• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Pelatihan WRF 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul Pelatihan WRF 2011"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

(2)

(3) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). KATA PENGANTAR. Diktat Pelatihan Model WRF (Weather Research and Forecasting) ini disusun sebagai kelengkapan untuk melaksanakan Pelatihan Model WRF. Pelatihan ini ditujukan bagi mahasiswa Program Studi Sarjana Meteorologi dan Magister Sains Kebumian ITB, ataupun untuk peserta dari instansi/perusahaan lain yang ingin mempelajari dasar-dasar pemodelan Meteorologi dengan menggunakan model WRF. Diktat Pelatihan Model WRF ini disusun ulang oleh tim penyusun yang terdiri atas dosen, asisten akademik dan beberapa orang mahasiswa Program Studi Meteorologi ITB. Diktat ini merupakan hasil kompilasi ulang, perbaikan dan penambahan dari modul praktikum Pemodelan Meteorologi II yang diajarkan bagi mahasiswa tingkat III Prodi Meteorologi. Kompilasi modulmodul praktikum ini baru dapat dilakukan tahun ini dengan dukungan biaya dari Program Pelatihan Model WRF 2011. Sebelumnya, modul-modul dalam diktat ini secara terpisah telah disusun oleh dosen matakuliah dan tim asisten. Diktat ini terdiri dari 2 bagian besar. Bagian pertama diktat ini lebih banyak berisi teoriteori tentang pemodelan meteorologi. Pada bagian ini peserta diharapkan dapat lebih memahami aspek-aspek dasar dalam pemodelan meteorologi sebelum menjalankan model WRF. Bagian kedua dari modul ini lebih banyak berisi petunjuk praktis dalam menjalankan model WRF, termasuk sistem operasi dan software-software pendukungnya. Diktat ini diharapkan dapat membantu peserta pelatihan untuk memahami materi pemodelan meteorologi dalam aspek praktis pemrograman komputer dan penerapan metode untuk bidang ilmu meteorologi dan bidang-bidang ilmu lainnya yang berkaitan. Meskipun telah mengalami banyak perbaikan, namun diktat ini masih jauh dari kesempurnaan. Diktat ini masih perlu disempurnakan di waktu yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhan kompetensi peserta Pelatihan Model WRF yang dinginkan.. Bandung, 8 November 2011. Tim Penyusun. Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(4) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Daftar Isi BAGIAN I _______________________________________________________________ 1 BAB 1 PREDIKSI CUACA NUMERIK ___________________________________________ 1 1.1. Model Cuaca Numerik ___________________________________________________ 2. 1.2. Model Global dan Model Area Terbatas _____________________________________ 7. 1.3. Prediksi Cuaca Operasional ______________________________________________ 11. 1.4. Chaos, Prediktabilitas Atmosfer, dan Prediksi Ensemble _______________________ 13. 1.5. Penelitian Prediksi Cuaca Numerik di KK Sains Atmosfer _______________________ 15. BAB 2 PENGENALAN WRF _________________________________________________ 19 2.1. Pengenalan Model WRF _________________________________________________ 19. 2.2. Komponen Model WRF-ARW _____________________________________________ 21. 2.3. Data Input dan Output Model ____________________________________________ 23. 2.4. Teknik Downscaling dan Nesting __________________________________________ 24. 2.5. Parameterisasi ________________________________________________________ 26. 2.5.1 2.5.2 2.5.3 2.5.4 2.5.5 2.5.6. Parameterisasi Microphysics (mp_physics) ________________________________________ 26 Cumulus Parameterisasi (cu_physics) _____________________________________________ 30 Transfer Radiatif _____________________________________________________________ 31 Planetary Boundary Layer ______________________________________________________ 35 VALIDASI DATA MODEL ________________________________________________________ 39 PENGOLAHAN DATA HUJAN ____________________________________________________ 42. DAFTAR PUSTAKA _______________________________________________________ 43 BAGIAN II ______________________________________________________________ 44 BAB 3 INSTALASI MODEL WRF _____________________________________________ 45 3.1. Perangkat Keras _______________________________________________________ 45. 3.2. Sistem Operasi Linux ___________________________________________________ 47. 3.3.. Linux Open SUSE _______________________________________________________ 50. 3.3.1 Instalasi Linux __________________________________________________________________ 51 3.3.2 Perintah-perintah Dasar Dalam Linux _____________________________________________ 61. 3.5. Software Pendukung WRF _______________________________________________ 63. 3.5.1 Install keperluan melalui YaST RPM ________________________________________________ 63 3.5.2 Install PGI _____________________________________________________________________ 65 3.5.3 Install SZIP ____________________________________________________________________ 66 3.5.4 Install Udunits1 ________________________________________________________________ 67 3.5.5 Install Udunits2 ________________________________________________________________ 67 3.5.6 HDF4 _________________________________________________________________________ 68 3.5.7 HDF5 _________________________________________________________________________ 68 3.5.8 GRIB _________________________________________________________________________ 69 3.5.9 NetCDF _______________________________________________________________________ 71 3.5.10 GrADS _______________________________________________________________________ 72 3.5.11 NCL_NCARG __________________________________________________________________ 72 3.5.12 MPICH2 ______________________________________________________________________ 74. i Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(5) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting) 3.6 3.6.1 3.6.2. Instalasi WRF _________________________________________________________ 74 Source Code _________________________________________________________________ 74 Langkah-langkah Compile Model WRF ____________________________________________ 75. BAB 4. MENJALANKAN MODEL WRF UNTUK PREDIKSI ________________________ 77. 4.1. Pengaturan Running Model ______________________________________________ 77. 4.2. Pengaturan Parameterisasi ______________________________________________ 88. 4.3. Pengolahan Output Model _______________________________________________ 90. ii Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(6) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). BAGIAN I.

(7) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Prediksi Cuaca Numerik. BAB 1 BAB 1 PREDIKSI CUACA NUMERIK. Di kalangan masyarakat, Meteorologi dapat dikatakan hampir identik dengan prakiraan cuaca meskipun teknologi prediksi sebenarnya bukan monopoli ahli Meteorologi karena mengetahui keadaan masa depan adalah salah satu hal yang sangat diinginkan oleh manusia untuk berbagai tujuan. Contohnya saja, para ekonom memprediksi laju pertumbuhan ekonomi untuk satu tahun ke depan, pialang pasar modal memprediksi nilai valas dan saham untuk satu hari ke depan, para pengamat politik memprediksi perolehan suara partai peserta pemilu, dan sebagainya. Dalam hal ini, metoda empirik (regresi) yang dikembangkan untuk prediksi ekonomi, nilai valas, hasil Pemilu, temperatur di Bandung, mungkin saja sama karena dasar dari teknik prediksi menggunakan metoda empirik adalah pengenalan pola. Berbeda dengan itu, metoda prediksi cuaca numerik (PCN) atau numerical weather prediction (NWP) dibangun berdasarkan kaidah-kaidah fisis yang mengatur gerak atmosfer dan berbagai proses yang terkait di dalamnya. Kaidah-kaidah fisis ini kemudian diterjemahkan menjadi sistem persamaan matematis yang dapat diselesaikan secara numerik (dengan bantuan komputer). Sampai dua dekade ke belakang, PCN sering juga disebut metoda prediksi deterministik. Dewasa ini, prediksi cuaca numerik secara de facto sudah menjadi teknologi prediksi cuaca standar di dunia. Ide pengembangan metoda prediksi cuaca numerik awalnya dimajukan oleh Vilhelm Bjerknes, seorang fisikawan asal Norwegia, kemudian diimplementasikan oleh ilmuwan Inggris Lewis Fry Richardson sekitar tahun 1920-a, meskipun tanpa komputer. Eksperimen PCN pertama dilakukan oleh John von Neuman menggunakan komputer digital generasi pertama yang disebut ENIAC di sekitar tahun 1950-an (Nebeker, 1995). Kesuksesan ekperimen von Neuman menginspirasi banyak ilmuwan yang lebih muda seperti Jule Charney dan Carl Gustav Rossby pada waktu itu untuk melahirkan era baru dalam Meteorologi modern. Tulisan ini mengulas secara singkat mengenai beberapa aspek PCN, terutama mengenai model cuaca numerik dan sedikit permasalahan menyangkut kegiatan prakiraan cuaca operasional. Bagian akhir tulisan ini memperkenalkan aktifitas penelitian yang terkait dengan PCN di Kelompok Keahlian (KK) Sains Atmosfer ITB serta hasil-hasil yang telah dicapai sampai saat ini.. 1 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(8) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). 1.1. Prediksi Cuaca Numerik. Model Cuaca Numerik. Model cuaca numerik adalah seperangkat sistem persamaan matematis yang menggambarkan kaidah-kaidah fisis yang mengatur gerak atmosfer dan proses-proses terkait di dalamnya. Sistem persamaan yang lengkap yang dapat digunakan sebagai model cuaca numerik disebut persamaan primitif dan dapat dijabarkan dalam bentuk persamaan diferensial parsial sebagai berikut sebagai berikut (e.g., Holton, 2004; Kalnay, 2003) a. Persamaan Momentum  ∂ 2 u ∂ 2u ∂ 2 u  du uw uv tan φ 1 ∂p − 2Ωv sin φ + 2Ωw cos φ + − =− + ν 2 + +  dt a a ρ ∂x ∂y 2 ∂z 2   ∂x  ∂ 2v ∂ 2v ∂ 2v  dv vw u 2 tan φ 1 ∂p − 2Ωu sin φ + − =− + ν 2 + +  ρ ∂y dt a a ∂y 2 ∂z 2   ∂x. (1).  ∂ 2 w ∂ 2w ∂ 2w  dw u2 +v2 1 ∂p − 2Ωu cos φ − =− − g + ν 2 + +  dt a ρ ∂z ∂y 2 ∂z 2   ∂x. dimana (u,v , w ) adalah vektor kecepatan angin dan p, ρ,a , Ω, g , ν adalah masing-masing tekanan, densitas (rapat massa) atmosfer, jari-jari Bumi rata-rata, kecepatan sudut rotasi Bumi, (percepatan) gravitas, dan koefisien viskositas kinematik. Operator diferensial terhadap waktu sendiri didefinisikan sebagai diferensial material atau diferensial total terhadap ruang dan waktu yakni d ( ) ∂( ) ∂( ) ∂( ) ∂( ) = +u +v +w ∂t ∂x ∂y dt ∂z. (2). Suku-suku yang mengandung Ω adalah suku-suku Coriolis untuk memperhitungkan efek rotasi Bumi, sedangkan suku-suku yang mengandung a adalah suku yang memperhitungkan efek kelengkungan Bumi. Efek gaya sentrifugal karena rotasi Bumi diperhitungkan di dalam nilai gravitas g . b. Persamaan Kontinuitas Persamaan kontinuitas menyatakan hukum kekekalan massa dalam aliran fluida dan dapat dinyatakan sebagai  ∂u ∂v ∂w  1 dρ = − + +  ρ dt  ∂x ∂y ∂z . (3). dalam bentuk divergensi kecepatan atau 2 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(9) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Prediksi Cuaca Numerik.  ∂(ρu ) ∂(ρv ) ∂(ρw )  dρ = − + +  dt ∂y ∂z   ∂x. (4). dalam bentuk divergensi flux massa. c. Persamaan Energi Termodinamika cv. dT Dα +p =Q dt dt. (5). dimana T adalah temperatur, c v adalah kapasitas panas pada volume konstan dan α = 1/ρ adalah densitas spesifik, sedangkan Q adalah laju pemanasan per satuan massa yang dialami oleh atmosfer karena radiasi, konduksi, ataupun pelepasan panas laten. d. Persamaan Lain untuk Konservasi Materi/Energi d (ρq ) = ρ(E − C ) dt. (6). adalah persamaan konservasi uap air di atmosfer dalam bentuk mixing ratio q dengan laju evaporasi (penguapan) E sebagai sumber (source) dan laju kondensasi C sebagai lenyapan (sink). Sistem persamaan di atas, meskipun lengkap, sulit dipecahkan bahkan dengan metoda numerik yang paling canggih sekalipun. Suku-suku yang terkait dengan turbulensi dan radiasi tidak dapat dipecahkan secara eksak dalam skala grid. Proses skala subgrid pada umumnya diselesaikan menggunakan teknik parameterisasi dengan melibatkan faktor-faktor empirik. Pada awal perkembangan PCN, karena terbatasnya kemampuan komputer, baynak penelitian dilakukan untuk mendapatkan teknik penyederhanaan terhadap sistem persamaan primitif agar menghasilkan persamaan model cuaca yang tidak terlalu realistis tetapi masih berguna untuk membantu prediksi cuaca. Beberapa pendekatan dan asumsi penting yang sering digunakan dalam kajian Meteorologi dan Sains Atmosfer antara lain adalah : a. Pendekatan gas ideal p = ρRT. (7). dengan tetapan gas R untuk udara kering. b. Asumsi adiabatik Dengan mendefinisika temperatur potensial sebagai 3 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(10) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). p θ = T  s  p. Prediksi Cuaca Numerik. κ.  R  , κ = c p . (8). dimana p s adalah tekanan pada suatu paras referensi (biasanya diambil paras tekanan 1000 hPa) dan c p adalah kapasitas panas atmosfer pada tekanan konstan maka persamaan energi termodinamika dapat dituliskan sebagai. dθ θ dQ = dt C pT dt. (9). dan asumsi adiabatik menyatakan bahwa perubahan pemanasan dQ /dt = 0 sehingga. θ = kons tan . c. Pendekatan hidrostatik dp = −ρg dz. (10). menyatakan bahwa gaya gradien tekanan dalam arah vertikal diimbangi oleh gravitas. d. Pendekatan barotropik (fluida tak termampatkan) ∂u ∂v ∂w + + =0 ∂x ∂y ∂z. (11). dalam pendekatan barotropik, densitas atmosfer dianggap homogen ( ρ = konstan ) sehingga divergensi kecepatan sama dengan nol. Hasil yang agak mirip akan didapatkan jika digunakan pendekatan Boussinesq. Dalam hal ini, efek perubahan densitas diabaikan dalam arah horizontal tetapi masih diperhitungkan dalam arah vertikal sebagai suku gaya apung (buoyancy). Secara umum, PCN merupakan permasalahan untuk mencari solusi diskrit dari persamaan. du(t ) = F (t ) dt. (10). Untuk setiap langkah waktu ∆t , integrasi persamaan (10) terhadap t dari t = n∆t sampai dengan t = (n + 1)∆t akan menghasilkan. u n +1 = u n +. (n +1)∆t. ∫ F (u, t ) dt. (11). n∆t. yang dapat diselesaikan dengan metoda numerik seperti beda-hingga (finite difference). Namun demikian, persamaan (11) yang sederhana tidak mudah dipecahkan karena pada prakteknya 4 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(11) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Prediksi Cuaca Numerik. bentuk fungsi F (u, t ) adalah non-linier. Model cuaca numerik yang paling sederhana yang pernah digunakan secara operasional adalah model barotropik yang dapat dituliskan dalam bentuk persamaan prognostik untuk fungsi arus (stream function) ψ (x,y) sebagai (Krisnamurti and Bounoua, 1996). (. ). (. ). ∂ 2 ∂ψ ∇ ψ = −J ψ, ∇ 2 ψ − β ∂t ∂x. (12). dimana J (, ) adalah operator Jacobian dan β = df /dy adalah faktor perubahan dari parameter Coriolis f = 2Ω sin φ terhadap lintang. Persamaan (12) adalah persamaan adveksi gelombang Rossby (Holton, 2004) yang dapat menunjukkan pergerakan pusat-pusat tekanan rendah/tinggi di daerah lintang menengah. Persamaan tersebut dapat diintegrasikanuntuk mendapatkan prediksi nilai medan fungsi arus bila diketahui nilai awal medan fungsi arus yang dapat dihitung dari data pengukuran kecepatan angin horizontal (u ,v ) pada paras tekanan 500 hPa. Hubungan antara fungsi arus dan medan vektor kecepatan angin diberikan oleh teorema Helmholtz sebagai berikut ∂ψ ∂χ − ∂y ∂x ∂ψ ∂χ v= − ∂x ∂y u=−. (13). dimana χ adalah kecepatan potensial, sedangkan ∇2ψ =. ∂v ∂u =ζ − ∂x ∂y.  ∂u ∂v  ∇ χ = − +  = −divergensi = -D  ∂x ∂y . (14). 2. Besaran ζ disebut vortisitas relatif.. Dengan asumsi barotropik, maka divergensi = 0 dan. hubungan antara kecepatan angin dan fungsi arus menjadi lebih sederhana. u=−. ∂ψ ∂y. , v=. ∂ψ ∂x. (15). Contoh hasil prediksi menggunakan model barotropik dapat dilihat dalam Gambar 1. Dapat dilihat bahwa perubahan di daerah tropis tidak signifikan. Meskipun sangat sederhana, model barotropik digunakan oleh C.G. Rossby untuk keperluan prediksi cuaca secara operasional di Swedia sekitar Desember 1954, setengah tahun lebih awal dari Amerika Serikat. Awal dari era baru dalam Meteorologi ini diabadikan melalui sebuah artikel dalam suatu edisi majalah Time (Gambar 2). Seiring dengan perkembangan teknologi komputer, PCN mengalami perkembangan pesat sejak tahun 60-an sampai sekarang sehingga model cuaca 5 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(12) Diktat Pelatihan WRF Weather Research and Forcasting) Forcasting (Weather. Prediksi Cuaca Numerik. numerik generasi terbaru menggunakan persamaan primitif dan jauh lebih realistis dari model barotropik di atas.. (a). (b). Gambar 1.. Contoh hasil keluaran model barotropik untuk prediksi 24 jam ke depan dengan data riil : (a)peta garis arus (stream ( line)) dari data awal dan (b)peta garis arus 24 2 jam kemudian.. Gambar 2.. Sampul suatu edisi majalah Time yang memuat berita mengenai dimulainya Prediksi Cuaca Numerik secara operasional di Swedia pada tahun 1954.. 6 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(13) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). 1.2. Prediksi Cuaca Numerik. Model Global dan Model Area Terbatas. Karena atmosfer merupakan medium kontinu, perubahan atau proses yang terjadi di suatu tempat akan mempengaruhi kondisi atmosfer di tempat lain terutama bila skala proses tersebut cukup besar. Oleh karena itu, model cuaca numerik harus dapat mengakomodasi proses-proses atmosferik secara global. Dewasa ini model cuaca numerik global telah banyak dikembangkan oleh pusat-pusat prediksi cuaca di negara maju. Namun demikian, kemampuan komputer membatasi resolusi model atmosfer global. Oleh karena itu, selain model skala global dikembangkan juga model area terbatas (limited area model) atau sering juga disebut model regional (regional model) atau model skala meso (mesoscale model) yang memungkinkan prediksi dilakukan dengan resolusi yang lebih rinci. Model area terbatas menggunakan keluaran (output) model global sebagai syarat awal dan syarat batasnya. Perlu dicatat juga bahwa resolusi yang lebih tinggi tidak selalu berarti ketelitian yang lebih tinggi karena ketelitian model prediksi cuaca ditentukan juga antara lain oleh kuantitas dan kualitas data pengamatan yang ada. Meskipun berbagai metoda numerik dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan pengatur gerak atmosfer, sebagian besar model cuaca numerik global yang dijalankan sekarang ini memanfaatkan teknik spektral. Untuk domain Bumi yang bersifat sferis, teknik spektral mempunyai banyak keuntungan dibanding metoda beda-hingga atau metoda lainnya. Sebagai contoh, model atmosfer barotropik di atas dapat dituliskan dalam koordinat global (sferis) sebagai (Holton, 2004) ∂ 2 1 ∇ ψ= 2 ∂t a.  ∂ψ ∂∇ 2 ψ ∂ψ ∂∇ 2 ψ  2Ω ∂ψ −  − ∂λ ∂µ  a 2 ∂λ  ∂µ ∂λ. (16). dimana ∇2ψ =. 1 a2. (. ). ∂  1 ∂ 2ψ  2 ∂ψ  +  1− µ  ∂µ  1 − µ 2 ∂λ2   ∂µ . (17). dengan λ adalah koodinat bujur (longitude), sedangkan µ ≡ sin φ mewakili kooordinat lintang. Dalam model spektral, fungsi arus dijabarkan sebagai deret tertentu dari fungsi harmonik sferis sebagai fungsi basis dan dapat dinyatakan dalam bentuk. ψ(λ, µ, t ) = ∑ ψ γ (t )Y γ (µ, λ ). (18). γ. dengan ψ γ (t ) menyatakan fungsi amplituda kompleks yang tergantung waktu. Di sini, fungsi harmonik sferis didefinisikan oleh. Y γ (µ, λ) ≡ Pγ (µ)e i m λ. (19). 7 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(14) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Prediksi Cuaca Numerik. dimana γ ≡ (m, n ) adalah vektor yang menyatakan indeks bilangat bulat dari fungsi harmonik sferis yakni m = 0, ± 1, ± 2, ± 3,K dan n = 1, 2, 3,K dengan syarat m ≤ n . Dalam hal ini P γ adalah fungsi polinom associated Legendre jenis pertama berorde n . Dapat dilihat bahwa m mewakili bilangan gelombang dalam arah zonal (Barat-Timur) dan dapat ditunjukkan bahwa n − m menyatakan jumlah titik simpul dari P γ dalam interval − 1 < µ < 1 (dari kutub-ke-kutub). yang menyatakan skala meridional (Selatan-Utara) dari fungsi harmonik sferis. Struktur dari beberapa fungsi harmonik sferis dapat dilihat dalam Gambar 3. Meskipun memerlukan perumusan matematis yang lebih rumit, model spektral memiliki banyak keunggulan sebagai model global. Salah satu keuntungan dari penggunaan fungsi harmonik sferis adalah karena turunan fungsi dapat dihitung secara eksak dan rekursif. Sebagai contoh, Laplacian dari fungsi harmonik sferis adalah ∇ 2Y γ = −. n (n + 1) a2. Yγ. (20). Dengan menggunakan metoda transformasi spektral, hal ini memudahkan perhitungan suku-suku non-linier yang mengandung perkalian dua variabel. Metoda transformasi spektral diimplementasikan dengan menghitung nilai variabel pada domain spektral (m ,n ) maupun pada titik grid (λ i , µ i ) pada setiap langkah waktu. Alih-alih melakukan perkalian fungsi spektral yang sangat merepotkan, perkalian variabel pada titik grid dapat dikerjakan secara jauh lebih mudah pada titik grid kemudian hasilnya ditransformasikan kembali ke domain spektral. Sebagai ilustrasi, persamaan (16) dapat kita tuliskan sebagai ∂ 2 1 ∇ ψ=− 2 ∂t a. ∂ψ   2Ω ∂λ + A(λ, µ )  . (21). dengan  ∂ψ ∂∇ 2 ψ ∂ψ ∂∇ 2 ψ  A(λ, µ ) ≡ − +  ∂λ ∂µ   ∂µ ∂λ. (22). dan substitusi (18) ke dalam (21) menghasilkan dψ γ −1 = iν γ ψ γ + A γ [n (n + 1)] dt. (23). ν γ = 2Ωm /[n (n + 1)]. (24). dimana. adalah hubungan dispersi gelombang Rossby-Haurwitz . Dalam hal ini, setiap keofisien spektral ψ γ dan Aγ dapat dihitung melalui transformasi dari nilai grid sebagai 8 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(15) Diktat Pelatihan WRF Weather Research and Forcasting) Forcasting (Weather ψ γ (t ) =. 1 2π ∫ 4π 0. +1. 1 2π ∫ 4π 0. +1. Prediksi Cuaca Numerik. ∫ ψ(λ, µ, t )Y γ dλdµ *. (25). −1. dan A γ (t ) =. ∫ A(λ, µ,t )Y γ dλdµ *. (26). −1. Integral dalam (25) dan (26) dapat dihitung dengan ketelitian sangat tinggi menggunakan teknik quadratur. Dengan menggunakan sifat fungsi harmonik sferis, perhitungan A(λ, µ ) untuk seluruh titik grid dapat dilakukan secara eksak. Ketelitian model spektral antara lain dibatasi oleh jumlah komponen harmonik sferis yang dipertahankan dalam deret (persamaan (18)). Ada dua cara pemotongan spektrum yang biasa digunakan, yaitu pemotongan segitiga (triangular) ( dan rhomboidal.. Jika (N , M ) adalah nilai maksimum dari (n ,m ) , maka pemotongan triangular mensyaratkan nilai N = M , sedangkan pemotongan rhomboidal memberikan N = m + M . Penjelasan lebih lengkap mengenai model spektral dan model global dapat dibaca antara lain dalam Haltiner and Williams (19980), Washington and Parkinson (1986), dan Holton (2004).. Gambar 3. 3. Pola negatif dan positif untuk fungsi spektral harmonik sferis dengan n = 5 dan m = 0,1,2,3,4,5. (Sumber : Holton, 2004). 9 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(16) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Prediksi Cuaca Numerik. Dewasa ini model global telah mencapai resolusi cukup tinggi. Model global yang dikembangkan oleh Japan Meteorological Agency (JMA), misalnya, saat ini telah mencapai resolusi ruang setara dengan interval grid 20 km. Namun demikian, beberapa proses yang menyangkut pembentukan awan dan hujan sulit direpresentasikan dengan baik di dalam model global. Untuk daerah tropis dan ekuatorial, hal ini menjadikan kelemahan yang penting dari model spektral karena proses pembentukan awan dan hujan didominasi oleh proses konvektif (awan cumulus) dengan skala waktu yang relatif pendek. Sebagai ilustrasi, Gambar 4 memperlihatkan sel tunggal awan konvektif yang cukup besar terbentuk di daerah Jawa Barat pada tanggal 13 Oktober 2004 dalam waktu kurang dari 2 jam. Sel konvektif seperti ini sulit disimulasikan oleh model global sehingga untuk daerah seperti Indonesia perlu dikembangkan model-model regional dengan multi-resolusi untuk meningkatkan ketelitian prakiraan cuaca.. (a). (b). Gambar 4. Citra satelit (visible) yang memperlihatkan pembentukan suatu sel tunggal awan cumulus di bagian Barat P. Jawa pada tanggal 13 Oktober 2004 jam (a)14:25 WIB dan (b)16:25 WIB. Untuk prediksi cuaca dengan resolusi ruang yang lebih tinggi, sebenarnya pusat-pusat prediksi cuaca di dunia dewasa ini juga mengembangkan penerapan model regional atau model area terbatas dimana metoda beda-hingga merupakan metoda utama yang digunakan untuk mendapatkan solusi persamaan gerak atmosfer (persamaan primitif). Di antara model regional yang telah banyak digunakan dapat disebutkan antara lain adalah MM5 dan WRF (Dhudia et al. 2005; Skamarock et al., 2005) yang dikembangkan oleh NCAR (National Center for Atmospheric Research), sedangkan JMA mengembangkan sendiri model non-hydrostatic (Saito et al., 2006). Beberapa pusat riset atmosfer lainnya di Amerika, Eropa, Jepang, dan Australia juga mengembangkan model-model regional untuk keperluan riset maupun operasional. Model cuaca numerik regional dapat dijalankan hingga resolusi 1 km pada dimensi domain horizontal sampai beberapa ribu kilometer. Satu hal lagi yang perlu diperhatikan mengenai model cuaca numerik adalah menyangkut koordinat vertikal. Beberapa jenis koordinat vertikal yang umum digunakan dalam model cuaca numerik adalah koordinat tekanan, koordinat sigma, koordinat eta, dan koordinat isentropik. Pemilihan koordinat vertikal sangat penting dalam memperhitungkan efek topografi terhadap gerak atmosfer. Pada awal perkembangannya, model cuaca numerik banyak menggunakan koordinat tekanan p = konstan karena dapat menyederhanakan formulasi gaya gradien tekanan 10 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(17) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Prediksi Cuaca Numerik. dan persamaan kontinuitas dengan “menyembunyikan” faktor densitas. Kesulitan dalam menerapkan syarat batas bawah menyebabkan koordinat sigma menjadi pilihan yang lebih baik dan sampai sekarang merupakan koordinat yang paling banyak dipakai di dalam model cuaca numerik. Koordinat sigma secara umum dirumuskan dalam bentuk σ=. p − pT p s − pT. (27). dimana p s ( x , y , t ) adalah tekanan di permukaan dan p T = konstan adalah tekanan di batas atas model. Dengan demikian, koordinat sigma bernilai σ = 1 di permukaan dan σ = 0 di batas atas model serta mempunyai sifat mengikuti bentuk topografi (terrain-following) seperti dapat dilihat secara skematis dalam Gambar 5. Hal ini memberikan kemudahan karena kecepatan vertikal dapat dihitung secara diagnostik dari medan angin, tetapi sekaligus kelemahan karena suku gradien tekanan dalam persamaan gerak tidak dapat dihitung dengan benar pada daerah bertopografi kompleks. Dalam hal ini, koordinat eta merupakan alternatif yang dapat memberikan hasil lebih baik (e.g., Kalnay, 2003). Dengan koordinat eta, bentuk topografi diwakili oleh kotak atau kubus bertingkat. Koordinat isentropik θ = konstan sering digunakan dalam kajian teoritis tetapi jarang diimplementasikan dalam model numerik.. Gambar 5. Gambaran skematis koordinat vertikal sigma pada daerah bertopografi terjal (Sumber : Comet®Module, 2003).. 1.3. Prediksi Cuaca Operasional. Suatu sistem prakiraan cuaca operasional biasanya dibangun secara nasional dan melibatkan jaringan pengamatan cuaca internasional yang terkoordinasi di bawah WMO (World Meteorological Organization). Di negara-negara maju model cuaca numerik yang dikembangkan selama puluhan tahun adalah tulang punggung sistem prakiraan cuaca operasional. Pusat-pusat 11 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(18) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Prediksi Cuaca Numerik. prediksi cuaca yang terkenal di dunia seperti ECMWF (Eropean Center for Middle Range Weather Forcasting) yang berlokasi di Inggris, NCEP (National Center for Environmental Prediction) di Amerika Serikat , dan Japan Meteorological Agency di Jepang, menjalankan model cuaca global pada superkomputer yang paling canggih. Selain model cuaca numerik itu sendiri, data yang didapatkan dari jaringan pengamatan global, sinoptik, dan lokal merupakan hal yang juga sangat penting di dalam sistem prakiraan cuaca operasional. Setiap negara yang tergabung di dalam WMO wajib memberikan data dan berhak menerima data pengamatan cuaca global yang didapatkan dari berbagai sumber. Namun demikian, tidak setiap negara mampu menggunakan data tersebut untuk menjalankan model cuaca numerik meskipun seandainya tersedia sistem perangkat keras dan lunak yang mendukung. Salah satu teknologi yang harus dikuasai untuk dapat menjalankan model PCN adalah teknologi asimilasi data. Asimilasi data pada dasarnya adalah teknik yang dikembangkan untuk mendapatkan nilai variabel cuaca pada titik grid yang ditentukan dari data pengamatan yang tersebar tidak beraturan di dalam ruang dan data prediksi yang dihasilkan sebelumnya menggunakan model PCN. Nilai variabel pada titik-titik grid ini kemudian digunakan sebagai nilai awal di dalam model cuaca numerik yang dijalankan untuk siklus prediksi berikutnya. Permasalahan asimilasi data cuaca sangat kompleks karena selain letak titik pengamatan tidak beraturan, sumber data juga bermacam-macam : sensor permukaan, radiosonde, satelit, radar dan sebagainya yang memberikan tingkat kesalahan yang berbeda pula. Berbagai metoda asimilasi data, atau secara tradisional dalam Meteorologi juga disebut “Objective Analysis”, telah dikembangkan sejak tahun 1950-an hingga kini. Metoda Cressman adalah metoda asimilasi data yang paling awal dikembangkan berdasarkan pencocokan polinomial. Setelah itu berkembang metoda lain yang lebih canggih seperti Optimum Interpolation (OI), 3D-Var, 4D-Var, dan Ensemble Kalman Filter. Selain data pengamatan, metoda-metoda ini melibatkan juga nilai dan kesalahan prediksi seperti diperlihatkan secara skematis dalam Gambar 6. Ulasan yang cukup singkat tetapi komprehensif mengenai berbagai metoda tersebut dapat dibaca dalam Kalnay (2003) . Satu hal lagi yang harus diperhatikan di dalam prediksi operasional adalah bahwa model cuaca numerik, sebaik apapun, merupakan representasi yang disederhanakan dari sistem cuaca Bumi yang jauh lebih kompleks. Oleh karena itu, setiap model numerik akan menghasilkan prediksi yang tidak akan persis sama dengan pengamatan. Pada akhirnya, keputusan akhir dalam sistem prediksi cuaca harus ditentukan oleh manusia yakni seorang ahli prakiraan cuaca (weather forecaster), terutama menyangkut prakiraan cuaca ekstrim dalam jangka relatif pendek. Namun demikian, mengingat besarnya jumlah data yang harus diolah dan terbatasnya jumlah ahli prakiraan yang berpengalaman, berbagai metoda objektif terus dikembangkan untuk mendukung otomatisasi prediksi. Salah satu metoda baku di dalam prediksi cuaca operasional adalah yang disebut sebagai Statistical Guidance (SG). Pada dasarnya, SG adalah teknik regresi untuk mendapatkan korelasi (sedapat mungkin linier) antara variabel yang diprediksi (prediktan) dengan variabel yang digunakan untuk memprediksi (prediktor) (e.g., Wilks, 1995). Di dalam SG, prediktor utama adalah keluaran model cuaca 12 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(19) Diktat Pelatihan WRF Weather Research and Forcasting) Forcasting (Weather. Prediksi Cuaca Numerik. numerik. Salah satu hal yang menarik adalah adalah nilai prediktan di dalam SG dapat bersifat kategoris, untuk hujan misalnya bisa “Hujan” dan “Tidak Hujan” atau secara numerik bisa diwakili oleh bilangan binari 1 dan 0. Ada dua metoda utama yang digunakan di dalam SG yakni : (1)MOS (model output statistics)) yang pertama kali dikembangkan oleh Glahn and Lowry (1972) dan (2)Perfect Prog(nosis). (nosis). Dalam Perfect Prog, semua variabel prediktor adalah pengamatan atau produk asimilasi (analysis analysis data) data) dan sebagai prediktan adalah data stasiun yang diamati pada pad waktu yang sama tetapi tidak boleh sama dengan salah satu prediktor. Dalam hal MOS, beberapa variabel prediktor bisa berupa data pengamatan atau keluaran model prediksi pada waktu yang tidak sama dengan pengamatan. Metoda manapun yang digunakan, pengembangan pengemb SG untuk suatu daerah memerlukan basisdata pengamatan dan keluaran prediksi yang lengkap dalam kurun waktu yang cukup panjang (lebih dari sepuluh tahun). Akhir-akhir Akhir akhir ini, Kalman filter juga dikembangkan sebagai salah satu metoda SG menggunakan filter filter adaptif dengan hasil yang cukup baik untuk rentang waktu data yang relatif pendek (Kalnay, 2003).. Gambar 6.. Skematika ssimilasi data menggunakan metoda (intermittent) 4D-Var Var dengan siklus prediksi setiap 6 jam. (Sumber : Japan Meteorological Agency ) Setelah melalui seluruh tahap pemrosesan data yang panjang seperti tersebut di atas, barulah informasi prakiraan dapat dipublikasikan kepada masyarakat umum atau kepada pihak-pihak pihak yang memerlukan secara khusus seperti sektor yang terkait dengan keselamatan keselamat penerbangan. Satu hal yang jelas adalah bahwa prediksi cuaca operasional dewasa ini merupakan perpaduan luar biasa dari kerja manusia dan mesin (komputer) untuk mengetahui sedikit dari rahasia masa depan.. 1.4. Chaos, Prediktabilitas Atmosfer, dan Prediksi Ensemble. PCN telah berkembang pesat terutama selama setengah abad belakangan ini dan mencapai tingkat kepercayaan yang tinggi di negara-negara negara negara industri maju. Ketika Wilhelm Bjerknes 13 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(20) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Prediksi Cuaca Numerik. mencetuskan ide mengenai PCN kurang lebih seabad yang lalu, telah disadari bahwa terdapat dua syarat mutlak yang harus dipenuhi agar model cuaca numerik dapat memberikan prediksi yang akurat yaitu : (1)pengetahuan yang lengkap mengenai kondisi awal atmosfer, dan (2)pengetahuan yang lengkap mengenai seluruh proses yang terjadi di atmosfer yang dapat dituangkan ke dalam bentuk persamaan matematis. Kita mengetahui bahwa secanggih apapun teknologi observasi atmosfer, data cuaca yang dihasilkan akan mengandung galat dan bagaimanapun rapatnya titik pengamatan tidak akan dapat menghasilkan resolusi yang cukup tinggi untuk menangkap semua gejala cuaca. Meskipun teknologi asimilasi data telah sedemikian rupa dibangun untuk mengatasi kekurangan-kekurangan ini, jelaslah syarat pertama tersebut di atas jelas tidak akan terpenuhi secara mutlak. Ketika Jule Charney dan C.G. Rossby di tahun 1950-an berhasil mengimplementasikan PCN secara operasional, sempat muncul optimisme berlebihan mengenai sifat deterministik atmosfer yang dianggap telah terwakili oleh sistem persamaan gerak yang seluruhnya diketahui. Akan tetapi, tidak lama setelah itu Lorenz (1963) menunjukan bahwa solusi persamaan non-linier dalam model cuaca numerik secara inheren akan memunculkan solusi bersifat chaotic karena perbedaan kecil di dalam nilai awal. Oleh karena itu, atmosfer tidak selalu predcitable meskipun diatur oleh hukum-hukum fisika Newtonian yang deterministik. Keterbatasan model cuaca numerik ini secara cukup mengagumkan didemonstrasikan oleh Edward Lorenz, professor Meteorologi di Massachuset Institute of Technology (MIT) pada waktu itu, menggunakan suatu sistem persamaan differensial biasa sebagai berikut dx  = σ(y − x )  dt  dy  = rx − y − xz  dt  dz  = xy − bz  dt . (28). dimana σ,b, r adalah konstanta. Lorenz (1963) mendapatkan bahwa integrasi persamaan (28) terhadap waktu dengan σ = 10 , b = 8 /3 dan r = 28 menghasilkan solusi chaotic yang terkenal dengan pola atraktor Lorenz. Meskipun mengandung ketidakpastian, PCN tetap memberikan informasi yang sangat berguna bagi manusia mengenai salah satu faktor penting yang menentukan keadaan masa depan. Hal yang paling penting adalah bagaimana mengkuantifikasi ketidakpastian tersebut sehingga resiko yang diakibatkan dapat diperkirakan dengan baik. Di berbagai pusat prediksi cuaca di dunia saat ini dikembangkan metoda prediksi ensemble yang dapat dilakukan dengan satu atau banyak (multi) model meskipun dasar ilmiahnya masih diperdebatkan. Prediksi ensemble menggunakan satu model dadapatkan dengan cara memberikan nilai awal yang sedikit berbeda. Sekumpulan nilai awal dapat dibuat dengan memberikan suatu variasi terhadap nilai awal yang dihasilkan dari proses asimilasi data. Metoda ini akan menghasilkan sejumlah anggota (member) prediksi. 14 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(21) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Prediksi Cuaca Numerik. dengan keluaran yang berbeda. Statistik dari sejumlah keluaran model ini akan menentukan tingkat kemungkinan kebenaran prediksi.. Gambar 7. Contoh hasil prediksi ensemble untuk tekanan permukaan laut di wilayah Amerika Utara menggunakan “diagram spageti”. Masing-masing warna menunjukan kontur yang dihasilkan oleh anggota prediksi yang berbeda. (Sumber : Comet®Module, 2003) Gambar 7 mengilustrasikan keluaran prediksi ensemble untuk tekanan permukaan laut. Di sini dapat dilihat bahwa prediksi dalam kotak ungu memounyai sebaran yang lebih kecil daripada prediksi dalam kotak merah yang berarti mempunyai ketidakpastian hasil prediksi yang lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa PCN menghasilkan tingkat ketidakpastian yang berbeda secara spasial (dan juga temporal) terhadap suatu kejadian cuaca. Dengan dipakainya produk prakiraan cuaca ensemble dalam prediksi cuaca operasional maka semakin disadari akan pentingnya untuk menyampaikan informasi mengenai ketidakpastian kepada masyarakat pengguna (National Research Council, 2006).. 1.5. Penelitian Prediksi Cuaca Numerik di KK Sains Atmosfer. Dibandingkan dengan apa yang telah dicapai oleh negara-negara industri maju dalam pengembangan teknologi prediksi cuaca, Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya masih sangat jauh ketinggalan. Hal ini setidaknya terungkap dalam “International Workshop on Regional Models for The Prediction of Trop1ical Weather and Climate” yang diadakan di Bandung pada bulan Maret 2006. Workshop ini diselenggarakan sebagai salah satu kegiatan dalam program KAGI 21 (Kyoto University Active Geosphere Investigation) yang merupakan kerjasama antara ITB dan Kyoto University. Selain peserta dari Jepang sebagai negara maju, dalam workshop tersebut hadir peserta yang mewakili negara-negara Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Philipina, sedangkan penulis (Dr. Tri Wahyu Hadi) berbicara mewakili ITB. Satu hal 15 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(22) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Prediksi Cuaca Numerik. yang mendapat perhatian dari workshop tersebut adalah bahwa perkembangan teknologi personal computer (PC) saat ini telah memungkinkan penelitian prediksi cuaca numerik dapat dilakukan dengan sarana komputasi yang relatif murah. Saat ini, aplikasi sistem prediksi cuaca numerik telah lebih jauh di Negara-negara Asia Tenggara telah lebih jauh berkembang. Penelitian prediksi cuaca numerik di KK Sains Atmosfer sendiri baru dimulai sejak pertengahan tahun 2005 setelah tersedianya PC-cluster sebagai sarana komputasi paralalel. PC-cluster, yang awalnya terdiri dari enam buah prosesor AMD Athlon-64 (Gambar 8) tersebut berhasil dirakit secara sederhana oleh Dr. Tri Wahyu Hadi dan beberapa mahasiswanya dari sumbangan peralatan yang diberikan oleh Kyoto University. Fasilitas tersebut harus terus dikembangkan mengikuti teknologi komputer yang ada sehingga, meskipun sangat terbatas, saat ini PC-Cluster yang terbaru telah dibangun menggunakan prosesor AMD-64 seri Magnicours 12 core. Sampai sekarang telah dilakukan beberapa kajian simulasi dan prediksi cuaca berdasarkan teknik dynamical downscaling yakni menggunakan model regional (MM5 dan WRF) untuk mempertinggi resolusi keluaran model global yang didapatkan dari NCEP (resolusi horizontal 1 derajat) melalui internet.. Gambar 8. Tampilan PC-cluster pertama yang dirakit dan digunakan oleh KK Sains Atmosfer dalam penelitian prediksi cuaca numerik di ITB tahun 2005. Hasil simulasi menggunakan model regional MM5 dengan resolusi horizontal (grid) 10 km menunjukkan bahwa model regional dapat dengan baik merepresentasikan proses-proses skala meso yang terkait dengan konveksi cumulus. Gambar 9 memperlihatkan hasil simulasi pada tanggal 13 Oktober 2004 dimana keluaran model menunjukkan adanya konvergensi uap air bertepatan dengan daerah pembentukan awan cumulus. Puncak konvergensi terjadi pada jam 16 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(23) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Prediksi Cuaca Numerik. 09.00 UTC bertepatan dengan munculnya awan cumulus pada citra satelit. Proses ini akan luput dari model global dengan resolusi dari 20 km. Prediksi cuaca numerik adalah salah satu lambang kejayaan negara-negara maju dalam menguasai teknologi karena untuk menjalankannya diperlukan sumberdaya yang mumpuni. Melihat perkembangan aplikasi PCNdi Negara-negara Asia tenggara yang lain, kemungkinan bahwa Indonesia akan tertinggal dalam pengembangan prediksi cuaca numeric cukup perlu dikhawatirkan. Kondisi yang ada saat ini masihlah sangat memprihatinkan ditilik dari ketersediaan sumberdaya manusia maupun sarana-prasarana yang tersedia. Badan Meteorologi dan Geofisika sendiri (menurut situs internetnya, http://www.bmg.go.id/) saat ini masih lebih banyak menggunakan produk prediksi cuaca numerik dari luar negeri seperti Australia dan Jepang untuk mendukung prakiraan cuaca operasionalnya.. (a). (c). (b). (d). Gambar 9. Hasil simulasi dengan model regional MM5 yang menujukan medan angin pada ketinggian 10 m dan precipitable water (kontur berwarna, biru berarti kandungan uap air atmosfer tinggi) untuk dua waktu yang berbeda pada tanggal 13 Oktober 2004 : (a)jam 06.00 UTC dan (b)09.00 UTC dan citra satelit masing-masing (c) dan (d) sebagai data pembanding yang didapatkan pada waktu yang hampir sama. Dengan segala keterbatasan yang ada, KK Sains Atmosfer telah berupaya memperkenalkan prediksi cuaca numerik di kalangan masyarakat akademik. Beberapa hasil ekperimen prediksi numerik secara near-real time dicoba didiseminasikan melalui situs http://weather.meteo.itb.ac.id. Kerjasama dengan universitas lain di luar negeri untuk program 17 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(24) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Prediksi Cuaca Numerik. pengembangannya terus diupayakan tetapi tanpa dukungan yang lebih luas dari institusi dan msyarakat, mungkin tidak banyak yang dapat ditingkatkan. Selain itu, pengenalan model prediksi cuaca skala meso terus diupayakan untuk diberikan kepada mahasiswa Program Studi S1 Meteorologi, dan Program Magister Sains Kebumian (Opsi Sains Atmosfer) serta sumber daya manusia lain yang relevan.. 18 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(25) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Pengenalan WRF. BAB 2 BAB 2 PENGENALAN WRF. 2.1. Pengenalan Model WRF. Kita mengenal iklim (climate) dan cuaca memiliki pengertian yang berbeda. Anda sebagai meteorologis tentu tahu perbedaan antara iklim dan cuaca. Dalam pemodelan meteorologi, model iklim juga berbeda dengan model cuaca. Perbedaan itu meliputi dari segi tujuan, asumsi yang digunakan, perhitungan di dalamnya, resolusi model, dll. Banyak hal yang dibedakan dan dipertimbangkan dalam model iklim dan model cuaca. Dalam Model Cuaca aspek umum yang diperhatikan adalah : • Hukum fisika Dalam model, hukum fisika meliputi berbagai aspek fisika yang diperhitungkan di dalam model. Seperti : asumsi-asumsi, persamaan prognostik dan diagnostik. o Asumsi : meliputi asumsi terhadap suatu keadaan, seperti : kondisi ideal atau real, menggunakan kondisi hidrostatik atau non-hidrostatik, dll.  Hidrostatik : menggunakan keseimbangan hidrostatik, suatu keadaan dalam suatu sistem sewaktu suatu kompresi karena gravitasi diimbangi oleh suatu gaya gradien tekanan. Densitas dianggap konstan tidak berubah terhada ketinggian.  Non-hidrostatik : densitas fluida (bersifat incompresible) kondisinya berubah terhadap ketinggian. Perhitungan lebih rumit. o Persamaan Prognostik : persamaan yang digunakan dalam model untuk memprediksi langsung variabelnya. Contoh persamaan Navier-Stokes. o Persamaan Diagnostik. • Variabel prognostik dan variabel diagnostik o Prognostik : diprediksi langsung oleh model, langsung output model. o Diagnostik : diprediksi dari turunan output model. • Syarat awal dan syarat batas o Data : observasi, output model, output model+observasi dll • Koordinat sistem dan resolusi model o Horizontal :  koordinat sistem : grid-point, spektral  resolusi : o (derajat), km, m o Vertikal 19 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(26) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Pengenalan WRF. . •. Koordinat sistem : eta, sigma, isentropik (ߠ), tekanan (pressure), ketinggian (height), hybrid  Resolusi : mb, hPa, K, m, km Parameterisasi : memodelkan fenomena yang berukuran lebih kecil dari ukuran grid model. Bagaimana memasukkan efek dari proses fisis yang sifatnya implisit. Modelling the efect. The method of accounting for such effects without directly forecasting them. o Mikrofisika awan dan hujan o Konveksi o Radiasi Atmosfer o Lapisan Batas Atmosfer o dll. Model cuaca sendiri dapat dibedakan lagi berdasarkan skalanya, yaitu : 1. Model Skala Global. Contohnya : GFS, ECMWF Global Model, MRI Model 2. Model Skala Meso. Contohnya : MM5, JMA-NHM, WRF 3. Model Skala Lokal. Contohnya : FluentTM 4. Model “Allscale” Model skala meso adalah model prediksi cuaca numerik (NWP – Numerical Weather Prediction) yang memiliki resolusi horizontal dan vertikal yang cukup untuk memprediksi fenomena cuaca skala meso Pada pelatihan ini membahas Model Cuaca Skala Meso, yaitu dipilih model WRF (Weather Research and Forecasting). Weather Research and Forecasting – Advanced Research WRF (WRF-ARW) merupakan model generasi lanjutan sistem prediksi cuaca numerik skala meso yang didesain untuk melayani prediksi operasional dan kebutuhan penelitian atmosfer. Model ini mempunyai keistimewaan inti dinamik yang berlipat, variasi 3-dimensional (3DVAR) sistem asimilasi data dan arsitektur perangkat lunak yang mengijinkan untuk melakukan komputasi secara paralel dan sistem yang ekstensibel. WRF cocok untuk aplikasi yang luas dari skala meter sampai ribuan kilometer. Usaha untuk mengembangkan WRF merupakan kerjasama kolaborasi, yang pada prinsipnya antara National Center for Atmospheric Research (NCAR), National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), National Centers for Environmental Prediction (NCEP) dan Forecast Systems Laboratory (FSL), Air Force Weather Agency (AFWA), Naval Research Laboratory, Universitas Oklahoma dan Federal Aviation Administration (FAA). WRF merupakan model yang fleksibel, seni, dan memiliki code portable yang efisien untuk lingkungan computing dari parallel supercomputer sampai laptop.WRF modular, single-source code dapat dikonfigurasi untuk penelitian dan aplikasi operasional. Memiliki pilihan spectrum fisis dan dinamis yang diperoleh dari percobaan dan hasil komunitas ilmuan. Terdapat WRF-Var yang merupakan sistem variasi data asimilasi yang dimana dapat memadukan data observasi untuk mengoptimalkan kondisi inisial model, dan juga WRF-Chem model untuk memodelkan kimiawi udara (air chemistry). 20 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(27) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Pengenalan WRF. Model WRF memiliki 2 dynamical solver yaitu : 1. NMM (Nonhidrostatic Mesoscale Model) dikembangkan dan digunakan oleh Mesoscale and Microscale Meteorology Division dari NCAR , dan nonhydrostatic Mesoscale Model. http://www.dtcenter.org/wrf-nmm/users/ 2. ARW (Advanced Research WRF) dikembangkan oleh National Centers for Environmental Prediction yang didukung oleh Developmental Testbed Center. http://www.mmm.ucar.edu/wrf/users/. Gambar 1. Komponen sistem WRF Untuk pelatihan kali ini digunakan versi dynamical solver yaitu ARW.. 2.2. Komponen Model WRF-ARW. ARW adalah versi dynamical solver ARW yang bersama-sama denga komponen lainnya dari sistem WRF yang kompetibel dalam penyelesaian dan digunakan untuk simulasi. Sistem modeling WRF-ARW melliputi skema fisis, pilihan numerik/dinamik, inisialisasi berkelanjutan,dan paket data asimilasi (WRF-Var). ARW solver berbagi dengan NMM solver dan semua komponen WRF lain dalam kerangka kerja. Sebagian besar paket fisis di-share antara ARW dan NMM meskipun dengan pertimbangan kompatibilitas. Komponen sistem WRF dengan ARW memungkinkan konfigurasi yang digunakan melibatkan NMM solver. Sistem Model WRF-ARW terdiri dari beberapa program utama yaitu : 1. WRF Processing System (WPS) Program ini utamanya digunakan untuk simulasi real data. Fungsinya meliputi : 21 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(28) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Pengenalan WRF. a. Mendefinisikan domain simulasi b. Menginterpolasi terestrial data (sepertii terrain, landuse, dan tipe tanah) ke dalam domain simulasi c. Meng-grib ulang dan menginterpolasi data meteorologi dari model lain ke dalam domain simulasi. 2. WRF-Var Ini adalah program pilihan, tapi dapat digunakan untuk memasukkan observasi ke dalam analisis interpolasi yang dibuat dalam WPS. Dapat juga digunakan untuk memperbaharui kondisi awal model WRF ketika model sedang berjalan dalam mode siklus. • WRF-Var bergabung ke dalam kerangka kerja software WRF • Tambahan perumusan fungsi biaya model-ruang • Quasi-Newton atau algoritma gradient konjugasi minimisasai • Analsis bertahap pada unstaggerd Arakawa –A grid • Perwakilan dari komponen horisontal dari beckround error B melalui filter rekursif (regional) atau power spectra (global). Komponen vertikal diaplikasikan melalui proyeksi ke vektor eigen klimatologi rata-rata vertikal error. Error horizontal / vertikal non-terpisah (skala horisontal berbeda dengan vektor eigen vertikal). • Latar Belakang fungsi biaya (Jb) dikondisikan melalui transformasi variabel kontrol U, didefinisikan sebagai B = UUT. • Pilihan fleksibel model backround error dan variabel kontrol. • covariances Klimatologi backround error diestimasi melalui metode NMC dari rata-rata perbedaan prediksi atau sesuai rata-rata gangguan ensemble. • 3D-Var Bersatu (4D-Var dalam pengembangan), global dan regional, kemampuan multi-model. 3. ARW solver Bagian ini adalah komponen penting dari sistem pemodelan, dimana menyusun beberapa program awal untuk keidealan, dan simulasi data real, dan program integrasi numerik. BAgian ini juga mengandung program dengan one-way nesting. Bentuk komponennya : • Persamaan nonhidrosatik fully compresible dengan pilihan hidrostatik • Lengkap dengan coriolis dan bentuk-bentuk kurvatur • Two-way nesting • One-way nesting • Nesting berpindah (moving nest) • Koordinat mengikuti terrain • Jarak grid vertikal bisa bervariasi terhadap ketinggian • Faktor skala peta untuk proyeksi konformal o Polar stereographic o Lambert-conformal o Mercator • Arakawa C-grid staggering • Pilihan langkah waktu Runge-Kutta 2nd dan 3rd • Bentuk fluks scalar-conserving untuk variable prognostik • Pilihan adveksi (horizontal dan vertikal ) orde 2 sampai 6 22 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(29) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Pengenalan WRF. • •. Pilihan adveksi positif untuk kelembapan, skalar, dan TKE Time-split small step untuk mode akustik dan gelombang gravitasi o Small step horizontally eksplicit, vertically implicit o Divergensi damping option end vertical time off-centering o External-mode filtering option • Syarat Batas Lateral o Idealized cases : periodic, symmetric, and open radiative o Real case : specified with relaxation zone • Pilihan Fisis penuh untuk land-surface, PBL, Radiation, microphysics dan cumulus parameterization. Model fisis : o Mikrofisis : skema mulai dari fisis sederhana cocok untuk studi kondisi ideal sampai fisis fasa campuran canggih cocok untuk studi proses dan NWP. o Kumulus Parameterisasi : penyesuaian skema fluks-massa untuk pemodela mesoscale. o Permukaan Fisis : Multi-layer model permukaan tanah mulai dari model thermal sederhana sampai penuh vegetasi dan model kelembapan tanah, termasuk tutupan salju dan lautan es. o PBL (Planetary Boundary Layer) Fisis : Prediksi energy kinetik turbulen atau skema K non-lokal. o Radiasi Atmosfer fisis : skema gelombang panjang dan pendek sederhana dengan multiple band spectral dan skema gelombang pendek sederhana cocok untuk aplikasi iklim dna cuaca. Efek awan dan fluks permukaan di sertakan. • Grid analysis nudging and observarion nudging 4. Post-Processing graphics tools Beberapa program didukung, termasuk RIP4 (berdasarkan graphics NCAR), NCL, dan program konversi untuk paket graphics lainnya yang tersedia : GrADS dan Vis5D.. 2.3. Data Input dan Output Model. Data minimum yang diperlukan untuk menjalankan WRF ada 2 yaitu : 1. Data static (lower boundary data) Data ini adalah data yang digunakan sebagai batas bawah model yang terdiri atas : data topografi (ketinggian tempat), data tataguna lahan (landuse), data tipe tanah (soil type), data fraksi tanaman (vegetation fraction), data sebaran daratan-lautan (land-sea mask). Data-data ini disediakan oleh WRF dan sebagian besar diambil dari Data USGS (United States Geological Survey). Akan tetapi, sejak WRF versi 3 data ini juga ada yang diturunkan dari Data Satelit MODIS. Data ini memiliki beberapa resolusi yang bias dipilihh oleh pengguna yaitu : 10’, 5’, 2’ dan 30”. Khusus untuk Data MODIS resolusi yang diberikan hanya 30”.. 23 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(30) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Pengenalan WRF. 2. Data dinamik (inisial dan lateral boundary condition data) Data ini merupakan data yang digunakan untuk inisial dan lateral boundary model. Data ini biasanya diambil dari output prediksi model global (GFS-Global Forecast System), ECMWF (European Center for Medium-Range Weather Forcast) atau data analisis global seperti NCEP FNL dan NCEP Reanalysis. Format data yang diterima oleh model WRF untuk input dan output data bias bermacam-macam. Untuk data static WRF menggunakan format simple binary. Untuk input berupa data dinamik, WRF bisa menerima format grib dan netCDF. Sedangkan untuk output, WRF biasanya menggunakan format nonstandard netCDF. Meskipun tidak standard, akan tetapi WRF menyediakan software untuk mengubah format outputnya agar bisa dibuka oleh graphic tools seperti GrADS atau Vis5D.. Gambar 2. Sistem WRF-ARW. 2.4. Teknik Downscaling dan Nesting. Downscaling adalah suatu teknik untuk menaikkan resolusi model dengan cara menurunkan skala grid pada model global menjadi skala regional pada domain yang diinginkan. Resolusi model 24 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(31) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Pengenalan WRF. global sendiri adalah 10x10 atau sama dengan 111 km x 111 km.Dengan melakukan downscaling, maka resolusi model akan meningkat sesuai dengan yang kita inginkan. Misalnya saja menjadi 27 km x 27 km. Downscaling tidak sekedar memotong data (cropping) dari domain besar ke domain yang lebih kecil. Namun dalam downscaling dilakukan pula interpolasi data dari satu grid besar menjadi grid-grid yang lebih kecil dengan nilai yang belum tentu sama dengan nilai grid induknya. Namun dalam teknisnya, downscaling tidak asal menaikkan resolusi modelnya saja, diperlukan pengetahuan mengenai perhitungan skala gridnya. Seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini:. Downscaling. Global model output : NCEP-GFS : 1° x 1°. Regional model output : WRF : 2,5° x 2,5°. Seperti terlihat dalam ilustrasi di atas, output model global yang beresolusi besar di crop menurut area yang dibutuhkan untuk menjalankan model skala meso (limited area model). Kemudian oleh model skala meso tiap grid dari domain induk dipecah mejadi beberapa grid yang lebih kecil dengan mempertimbangkan nilai yang dibawa oleh domain induk, sehingga diperoleh domain yang resolusinya lebih besar.. Dalam pemodelan meteorologi 2 ini kita akan menggunakan WRF V.3 yang mendukung downscaling secara horizontal dan vertikal, yaitu memungkinkan untuk fokus atas wilayah sesuai dengan resolusi yang diinginkan. Untuk saat ini downscaling secara horizontal sudah mengalami perbaikan pada WRF V.3 tidak dengan metode vertikal. Downscaling merupakan kondisi dimana 25 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(32) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Pengenalan WRF. adanya satu grid persegi panjang yang selaras dengan satu grid persegi panjang yang lebih kecil dari grid sebelumnya. Untuk lebih mudahnya diilustrasikan sebagai berikut: Pada ilustrasi diatas, downscaling yang dilakukan hingga membentuk 4 domain. Untuk domain 1 melakukan resolusi model secara global, dan seterusnya hingga domain 4 yang melakukan resolusi model secara regional (lokal). Resolusi yang lebih tinggi akan menambah perhitungan secara eksponensial dan memerlukan kemampuan sumber daya komputasi yang tinggi. Dalam melakukan downscaling diperlukan pengetahuan tentang kondisi fisis dan dinamis atmosfer dalam perhitungan skala gridnya. Untuk model regional memerlukan kondisi awal (initial condition) dan syarat batas lateral (lateral boundary condition).. 2.5. Parameterisasi. Model-model NWP tidak bisa memecahkan semua komponen dan/atau proses-proses yang muncul di dalam sebuah kotak grid. Misalkan, gaya gesek yang besar saat aliran melewati pohon yang tinggi, turbulen eddies yang muncul di sekitar gedung-gedung atau penghalang lainnya, dan gaya gesek yang jauh lebih kecil di atas area yang terbuka. Sebuah model tidak bisa menjelaskan munculnya proses-proses tersebut jika ia terjadi di dalam satu kotak grid. Namun, model harus menghitung efek agregat dari permukaan yang mempengaruhi aliran level bawah dengan sebuah single number yang dapat sejalan dengan bentuk gaya gesek di persamaan prediksi angin. Metode yang mampu menghitung efek-efek tersebut tanpa secara langsung memprediksinya disebut parameterisasi. Di dalam atmosfer sangat banyak proses-proses kompleks yang perlu diparameterisasikan. Dalam modul ini, kita akan mencoba memparameterisasikan proses-proses mikrofisis di dalam atmosfer, dan juga proses-proses untuk memunculkan awan kumulus di dalam model.. 2.5.1. Parameterisasi Microphysics (mp_physics). Mikrofisis melibatkan uap air, awan, dan proses presipitasi secara eksplisit. Dalam ARW versi terbaru, mikrofisis dibawa pada akhir dari time-step sebagai proses penyelesaian. Alasannya, adalah bahwa penyelesaian kondensasi harus dilakukan di akhir time-step untuk menjamin bahwa keseimbangan jenuh akhir cukup akurat untuk memperbaharui temperatur dan kelembapan. Namun, merupakan hal yang penting juga untuk memiliki panas laten agar dapat menekan temperatur potensial selama sub-step dinamis. Dan hal ini dilakukan dengan menyimpan pemanasan mikrofisis sebagai sebuah perkiraan untuk time-step selanjutnya. Baru-baru ini, proses sedimentasi dihitung di dalam modul individual mikrofisis, dan, untuk mencegah ketidakstabilan dalam perhitungan fluks vertikal dari presipitasi, time-step yang lebih boler dipergunakan. Penyelesaian kejenuhan juga dimasukkan ke dalam mikrofisis. Tabel dibawah memperlihatkan rangkuman dari pilihan-pilihan yang mengindikasikan jumlah variabel kelembapan, dan apakah proses-proses fase es dan fase percampuran dilibatkan. Proses26 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(33) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Pengenalan WRF. proses fase percampuran dihasilkan dari interaksi antasa partikel es dan air. Untuk ukuran grid kurang dari 10km, dimana updraft bisa terlihat, skema fase percampuran harus digunakan, terutama pada situasi konvektif dan pembekuan. Skema Kessler. Purdue Lin. WRF SinggleMoment 3-class (WSM3). WSM5. WSM6. Eta GCP. Keterangan Skema awan hangat yang sederhana, meliputi uap air, tetes hujan, dan hujan. Proses-proses mikrofisisnya meliputi, produksi, jatuh, dan penguapan hujan; pertumbuhan dan autokonversi tetes hujan; dan produksi tetes hujan dari kondensasi. Biasanya, digunakan untuk studi model awan ideal Enam kelas hidrometeor, meliputi, uap air, tetes hujan, hujan, es, salju, dan graupel. Semua bentuk produksi parameterisasi berdasarkan Lin et. al. (1983) dan Rutledge dan Hobbs (1984) dengan beberapa modifikasi, termasuk pengaturan kejenuhan mengikuti Tao et. al. (1989), sedimentasi es. Skema ini merupakan skema yang relatif canggih di WRF, dan sangat cocok digunakan dalam simulasi data real resolusi tinggi. Skema mikrofisis single-moment WRF meliputi sedimentasi es dan parameterisasi baru fase es lainnya. Perbedaan utamanya adalah digunakannya relasi diagnostik untuk jumlah konsentrasi es yang didasarkan pada kandungan massa es bukan pada temperatur. Proses pembekuan/peleburan dihitung selama fall-term sub-step untuk meningkatkan akurasi di profil pemanasan vertikal dari proses-proses ini. Urutan dari proses-proses ini juga dioptimasi untuk menurunkan sensitifitas skema terhadap langkah waktu dari model. Skema WSM3 memprediksikan tiga katagori hidrometeor, uap, tetes hujan/es, dan hujan/salju, yang disebut juga skema es sederhana. Skema ini efisien secara komputasi untuk pemasukan proses-proses pertumbuhan es, namun kurang dalam air kelewat dingin dan nilai peleburan bertahap. Skema ini cocok untuk ukuran grid skala meso Skema ini mirip dengan skema es sederhana WSM3. Namun, uap, hujan, salju, kristal es, dan tetes hujan dibawa dalam lima array yang berbeda. Jadi, skema ini mampu memunculkan air kelewat dingin, dan peleburan bertahap dari salju yang jatuh di bawah lapisan lebur. Skema ini efisien pada ukuran grid intermediet, antara skala meso dan cloud-resolving grid. Skema ini merupakan perluasan dari skema WSM5, yaitu memasukkan graupel dan proses-proses yang berhubungan dengannya. Kebiasaan pada skema WSM3, WSM5, dan WSM6 sedikit berbeda untuk grid skala meso yang kasar, namun akan sangat berbeda pada cloud-resolving grid. Dari ketiga skema WSM, WSM6 yang paling cocok untuk cloud-resolving grid, melihat dari efisiensi dan latar belakang teoritis. Dikenal juga dengan nama skema EGCP01 atau Eta Ferrier. Skema ini memprediksikan perubahan di uap air dan kondensasi dalam bentuk tetes awan, hujan, kristal es, dan presipitasi es (salju/graupel/sleet). Medanmedan individual hidrometeor dikombinasikan ke total kondensasi. Uap air 27. Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(34) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Thompson. Pengenalan WRF. dan dan total kondensasi inilah yang berpengaruh di dalam model. Simpanan lokal array menahan informasi perkiraan pertama yang mengekstrak kontribusi dari tetes hujan, hujan, kristal es, dan presipitasi es dari densitas variabel dalam bentuk salju, graupel, atau sleet. Densitas dari presipitasi es diestimasikan dari sebuah array lokal yang menyimpan informasi di pertumbuhan total es oleh deposisi uap dan pertumbuhan air liquid. Sedimentasi dilakukan dengan memisahkan time-averaged flux dari presipitasi ke dalam sebuah kotak grid antara penyimpanan lokal di dalam kotak dan jatuh melalu dasar kotak. Hal ini muncul bersamaan dengan modifikasi dalam perlakuan proses-proses mikrofisis yang acak, mengijinkan langkah waktu yang besar untuk digunakan dengan menghasilkan hasil yang stabil. Ukuran rata-rata dari presipitasi es diasumsikan untuk menjadi sebuah fungsi dari temperatur mengikuti hasil observasi dari Ryan (1996). Proses-proses fase pencampuran dipertimbangkan pada temperatur yang lebih hangat dari -30°C, padahal jenuhnya es diasumsikan untuk kondisi berawan pada temperatur yang lebih dingin. Bulk microphysical parameterization (BMP) yang baru sudah dikembangkan untuk digunakan dengan WRF atau model skala meso lainnya. Dibandingkan dengan single-moment BMP sebelum-sebelumnya, skema baru ini menggambungkan pengembangan dalam jumlah yang besar baik untuk proses-proses fisis maupun computer coding plus yang menggunakan berbagai teknik yang ditemukan jauh lebih memuaskan secara spektral/skema bin menggunakan tabel-tabel look-up. Tidak seperti BMP lainnya, asumsi distribusi ukuran salju bergantung pada kandungan air/es dan temperatur yang direpresentasikan sebagai sebuah penjumlahan dari eksponensial dan distribusi gamma. Selanjutnya, salju mengasumssikan sebuah bentuk non-spheric dengan sebuah densitas yang menonjol yang bervariasi secara terbalik dengan diameter seperti yang ditemukan di dalam observasi, dan kontras dengan skema BMP lainnya yang measumsikan bentuk salju yang bulat dengan densitas konstan. Fitur-fitur spesifik baru dalam skema bulk versi ini, diantaranya : • Jeneralisasi bentuk distribusi gamma untuk setiap jenis hidrometeor, • Non-spherical, variabel densitas salju, distribusi ukuran sesuai dengan observasi, • Y-intercept dari hujan bergantung pada mixing ratio hujan, walaupun sumber yang terlihat adalah es yang mencair, • Y-intercept dari graupel bergantung pada mixing ratio graupel, • Skema pengaturan kejenuhan yang lebih akurat, • Parameter variabel distribusi bentuk gamma untuk tetes awan dan hujan berdasarkan pada observasi, • Tabel look-up untuk pembekuan tetes air yang jatuh, • Tabel look-up untuk memindahkan kristal es ke dalam kategori salju, • Deposisi/sublimasi uap yang lebih baik dan penguapan, • Efisiensi kumpulan variabel untuk hujan, salju, dan graupel yang 28. Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(35) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Goddard. Morrison 2Moment. Pengenalan WRF. mengumpulkan tetes awan, • Hujan yang lebih baik, mengumpulkan salju dan graupel. Terdapat opsi untuk memilih graupel atau hail sebagai jenis es kelas ke tiga. Graupel memiliki densitas yang relatif rendah dan nilai intercept yang tinggi. Sebaliknya, hail memiliki densitas yang relatif lebih tinggi dan nilai intercept yang rendah. perbadaann ini tidak hanya akan mempengaruhi deskripsi dari populasi dan formasi hidrometeor dari anvil-stratiform region, namun juga kepentingan relatif dari proses-proses mikrofisisdinamis-radiatif. Selain itu, teknik penjenuhan baru juga ditambahkan. Teknik penjenuhan ini pada dasarnya didisain untuk memastikan super saturasi (sub-saturasi) tidak dimunculkan pada sebuah grid point yang bersih dari perawanan. Seluruh proses mikrofisis yang tidak menyertakan proses peleburan, penguapan atau sublimasi (jumlah transfer dari satu tipe hidrometeor ke tipe lainnya) dihitung berdasarkan pada satu keadaan termodinamik. Dengan ini, bisa dipastikan semua proses diperlakukan secara sama. Jumlah dari semua proses yang hilang yang berhubungan dengan satu jenis hisrometeor tidak akan melebihkan massanya. Hal ini, memastikan water budget akan diseimbangkan di dalam perhitungan mikrofisis. Mikrofisis Goddard memiliki opsi ke-3, yang ekivalen dengan skema two-ice (2ICE), yaitu hanya memiliki awan es dan salju. Opsi ini bisa diperlukan simulasi dengan resolusi kasar (ukuran grid >5km). Skema es kelas dua bisa diterapkan untuk musim dingin dan konveksi frontal. Enam jenis air dimasukkan, diantaranya uap, tetes awan, kristal es, hjan, salju, dan graupel/hail. Kodenya memilki sebuah user-specified switch untuk memasukkan baik graupel atau hail. Variabel prognostik meliputi jumlah konsentrasi dan mixing ratio dari kristal es, hujan, salju, dann graupel/hail, serta mixing ratio dari tetes awan dan uap air (total 10 variabel. Prediksi dari 2-moment (jumlah konsentrasi dan mixing ratio) membolehkan perlakuan yang lebih kasar untuk distribusi ukuran partikel, yang merupakan kunci dalam perhitungan nilai-nilai proses-proses mikrofisis dan evolusi awan/presippitasi. Beberapa liquid, es, dan prosesproses fase percampuran dilibatkan. Distribusi ukuran partikel ditentukan dengan menggunakna fungsi gamma, dengan parameter intercept dan kemiringan yang berhubungan, yang didapatkan dari hasil prediksi mixing ratio dan jumlah konsentrasi. Skema ini telah diuji dengan berbagai studi kasus yang mengkover berbagai kondisi dengan cakupa yang luas.. Tabel 1. Skema-skema mikrofisis dan penjelasannya.. 29 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(36) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting) 2.5.2. Pengenalan WRF. Cumulus Parameterisasi (cu_physics). Adapun skema-skema parameterisasi awan cumulus dalam WRF adalah seperti berikut : Skema Skema KainFritsch. Keterangan Memungkinkan CAPE sesuai untuk badai dataran luas, model awan diformulasikan menjadi detrainment entrainment dengan parsel bouyanci yang dihitung sebagai fungsi dari parsel yang tercampur secara lateral antar lingkungan dan updraft. Perbedaan di reformulasikan menjadi kekelan massa,energi panas, massa dan momentum.Didesain untuk ukuran grid 2025 km. Memuat proses fisik awan yang sangat lengkap dalam parameterisasi konvektif. Parameter downdraft memungkinkan simulasi lebih baik untuk respon skala meso dan memungkinkan untuk sebagian besar skema.. Batas CAPE tidak sesuai untuk lingkungan tropis dan dapat menyebabkan konveksi yang sangat kuat. Skema Betts- Terdapat struktur termodinamika quasi-equilibrum dimana lingkungannya Miller-Janjic berpindah akibat konveksi. Struktur ini dapat didefinisikan dalam mixing line yang ditentukan dari data observasi. Untuk tujuan representasi konveksi dari model global, hal tersebut tidak penting untuk secara ekplisit menampilkan pemanasan dan kelembaban yang disebabkan oleh proses subgrid updraft, downdraft, peluruhan dan pembentukan. Dengan asumsi bahwa keserdahaan desain akan lebih efisien dan mengurangi eror, semuanya dibuat secara implisit. Batas skema diasumsikan bahwa laju saat kelabilan konvektif ditimbulkan dalam suatu lingkungan yang menentukan bagaimana kecepatan profil lingkungan berubah menurut mixing-line. Skala waktu relaksasi untuk konvektif selama 2 jam. Batas mixing-line didesain untuk laut tropis,grid yang kasar dan kasus-kasus yang mempengaruhi lingkungan. Sangat sempurna untuk berbagai variasi aplikasi dan dapat mengadaptasi untuk mesoscale dengan penyesuaian beberapa parameter. Hal tersebut digunakan dalam operasional NCEP Eta Model.. Skema Grell. Tidak memasukan parameter downdraft convektif. Batas mixing-line muncul kurang tepat dalam kasus konvektif dalam yang ekplosif dan tidak langsung menimbulkan skala tinggi dan rendah dari meso. Awan konveksi dalam untuk semua grid. Skema awal berasal dari fungsi cloud-work Arakawa-Schubert untuk batasnya, tetapi kemudian berubah menggunakan CAPE sebagaimana Kain-Fritsch. Tidak ada pencampuran langsung secara lateral dengan lingkungan, kecuali pada level awal atau akhir dair updraft/downdraft. Sehingga fluks massa konstan menurut ketinggian. Fraksi area yang menutupi updraft dan downdraft dalam suatu 30. Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(37) Diktat Pelatihan WRF (Weather Research and Forcasting). Pengenalan WRF. kolom adalah kecil. Hal ini memungkinkan skema untuk memperbaiki, meskipun beberapa derajat range masih sangat penting. Skema yang sangat sempurna yang dimodifikasi sehingga seperti KainFritsch. Memasukan efek downdraft. Sangat baik untuk ukuran grid 1012km.. Skema GrellDevenyi ensemble. Karakteristik Arakawa-Schubert pada batas skema sebagian besar diganti. Tidak ada efek entrainment-detrainment. Semua Skema Grell menggunakan tipe skema massa-jenis fluks, tetapi dengan perbedaan entrainment updraft dan downdraft serta parameter detrainment, dan curah hujan efisiensi. Perbedaan-perbedaan dalam pengendalian statis yang dikombinasikan dengan perbedaan dalam kontrol dinamis yang merupakan metode penentuan fluks awan massa. Penutupan kontrol dinamis didasarkan pada konveksi energi potensial yang tersedia (CAPE), kecepatan vertikal tingkat rendah, atau kelembaban konvergensi. Skema GD telah menggunakan kelembaban dan updraft dalam lingkungan untuk memicu konveksi baru dan curah hujan di daerah ini. Skema GD terus menghasilkan curah hujan di daerah yang sama dengan skema Kain-Fritsch tapi tidak dapat mensimulasikan terisolasi sifat konveksi tersebut. Skema ensemble Grell-Devenyi saat ini tidak dapat menangani konveksi ideal di grid kecil.. 2.5.3. Transfer Radiatif. Proses-proses Radiasi Gelombang Panjang dan Gelombang Pendek Proses-proses radiasi gelombang pendek (matahari) dan gelombang panjang (terrestrial) terjadi dalam skala waktu dan ruang yang kecil dan sangat dipengaruhi oleh komposisi local atmosfer. Energi matahari menyebar dari frekuensi ultraviolet, sinar tampak, dan frekuensi near-infrared , namun pada puncaknya (sekitar setengah dari total energi matahari) berada pada panjang gelombang sinar tampak. Ketika pancaran langsung dari radiasi matahari memasuki atmosfer, intensitasnya direduksi oleh: • •. Diserap oleh berbagai macam gas, awan dan aerosol Dipantulkan dan dihamburkan oleh molekul-molekul gas, awan, dan aerosol.. 31 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

(38) Diktat Pelatihan WRF Weather Research and Forcasting) Forcasting (Weather. Pengenalan WRF. (Sumber: http://www.meted.ucar.edu/nwp/pcu1/ic4/images/physprc2.gif) http://www.meted.ucar.edu/nwp/pcu1/ic4/images/physprc2.gif Sebagian pantulan dan hamburaradiasi matahari tersebut juga mencapai permukaan sebagai radiasi matahari difus. Rata-rata, Rata sekitar itar setengah insolasi pada puncak atmosfer (TOA, Top of Atmosphere) mencapai permukaan tanah. Bumi memancarkan energi kembali ke luar angkasa namun dengan panjang gelombang yang lebih panjang. Energi ini diserap oleh gas rumah kaca, awan, dan aerosol ketika keti dipancarkan melalui atmosfer. Energi gelombang panjang dipancarkan kembali oleh absorber yang ada di atmosfer, namun ke segala arah dan dengan intensitas yang ditentukan oleh temperature dari objek yang meradiasikannya. Sebagai hasil dari absorpsi dan pancaran pancaran kembali dari gelombang panjang di atmosfer, rata-rata rata temperature permukaan bumi menjadi lebih hangat, yaitu sekitar 33°C. Implementasi Skema Radiasi Pada transfer radiatif ini akan digambarkan bagaimana model memperhitungkan radiasi gelombang panjang ang dan gelombang pendek di atmosfer dan permukaan bumi. Radiasi mempengaruhi profil temperatur dalam model. Pada radiasi gelombang pendek, absorpsi bergantung pada profil uap air dan karbon dioksida pada kondisi udara cerah dan berawan. Pengaruh radiasi ini ni juga termasuk absorpsi dan emisi gelombang panjang. Perhitungan model untuk radiasi gelombang panjang dan gelombang pendek tidak berpengaruh secara eksplisit. Skema radiasi memeperhitungkan pemanasan atmosfer dari divergensi fluks radiasi dan gelombang panjang permukaan serta radiasi gelombang pendek terhadap kapasitas panas permukaan. Radiasi gelombang panjang termasuk infra merah atau radiasi termal diserap dan dipancarkan oleh gas-gas gas dan permukaan. Pancaran fluks radiatif ke atas dari bumi ditentukan oleh emisivitas permukaan yang pada proses selanjutnya akan bergantung pada tata guna lahan. Radiasi gelombang pendek termasuk sinar tampak dan panjang gelombang disekitarnya yang menusun spectrum matahari. Meskipun sumber utamanya hanyalah matahari namun prosesproses di dalamnya termasuk juga absorpsi, refleksi, dan hamburan di atmosfer dan permukaan. Untuk radiasi gelombang pendek, fluks ke atasa merupakan pantulan dari albedo permukaan. Di atmosfer, radiasi member respon terhadap distribusi awan dan uap uap air yang diprediksi model, juga memperhitungkan respon radiasi terhadap konsentrasi CO2, ozon, dan gas-gas gas lainnya (opsional). Seluruh skema radiasi dalam WRF saat ini merupakan skema satu dimensi, sehingga 32 Weather and Climate Prediction Laboratory Meteorologi ITB 2011.

Gambar

Gambar 1. Contoh hasil keluaran model barotropik untuk prediksi 24 jam ke  depan dengan data riil : (a)peta garis arus (
Gambar 3 sferis dengan  µλµλπψγ+−π∫∫1tY*dd120),,1(µλµπλγ+−π∫∫1AtY*dd120),,1(
Gambar  4.  Citra  satelit  (visible)  yang  memperlihatkan  pembentukan  suatu  sel  tunggal  awan  cumulus  di  bagian  Barat  P
Gambar 5. Gambaran skematis koordinat vertikal sigma pada  daerah bertopografi terjal (Sumber : Comet®Module, 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan

“Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan

kemudian data tersebut dimasukan ke dalam grafik sehingga mendapatkan data kecepatan (V cm/detik) terhadap aliran pada saluran untuk titik tinjau yang

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah observasi yaitu dengan pengamatan secara langsung pada hewan percobaan guna mendapatkan data

Menurut Sugiyono (2005, p3) metode penelitian ialah cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditentukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan

kegiatan mengukur. Pengukuran dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan data kuantitas dari suatu kegiatan yang dilakukannya. Pengukuran selalu berkaitan dengan besaran

Ide untuk menggabungkan data tentang lahir mati dan kematian neonatus dini berasal dari saat kematian perinatal tinggi di mana-mana, dan didasarkan pada pengamatan bahwa kematian

Pengamatan GNSS dilakukan agar mendapatkan nilai koordinat dari titik kontrol pemetaan dalam sistem koordinat global sehingga data koordinat yang dihasilkan dapat digunakan