• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA TERPADU TEMA UDARA MELALUI FOUR STEPS TEACHING MATERIAL DEVELOPMENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA TERPADU TEMA UDARA MELALUI FOUR STEPS TEACHING MATERIAL DEVELOPMENT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA TERPADU TEMA UDARA

MELALUI FOUR STEPS TEACHING MATERIAL DEVELOPMENT

Arifin, Sjaeful Anwar

arifinmas11@gmail.com

Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan, menguji kelayakan, memaparkan karakteristik, dan menguji keterpahaman bahan ajar IPA terpadu pada tema udara untuk siswa SMP kelas VII melalui Four Steps Teaching Material Development (4S TMD). Penelitian ini dilatar belakangi oleh tidak tersedianya bahan ajar IPA SMP yang disajikan secara terpadu melalui tema udara. Penelitian ini menggunakan metode Research and Development (R&D). Pengembangan bahan ajar IPA terpadu tema udara terdiri dari tahap seleksi, strukturisasi, karakterisasi dan reduksi didaktik. Tahap seleksi dan strukturisasi merupakan tahap memilih dan menyusun konsep secara terpadu. Selanjutnya pada tahap karakterisasi, dilakukan karakterisasi konsep-konsep yang dilakukan pada 99 siswa kelas VII. Data dari hasil tahap karakterisasi menjadi dasar untuk melakukan reduksi didaktik terhadap konsep-konsep yang sulit dipahami oleh siswa. Tahap reduksi didaktik adalah tahap pengurangan tingkat kesulitan bahan ajar. Berdasarkan uji kelayakan, bahan ajar telah memenuhi aspek kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan bahasa dan kelayakan kegrafikan. Karakteristik bahan ajar meliputi kedekatan tema bahan ajar dengan siswa, dan kesesuaian bahan ajar dengan standar BSNP. Berdasarkan uji keterpahaman, bahan ajar telah memenuhi aspek keterpahaman dengan kategori tinggi. Hasil penelitian ini adalah bahan ajar IPA terpadu berupa buku dengan tema udara yang telah melewati empat tahap pengembangan yang dapat digunakan sebagai bahan ajar pendamping pembelajaran IPA. kata kunci: bahan ajar, IPA terpadu, tema udara, 4S TMD

ABSTRACT

The purposes of this study are to develop, to test feasibility, to describe the characteristic, and to test understanding an integrated science teaching material on theme of air for Junior High School through Four Steps Teaching Material Development (4S TMD). This study is motivated by the unavailability of teaching materials science presented in an integrated junior high school through the air theme. This study uses a Research and Development method. Development of Integrated Science teaching materials on the theme of air is consist of selection, structuring, characterization and reduction didactic steps. Selection and structuring steps are the step of selecting and preparing an integrated concept. Then, the characterization step does characterization of concepts by 99 students of grade VII. The data result of characterization step becomes the basis of didactic reduction of the concepts that are difficult to understand by students. Didactic Reduction step is the step to reduce the level of difficulty of teaching materials. Based on test of feasibility, this teaching material is qualify of content, presentation, language, and graphic feasibility aspects. The characteristic of this teaching material includes the theme closenes with student, and its compatibility with BSNP sandard. Based on understanding test, it is qualify of understanding aspect with high category. Result of this study is a book of integrated science teaching materials on the theme of air and which has gone through four steps of development. This teaching material can be used as supplement teaching material of science learning.

(2)

Pendahuluan

Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) seharusnya dilakukan secara terpadu. Melalui pembelajaran IPA terpadu siswa diharapkan dapat mempelajari IPA secara keseluruhan dan memperoleh pengalaman yang bermakna dengan kegiatan yang lebih efisien dan efektif. Pembelajaran IPA terpadu memberikan kesempatan siswa untuk memahami alam sekitar dengan pengalaman yang lebih banyak, karena dalam IPA terpadu siswa berkesempatan mempelajari IPA melalui beberapa disiplin ilmu.

Substansi mata pelajaran IPA di SMP/ MTs merupakan IPA Terpadu (Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Struktur Kurikulum). Dengan demikian IPA sebagai mata pelajaran hendaknya diajarkan secara utuh atau terpadu, tidak dipisah-pisahkan antara Biologi, Fisika, Kimia, dan IPBA. Hal itu dimaksudkan agar siswa SMP/MTs dapat mengenal IPA sebagai ilmu yang lebih utuh. Dalam pengembangan bahan ajar IPA terpadu, seluruh tema/persoalan IPA pada berbagai jenis objek dan tingkat organisasinya dapat dijadikan bahan kajian.

Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar dan sederajat sampai dengan Sekolah Menengah Atas dan sederajat. Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik. Selain itu, menurut Sulhadi dkk (2010) pembelajaran IPA terpadu lebih efisien dalam hal waktu pelajaran daripada model pembelajaran IPA terpisah.

Pada kenyataannya guru-guru IPA di SMP belum melaksanakan pembelajaran IPA secara terpadu. Pembelajaran IPA masih dilaksanakan secara terpisah-pisah antara

Fisika, Kimia dan Biologi. Ada banyak kendala yang mengakibatkan guru belum menerapkan pembelajaran IPA secara terpadu, yaitu 1) guru berasal dari latar belakang pendidikan fisika, biologi dan kimia, bahkan ada beberapa guru non IPA yang harus mengajar IPA. 2) buku yang disediakan oleh pemerintah belum menyajikan IPA secara terpadu dan 3) keterbatasan kemampuan guru untuk merancang bahan ajar IPA terpadu (Kumala, 2013).

Berdasarkan hasil observasi, sumber belajar yang digunakan oleh guru di sekolah masih berupa buku-buku yang diterbitkan oleh pemerintah, lembar kerja siswa (LKS) dari MGMP, dan beberapa buku yang relevan dari penerbit tertentu. Bahan ajar yang digunakan oleh guru-guru SMP tersebut belum menyajikan IPA secara terpadu. Bahan ajar IPA terpadu yang digunakan oleh guru merupakan kumpulan bahan ajar dari kajian Kimia, Biologi, dan Fisika yang dijadikan dalam satu buku. Jika dilihat dari segi konten, antara Kimia, Fisika dan Biologi masih belum ada keterkaitan satu dengan yang lainnya.

Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, pembelajaran IPA terpadu menunjukkan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Listyawati (2012) menggungkapkan bahwa pengembangan perangkat IPA terpadu di SMP dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal serupa diperoleh oleh Kumala (2013) yang menemukan bahwa pengembangan IPA terpadu dapat meningkatkan pemahaman dan kinerja siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Yuliati (2013) menemukan bahwa kemampuan berpikir siswa yang menggunakan bahan ajar IPA terpadu lebih baik dibanding kemampuan berpikir siswa yang menggunakan bahan ajar IPA yang parsial. Lebih jauh Yuliati menyarankan pada guru IPA SMP untuk menggunakan bahan ajar IPA terpadu sebagai salah satu panduan belajar guru dan siswa. Penggunaan bahan ajar IPA

(3)

terpadu perlu disesuaikan dengan kurikulum yang digunakan di sekolah. Penyesuaian tersebut berkaitan dengan penggabungan beberapa kompetensi dasar dari semester yang berbeda. Oleh karena itu, pada saat penyusunan silabus mata pelajaran IPA, guru hendaknya mengkaji kompetensi dasar yang berkaitan dan membentuk tema serta menyesuaikan dengan tema bahan ajar IPA terpadu. Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut jelas bahwa pembelajaran IPA di SMP sebaiknya dilakukan secara terpadu, sehingga pengembangan bahan ajar IPA terpadu adalah hal yang penting dilakukan agar pembelajaran IPA terpadu dapat terlaksana.

Penyajian konsep dalam bahan ajar IPA terpadu dimulai dari fenomena yang ada di alam dan dekat dengan siswa kemudian dikaji dengan kajian-kajian IPA. Pengambilan fenomena yang dikaji harus fenomena yang dekat dengan siswa agar siswa dapat lebih mudah memahaminya. Fenomena yang lebih kontekstual diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar IPA. Fenomena tersebut merupakan pengetahuan dasar bagi siswa di dalam mempelajari IPA.

IPA Terpadu merupakan gabungan antar bidang kajian IPA, yaitu Fisika, Bumi Antariksa, Kimia dan Biologi yang disajikan secara utuh. Materi yang dipadukan minimal mencakup dua bidang, misalnya Biologi-Fisika, Fisika-Kimia atau Kimia-Biologi atau mencakup materi dari ketiga bidang yaitu Fisika-Biologi-Kimia menjadi satu materi yang terpadu utuh atau keempat bidang kajian IPA tersebut berdasaarkan tema yang telah ditentukan (Arlitasari, Pujayanto, & Budiharti, 2013).

Salah satu cara memadukan IPA adalah dengan menggunakan model webbed. Model webbed merupakan model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai dasar pembelajaran. Model pembelajaran ini memadukan multi disiplin ilmu atau berbagai mata pelajaran yang diikat oleh satu tema (Fogarty, 1991). Pembelajaran ini merupakan

model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan melalui satu tema. Sehingga di SMP, IPA tidak lagi dipisahkan ke dalam aspek fisika, aspek kimia, atau aspek biologi.

Penyajian konsep dalam IPA terpadu dimulai dari fenomena yang ada di alam dan dekat dengan siswa kemudian dikaji dengan teori-teori IPA. Pengambilan fenomena yang dikaji harus fenomena yang dekat dengan siswa agar siswa dapat lebih mudah memahaminya. Fenomena yang lebih kontekstual diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar IPA. Fenomena tersebut merupakan pengetahuan dasar bagi siswa di dalam mempelajari IPA. Bahan ajar IPA yang disajikan dengan menyampaikan permasalahan yang riil dan kontekstual dapat mempermudah pelaksanaan pembelajaran IPA (Lang & Olson, 2000).

Tema udara adalah salah satu tema yang dekat dengan siswa. Manusia hidup di lapisan atmosfer yang paling bawah yang disebut troposfer. Gejala atmosfer dan cuaca terjadi di lapisan ini. Kedekatan tema udara dengan kehidupan sehari-hari siswa diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam belajar IPA dan siswa lebih mudah memahaminya.

Dalam menunjang tercapainya proses belajar dan mengajar (PBM) yang optimal, bahan ajar (materi pengajaran) merupakan komponen yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian yang khusus. Masih banyak bahan ajar yang keluasan dan kedalaman materinya belum sesuai dengan tingkat perkembangan siswa sehingga tidak mudah untuk dipahami siswa (Anwar, 2014). Pengembangan bahan ajar IPA terpadu di SMP juga harus mempertimbangkan tingkat keluasan, kedalaman materi, kebenaran materi, struktur materi, sampai pada aspek grafika dan aspek penyajian materi.

Dalam proses pengolahan bahan ajar, ada empat tahap yang harus ditempuh sebelum bahan ajar itu layak disampaikan kepada siswa. Empat langkah tersebut adalah proses seleksi, strukturisasi, karakterisasi, dan

(4)

reduksi. Empat langkah ini disebut sebagai 4S TMD (Four Steps Teaching Material Development). Proses ini merupakan tahapan bagaimana bahan ajar diolah sehingga siap disajikan oleh guru sebagai bahan mengajar atau siap dipelajari oleh siswa sebagai bahan ajar mandiri (Anwar, 2014).

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan dan memperoleh hasil berupa bahan ajar IPA terpadu pada tema udara menggunakan empat langkah pengembangan bahan ajar (4S TMD).

Metode

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Research & Development (R&D). Penelitian ini difokuskan pada proses dan produk pengembangan bahan ajar IPA terpadu tema udara melalui empat langkah pengembangan yaitu seleksi, strukturisasi, kararkterisasi dan reduksi. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lima instrumen yaitu (1) Instrumen kesesuaian konsep, indikator dan kompetensi dasar; (2) Instrumen kesesuaian peta konsep, struktur makro dan sistematika bahan ajar; (3) Instrumen karakterisasi konsep; (4) Instrumen uji kelayakan bahan ajar; (5) Instrumen keterpahaman bahan ajar. Tes yang digunakan pada tahap karakterisasi konsep berupa soal pilihan ganda dan tes penulisan ide pokok. Penelitian ini melibatkan lima orang ahli pada tahap seleksi dan strukturisasi, 99 siswa pada tahap karakterisasi konsep dan 12 guru SMP pada uji kelayakan bahan ajar.

Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Analisis data secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis data hasil karakterisasi konsep dan analisis data hasil uji kelayakan bahan ajar dan uji keterpahaman. Analisis data hasil tahap karakterisasi bertujuan untuk mengidentifikasi konsep-konsep yang sulit dipahami oleh siswa. Hasil analisis data hasil

tahap karakterisasi menjadi dasar dalam proses reduksi yaitu proses pengurangan tingkat kesulitan konsep. Analisis data hasil uji kelayakan bahan ajar bertujuan untuk mengetahui karakteristik bahan ajar dari segi kelayakan isi, penyajian, kebahasaan dan kegrafikan. Analisis data hasil uji keterpahaman bertujuan untuk mengetahui kategori tingkat keterpahaman bahan ajar. Analisis dilakukan dengan menghitung jawaban ide pokok yang dijawab benar oleh siswa kemudian membagi jumlah ide pokok yang dijawab dengan benar dengan jumlah ide pokok secara keseluruhan kemudian dikalikan dengan 100% berdasarkan rumus berikut: S Jb K = dengan: K= keterpahaman

Jb = rata-rata siswa menjawab ide pokok dengan benar;

S = Jumlah siswa

Dari skor yang didapatkan, dilakukan pengkategorian berdasarkan kategori keter-pahaman teks menurut Rankin dan Culhane:

Tabel 1.

Kriteria Keterpahaman Teks

K Tingkat Keterpahaman

60 < K ≤ 100% Tinggi (Kategori Mandiri) 40 < K ≤ 60% Sedang (Kategori Instruksional)

K ≤ 40% Rendah (Kategori Sulit) Hasil dan Pembahasan

Pengembangan bahan ajar IPA terpadu dengan tema udara melalui 4S TMD meliputi empat tahap utama, yaitu seleksi, strukturisasi, karakterisasi dan reduksi. Berikut ini paparan hasil penelitian setiap tahap tersebut.

1. Tahap Seleksi

Pada tahap ini, peneliti menganalisis Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar untuk memilih Kompetensi Dasar (KD) yang berkaitan dengan udara dan mengembangkan indikator yang sesuai dengan tema udara dari

(5)

KD tersebut. Indikator yang telah disusun kemudian dikembangkan menjadi uraian konsep yang mengacu pada beberapa buku teks. Uraian KD, indikator, dan konsep hasil tahap seleksi kemudian divaliadsi oleh lima orang ahli. Validasi ini bertujuan untuk melihat: (1) kesesuaian KD dengan indikator; dan (2) kesesuaian konsep dengan indikator.

Kompetensi yang diambil dalam tahap seleksi terdiri atas enam kompetensi dasar yang dikembangkan menjadi 31 indikator. Setelah melalui proses validasi dan mempertimbangkan saran dari validator, indikator ditambah menjadi 32 butir. Dari 31 indikator yang disusun, sebagian besar indikator dinilai valid oleh validator, sehingga indikator yang dikembangkan telah sesuai dengan kompetensi dasar yang diambil.

Uraian konsep yang dikembangkan berdasarkan indikator dan dikutip dari beberapa buku teks dinyatakan valid oleh semua validator. Pada tahap seleksi, peneliti mengalami beberapa kesulitan. Beberapa kesulitan dalam proses seleksi adalah mengembangkan indikator yang operasional dari KD. Peneliti harus mempertimbangkan ketercapaian KD dalam bahan ajar dan keterkaitan indikator dengan tema udara. Akibatnya indikator yang dikembangkan tidak dapat sepenuhnya mengeksplorasi KD yang dipilih.

2. Tahap Strukturisasi

Pada tahap ini, uraian konsep hasil tahap seleksi disusun berdasarkan stuktur keilmuannya dengan mempertimbangkan struktur kognitif yang akan dibangun pada diri siswa. Struktur kelimuan materi / konsep disusun melalui penyusunan struktur makro dengan mempertimbangkan unsur-unsur didaktik agar siswa lebih mudah memahami bahan ajar. Struktur kognitif siswa dibangun melalui penyusunan peta konsep dengan mempertimbangkan hirarki konsep yang terdapat pada bahan ajar.

Bahan ajar yang disusun terdiri dari

empat Bab dan semuanya berkaitan dengan udara. Sistematika dari bahan ajar tema udara disusun seperti Tabel 2.

Tabel 2.

Sistematika Bahan Ajar

Bab Sub bab Materi

Udara dan komponen penyusunnya

Definisi Udara Bukti keberadaan udara Sifat-sifat Udara Komposisi Udara

Komposisi Gas di udara

Unsur dan senyawa di udara Udara sebagai Campuran Homogen Konsep campuran Jenis-jenis campuran Angin

Pengertian Angin Definisi AnginPenamaan Angin Proses terjadinya

Angin Sumber energi AnginKonveksi Kalor Faktor yang

mempengaruhu Arah gerak Angin

Tekanan udara Suhu udara

Kalor dan kalor jenis permukaan bumi

Manfaat angin

Manfaat angin untuk tumbuhan

Manfaat angin untuk hewan

Manfaat angin untuk manusia Udara dan kehidupan Transformasi Energi pada Makhluk hidup Respirasi Fotosintesis Udara sebagai pelindung makhluk hidup

Pelindung dari benda luar Angkasa

Pelindung dari radiasi Ultraviolet

Pelindung dari Suhu Ekstrem

Peran Udara pada

Siklus Air Perubahan fisika

Pencemaran udara Pengertian pencemaran udara Definisi pencemaran udara Sumber-sumber polutan udara Dampak pencemaran Hujan Asam Penipisan Lapisan Ozon

Efek rumah kaca Dampak langsung terhadap manusia Menurut Ausubel (Dahar, 1996) agar tercapai pembelajaran yang bermakna, guru harus mengetahui konsep-konsep yang

(6)

telah dimiliki siswa. Novak mengemukakan bahwa peta konsep adalah salah satu cara untuk mengetahui hal tersebut. Teori belajar Ausebel mendasari munculnya gagasan peta konsep, menurut Dahar (1996) peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi (dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata dalam suatu unit semantik).

Pembuatan peta konsep dalam tahap strukturisasi bertujuan untuk membantu siswa membangun struktur kognitif siswa berkaitan dengan materi / konsep yang akan dipelajari siswa. Penyusunan peta konsep adalah suatu proses yang melibatkan identifikasi konsep-konsep dari suatu materi pelajaran dan pengaturan konsep-konsep tersebut. Dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua konsep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk membentuk suatu proposisi. Dalam peta konsep dapat diamati bagaimana konsep yang satu berkaitan dengan konsep yang lain.

Untuk mengendalikan pekerjaan penulisan teks bahan ajar secara keseluruhan (buku teks), maka dari setiap bab atau pokok bahasan bahan ajar tersebut dianalisis dan dipetakan ke dalam model representasi teks dalam bentuk struktur makro. Struktur makro merupakan model dua dimensi, yaitu dimensi progresi dan dimensi elaborasi. Dimensi progresi dipetakan ke bawah sedangkan dimensi elaborasi dipetakan ke samping (Setiadi, 2014).

Struktur makro berfungsi menunjukkan dan menjaga kejelasan antar hubungan unit-unit teks dan ketepatan struktur materi subyek dari ilmu yang diwakilinya dalam berbagai tingkat. Kriteria ketepatan dicapai melalui penerapan wacana dalam dimensi progresi, sedangkan kriteria kejelasan dicapai melalui fungsi eksplanasi terhadap materi subyek dalam dimensi elaborasi.

Tema udara adalah tema yang cakupannya cukup luas, sehingga alam penurunan struktur makro untuk bahan ajar

dengan tema udara ini, dibagi menjadi empat struktur makro berdasarkan pembagian bab. Bahan ajar IPA terpadu melalui tema udara menyajikan materi IPA yang dimulai dari fenomena kemudian mengerucut pada konsep-konsep yang bersifat abstrak. Oleh karena itu, agar siswa lebih mudah memahami materi secara utuh dari yang konkret sampai ke yang abstrak, bahan ajar disajikan dengan berbagai representasi. Representasi adalah suatu konfigurasi (bentuk atau susunan) yang dapat menggambarkan, mewakili atau melambangkan sesuatu dalam suatu cara (Goldin, 2002). Representasi merupakan sesuatu yang mewakili, menggambarkan, atau menyimbolkan objek dan/atau proses. Multirepresentasi adalah merepresentasi ulang konsep yang sama dengan format yang berbeda, termasuk verbal, gambar, grafik, dan matematik (Prain & Waldrip, 2007). Dapat disimpulkan bahwa multirepresentasi adalah suatu cara menyatakan suatu konsep melalui berbagai bentuk.

Dari segi level representasi, terdapat tiga level representasi yaitu level makroskopis, mikroskopis dan level simbolik. Level makroskopis merupakan representasi yang berupa fenomena yang teramati oleh indera. Level mikroskopis merujuk pada representasi kualitatif dari konsep/materi yang disajikan. Level simbolik dapat berupa representasi dalam bentuk simbol, persamaan matematis, diagram, grafik, gambar dan lain-lain. Pengembangan bahan ajar tema udara ini menggunakan tiga level representasi ini.

Multi representasi memiliki tiga fungsi utama (Ainsworth, 1999), yaitu sebagai pelengkap, pembatas interpretasi, dan pembangun pemahaman. Fungsi pertama, multirepresentasi digunakan untuk memberikan representasi yang berisi informasi pelengkap atau membantu melengkapi proses kognitif. Kedua, satu representasi digunakan untuk membatasi kemungkinan kesalahan menginterpretasi dalam menggunakan representasi yang lain. Ketiga, multirepresentasi dapat digunakan

(7)

untuk mendorong siswa membangun pemahaman terhadap situasi secara mendalam.

Penyusunan multirepresentasi pada bahan ajar tema udara ini disusun berdasarkan konsep-konsep kunci yang dipelajari siswa. Hasil dari penyusunan multirepresentasi ini selanjutnya dipadukan dengan peta konsep dan struktur makro untuk menjadi satu draft bahan ajar secara utuh.

Pada tahap strukturisasi, konsep-konsep disusun dengan mempertimbangkan keterpaduan dan multirepresentasi dari konsep yang telah disusun. Kesulitan dalam tahap strukturisasi adalah menyusun struktur makro konsep secara terpadu antara Fisika, Biologi, Kimia dan IPBA. Setiap konsep memiliki karakter yang berbeda-beda, jika dilihat dari segi multirepresentasinya. Pada penyusunan multirepresentasi, kesulitan dijumpai saat harus menjabarkan sebuah konsep menjadi level-level representasinya. 3. Tahap Karakterisasi

Pada tahap karakterisasi konsep-konsep yang telah terstrukturisasi diujicobakan tingkat keterpahamannya kepada 99 siswa melalui instrumen karakterisasi. Pada tahap ini, paragraf dengan prosentase nilai kurang dari 67 % masuk pada tahap reduksi didaktik. Jumlah paragraf yang harus direduksi tercantum di Tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3.

Jumlah Paragraf Harus Direduksi

Bab I II III IV

Jumlah paragraf yang

harus direduksi 11 7 4 7

Dari hasil karakterisasi dan analisis terhadap paragraf yang harus direduksi diperoleh beberapa fakta terkait paragraf yang berkategori sulit, yaitu: (1) Paragraf yang menjelaskan konsep-konsep abstrak; (2) Paragraf yang menjelaskan konsep dalam teks dengan struktur yang kompleks;

(3) Paragraf yang menjelaskan konsep tanpa disertai contoh; (4) Paragraf yang menjelaskan konsep tanpa disertai gambar.

Pada tahap karakterisasi ditemukan siswa mengalami kesulitan memahami uraian konsep yang disajikan hanya dengan teks, sehingga perlu adanya pengurangan tingkat kesulitan konsep (reduksi secara didaktik) melalui multirepresentasi dari konsep yang disajikan untuk membangun pemahaman siswa (Ainsworth, 1999). Representasi dalam bentuk gambar dan teks harus dipadukan dalam pembuatan buku teks agar tercipta komunikasi yang efektif (Vinisha & Ramadas, 2013). Adanya multirepresentasi secara efektif dapat membangun dan menguatkan pemahaman siswa terhadap sains (Adadan, 2013). Berdasarkan fakta-fakta tersebut selanjutnya disusun kisi-kisi reduksi didaktik sebagai dasar melakukan reduksi.

Kesulitan lain yang dijumpai pada tahap karakterisasi adalah ketidakmampuan siswa dalam menentukan ide pokok dan ketidakseriusan siswa dalam mengerjakan instrumen karakterisasi. Berkaitan dengan kesulitan tersebut, peneliti mengantisipasi hasil yang terlalu bias dengan tidak menggunakan data dari siswa yang tidak serius mengerjakan instrumen yang diberikan. 4. Tahap Reduksi

Pada tahap ini draft bahan ajar yang telah disusun sebagai hasil tahap strukturisasi kemudian direduksi berdasarkan kisi-kisi yang diperoleh pada tahap karakterisasi. Tahap reduksi merupakan tahap untuk mengurangi tingkat kesulitan konsep. Reduksi dilakukan per paragraf. Paragraf yang direduksi adalah paragraf yang tergolong sulit dipahami oleh siswa. Kriteria paragraf yang sulit dipahami oleh siswa adalah (1) Paragraf yang paling sedikit dijawab benar oleh siswa pada penulisan ide pokok; (2) Digolongkan ke paragraf yang sulit dipahami oleh siswa; (3) Paling sedikit dijawab benar oleh siswa pada soal pilihan gandanya.

(8)

masuk ke tahap reduksi adalah paragraf yang memenuhi minimal dua kriteria tersebut. Reduksi tingkat kesulitan konsep pada tahap reduksi dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah (1) Penggunaan penjelasan berupa gambar, simbol, sketsa, dan percobaan; (2) Penggunaan analogi; (3) Generalisasi; dan (4) Partikularisasi.

Setelah paragraf yang tergolong sulit dipahami telah direduksi, paragraf kembali disusun menjadi bahan ajar yang utuh. Hasil dari tahap reduksi adalah bahan ajar berupa buku berjudul udara yang tediri dari empat Bab. Tahap terakhir dari penelitian ini adalah uji kelayakan buku yang mengacu pada kriteria yang disusun oleh BSNP. Hasil uji kelayakan buku dari aspek kelayakan isi disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1.

Grafik Hasil Uji Kelayakan Isi

Berdasarkan uji kelayakan isi bahan ajar tema udara, diperoleh bahwa dari sembilan aspek yang dinilai, tujuh aspek dinilai sesuai oleh semua evaluator dan dua aspek dinilai tidak sesuai oleh beberapa evaluator yaitu pada aspek kandungan wawasan produktivitas dan pengembangan kecakapan hidup. Revisi bahan ajar yang dilakukan agar bahan ajar dapat memenuhi aspek produktivitas dan pengembangan kecakapan hidup adalah melalui penambahan kegiatan (Mini Project) di setiap akhir Bab.

Berdasarkan uji aspek aspek kebahasaan bahan ajar, diperoleh bahwa secara umum dari tujuh aspek kebahasaan telah dinilai sesuai oleh semua guru. Ada tiga aspek kebahasaan yang mendapat kritik dari

guru, yaitu kesesuaian dengan perkembangan peserta didik, kelugasan kalimat, dan kesesuaian dengan kaidah bahasa. Revisi yang dilakukan agar bahan ajar memenuhi aspek ini adalah dengan menyederhanakan struktur kalimat pada bahan ajar. Hasil uji kelayakan buku pada aspek kelayakan bahasa selengkapnya disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2.

Grafik Hasil Uji Kelayakan Bahasa

Berdasarkan uji kelayakan aspek penyajian materi bahan ajar tema udara diperoleh hasil bahwa secara umum semua evaluator menilai telah memenuhi untuk tiga aspek penyajian. Dari empat indikator yang berkaitan dengan teknik penyajian, dua indikator dinilai sesuai yaitu konsistensi sistematika penyajian dan kelogisan penyajian. Sementara pada indikator keruntutan konsep, lima dari 12 guru menilai bahwa bahan ajar belum memenuhi aspek keruntutan dalam menyajikan konsep. Revisi yang dilakukan untuk merespon penilaian dan saran dari lima guru tersebut adalah dengan mengubah urutan Bab. Bab-bab di dalam buku diubah urutannya dengan mempertimbangkan kedekatan sub tema setiap Bab dengan siswa. Sehingga urutan Bab dalam bahan ajar menjadi (1) Udara dan Kehidupan; (2) Angin; (3) Komponen Penyusun Udara; dan (4) Pencemaran Udara. Hasil uji kelayakan penyajian disajikan pada Gambar 3.

(9)

Gambar 3.

Grafik Hasil Uji Kelayakan Penyajian Berdasarkan uji aspek kegrafikan, secara umum bahan ajar telah dinilai sesuai oleh seluruh evaluator untuk semua indikator. Hanya untuk indikator yang berkaitan dengan desain kover buku dan ilustrasi beberapa evaluator menilai bahwa bahan ajar tidak memenuhi aspek ini. Hal ini menunjukkan bahwa ilustrasi yang digunakan di kover buku perlu diperbaiki agar dapat menimbulkan daya tarik siswa. Hasil uji kelayakan buku pada aspek kelayakan kegrafikan disajikan di Gambar 4.

Gambar 4.

Grafik Hasil Uji Kelayakan Kegrafikan Pengembangan bahan ajar yang dimulai dari pendekatan tema merupakan salah satu cara mendekatkan konteks pembelajaran IPA ke siswa. Melalui tema yang dekat dengan kehidupan siswa, pembelajaran IPA lebih bermakna bagi siswa karena yang dipelajari merupakan hal yang mudah dan sering dijumpai siswa. Keterpahaman bahan ajar diuji dengan tes penulisan ide pokok paragraf bahan ajar. Berdasarkan tes penulisan ide pokok oleh 99 siswa, diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.

Gambar 5.

Grafik Tingkat Keterpahaman Bahan Ajar

Rata-rata keterpahaman dari keseluruhan Bab adalah 69%. Nilai ini menunjukkan bahwa buku yang telah dikembangkan memiliki keterpahaman dengan kategori tinggi.

Pengembangan bahan ajar berbasis tema yang harus mengacu pada KI dan KD menjadi tantangan tersendiri bagi para guru. Hal ini disebabkan KI dan KD yang ada dalam satu tingkatan kelas tidak dapat menggali tema secara utuh. Beberapa KD yang berkaitan dengan udara terdapat di kelas VII dan sebagian terdapat kelas VIII. Akibatnya ada beberapa konsep kelas VIII yang harus dimasukkan ke dalam bahan ajar yang diperuntukkan untuk kelas VII.

Keuntungan dari bahan ajar yang berbasis tema udara adalah bahan ajar ini dirancang dari hal yang sudah biasa terdengar dan dekat dengan siswa. Selain itu bahasa yang digunakan dalam bahan ajar diambil dari fakta hasil penelitian pada tahap karakterisasi, sehingga diharapkan siswa lebih mudah memahami bahan ajar. Bahan ajar tema udara diharapkan dapat menjadi pendukung dalam pembelajaran IPA di kelas. Oleh karena itu bahan ajar dibuat dengan perpaduan teks, gambar, tabel dan diagram. Bahan ajar juga diharapkan dapat mengaktifkan siswa di dalam kelas, sehingga bahan ajar dirancang untuk dapat melibatkan siswa melalui eksperimen-eksperimen sederhana.

Pengembangan bahan ajar IPA dengan tema udara bertujuan untuk menyajikan fakta-fakta yang mudah dijumpai siswa sehingga siswa lebih mudah mengenali

(10)

contoh-contoh yang diberikan pada saat proses pembelajaran. Udara dan beberapa fenomena di udara diangkat sebagai sumber pengembangan bahan ajar IPA. Bahan ajar dikembangkan untuk dapat berinteraksi dengan siswa. Dengan demikian potensi yang terkandung di udara atau yang berkaitan dengan udara dapat dikembangkan untuk kepentingan belajar di kelas.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa kelemahan dalam bahan ajar tema udara, yaitu: (1) Bahan ajar tema udara dimulai dari penentuan tema kemudian dilanjutkan memilih Kompetensi Dasar (KD) yang dapat dieksplorasi melalui tema udara. Kelemahan dari langkah ini adalah peneliti lebih fokus mengupas tema dari segi IPA daripada mengupas KD yang harus dicapai; dan (2) Tema udara adalah tema yang luas, namun tidak semua KD yang ada di kelas VII dapat dieksplorasi oleh bahan ajar ini. Bahan ajar ini tidak memuat semua KD yang ada di kelas VII, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai buku pelajaran pokok. Bahan ajar tema udara ini dapat dijadikan sebagai buku pengayaan yaitu buku yang memuat materi yang dapat memperkaya buku teks (Sitepu, 2012).

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pengembahan bahan ajar IPA terpadu dengan tema udara melalui 4S TMD terdiri dari empat langkah pengembangan yaitu seleksi, strukturisasi, karakterisasi dan reduksi didaktik. Pada tahap seleksi dihasilkan draft bahan ajar 1 yang telah divalidasi kesesuainnya dengan kurikulum (KD) dan kebenaran konsepnya terkait bahan ajar tersebut. Pada tahap strukturisasi dihasilkan draft bahan ajar 2 berupa peta konsep, struktur makro bahan ajar dan multipel representasi. Pada tahap karakterisasi disimpulkan bahwa 29 paragraf dari 86 paragraf masuk kategori sulit dan direduksi secara didaktik. Karakteristik paragraf yang berkategori

sulit, yaitu: (1) Paragraf yang menjelaskan konsep-konsep abstrak; (2) Paragraf yang menjelaskan konsep dalam teks dengan struktur yang kompleks; (3) Paragraf yang menjelaskan konsep tanpa disertai contoh; (4) Paragraf yang menjelaskan konsep tanpa disertai gambar. Pada tahap reduksi dilakukan pengurangan tingkat kesulitan bahan ajar dengan jenis reduksi (1) Penggunaan penjelasan berupa gambar, simbol, sketsa, dan percobaan (multirepresentasi); (2) Penggunaan analogi; (3) Generalisasi; dan (4) Partikularisasi serta dihasilkan bahan ajar IPA terpadu tema udara.

Bahan ajar IPA terpadu tema udara telah memenuhi aspek-aspek penilaian kelayakan berdasarkan kriteria yang disusun oleh BSNP yaitu aspek kelayakan isi, penyajian, kebahasaan dan aspek kegrafikan. Bahan ajar IPA terpadu tema udara memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Kedekatan tema bahan ajar dengan siswa; (2) Kesesuaian bahan ajar dengan standar bahan ajar dari BSNP; dan (3) Berdasarkan tes penulisan ide pokok bahan ajar tema udara telah memenuhi aspek keterpahaman dengan tingkat keterpahaman berkategori tinggi.

Tema udara adalah tema yang luas, namun tidak semua Kompetensi Dasar yang ada di kelas VII dapat dieksplorasi melalui tema udara. Bahan ajar dengan tema udara hanya dapat mengeksplorasi sebagian kompetensi dasar dan konsep-konsep yang terkandung di dalamnya, sehingga perlu dikembangkan bahan ajar dengan tema-tema yang lain agar semua kompetensi dasar dapat terekplorasi. Selain itu, bahan ajar yang dikembangkan belum teruji dalam hal penggunaan dalam kelas, sehingga perlu penelitian lanjutan untuk menguji seberapa efektif bahan ajar tema udara ini digunakan di dalam kelas.

Daftar Rujukan

Adadan, E. (2013). Using multiple representations to promote grade 11 students’ scientific understanding of the

(11)

particle theory of matter. Research in Science Education, 43(3): 1079–1105. http://doi.org/10.1007/s11165-012-9299-9

Ainsworth, S. (1999). The functions of multiple representations. Computers & Education, 33(2-3): 131–152. http://doi. org/10.1016/S0360-1315(99)00029-9 Anwar, S. (2014). Pengolahan bahan ajar.

Bandung: UPI

Arlitasari, Pujayanto, & Budiharti. (2013). Pengembangan bahan ajar IPA terpadu bebasis saling tema dengan tema biomassa sumber energi alternatif terbarukan. Jurnal Pendidikan Fisika, 1(1):81-89. Dahar, R. W. (1996). Teori-teori belajar.

Jakarta: Erlangga

Fogarty, R. (1991). How to integrated the curricula. Illinois: Skylight Publishing Goldin, G.A. (2002). Representation in

mathematical learning and problem solving. Dalam L.D English (Ed). Handbook of International research in Mathematics Education (IRME). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Kemendiknas. (2006). Peraturan menteri

pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Kemendiknas. (2006). Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang struktur kurikulum. Jakarta

Kumala, D. (2013). Pengembangan perangkat pembelajaran IPA terpadu dengan setting inkuiri terbimbing untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kinerja ilmiah siswa. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.

Lang, M. & Olson, J. (2000). Integrated science teaching as a challenge for teachers to develop new conceptual structures. Research in Science Education, 30 (2): 213-224.

Listyawati. (2011). Pengembangan perangkat pembelajaran IPA terpadu di SMP. Journal of Innovative Science, 1(1): 61-69.

Prain, V., and Waldrip, B.G. (2007). An exploratory study of teachers’ perspectives about using multi-modal representations of concepts to enhance science learning. Canadian Journal of Science, Mathematics and Technology Education.

Setiadi. (2014). Penerapan analisis wacana dalam pengembangan bahan ajar. Materi Pokok pada Kegiatan Workshop Penulisan Bahan Ajar di Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA. Universitas Pendidikan Indonesia, Januari.

Sitepu. (2012). Penulisan buku teks pelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sulhadi. (2010). Efektivitas dan efisiensi model pembelajaran IPA terpadu tipe integrated dalam pembelajaran tema cahaya. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 6 (2): 44-47.

Vinisha, K., & Ramadas, J. (2013). Visual representation of the water cycle in science textbooks. Contemporary Education Dialogue. 10(1) 7–36. http:// doi.org/10.1177/0973184912465157 Yuliati. (2013). Efektivitas bahan ajar IPA

terpadu terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 9 (1): 53-57.

Gambar

Grafik Hasil Uji Kelayakan Isi
Grafik Hasil Uji Kelayakan Penyajian Berdasarkan  uji  aspek  kegrafikan,  secara umum bahan ajar telah dinilai sesuai  oleh seluruh evaluator untuk semua indikator

Referensi

Dokumen terkait

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.. Hasil ekstraksi disebut dengan

12 Grundkurs Internationales Privatrecht 3 Schuldrecht Besonderer Teil (Vertragliche Schuldverhältnisse) 6 Vertiefung Internationales Privatrecht 3 Schuldrecht Besonderer

- Menurut FI edisi III, penetapan kadar tablet = 20 tablet, maka diambil 20 tablet furosemid, digerus dan ditimbang berat totalnya = 3384,8 mg - Berat bahan aktif furosemid dalam

3 wird folgender Satz als erster Satz eingefügt: „Zum Vortrag sind Mitglieder und Angehörige der Fakultät als Zuhörerinnen und Zuhörer zugelas- sen.“.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dewan komisaris, komite audit, jumlah kompensasi dewan komisaris serta dewan direksi terhadap manajeme pajak

“Penerapan metode Cooperative Learning Tipe Make A Match Untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa Sekolah Dasar ” yang akan dilaksanakan di. kelas IV pada mata pelajaran

Artinya sebagian besar peserta didik sudah memiliki kemampuan self-regulation yang baikditandai dengan peserta didik memiliki motivasi yang kuat dalam mencapai

MISI 4 ”Melanjutkan pembangunan Kota Tebing Tinggi sebagai Kota Jasa yang memiliki produktivitas, inovasi, kreativitas, dengan berorientasi