agustus 2017. Penurunan bunga acuan yang terjadi di bulan September 2017 diperkirakan dapat kembali meningkatkan kinerja pasar obligasi Indonesia.
Sejalan dengan net buy tersebut, imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun sebesar 27 bps mtd ke level 6,43% di tanggal 22 September 2017. Lelang SBN dan SBSN yang diselenggarakan pemerintah selama periode bulan Januari 2017 hingga Agustus 2017 masih mencatatkan
oversubscribed terlihat dari tingginya total penawaran yang masuk (incoming bid). Pada lelang bulan
Januari 2017 hingga Agustus 2017, tercatat peningkatan incoming bid mencapai Rp 240,89 triliun dari Rp 674,74 triliun (Januari 2016-Agustus 2016) menjadi Rp 915,62 triliun. Sementara itu, bid
accepted pada lelang bulan Januari 2016-Agustus 2016 mengalami peningkatan sebesar Rp 53,28
triliun dari Rp 329,74 triliun: bid to cover ratio 2,05 kali menjadi Rp 383,02 triliun: bid to cover ratio 2,39 kali.
0% 10% 20% 30% 40% 50% 0 200 400 600 800 1,000 A ug-1 4 No v-1 4 F eb-15 Ma y-15 A ug-1 5 No v-1 5 F eb-16 Ma y-16 A ug-1 6 No v-1 6 F eb-17 Ma y-17 A ug-1 7
Perkembangan Kepemilikan Asing di Surat Berharga Negara
Amount Foreign Ownership % Foreign Ownership
11,000 11,500 12,000 12,500 13,000 13,500 14,000 14,500 15,000 -25 -15 -5 5 15 25 35 45 A ug-1 4 No v -1 4 Feb-15 May-15 Aug -1 5 No v -1 5 Feb-16 May-16 A ug-1 6 No v-1 6 Feb-17 May-17 A ug-1 7
Perkembangan Net Buy SBN dan Nilai Tukar
Net Buy SBN (LHS) Nilai Tukar (eop, RHS) Agst '17 USDIDR (eop) : 13,342 Net Buy SBN : + Rp 9.60 Tn 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 0.0 75.0 150.0 225.0 300.0 375.0 450.0 525.0 600.0 2 010 2 011 2 01 2 2 013 2 014 2 015 2 016 8 M16 8M17
Perkembangan Bid-to-Cover Ratio
Perbankan: Mulai Menakar Proses
Bisnis 2018
20
Perbankan : Mulai Menakar Prospek Bisnis 2018
Seno Agung Kuncoro
Kredit perbankan tercatat sebesar Rp4.469 triliun mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar 46 bps dibanding pertumbuhan tahunan bulan sebelumnya menjadi 8,20% year on year.
Dana pihak ketiga pada periode Juli 2017 tumbuh 9,76% (yoy) turun 55 bps dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 10,30% (yoy).
Perekonomian global sejauh ini tampaknya masih dalam jalur positif dan memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. IMF memperkirakan ekonomi global tumbuh sebesar 3,5% pada 2017 dan 3,6% pada 2018, mengikuti pertumbuhan 3,2% di tahun 2016. IMF melihat adanya pergeseran mesin pertumbuhan dunia, dimana saat ini tidak lagi mengandalakan AS dan Inggris, namun lebih condong pada China, Jepang, dan Zona Eropa.
Ekonomi Indonesia pun secara keseluruhan memperoleh dampak positif dari pertumbuhan ekonomi dunia. Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki tingkat pertumbuhan reltif tinggi sebesar 5,01%, dengan tingkat inflasi yang cukup rendah sebesar 3,88%. Sehingga spread
margin yang diharapkan investor global sebenarnya masih cukup kompetitif, dengan didukung oleh
kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia yang masih sangat stabil.
Kami melihat kondisi makro ekonomi global bukan lagi merupakan potensi risiko teratas bagi perbankan Indonesia, bahkan isu kenaikan Fed Fund Rate (FFR) bukan lagi merupakan top risk karena pasar telah melakukan pricing. Tantangan utama bagi dunia perbankan global dan domestik saat ini adalah bertahan dalam era digital. Jaman dimana semua terkoneksi dengan media elektronik dan internet menjadi katalisatornya. Tren dunia global, dunia perbankan dan lembaga keuangan bergerak cepat menyongsong dunia digital. Sebagian besar telah melakukan investasi besar agar dapat melakukan migrasi transaksi digital. Perbankan juga secara signifikan melakukan upgrade teknologi web dan aplikasi digital, serta membuat pusat inovasi teknologi digital perbankan.
Munculnya sejumlah perusahaan keuangan berbasis teknologi atau financial technology (fintech) membuat bank harus waspada dan segera beradaptasi. Fintech tidak saja melayani pembayaran, pinjaman, atau jasa keuangan lain sebagaimana bisnis tradisional perbankan. Dengan kapasitas teknologi dan inovasi tiada henti, mereka dapat menjangkau nasabah yang selama ini tidak punya akses ke sistem perbankan, meski dapat dikatakan fasilitas pinjaman yang diberikan lebih murah dari bank tetapi dikompensasi dengan kemudahan bertransaksi.
Di tengah perkembangan ini, perbankan mau tak mau harus merespons dengan cepat dan tepat melalui pelayanan dan produk yang diberikan, hal ini dilakukan antara lain dengan digitalisasi pelayanan, agar dapat memberikan pelayanan yang lebih cepat, murah, dan mudah ke nasabah, serta mengintegrasikan kegiatan perbankan dengan kehidupan nasabah sehari-hari. Meskipun memberikan ancaman kompetisi, fintech sebetulnya memberikan peluang kepada perbankan untuk berkolaborasi. Sebagai contoh, selama ini perbankan kesulitan membuka cabang di pelosok mengingat terbatasnya pendanaan, serta sistem pengawasan dan aturan permodalan yang ketat, melalui infrastruktur digital yang dimiliki startup fintech hal tersebut bukan merupakan hambatan.
Data perbankan sampai dengan periode Juli 2017 menunjukkan kinerja sektor perbankan masih belum memperlihatkan perbaikan yang konsisten. Kredit perbankan tercatat sebesar Rp4.469
21
triliun pertumbuhannya naik 46 bps dibanding pertumbuhan tahunan bulan sebelumnya menjadi 8,20% year on year. Di satu sisi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 55 bps dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya menjadi sebesar 9,76% (yoy) yang merupakan penurunan pertumbuhan dua bulan berturut-turut. Meskipun terus mendapat tekanan dari pasar keuangan domestik dan global, industri perbankan masih dalam pertumbuhan yang positif dan sehat dengan risiko permodalan yang masih mencukupi untuk bertahan dari tekanan risiko yang ada.
Sumber: OJK, diolah
Gambar 9. Pertumbuhan Kredit, Dana Pihak Ketiga, dan rasio LDR
Disamping risiko persaingan yang semakin ketat dengan technology start up, masih lemahnya sisi demand, seperti sektor konsumer di mobil dan rumah, masih menjadi perhatian dari industri perbankan, sementara dari sisi supply bank masih berhati-hati untuk ekspansi. Bank Indonesia (BI) pun mulai realitis dengan memangkas proyeksi pertumbuhan kredit tahun 2017 di bulan Agustus lalu menjadi 8% - 10% dari proyeksi awal sebesar 10% - 12%. Hal ini selain dipengaruhi faktor perekonomian domestik dan global, juga diperkirakan karena dampak rencana akan dihentikannya kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir Agustus.
Pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%. Target tersebut akan dicapai dengan dukungan belanja pemerintah sebesar Rp 2.204 triliun. Target pertumbuhan tersebut cukup optimis dan realistis bila pemerintah bisa menjaga stabilitas politik dan perekonomian secara umum seperti daya beli dan konsumsi masyarakat serta pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Dengan target pertumbuhan tersebut, maka diharapkan kredit perbankan bisa melaju lebih kencang. Melalui pertumbuhan ekonomi yang membaik, maka daya beli dan konsumsi juga membaik yang pada akhirnya bisa mendorong pertumbuhan kredit perbankan yang lebih baik.
Faktor lain yang mampu mendorong pertumbuhan kredit di tahun 2018 adalah penurunan bunga simpanan. Langkah BI memangkas suku bunga acuan atau BI 7-days reverse repo rate menjadi
22
4,5% diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit dan pertumbuhan ekonomi. Kami melihat perlunya dorongan dari pemerintah ataupun regulator perbankan dalam mendorong penurunan suku bunga kredit baik dari sisi kebijakan makroprudensial maupun mikro. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki NIM tertinggi di dunia, dan hal tersebut menjadi daya tarik investor luar negeri masuk ke pasar modal, perlu berbesar hati untuk menurunkan spread margin kredit sehingga kredit perbankan akan lebih terjangkau bagi masyarakat luas dan mendorong sektor perekonomian.
Disamping pertumbuhan kredit, risko kredit bermasalah juga menjadi salah satu yang menjadi perhatian dari industri perbankan. Rasio NPL pada bulan Juli 2017 sebesar 3,00% naik 4 bps dari bulan sebelumnya sebesar 2,96% menunjukkan rasio kredit bermasalah masih fluktuatif yang kemungkinan besar disebabkan kondisi kinerja debitur masih terdampak kondisi usaha yang belum stabil. Kami melihat tren rasio NPL yang menurun sepanjang tahun 2017 dapat berlanjut di tahun 2018 dalam rentang angka 2,6% - 2,8% mengingat proyeksi penyaluran kredit baru yang lebih besar dibanding tahun 2017 akan menekan rasio kredit bermasalah. Yang penting untuk dilihat juga adalah ketahanan industri perbankan dalam menghadapi shock kondisi perekonomian masih sangat baik dengan memiliki kecukupan modal yang tinggi dan coverage ratio CKPN yang besar.
Sumber: CEIC dan OJK
Gambar 10. Rasio dan Pertumbuhan NPL
Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh industri perbankan dalam mengelola kredit bermasalah yaitu meningkatkan sistem pemantauan kredit yang disalurkan, tata kelola proses persetujuan kredit baru maupun refinancing, serta pemantauan eksposur tertentu atas sektor industri yang memiliki risiko tinggi. Hal tersebut tidak membatasi dengan kepentingan perbankan dalam mencapai target pertumbuhan kredit tertentu, seperti bank yang memang memiliki kompetensi atas segmen tertentu yang memang relatif memiliki profil risiko tinggi seperti sektor kredit UMKM, dimana saat ini Pemerintah juga sedang gencar meningkatkan peran UMKM dalam perekonomian.
Transformasi yang harus dihadapi industri perbankan di Indonesia akan didorong oleh teknologi finansial (fintech) dalam 3 sampai 5 tahun ke depan. Sebagaimana dimaklumi bahwa
23
sektor UMKM yang kami yakin jumlahnya sangat besar dan mayoritas adalah unbankable merupakan segmen pasar yang dibidik oleh fintech, disamping segmen unsecured loan. Perbankan domestik sebagai pemain utama industri keuangan yang memiliki knowledge dan competency lebih baik dari
startup fintech dapat memulai riset dan pengembangan produk yang lebih baik untuk mencakup
segmen UMKM yang unbankable. Yang terbaru saat ini adalah situs belanja online telah menawarkan pola peminjaman modal kepada individu untuk berjualan secara online, meski belum ada statistik resmi seberapa besar cakupan individu unbankable yang bergabung dengan pola UMKM seperti itu tetapi diyakini bahwa pola tersebut akan berkembang pesat dalam beberapa tahun ke depan.
Disamping risiko kredit masih menjadi fokus perbankan untuk diturunkan pada tahun 2018, risiko likuiditas akan menjadi perhatian berikutnya. Dengan target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 5,2-5,6% dan tingkat inflasi 3,5% maka target pertumbuhan kredit perbankan berdasarkan proyeksi data historis setidaknya akan berada di rentang 12-14% dibandingkan proyeksi pertumbuhan tahun 2017 sebesar 8-10%, sehingga likuiditas keuangan menjadi salah satu bagian penting dalam mengukur daya tahan perbankan. Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) pada bulan Juli 2017 masih cukup longgar sebesar 89,20% bila dibandingkan posisi LDR di akhir tahun 2016 sebesar 90,70% dan kami melihat dengan target pertumbuhan kredit di angka belasan persen perbankan harus mencari sumber pendanaan lain di luar dana pihak ketiga.
Dana pihak ketiga pada periode Juli 2017 tumbuh 9,76% (yoy) turun 55 bps dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 10,30% (yoy). Pertumbuhan giro mencatatkan angka relatif tertinggi sebesar 10,47% (yoy) dibandingkan simpanan lainnya. Sementara dari segi komposisi terhadap dana pihak ketiga, deposito masih memiliki porsi terbesar dengan kecenderungan menurun dibanding dengan alternatif pendanaan lainnya yakni sebesar 46% pada posisi Juli 2017.
Pertumbuhan simpanan Tabungan pada Juli 2017 kembali menurun sebesar 14 bps menjadi 9,69% (yoy) dari bulan sebelumnya. Menurunnya pertumbuhan tabungan sejalan dengan pola musiman setelah berlalunya bulan puasa dan hari raya Lebaran dimana likuiditas di masyarakat kembali masuk ke perbankan. Pertumbuhan deposito turun 86 bps menjadi sebesar 9,4% (yoy) dibanding bulan sebelumnya sebesar 10,30%. Masih lambatnya pertumbuhan deposito tersebut kami perkirakan mulai adanya pergeseran horizon investasi dari produk perbankan kepada produk keuangan seperti saham, reksadana, surat utang negara ritel, dan lain sebagainya sehingga dana masyarakat di perbankan pertumbuhannya melambat.
Dengan asumsi terjaganya kondisi stabilitas makro dan tingkat inflasi yang rendah, proyeksi suku bunga acuan BI 7 days repo rate (BI 7DRR) akan berada tetap di angka 4,5%, kecuali terjadi gejolak politik global yang makin memanas akan ada kemungkinan untuk naik mengikuti suku bunga pasar global. Setelah kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Standard and Poor's, ditambah dengan tren penurunan suku bunga, korporasi diperkirakan akan memanfaatkan momentum yang tepat di tahun 2018 untuk menerbitkan obligasi. Dimana secara keseluruhan, tingginya minat investor terhadap obligasi saat ini didorong oleh perbaikan peringkat sovereign rating Indonesia menjadi layak investasi (investment grade) yang dapat mendorong kupon dibayarkan menjadi lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Sehingga investor mencari alternatif investasi yang memberikan imbal hasil lebih tinggi dari instrumen simpanan deposito.
24
Sumber: CEIC dan OJK
Gambar 11. Pertumbuhan Komponen Dana Pihak Ketiga
Tren suku bunga bank benchmark untuk deposito rupiah yang dipantau LPS (suku bunga pasar/SBP) secara rata-rata sampai dengan periode awal September 2017 masih dalam tren yang menurun terutama dalam 3 minggu terakhir. Sementara suku bunga pasar deposito valuta asing yang dipantau memperlihatkan tren kenaikan terbatas dalam 2 minggu terakhir didorong oleh kenaikan suku bunga maksimum valas yeng telah berada di atas tingkat bunga penjaminan. Kami melihat adanya proyek pembangunan infrastruktur menjadi pemicu tingginya kebutuhan modal kerja atau investasi dalam bentuk impor sehingga kebutuhan valas menjadi tinggi.
Sumber: LPS
Gambar 12. Suku Bunga Pasar Rupiah dan Valas
Profitabilitas di tahun 2018 diperkirakan akan membaik dan mengalami peningkatan, seiring dengan ekpektasi perbaikan NPL dan pertumbuhan kredit. Profitabilitas perbankan pada periode Juli 2017 kembali menurun dalam 2 bulan terakhir sebesar 127 bps dibanding pertumbuhan bulan
25
sebelumnya menjadi 6,96%. Hal tersebut disebabkan oleh lebih rendahnya pertumbuhan pendapatan bunga dibanding pertumbuhan biaya bunga, meski di satu sisi biaya operasional selain bunga pertumbuhan negatif. Kami perkirakan tekanan pada laba industri perbankan tidak akan setinggi tahun 2016 mengingat tahun lalu perbankan telah mengalami kenaikan biaya provisi yang cukup signifikan. Dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik diharapkan pertumbuhan biaya provisi dapat ditekan.
Namun demikian perlu diperhatikan juga adanya tekanan pada margin karena penurunan suku bunga kredit. Penurunan NIM tersebut tidak akan langsung terjadi seketika, tapi penurunan akan terjadi secara gradual dan dalam jangka waktu cenderung panjang. Kami melihat bank kecil tidak akan langsung menghadapi tekanan pada NIM dalam jangka waktu menengah dibandingkan bank menengah dan bank besar karena struktur pendanaan, skala ekonomis, dan segmen pasarnya yang relatif berbeda.
Sumber: CEIC, OJK, diolah
Gambar 13. Profitabilitas Perbankan
Optimisme pemerintah menghadapi tahun 2018 untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi tentunya perlu didorong dan diperkuat oleh seluruh sumber pertumbuhan, yaitu konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor, maupun belanja pemerintah yang lebih produktif dan efisien. Dari sektor perbankan, pertumbuhan kredit harus tumbuh cukup kuat untuk menopang pertumbuhan ekonomi domestik. Kami melihat tahun 2018 dengan positif, mengingat siklus bisnis perbankan saat ini seharusnya mulai untuk kembali dalam tren meningkat dengan didukung perekonomian global yang mulai membaik. Masih besarnya peluang untuk mengembangkan kredit perbankan bisa diakomodasi salah satunya adalah meningkatkan layanan transaksi digital melalui inovasi teknologi dan produk baru, salah satunya melalui kerjasama dengan start up fintech.
Dengan inovasi teknologi yang terintegrasi dalam layanan keuangan, industri FinTech bisa memberikan dampak positif yang tidak kecil. Kemudahan bertransaksi bagi user dengan jangkauan kelompok masyarakat yang belum tersentuh layanan lembaga keuangan formal tentunya akan sangat menarik bagi pengguna jasanya. Selain memberikan manfaat bagi masyarakat, perlu
26
dilakukan analisis yang lebih mendalam juga terhadap risiko dan dampak negatif dari layanan yang diberikan FinTech oleh regulator terkait. Koordinasi antara instansi pemerintah perlu dilakukan mengingat cakupan dari layanan yang diberikan oleh FinTech tidak hanya di jasa keuangan tetapi bisa mencapai sektor industri lainnya.
Industri Telekomunikasi : Tarik
Ulur Pengaturan Tarif Layanan
Data
28
Industri Telekomunikasi : Tarik Ulur Pengaturan Tarif Layanan Data
Ahmad Subhan
Perusahaan operator seluler menilai perang tarif data membuat industri telekomunikasi harus menjual data dengan harga di bawah biaya produksi. Secara khusus mereka berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan intervensi
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menilai fenomena perang tarif ini masih normal dalam mekanisme pasar. Penetapan batas bawah tarif layanan data tidak perlu dilakukan mengingat berdampak buruk bagi industri dalam jangka panjang dan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Ditengah usaha perusahaan operator seluler melakukan monetisasi pendapatan dari layanan data yang semakin berkembang, tingkat kompetisi dalam bentuk perang tarif untuk layanan data juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Kondisi ini disatu sisi memberikan alternatif yang lebih manarik bagi konsumen layanan data seluler namun disisi lain mengancam kelangsungan dan kesehatan perusahaan operator seluler. Secara terbuka bahkan salah satu operator seluler telah meminta pemerintah turut campur tangan terhadap aturan tarif bawah batas bawah layanan data atau internet, sebab pihaknya menilai perusahaan operator seluler telah terjebak perang tarif data secara luas.
Sumber: Laporan Internal Perusahaan
Gambar 14. Kinerja Data Yield Antar Operator dan Antar Negara
Perusahaan operator tersebut menilai perang tarif data membuat industri telekomunikasi harus menjual data dengan harga di bawah biaya produksi. Di samping itu, penggunaan layanan seperti voice dan SMS yang semakin ditinggalkan menyebabkan perusahaan sulit menjadikan layanan ini menjadi sumber subsidi untuk layanan data yang makin dominan. Secara khusus mereka
Perbandingan Data Yield Indonesia Kinerja Data Yield 3 Operator
29
berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melakukan intervensi. Saat ini mereka juga menilai cara tersebut lebih efektif dibandingkan harus para operator melakukan 'kerjasama dibalik layar' atau monopoli antar operator.
Tren data yield diperkirakan akan tetap flat dan cenderung rendah dalam 1-2 tahun mendatang hingga penetrasi smartphone mencapai level diatas 60%. Level ini akan menjadi titik balik bagi operator seluler untuk mulai melakukan monetisasi data secara lebih agresif. Sebaliknya strategi monetisasi akan dilakukan secara terbatas dan selektif melalui pengurangan bonus dan kenaikan harga layanan data sejalan dengan laju penetrasi layanan data. Meski kinerja data yield cenderung akan tetap rendah namun sejauh ini dampaknya terhadap profitabilitas tidak terjadi mengingat pertumbuhan jumlah pelanggan dan konsumsi data per pelanggan yang naik mampu mengkompensasi rendahnya harga layanan. Disisi lain operator juga masih diuntungkan adanya sumber pendapatan layanan data dari sisa jaringan (2G) monetization dan tambahan migrasi pelanggan ke ke jaringan 4G.
Sumber: Laporan Internal Perusahaan
Gambar 15. Pertumbuhan Konsumsi Data dan Penambahan Jumlah BTS
Mengingat kondisi diatas maka perang tarif layanan data dalam rangka merebut penguasaan pangsa pasar diperkirakan masih akan terus berlanjut mengingat pendapatan layanan data saat ini adalah penopang utama perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Pendapatan dari data diperkirakan akan terus naik sejalan dengan pertumbuhan penetrasi smartphone, layanan over-the-top (OTT) yang terus meningkat, pertumbuhan digital natives, peluncuran jaringan 3G/4G yang agresif dan tentunya harga layanan data yang terjangkau. Dari sisi konsumen dalam jangka pendek hingga menengah, harga layanan data masih akan menjadi pertimbangan utama dibandingkan kualitas jaringan. Hal ini tidak lepas dari preferensi konsumen Indonesia yang belum masuk sebagai data eksklusif, mayoritas konsumsi data hanya digunakan untuk media sosial dan messengers yang tidak memerlukan kualitas jaringan tinggi. Hal ini tentunya juga akan semakin mendorong operator lebih fokus memperbaiki penguasaan pasar melalui strategi harga yang agresif.
Penambahan Jumlah BTS per Operator Konsumsi Rata-Rata Layanan Data
30
Sumber: Laporan Internal Perusahaan
Gambar 16. Perbandingan Layanan Data Vs Non Data (Voice+SMS) dan Dominasi Pasar Layanan Data
Kekhawatiran berbagai kalangan terhadap pola tarif layanan data yang dijalankan banyak operator cukup beralasan, mengingat pemberian tarif promo yang dilakukan operator telekomunikasi saat ini sudah mengarah ke predatory pricing. Disisi lain kinerja industri ini sebenarnya belum pulih benar dari aksi perang harga yang dilakukan oleh operator telekomunikasi di tahun 2008 yang lalu. Ruang untuk menurunkan tarif layanan sebenarnya tidak cukup ada mengingat profitabilitas perseroan rentan terganggu. Jika profitabilitas terganggu dipastikan akan berdampak serius kepada revenue dan net profit dalam jangka panjang. Terlebih lagi tarif data dan telpon yang dijual oleh operator saat ini sudah tergolong sangat murah. Jika dibandingkan dengan negara yang memiliki karakter geografis yang sama, layanan data di Indonesia masih lebih murah. Singapura harganya sudah mencapai USD 7.27 per 500 mb. Sementara harga data di Thailand USD 5.81 untuk setiap 500 mb. Sedangkan di Philipina harga layanan datanya mencapai USD 4.37 per 500 mb. Disisi lain penurunan tarif data di Indonesia juga terbilang yang tercepat diantara negara-negara di ASEAN. Jika periode 2011 hingga 2016, harga layanan data di Singapura hanya turun 15%, namun di Indonesia penurunannya mencapai 44%.
Mempertimbangkan hal tersebut aturan tarif batas bawah layanan data tampaknya sudah layak untuk dikaji bersama antara operator, regulator, KPPU, dan masyarakat. Mengingat tarif dalam layanan voice dan SMS telah memiliki regulasi sehingga sebaiknya tarif layanan data pun juga dirumuskan bersama. Meski demikian, aturan tersebut harus tetap memperhatikan kebutuhan konsumen sekaligus juga memberikan ruang bagi operator untuk berkompetisi secara sehat sesuai dengan profilnya. Lebih lanjut hal yang juga penting dilakukan adalah pengawasan agar persaingan tarif layanan data dapat lebih dikontrol untuk mencegah terjadinya usaha yang mengarah pada kartel.
Share Penguasaan Layanan Data
31
Sumber: Laporan Internal Perusahaan
Gambar 17. Perbandingan Tarif Layanan Data Antar Operator
Menanggapi usulan kalangan usaha tersebut, pemerintah dalam waktu dekat tampaknya akan segera merespon melalui revisi Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 9/2008 tentang tata cara penetapan tarif jasa telekomunikasi yang disalurkan melalui jaringan bergerak selular. Artinya aturan tentang tarif voice dan SMS yang sudah pernah diatur di tahun 2008 akan dikaji ulang. Sebagai gambaran awal dalam revisi beleid tersebut tarif untuk layanan data akan diatur menggunakan formula yang terbagi dalam tiga komponen. Yakni, biaya pengeluaran jaringan, biaya pemasaran dan ritel plus profit margin. Ketiga komponen ini menjadi acuan operator telekomunikasi menetapkan tarif layanan data komunikasi. Diharapkan dengan berpatokan pada tiga komponen dalam formula tadi, tarif layanan data semestinya tidak bisa dibawah biaya produksi.
Pandangan berbeda mengenai perlu atau tidaknya pemerintah melakukan deregulasi mengenai tarif ini justru mengemuka dari pihak Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) yang menilai bahwa fenomena perang tarif ini masih normal dalam mekanisme pasar. Operator berlomba menawarkan berbagai skema tarif yang dianggap mampu mendongkrak penguasaan pasar dan tarif layanan data yang murah merupakan salah satu strategi operator untuk menjaring konsumen yang sensitif terhadap tarif. Lebih lanjut KPPU menilai wacana munculnya kebijakan penetapan batas bawah tarif layanan data tidak perlu dilakukan mengingat dampak buruk dari kebijakan batas bawah tarif bagi industri dalam jangka panjang dan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan KPPU antara lain adalah ; Pertama, setiap operator telekomunikasi mempunyai tarif yang berbeda. Termasuk dalam hal menghasilkan tarif yang semakin terjangkau oleh masyarakat. Saat ini, di pasar masyarakat dapat menemukan harga yang sangat variatif dengan skema yang beragam dari Rp 25.000/GB sampai Rp 57.500/GB. Kedua, permasalahan terbesar kebijakan batas bawah tarif terletak pada penentuan besarannya. Besaran