• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ringkasan Ilmu Penyakit THT-KL (Tony)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ringkasan Ilmu Penyakit THT-KL (Tony)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

POLIP NASI

PENDAHULUAN

o Polip nasi  massa lunak mengandung banyak cairan warna putih keabuan o Polip pada anak 2 thn: ada kemungkinan meningokel/meningoensefalokel

ETIOLOGI-PATOGENESIS

Pembentukan polip terkait dgn: o Inflamasi kronis

o Disosiasi otonom (vasomotor imbalance) o Predisposisi genetik

Inflamasi kronis:

Teori Bernstein  Udara yg berturbulensi (terutama pada daerah yg sempit seperti KOM) = perubahan mukosa  Terjadi prolaps submukosa + reepitelisasi+ pembentukan kelenjar baru + peningkatan penyerapan natrium = terbentuk POLIP

Ketidakseimbangan vasomotor:

Ketidakseimbangan vasomotor  Peningkatan permeabilitas kapiler = pelepasan sitokin  edema  Lama kelamaan terbentuk POLIP

o Bila proses berlanjut, polip turun ke rongga hidung dgn membentuk tangkai o Polip yg tumbuh ke belakang di nasofaring: POLIP KOANA

o Polip koana kebanyakan berasal dari sinus maksilaris

o Polip koana yg berasal dari s. maksilaris: POLIP ANTRO-KOANA Polip:

o Massa bertangkai o Permukaan licin o Bentuk bulat/lonjong

o Warna pucat (mengandung banyak cairan) o Tidak sensitif (tidak nyeri bila ditekan/ditusuk) o Jika warna kemerahan: iritasi kronis & peradangan

o Jika warna kekuningan: polip menahun krn mengandung banyak jaringan ikat

DIAGNOSIS Anamnesis:

o Hidung tersumbat o Rinore  krn edema

o Hipoosmia/anosmia  krn polip memblok aliran udara o Rinolalia

o Jika infeksi sekunder: Post-nasal drip, rinore purulen

Pemeriksaan Fisik:

o Jika polip masif: hidung tampak mekar o Rinoskopi anterior:

Massa pucat berasal dari meatus medius (KOM) o Rinoskopi posterior:

Untuk polip antro-koana o Ada 3 stadium:

Stadium 1 = Terbatas di meatus media

Stadium 2 = Keluar dari meatus, blm penuhi rongga hidung Stadium 3 = Polip masif, tutupi seluruh rongga hidung

Pemeriksaan Penunjang:

o Nasoendoskopi

 Polip stadium 1-2 kadang tidak terlihat dgn rinoskopi anterior namun tampak dgn nasoendoskopi

o Radiologi:

CT scan = utk melihat dgn jelas keadaan hidung & SPN TATALAKSANA

a. Stadium 1-2:

Polipektomi medikamenosa  Diberikan kortikosteroid sistemik/topikal (Deksametasone 3 x 0,5 mg) b. Stadium 3 atau gagal medikamentosa:

o Polipektomi dgn anestesi lokal o Etmoidektomi intra/ekstranasal

(2)

2

DEVIASI SEPTUM

PENDAHULUAN

o Bentuk septum normal = Lurus di tengah rongga hidung (namun pada orang dewasa biasanya tdk lurus sempurna o Deviasi ringan tidak mengganggu, deviasi cukup berat menyebabkan sumbatan pada satu sisi hidung

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Trauma (tersering): post natal, intrapartum, antenatal

o Ketidakseimbangan pertumbuhan: Kartilago septum terus tumbuh walau batas anterior & posterior sudah menetap Bentuk deformitas septum:

a. Deviasi = Bentuk huruf C atau S

b. Dislokasi = Bagian bawah kartilago septum keluar dari krista maksilaris & masuk ke rongga hidung

c. Penonjolan tulang/kartilago septum = bila memanjang dari depan ke belakang: KRISTA, bila sangat runcing/pipih: SPINA d. Sinekia = bila deviasi/krista melejat dgn konka di hadapannya

DIAGNOSIS Anamnesis:

o Sumbatan hidung: Bisa unilateral atau bilateral, sebab pada sisi yg tidak deviasi terjadi hipertrofi konka sbg mekanisme kompensasi

o Penciuman terganggu: bila deviasi di bagian atas septum o Bisa sumbat ostium = predisposisi sinusitis

Pemeriksaan Fisik:

Sesuai dgn bentuk deformitas septum

Pemeriksaan Penunjang:

Foto kepala AP atau Posisi Waters

TATALAKSANA

Hanya pada pasien dgn keluhan yg nyata

a. Reseksi Submukosa:

- Mukoperiosteum & mukoperikondrium kedua sisi dilepas dari tulang rawan  Bagian tulang/tulang rawan septum diangkat sehingga mukoperiosteum & mukoperikondrium kiri & kanan bertemu di tengah

- Komplikasi: Saddle Nose (krn bagian atas septum terlalu banyak diangkat)

b. Septoplasti/Reposisi Septum:

Hanya tulang rawan yg berlebihan saja yg dikeluarkan.

RINITIS ALERGI

PENDAHULUAN

Definisi WHO 2001: Kelainan pada hidung dgn gejala BERSIN, RINORE, GATAL, TERSUMBAT stlh terpapar alergen yg diperantarai IgE

ETIOLOGI-PATOGENESIS

a. Tahap sensitisasi:

o Makrofag menangkap antigen & beperan sebagai APC  Antigen dibawa ke Sel Th-0 = Mengaktivasi sel Th-1 & Th-2 o Sel Th 2 melepaskan IL-3, 4, 5, 13  IL-4 & IL-13 menstimulasi Limfosit B untuk hasilkan antibodi (IgE)

o IgE kemudian melekat di reseptornya di sel Mast & Basofil b. Reaksi Alergi Fase Cepat:

Jika alergen yang sama ada pada mukosa  Antigen segera dikenali oleh IgE  Sel Mast & Basofil akan melepas mediator inflamasi terutama Histamin = muncul reaksi alergi

o Rasa gatal & bersin  Refleks induksi reseptor iritan mukosa hidung

o Rinorea (10 menit)  peningkatan aktivitas kelenjar oleh stimulasi refleks saraf kolinergik  peningkatan permeabilitas vaskuler dan sekresi kelenjar

o Hidung tersumbat (15-30 menit)  vasodilatasi dan pengumpulan darah, peningkatan permeabilitas vaskuler o Mediator kimia: Histamin

o Stimulasi ujung syaraf

o Rangsangan sel mukosa hidung

o Merangsang pengeluaran adhesi molekul interseluler1 (ICAM1) c. Reaksi Alergi Fase Lambat

o Lanjutan fase cepat  2-4 jam pasca paparan

o Gejala fase cepat berkurang secara bertahap, kecuali rasa tersumbat hidung o Mukosa hidung pucat dg sekret minimal

o Peningkatan sitokin  IL3,4,5; GM-CSF o ICAM1 tetap tinggi

(3)

3 d. Reaksi Alergi Fase Hiperresponsif:

Keluhan dapat timbul walaupun tidak ada alergen spesifik  udara dingin, kelelahan dsb  Jenis alergen: Inhalan, Ingestan, Injektan, Kontaktan

 Satu macam alergen bisa menstimulasi alergi pada >1 organ  Ada 4 macam tipe hipersensitivitas:

Tipe 1 = Anafilaktik Tipe 2 = Reaksi Sitotoksik

Tipe 3 = Kompleks Antigen-Antibodi Tipe 4 = Delayed immunity (tipe Tuberkulin)  Pada bidang THT yg paling banyak: Tipe 1

Klasifikasi

a) Berdasarkan waktu berlangsungnya:

o Rinitis alergi musiman (Seasonal, hay fever, pilinosis)  Hanya di negara 4 musim, alergen penyebabnya spesifik yaiu pollen dan spora jamur

o Rinitis alergi sepanjang tahun (Perennial)  Timbul secara intermiten sepanjang tahun atau terus menerus b) Berdasarkan lama berlangsungnya (WHO 2001)

o Intermiten: gejala <4 hari dlm seminggu atau <4 minggu o Persisten: gejala >4 hari dlm seminggu atau >4 minggu c) Berdasarkan derajat keparahan:

o Ringan = tidak ada gangguan aktivitas harian (bekerja, belajar, tidur) o Sedang-Berat = ada gangguan aktivitas harian

DIAGNOSIS Anamnesis

o 50% ditegakkan dari anamnesis o Trias Alergi 1. Rinorea encer 2. Bersin-bersin paroksismal 3. Hidung tersumbat o Gejala tambahan - Gatal di hidung - Gatal di mata Pemeriksaan Fisik

o Rinoskopi anterior  Mukosa edema, basah, pucat/livide, banyak sekret encer o Tanda spesifik pada anak:

1. Allergic shiner = bayangan hitam di bawah mata akibat stasis vena krn obstruksi pemb.darah di hidung 2. Allergic sallute = anak menggosok hidung dgn punggung tangan

3. Allergic crease = garis melintang pada 1/3 bawah dorsum nasi karena sering digosok 4. Cobblestone appearance = dinding posterior faring tampak granuler & edema 5. Geographic tongue = lidah tampak seperti gambaran peta

6. Facies Adenoid = karena sumbatan hidung  lebih sering bernapas dgn mulut, terjadi: arkus palatum yg meninggi, gigi incisivus yg prominen

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah:

o Eosinofil = Normal atau meningkat o IgE total = Normal atau meningkat

b. Antigen penyebab dapat dicari dengan Skin Prick Test

TATALAKSANA

1. Hindari kontak dgn alergen

2. Antihistamin: Gol.1 (CTM, Difenhidramin) – Gol.2 (Cetirizine, Loratadine)

3. Dekongestan Hidung: Agonis Alfa-Adrenergik (Pseudoefedrin, Efedrin)  Pemberian topikal maks. 1 minggu

4. Kortikosteroid (Jika fase lambat tak bisa diobati dgn obat lain)  Sering dipakai yg topikal: Beklometason, Flutikason, Triamsinolon

5. Antikolinergik  utk mengatasi rinore: Ipratropium bromida

KOMPLIKASI

o Polip hidung o Sinusitis paranasal.

(4)

4

RINITIS VASOMOTOR

PENDAHULUAN

Suatu keadaan idiopatik tanpa ada infeksi, eosinofilia, perubahan hormon dan pajanan obat

ETIOLOGI-PATOGENESIS

Etiologi pasti belum diketahui, ada 4 teori: 1. Neurogenik

Saraf parasimpatis lebih dominan dibandingkan saraf simpatis = vasodilatasi berlebihan pada hidung: Sekresi meningkat, Kongesti hidung

2. Neuropeptida 3. Nitric Oxide (NO) 4. Trauma

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dengan cara EKSKLUSI rinitis alergi hormonal dan medikamentosa.

Anamnesis

o Ada pencetus yg non-spesifik: asap rokok, bau menyengat, minuman beralkohol, udara dingin, lelah, stres emosional o Gejala mirip rinitis alergi

- Bersin - Rinore

- Hidug tersumbat: berganian kiri & kanan tergantung posisi pasien - Gejala gatal jarang ditemukan

o Ada 3 golongan pasien: - Runners = Dominan pilek - Sneezers = Dominan bersin

- Blockers = Dominan hidung mampet

Pemeriksaan Fisik

Rinoskopi anterior: Edema mukosa, Konka merah gelap/merah tua, Permukaan konka berbenjol-benjol, Sekret mukoid (sedikit/banyak)

Pemeriksaan Penunjang

o Eosinofil-IgE: Umumnya normal o Skin prick test (-)

TATALAKSANA

1. Hindari faktor pencetus 2. Simtomatik:

- Dekongestan oral

- Cuci hidung dgn larutan garam fisiologis - Steroid topikal

- Ipratropium bromida pada rinorea berat - Kauterisasi konka dgn AgNO3 25%

3. Operasi: konkotomi parsial konka inferior.

RINITIS MEDIKAMENTOSA

PENDAHULUAN

o Definisi: Gangguan vasomotor hidung akibat pemakaian vasokonstriktor topikal dalam waktu lama dan berlebihan (drug abuse) o Pemakaian vasokonstriktor topikal tidak boleh >1 minggu dan pilih yg isotonik (pH 6.3 - 6.5)

ETIOLOGI-PATOGENESIS

Obat vasokonstriktor topikal yg digunakan secara berlebihan dalam waktu lama = kadar obat ini tinggi pada mukosa hidung  akan diikuti dgn penurunan sensitivitas terhadap reseptor alfa-adrenergik  Vasokonstriksi mukosa hidung menghilang

DIAGNOSIS Anamnesis

Rinore, Hidung mampet

Pemeriksaan Fisik

o Rinoskopi anterior  hipertrofi konka, sekret hidung berlebih o Jika diberi tampon adrenalin: edema konka tak berkurang

Pemeriksaan Penunjang

(5)

5

TATALAKSANA

1. Stop pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes/semprot) 2. Steroid oral dosis tinggi  dengan tappering off 5 mg setiap hari 3. Steroid topikal selama minimal 2 minggu

4. Dekongestan oral.

RINITIS SIMPLEKS

PENDAHULUAN

Definisi: Radang akut pada mukosa hidung

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Kausa: virus atau bakteri

o Virus yg paling sering ditemukan  Etiologi: Rhinovirus

o Timbul pada kondisi  menurunnya kekebalan (kelelahan, kedinginan, penyakit menahun)

DIAGNOSIS Anamnesis

1. Stadium Prodromal: Rasa panas, kering, gatal dalam hidung (beberapa jam)

2. Stadium Hiperemia: Mukosa hidung hiperemi dan bengkak = bersin berulang, hidung tersumbat, ingus encer + demam & nyeri kepala

3. Stadium Infeksi Sekunder: Sekret menjadi kental (mukopurulen) 4. Stadium Resolusi: 5-10 hari

Pemeriksaan Fisik

Rinoskopi anterior: Mukosa edem, Hiperemis, Sekret cair-purulen

Pemeriksaan Penunjang

---

TATALAKSANA

o Istirahat

o Simptomatis (Antipiretik, Analgetik, Dekongestan, Antikolinergik) o Infeksi sekunder

Antibiotik

KOMPLIKASI

o Sinusitis o Otitis media o Faringitis

o Bronchitis dan pneumonia.

RINITIS HIPERTROFI

PENDAHULUAN

Hipertrofi pada konka inferior akibat inflamasi kronis yg diakibatkan infeksi bakteri primer atau sekunder

ETIOLOGI-PATOGENESIS

Biasanya kelanjutan dari rinitis alergi atau vasomotor yg tidak sembuh

DIAGNOSIS Anamnesis

o Sumbatan hidung (gejala utama) o Sekret mukopurulen & banyak

Pemeriksaan Fisik

Rinoskopi anterior: Hipertrofi konka, Mukosa berbenjol-benjol, Rongga hidung sempit, Sekret mukopurulen dan banyak di dasar hidung atau antara konka dan septum

Pemeriksaan Penunjang

---

TATALAKSANA

o Kontrol faktor penyebab

(6)

6

RINITIS ATROFI (OZAENA)

PENDAHULUAN

o Penyakit infeksi hidung kronik

o Lebih sering pada wanita, terutama usia pubertas & sos-ek rendah o Histopatologis:

- Mukosa hidung tipis, silia hilang, metaplasia epitel kolumnar bersilia menjadi kuboid/squamous berlapis - Kelenjar berdegenerasi dan atrofi

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Infeksi kuman spesifik: KLEBSIELA OZAENA o Defisiensi Fe

o Defiseinsi vit A o Sinusitis kronis o Kelainan hormonal

o Penyakit kolagen (autoimun)

DIAGNOSIS Anamnesis

o Ingus kental warna hijau + kerak/krusta o Napas berbau

o Gangguan penghidu + sakit kepala

Pemeriksaan Fisik

o Atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka  rongga hidung lapang o Banyak krusta hijau berbau busuk

o Discharge mukopurulen kental yg banyak

Pemeriksaan Penunjang

Kultur sekret + Uji sensitivias kuman

TATALAKSANA

o Terapi spesifik: TIDAK ADA o Terapi konservatif:

1. Cuci hidung: 2 x sehari

- Larutan garam hipertonik 1 sendok makan + Air hangat 9 sendok makan - 100 cc air hangat + 1 sendok makan betadine

- ½ sendok teh garam dapur + 1 gelas air hangat 2. Antibiotik spektrum luas

3. Vit A 3x50.000 unit (2 minggu) 4. Fe

o Terapi operatif: Jika konservatif tidak ada perbaikan a. Penyempitan lubang hidung dgn implantasi

b. Penutupan lobang hidung (anterior/posterior) dgn Flap Palatum: 2 thn.

SINUSITIS

PENDAHULUAN

o Peradangan pada mukosa SPN o Klasifikasi:

- Akut = <4 minggu

- Subakut = 4 minggu – 3 bulan - Kronis = >3 bulan

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Penyebab:

1. Berbagai macam rinitis

2. Sumbatan KOM (Hipertrofi konka, Deviasi septum, Benda asing, Polip) 3. Infeksi gigi rahang atas

4. Faringitis

5. Pada anak: Hipertrofi adenoid

6. Lainnya: poluis udara, suhu dingin, merokok

perubahan mukosa & kerusakan sila o Patofisiologi

- Edema ostiomeatal kompleks

silia tidak dapat mengalirkan lendir

- Gangguan drainase dan ventilasi  lendir media yang baik untuk pertumbuhan bakteri  anaerob (hipoksia) - Bila berlanjut  hipertrofi jaringan  polipoid  polip atau kista

(7)

7

DIAGNOSIS Anamnesis

1. Akut:

Sistemik = Demam, Lesu

Lokal = Discharge kental, kadang berbau, Hidung tersumbat, Nyeri daerah sinus 2. Subakut: Mirip dengan sinusitis akut namun tanda radang akut mulai reda 3. Kronis:

NON-SPESIFIK = Nyeri kepala  terutama pagi hari, Sekret hidung dan post nasal drips, Gejala sinusitis lainnya

Pemeriksaan Fisik

o Udem wajah, sesuai lokasi sinus

o Rinoskopi anterior = Mukosa hiperemi dan edema, Mukopus pada meatus media atau superior o Rinoskopi posterior = Post nasal drips

o Transiluminasi: Sinus yang terkena = suram atau gelap

Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologis (Waters, PA dan Lateral) o Perselubungan

o Penebalan mukosa o Air fluid level

b. Mikrobiologis = Kultur  Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus, H. Influeza dll

TATALAKSANA

1. Antibiotik golongan penisilin (10-14 hari) 2. Simtomatik:

o Dekongestan o Analgetik (K/P) o Mukolitik

3. Irigasi sinus (jika pada foto Waters tampak air-fluid level >1.5 cm dari dasar sinus).

KOMPLIKASI

o Osteomielitis dan abses subperiosteal

o Kelainan orbita  tromboflebitis atau perkontinuitatum  edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita  trombosis sinus kavernosis

o Kelainan intrakranial  meningitis, abses esktra atau subdural o Kelainan paru .

EPISTAKSIS

ETIOLOGI

1. Spontan

2. Trauma: Mengorek hidung, benturan, bersin/mengeluarkan ingus terlalu keras, benda tajam, spina septum, dsb 3. Kelainan pembuluh darah lokal: Kongenital  Pembuluh darah lebih tipis & lebar

4. Infeksi lokal: Rinitis, sinusitis

5. Tumor: Angiofibroma (epistaksis berat) 6. Penyakit CV: Hipertensi, DM

7. Kelainan darah: Leukemia, Trombositopenia, Hemofilia, ITP 8. Kelainan kongenital

9. Infeksi sistemik: DHF

10. Perubahan udara atau tekanan atmosfir: Tempat sangat dingin, tempat sangat kering 11. Gangguan hormonal: Wanita hamil, menopause

PATOGENESIS

Sumber Perdarahan:

1. Epistaksis Anterior  Biasanya berhenti sendiri

o Pleksus Kisselbach (septum bagian anterior) [plg sering akibat trauma] o Arteri Etmoidalis Anterior

2. Epistaksis Posterior  Biasanya perdarahan lebih banyak, jarang berhenti sendiri o Arteri Sfenopalatina [plg sering akibat gangguan CV]

o Arteri Etmoidalis Posterior

DIAGNOSIS Pemeriksaan Fisik

(8)

8

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium  darah lengkap dan fungsi hemostatis

TATALAKSANA

1. Perbaiki KU dulu yang paling utama

2. Awasi adanya sumbatan hidung akibat stolsel darah 3. Tampon  Anterior atau Posterior

o Kassa ditetesi dengan Adrenalin + Lidocain/Pantokain

o Bisa juga kassa ditetesi antibiotik topikal sebagai lubrikan agar tidak nyeri dan mencegah infeksi sekunder akibat tindakan 4. Kaustik pleksus Kisselbach.

CA NASOFARING

PENDAHULUAN

o Diagnosis dini sulit dilakukan: nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit & terletak di bawah dasar tengkorak o Five years survival rate:

Stadium 1 = >75% Stadium 2 = >50% Stadium 3 = 30-an% Stadium 4 = <20%

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Hampir dapat dipastikan disebabkan oleh: Epstein-Barr Virus (EBV) o Faktor lain:

- Ras Mongoloid - Genetik

- Iritasi bahan kimia, asap, kebiasan makan makanan yg terlalu panas - Pengawet Nitrosamin: ikan asin

DIAGNOSIS Anamnesis

1. Gejala Nasofaring: Epistaksis ringan, Sumbatan hidung

2. Gejala Telinga: Akibat obstruksi tumor di tuba Eustachius = Otalgia, tinitus, tuli konduksi

3. Gejala Mata & Saraf: Diplopia, Neuralgia Trigeminal (krn berhubungan dekat dgn rongga otak, menjalar melalui foramen Laserum dan dapat mengenai saraf III-VI

4. Gejala Metastasis: Benjolan pada leher  Pasien baru berobat

Pemeriksaan Fisik

---

Pemeriksaan Penunjang

o CT Scan: Sangat membantu, bahkan pada tumor primer yang masih kecil o IgA anti EA

o IgA anti VCA

o Diagnosis pasti: Biopsi nasofaring

TATALAKSANA

a. Stadium 1: Radioterapi b. Stadium 2-3: Kemoradiasi

c. Stadium 4 dgn N < 6 cm: Kemoradiasi

(9)

9

FARINGITIS AKUT - VIRAL

ETIOLOGI-PATOGENESIS

Rinovirus: Menimbulkan gejala rinittis lalu beberapa hari kemudian menimbulkan faringitis.

DIAGNOSIS Anamnesis

o Flu-like syndrome: Demam, mual, muntah o Gejala rinitis

o Disfagia-odinofagia

Pemeriksaan Fisik

Faring & tonsil hiperemis

Pemeriksaan Penunjang

---

TATALAKSANA

o Istirahat o Minum yg cukup

o Kumur dgn air hangat atau antiseptik.

FARINGITIS AKUT – BAKTERIAL

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Bakteri Streptokokus Beta Hemolitikus Grup A (SBGA) o 15% penyebab faringitis akut pada dewasa

o 30% penyebab faringitis akut pada anak

DIAGNOSIS Anamnesis

o Nyeri kepala hebat o Demam tinggi o JARANG disertai batuk

Pemeriksaan Fisik

o Faring & tonsil hiperemis + disertai eksudat o Bercak ptekiae pada palatum & faring o Pembesaran KGB coli anterior

Pemeriksaan Penunjang

o WBC meningkat

o ASTO (+) pada infeksi SBGA

o Swab tenggorok  Kultur + Uji sensitivitas kuman

TATALAKSANA

1. Antibiotik:

o Penisilin G Banzatin 50.000 IU/kgBB (IM, single dose)

o Amoksisilin 3 x 500 mg 6-10 hari (pada dewasa), 3 x 50 mg/kgBB 10 hari (pada anak) o Eritromisin 4 x 500 mg

2. Kortikosteroid

3. Simtomatik (Analgesik, Antipiretik, Obat batuk) 4. Obat kumur.

FARINGITIS KRONIS – HIPERPLASTIK

ETIOLOGI-PATOGENESIS

Faktor resiko faringitis kronis: Sinusitis, Iritasi kronik oleh rokok, alkohol, inhalasi uap Terjadi hiperplasia pada mukosa faring akibat infeksi kronis

DIAGNOSIS Anamnesis

Awalnya: tenggorok kering & gatal Selanjutnya: batuk berdahak

Pemeriksaan Fisik

(10)

10 Pemeriksaan Penunjang --- TATALAKSANA 1. Kaustik faring

2. Obat kumur atau tablet hisap 3. Faktor resiko diobati.

FARINGITIS KRONIK – ATROFI

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Timbu bersamaan dengan Rinitis Atrofi (Ozaena) o Infeksi bakteri spesifik

DIAGNOSIS Anamnesis

Tenggorokan terasa kering Halitosis

Pemeriksaan Fisik

Mukosa faring ditutupi lendir yg kental, bila diangkat tampak mukosa yang kering

Pemeriksaan Penunjang

---

TATALAKSANA

o Obati rinitis atrofi o Obat kumur.

TONSILITIS AKUT

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Viral: Epstein-Barr Virus, Hemofilus influenza o Bakteri: SBGA

- Pada infeksi bakteri: Terbentuk Detrius (PMN, epitel, bakteri yg mati, sisa makanan) - Tonsilitis folikularis: Tonsilitis akut dgn detritus yg jelas

- Tonsilitis lakunaris: Tonsilitis akut dgn bercak detritus yg menjadi satu dan membentuk alur-alur - Pseudomembran terkadang menutupi tonsil

DIAGNOSIS Anamnesis

o Odinofagia o Demam

o Otalgia (referred pain N.IX)

Pemeriksaan Fisik

o Tonsil hipertrofi, hiperemis o Detritus, Kripte tak melebar o Pembesaran KGB submandibula

Pemeriksaan Penunjang

o WBC meningkat (Bakteri) o ASTO (+) pada infeksi SBGA

o Swab tenggorok

Kultur + Uji sensitivitas kuman

TATALAKSANA

1. Antibiotik

2. Simtomatik (Analgesik, Antipiretik) 3. Obat kumur disinfektan

KOMPLIKASI

1. Abses peritonsil, Sinusitis, OMA

2. OSAS (Obstructive Sleep Apnea Syndrome)

(11)

11

TONSILITIS KRONIS

PENDAHULUAN

Resiko tinggi:

- Rangsangan menahun rokok, beberapa jenis makanan - Higiene mulut yg buruk

- Pengobatan tonsilitis akut yg tidak adekuat - Penurunan imunitas

- Pengaruh cuaca

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Penyebabnya sama dengan tonsilitis akut, namun kadang berubah menjadi bakteri gram negatif

o Peradangan kronis: Jaringan limfoid digantikan oleh jaringan ikat sehingga parenkim tonsil mengkerut dan menyebabkan penarikan pada kripte = kripte melebar

DIAGNOSIS Anamnesis

o Rasa mengganjal di tenggorok, rasa kering di tenggorok o Halitosis

Pemeriksaan Fisik

Tonsil  Hipertrofi, Tidak hiperemis, Detritus +/-, Kripte melebar

Pemeriksaan Penunjang

o Swab tenggorok o ASTO

TATALAKSANA

o Higiene lokal mulut: Obat kumur/tablet hisap o Tonsilektomi. Indikasinya:

1. Serangan tonsilitis >3 x/tahun walau dgn terapi yg adekuat

2. Hipertrofi tonsil yg sebbakan maloklusi gigi & gangg.perkembagan orofasial 3. Sumbatan jalan napas: sleep apnea, sulit menelan, sulit bicara

4. Rinitis-sinusitis kronis yg tdk berhasil dgn pengobatan 5. Halitosis tdk berhasil dgn pengobatan

6. Disebabkan streptokokus B hemolitikus grup A 7. Curiga keganasan

8. Otitis media supuratif/difusa

HIPERTROFI ADENOID

PENDAHULUAN

o Adenoid membesar pada anak usia 3 thn dan mengecil/hilang pada usia 14 thn o Bila adenoid sering terinfeksi terjadi hipertrofi

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Adenoid membesar pada anak usia 3 thn dan mengecil/hilang pada usia 14 thn

o Bila adenoid sering terinfeksi terjadi hipertrofi  sumbatan koana & tuba eustachius: Komplikasi ke telinga = OMA berulang, OMSK

o Sumbatan koana = pasien bernapas lewat mulut, menyebabkan:

1. Fasies adenoid

Arkus palatum naik, gigi incisivus prominen, wajah tampak seperti orang bodoh 2. Faringitis & bronkitis

3. Sinusitis kronik

DIAGNOSIS Anamnesis

o Riwayat ISPA berulang o Disfagia-odinofagia o Gangguan tidur: mengorok

o Retardasi mental, pertumbuhan terhambat

Pemeriksaan Fisik

1. Refleks palatum  Normalnya ketika dipasang spekulum hidung dan disorot lampu, ketika pasien mengucapkan “AAA” tampak ada bayangan akibat gerakan vellum palatum mole saat fonasi (refleks palatum positif)

Pada hipertrofi adenoid: gerakan velum tertahan akibat hipertrofi adenoid 2. Fasies adenoid

(12)

12

Pemeriksaan Penunjang

Foto kepala lateral

TATALAKSANA

o Dilakukan adenoidektomi dengan cara kuretase menggunakan adenotom. o Indikasi adenoidektomi:

1. Sumbatan: Napas lewat mulut, sleep apnea, gangg.menelan & bicara, adenoid face 2. Infeksi: Adenoiditis berulang, OMA berulang, OMSK

3. Kecurigaan neoplasma

KOMPLIKASI POST OP

1. Perdarahan  bila pengerokan adenoid kurang bersih 2. Kerusakan dinding posterior faring bila menguret terlalu dalam

3. Kerusakan tuba eustachius = tuli konduksi  jika kuretase terlalu lateral, atau ada jaringan sikatrik post adenoidektomi.

ABSES LEHER DALAM

o Diagnosis  D-O-T = Demam, Odinofagia, Trismus

o Penyebab: Penjalaran dari berbagai sumber infeksi  Gigi, Mulut, Tenggorok, SPN, Telinga tengah, Leher o Kebanyakan kuman penyebab: Streptokokus, Stafilokokus

o Dibagi menjadi:

1. Abses Peritonsil (Quinsy) 2. Abses Retrofaring 3. Abses Parafaring 4. Abses Submandibula

5. Angina Ludovici (Ludwig’s Angina)

ABSES PERITONSIL

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Komplikasi tonsilitis akut

o Penyebab: sama dgn tonsilitis akut

Bagian superior dan lateral fosa tonsilaris: Jaringan ikat longgar  Supurasi sering menempati tempat ini = Palatum mole edem 1. Stadium Infiltrat: Tampak hipertrofi palatum + Hiperemis

2. Stadium Supurasi: Tampak abses yg mendorong tonsil & uvula ke sisi kontralateral

DIAGNOSIS Anamnesis

o Demam, Odinofagi, Trismus (DOT)

o Mungkin didapatkan: Otalgia pada sisi yg abses, hipersalivasi, hot potato voice (suara bergumam), halitosis

Pemeriksaan Fisik

o Sulit memeriksa faring karena trismus o Didapatkan:

- Stadium Infiltrat: hipertrofi palatum + Hiperemis

- Stadium Supurasi: abses mendorong tonsil & uvula ke sisi kontralateral - Tanda tonsilitis akut (mungkin didapatkan)

Pemeriksaan Penunjang

---

TATALAKSANA

1. Stadium infiltrasi: Antibiotik golongan Penisilin, Simtomatik 2. Stadium abses:

o Insisi abses  Lokasi insisi: daerah yg paling menonjol & lunak ATAU ditarik garis yg hubungkan molar terakhir dan dasar uvula

o Setelah insisi dilanjutkan: Tonsilektomi! (Umumnya: Tonsilektomi 2-3 minggu setelah insisi) - Tonsilektomi + Insisi abses: Tonsilektomi A’ Chaud

- Tonsilektomi setelah 3-4 hari post Insisi abses: Tonsiliektomi A’ Tiede - Tonsilektomi setelah 4-6 minggu post insisi abses: Tonsilektomi A’ Froid

KOMPLIKASI

o Abses pecah spontan  Perdarahan, Aspirasi

(13)

13

ABSES RETROFARING

PENDAHULUAN

o Ditemukan pada anak <5 thn  Krn: Ruang retrofaring berisi kelenjar limfe, @2-5 kelenjar limfe di sisi kanan dan kiri o Kelenjar limfe ini: Muara sal.limfe dari  Hidung, SPN, Faring, Telinga Tengah

o Usia >6 thn: Kelenjar limfa ATROFI

ETIOLOGI-PATOGENESIS

1. ISPA

2. Trauma pada bagian posterior faring: Tulang ikan, Post Adenoidektomi, Intubasi ET, Endoskopi 3. Spondilitis TB: Pars Servikal  Cold Abscess

DIAGNOSIS Anamnesis

o Trias DOT

o Bisa: Dispnea  Jika mengenai laring: STRIDOR

Pemeriksaan Fisik

Pada dinding faring posterior: Tampak benjolan & Hiperemi

Pemeriksaan Penunjang

Rontgen servikal  Pelebaran ruang retrofaring >7 mm, Lordosis vertebra servikal berkurang

TATALAKSANA

1. Medikamentosa: Antibiotik dosis tinggi secara IV = MRS

2. Pembedahan: Pasien posisi Trendelenburg  Pungsi & insisi abses dengan Laringoskopi Direct.

ABSES PARAFARING

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Infeksi Langsung: Tusukan jarum saat tonsilektomi (jarum terkontaminasi) dan menembus otot M. KONSTRIKTOR FARING SUPERIOR

o Supurasi dari tempat di sekitar: Kelenjar limfa, Gigi, Faring, Tonsil, Vertebra servikal o Penjalaran abses dari daerah: Peritonsil, Retrofaring, Submandibula

DIAGNOSIS Anamnesis

Trias DOT

Pemeriksaan Fisik

o Dinding faring lateral menonjol ke medial (akibat terdorong abses) o Pemeriksaan leher: Indurasi di sekitar angulus mandibula

Pemeriksaan Penunjang

CT Scan kepala-leher

TATALAKSANA

1. Medikamentosa: Antibiotik dosis tinggi secara IV = MRS 2. Pembedahan: Jika tidak membaik 1-2 hari pasca medikamentosa

(14)

14

ABSES SUBMANDIBULA

PENDAHULUAN

Ruang submandibula terdiri dari: Ruang Sublingual & Submaksilla

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Sumber infeksi: Gigi, Faring, Kelenjar limfe o Penjalaran abses dari ruang leher dalam lain

DIAGNOSIS Anamnesis

Trias DOT

Pemeriksaan Fisik

Pembengkakan di bawah mandibula dan/atau di bawah lidah

Pemeriksaan Penunjang

---

TATALAKSANA

1. Medikamentosa: Antibiotik dosis tinggi secara IV = MRS

2. Pembedahan: Insisi abses Pada tempat yg paling berfluktuasi ATAU setinggi os hioid.

ANGINA LUDOVICI

PENDAHULUAN

Infeksi ruang submandibula yg tidak membentuk abses: Teraba keras pada submandibula

ETIOLOGI-PATOGENESIS

Infeksi pada: Gigi, Dasar mulut

DIAGNOSIS Anamnesis

Trias DOT

Pemeriksaan Fisik

o Pada submandibula: Massa keras + Hiperemis

o Dasar mulut bengkak  Mendorong lidah ke belakang: Obstruksi sal.napas = STRIDOR

Pemeriksaan Penunjang

---

TATALAKSANA

1. Medikamentosa: Antibiotik dosis tinggi secara IV = MRS 2. Pembedahan: Eksplorasi utk dekompresi.

(15)

15

DISFONIA

o Disfonia = Suara Serak/Parau

o Gangguan penghasilan suara terjadi akibat gangguan pada organ fonasi khususnya laring o Istilah:

- Hipofonia  suara lemah - Afonia  suara hilang

- Spastik  suara tegang/susah keluar - Diplofonia  suara beberapa nada - Odinofonia  nyeri saat bersuara Penyebab Disfonia:

1. Kelainan kongenital 2. Inflamasi

3. Lesi tumor jinak 4. Parase pita suara

A. KELAINAN KONGENITAL

1. Laringomalasi

o Kelemahan pada epiglotis

o Epiglotis menutup rima glotis tiap kali inspirasi  terdengar STRIDOR

o Terdapat: Sesak napas, Stridor, Retraksi (Suprasternal, Epigastrium, Interkosta, Supraklavikula) o Trakeostomi tidak boleh dilakukan (krn laringomalasi sering disertai trakeomalasi)

2. Stenosis Subglotik

o Daerah subglotik (2-3 cm) di bawah pita suara  sering alami penyempitan o Penyebab penyempitan:

1. Penebalan submukosa

2. Kartilago krikoid bentuknya abnormal = lumen menyempit

3. Kartilago krikoid bentuknya normal namun ukuran lebih kecil = lumen menyempit o Didapatkan: Stridor, Retraksi s/d Sianosis

o Terapi:

1. Dilatasi submukosa atau dengan laser CO2

2. Pembendahan pada kelainan kartilago 3. Laryngeal Web

o Terdapat selaput transparan pada laring

o Lokasi: Glotis (75%), Subglotis (13%), Supraglotis (12%) o Terapi: Bedah mikro laring

4. Kista Kongenital

o Lokasi: Pangkal lidah, Plika ventrikularis o Terapi: Bedah mikro laring

5. Hemangioma o Lokasi: Subglotik o Ditemukan: Hemoptisis

o Tanda obstruksi baru muncul bila tumor ukurannya cukup besar (tidak selalu ada) o Terapi: Bedah laser, Steroid, Obat sklerotik

B. LARINGITIS

LARINGITIS AKUT

PENDAHULUAN

o Kelanjutan rinofaringitis

o Pada anak: sering ada sumbatan jalan napas

o Pada dewasa: sumbatan jalan napas tidak secepat anak

ETIOLOGI-PATOGENESIS

Penyebab rinitis/faringitis

DIAGNOSIS Anamnesis

o Disfonia, hipofonia, afoni, odinofania o Gejala rinitis/faringitis

(16)

16

Pemeriksaan Fisik

Mukosa laring: hiperemis, membengkak

Pemeriksaan Penunjang

---

TATALAKSANA

1. Vocal rest

2. Hindari iritasi faring-laring  Hindari rokok, makanan pedas, es 3. Antibiotik bila ada tanda infeksi sekunder atau berasal dari infeksi paru

LARINGITIS KRONIS NON SPESIFIK

ETIOLOGI-PATOGENESIS 1. Sinusitis kronis 2. Polip 3. Bronkitis kronis 4. Vocal abuse DIAGNOSIS Anamnesis o Disfonia

o Rasa mengganjal di tenggorokan

Pemeriksaan Fisik

Mukosa laring: Hiperemis, Menebal, Permukaan tidak rata

Pemeriksaan Penunjang

---

TATALAKSANA

o Vocal rest o Obati etiologinya

LARINGITIS TUBERKULOSIS (LARINGITIS KRONIK SPESIFIK)

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Kuman TB o Ada 4 stadium:

1. Stadium Infiltasi:

Mukosa laring pucat

Lama-lama terbentuk tuberkel di submukosa

Laring tampak bergranul dgn bintik warna kebiruan

 Submukosa meregang: Nyeri

2. Stadium Ulserasi:

Tuberkel pecah  Ada ulkus dangkal dgn dasar perkejuan  Pasien sangat kesakitan 3. Stadium Perikondritis:

- Ulkus makin dalam  mengenai kartilago laring (paling sering kartilago: Aritenoid, Epiglotis) - Terbentuk sekuester

- KU pasien sangat buruk, meninggal dalam waktu cepat 4. Stadium Fibrotuberkulosis (Pembentukan Tumor)

Terbentuk fibrotuberkel pada: Pita suara, Subglotis, Dinding posterior

DIAGNOSIS Anamnesis

o Tergantung stadium

o Disfonia yg berlangsung lama o Gejala TBC paru Pemeriksaan Fisik Tergantung stadium. Pemeriksaan Penunjang o Sputum BTA o Foto laring o Laringoskopi direct

(17)

17 DIAGNOSIS BANDING Ca Laring TATALAKSANA 1. Vocal rest 2. OAT

C. LESI JINAK PITA SUARA

VOCAL NODULE

ETIOLOGI-PATOGENESIS

o Disebabkan vocal abuse dalam jangka waktu lama o Paling sering pada penyanyi

o Pemakaian suara yg berlebihan  Kerusakan mukosa laring

DIAGNOSIS Anamnesis

o Disfonia, hipofonia, afonia o Batuk

Pemeriksaan Fisik

Laringoskopi:

o Tampak nodul keputihan seukuran biji kacang hijau, bilateral pada pita suara kiri dan kanan o Lokasi tersering: 1/3 anterior & 1/3 medial plika vokalis

Pemeriksaan Penunjang

---

TATALAKSANA

1. Vocal rest

2. Bedah mikro laring  Bila curiga keganasan atau lesi fibrotik.

POLIP PITA SUARA

ETIOLOGI

1. Peradangan menahun (laringitis kronis) 2. Merokok

DIAGNOSIS Anamnesis

Gejala serupa vocal nodule

Pemeriksaan Fisik

Laringoskopi:

o Tampak polip bertangkai, biasanya unilateral

o Lokasi tersering: 1/3 anterior, 1/3 medial atau seluruh plika vokalis o Ada 2 jenis polip laring:

Mukoid  Warna keabuan/jernih Angionatosa  Warna merah tua Pemeriksaan Penunjang

---

TATALAKSANA

1. Vocal rest

(18)

18

KISTA PITA SUARA

ETIOLOGI-PATOGENESIS

Retensi kelenjar air liur laring  Terbentuk kista Predisposisi: Iritasi kronis, GERD, infeksi

DIAGNOSIS Anamnesis

Disfonis (GEJALA UTAMA!)

Pemeriksaan Fisik

Laringoskopi: Tampak kista pada laring

Pemeriksaan Penunjang

---

TATALAKSANA

Bedah mikro laring.

SUMBATAN LARING

Penyebab

1. Radang akut/kronis 2. Benda asing 3. Trauma

4. Trauma tindakan medik 5. Tumor laring

6. Kelumpuhan nervus rekuren bilateral

Gejala & Tanda

1. Disfonia 2. Dispnea

3. Gangguan menelan 4. Retraksi

5. Gelisah akibat air hunger 6. Sianotik

Derajat Respiratory Distress menurut Jackson:

Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3 Stadium 4

o Retraksi suprasternal o Stridor inspiratorik o Gelisah (-) o Retraksi suprasternal + epigastrik o Stridor inspiratorik o Gelisah (+) o Retraksi suprasternal + epigastrik + interkosta + supraklavikula o Stridor inspiratorik + ekspiratorik o Gelisah (++) Stadium 3  Kesadaran pasien makin lama makin menurun.

Tatalaksana

1. Stadium 1 = Oksigen, Atasi penyebab sumbatan (Antibiotik, Antiinflamasi, Antialergi) 2. Stadium 2-3 = Trakeostomi, Intubasi ET

- Intubasi ET dilakukan bila ada fasilitas ICU (pilihan pertama) - Trakeokstomi dilakukan bila tidak ada fasilitas ICU

3. Stadium 4 = Krikotirotomi.

TONY KOASS BAHAGIA (-____-)

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak kedua cavum nasi sempit, sekret bening, konka inferior berwarna livide , terdapat massa lunak, bertangkai, bulat,

RA adalah penyakit inflamasi pada mukosa hidung yang disebabkan reaksi alergi dengan dilepaskannya mediator kimia, ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik, pada

Pada pemeriksaan fisik ditemukan rhinoskopi anterior kavum nasi sinistra sempit, tampak masa polip, warna kemerahan, sekret jernih encer, konka inferior eutrofi, konka

Secara klinik rinosinusitis adalah manifestasi dari inflamasi di mukosa rongga hidung dan sinus paranasal sehingga terjadi pembentukan cairan atau kerusakan pada struktur

Definisi tingkat sumbatan hidung adalah berat ringannya sumbatan hidung oleh karena berkurangnya volume rongga hidung akibat dari gejala rinosinusitis kronik yang dapat

datang dengan keluhan obstruksi nasal, nyeri, keluar sekret dari hidung, disertai demam hilang timbul dan pada pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan septum nasi bilateral,

Bagian terbesar dari septum nasi dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid posterior dan tulang rawan septum anterior; vomer membentuk bagian posterior dari septum

Definisi tingkat sumbatan hidung adalah berat ringannya sumbatan hidung oleh karena berkurangnya volume rongga hidung akibat dari gejala rinosinusitis kronik yang dapat