• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. harapannya (Irawan, 2003). Oliver (dalam Koentjoro, 2007) menyatakan bahwa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. harapannya (Irawan, 2003). Oliver (dalam Koentjoro, 2007) menyatakan bahwa"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Kepuasan

2.1.1. Definisi Kepuasan

Kepuasan adalah persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya (Irawan, 2003). Oliver (dalam Koentjoro, 2007) menyatakan bahwa kepuasan merupakan respon seseorang terhadap dipenuhinya kebutuhan dan harapan. Respon tersebut merupakan penilaian seseorang terhadap pelayanan pemenuhan kebutuhan dan harapan, baik pemenuhan yang kurang ataupun pemenuhan yang melebihi kebutuhan dan harapan. Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya (Nursalam, 2016). Kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya (Roymond, 2012).

2.1.2. Kepuasan Pasien

Supriyanto (2010) menyatakan bahwa pasien adalah makhluk biologis, psikologis, sosial, ekonomi dan budaya yang memerlukan pemenuhan kebutuhan serta harapan dari aspek bio (kesehatan), aspek psiko (kepuasan), aspek sosio-ekonomi (sandang, pangan, papan dan afilasi sosial), serta aspek budaya. Pasien rawat inap adalah penderita di suatu fasilitas pelayanan kesehatan yang harus menginap di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut lebih dari 24 jam karena penyakitnya (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2012).

(2)

Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan yang kita berikan dan kepuasan pasien adalah suatu modal untuk mendapatkan pasien lebih banyak lagi dan untuk mendapatkan pasien yang loyal.Pasien yang loyal akan menggunakan kembali pelayanan kesehatan yang sama bila mereka membutuhkan lagi. Bahkan telah diketahui bahwa pasien loyal akan mengajak orang lain untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang sama (Nursalam, 2014).

Kepuasan pasien merupakan perasaan yang dimiliki pasien dari timbul sebagai hasil dari kinerja layanan kesehatan setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan (Pohan, 2006). Kepuasan pasien adalah tanggapan pasien terhadap kesesuaian tingkat kepentingan atau harapan (ekspektasi) pasien sebelum mereka menerima jasa pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka terima (Muninjaya, 2009).Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan di rumah sakit. Dengan mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit dapat melakukan peningkatan mutu pelayanan. Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya atau sebaliknya. Ketidakpuasan atau kekecewaan pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya.

2.1.3. Klasifikasi kepuasan

Gerson (2004) menyatakan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan yaitu sangat memuaskan, memuaskan, tidak memuaskan, sangat tidak memuaskan.

(3)

Sangat memuaskan diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat), atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi (Gerson, 2004).

Memuaskan diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang (Gerson, 2004).

Tidak memuaskan diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk proses administrasi), atau tidak ramah (Gerson, 2004).

Sangat tidak memuaskan diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat (untuk proses administrasi), dantidak ramah.Seluruh hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah (Gerson, 2004).

(4)

2.1.4. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien

Nursalam (2014) mengemukakan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: kualitas produk atau jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana, desain visual. Kualitas produk atau jasa adalah suatu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien dimana pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Harga yang termasuk di dalamnya adalah harga produk atau jasa.Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini memengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.

Faktor emosional, dimana pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih institusi pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai pandangan, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kinerja, yang mana wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit.Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Misalnya: keramahan perawat, peralatan yang lengkap dan sebagainya.

(5)

Karakteristik produk, dimana produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk meliputi penampilan bangunan ,kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.Pelayanan, keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Institusi pelayanan kesehatan dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien.kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Misalnya: pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan.

Lokasi meliputi letak kamar dan lingkungannya.Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih institusi pelayanan kesehatan. Umumnya semakin dekat lokasi dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien. Fasilitas, kelengkapan fasilitas turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya: fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan pasien, namun institusi pelayanan kesehatan perlu memberikan perhatian pada fasilitas dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen.

Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien.

(6)

Suasana meliputi keamanan dan keakraban. Suasana yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat memengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akantetapi orang lain yang berkunjung akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung institusi pelayanan kesehatan tersebut. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi ikut menentukan suatu kenyamanan.

2.1.5. Mengukur Tingkat Kepuasan

Kotler (1997) menyatakan bahwa ada beberapa macam metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan yaitu: sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer analysis (analisis pelanggan yang beralih), survey kepuasan pelanggan.

Sistem keluhan dan saran adalah suatu metode dimana perusahaan yang berfokus pada pelanggan mempermudah pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan.Banyak restoran dan hotel menyediakan formulir bagi tamu untuk melaporkan hal-hal yang mereka sukai dan yang tidak mereka sukai. Rumah sakit dapat menempatkan kotak saran di koridor, menyediakan kartu komentar untuk pasien yang akan keluar, dan mempekerjakan staf khusus untuk menangani keluhan pasien. Pada metode ini setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka (Kotler, 1997).

(7)

Ghost Shopping adalah suatu metode dimana perusahaan-perusahaan dapat membayar orang-orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial untuk melaporkan temuan-temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami dalam membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para pembelanja ini bahkan bisa meyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah staf penjualan perusahaan menangani situasi tersebut dengan baik.Jadi, seorang pembelanja ini dapat mengeluh tentang makanan restoran untuk menguji bagaimana restoran tersebut menangani keluhan ini. Bukan saja perusahaan membayar pembelanja ini, tetapi manajer sendiri terkadang meninggalkan kantor mereka, melihat situasi penjualan perusahaan dan pesaing dimana mereka tak dikenal, dan mengalami sendiri secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai “pelanggan”. Variasi dari hal ini adalah manajer menelepon perusahaan mereka sendiri dengan berbagai pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana telepon itu ditangani (Kotler, 1997).

Lost customer analysis (analisis kehilangan pelanggan) merupakan suatu metode dimana perusahaan-perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau berganti pemasok untuk memepelajari sebabnya. Ketika perusahaan kehilangan pelanggan, perusahaan itu melakukan usaha yang mendalam untuk mempelajari kegagalan mereka. Bukan saja penting untuk melakukan wawancara keluar ketika pelanggan pertama kali berhenti membeli, tetapi juga harus memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan, dimana jika meningkat, jelas menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan pelanggannya (Kotler 1997).

(8)

Survei kepuasan pelanggan, perusahaan-perusahaan yang responsif memperoleh ukuran kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survei berkala. Mereka mengirim daftar pertanyaan atau menelpon pelanggan-pelanggan terakhir mereka sebagai sampel acak dan menanyakan apakah mereka amat puas, puas, biasa saja, tidak puas atau amat tidak puas dengan berbagai aspek kinerja perusahaan. Mereka juga meminta pendapat pembeli tentang kinerja para pesaing mereka.selain mengumpulkan informasi tentang kepuasan pelanggan, juga berguna untuk mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur keinginan pelanggan untuk membeli kembali, hal ini biasanya tinggi jika kepuasan pelanggan tinggi. Juga bermanfat untuk mengukur kemungkinan atau kebersediaan pelanggan untuk merekomendasikan perusahaan dan merek kepada orang lain. Nilai positif tinggi dari informasi pelanggan menunjukkan bahwa perusahaan menghasilkan kepuasan pelanggan yang tinggi (Kotler, 1997).

Tjiptono (2005) menyatakan bahwa metode survey kepuasan pelanggan dapat menggunakan pengukuran dengan berbagai ciri sebagai berikut: pertama, directly reported satisfaction pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti: ungkapkan seberapa puas saudara terhadap pelayanan pada skala berikut: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangat puas”. Kedua, derived dissatisfaction menyangkut dua hal utama pada setiap pertanyaan yang diajukan, yakni besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.

(9)

Ketiga, problem analysisdimana pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok yaitu masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan saran-saran untuk melakukan perbaikan. Keempat, Importance performance analysis dimana responden diminta untuk merangking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap atribut tersebut. Selain itu responden juga diminta untuk merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing atribut tersebut .

2.1.6. Manfaat Pengukuran Kepuasan

Gerson (2004) menyatakan bahwa manfaat utama pengukuran dari program pengukuran adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada beberapa manfaat pengukuran kepuasan antara lain sebagai berikut:

a Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan.

b Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat.

(10)

c Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang memberi pelayanan.

d Pengukuran memberitahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya. Informasi ini juga bisa datang dari pelanggan.

e Pengukuran motivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitasnya yang lebih tinggi.

2.2. Mutu Pelayanan Keperawatan

2.2.1. Pengertian Pelayanan

Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan barang atau jasa.Jasa diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006). Kotler (2000 dalam Triwibowo, 2013) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok / orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk.

Pelayanan merupakan aktivitas, bahwa pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud namun dapt dinikmati atau dirasakan (Tjipto dkk, 2005). Kottler (2003 dalam Triwibowo, 2013) menjelaskan beberapa karakteristik dari pelayanan yaitu: intangibility(tidak berwujud), inserparibility (tidak dapat dipisahkan), variability (bervariasi), perishability (tidak tahan lama).

(11)

Intangibility(tidak berwujud), yaitu suatu pelayanan mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat dilihat, didengar, dan dicium sebelum dibeli oleh konsumen, misalnya : Pasien dalam suatu rumah sakit akan merasakan bagaimana pelayanan keperawatan yang diterimanya setelah menjadi pasien rumah sakit tersebut.Inseparibility (tidak dapat dipisahkan), yaitu pelayanan yang dihasilkan dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan pada pihak lainnya, akan tetapi merupakan bagian dari pelayanan tersebut, dengan kata lain, pelayanan dapat diproduksi dan dikonsumsi / dirasakan secara bersamaan, misalnya: Pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien dapat langsung dirasakan kualitas pelayanannya (Kottler, 2003 dalam Triwibowo, 2013).

Variability (bervariasi), yaitu pelayanan bersifat sangat bervariasi karena merupakan non-standardized dan senantiasa mengalami perubahan tergantung dari pemberi pelayanan, penerima pelayanan dan kondisi dimana serta kapan pelayanan tersebut diberikan, misalnya: Pelayanan yang diberikan kepada pasien hemodialisa di rumah sakit swasta mungkin akan berbeda dengan rumah sakit pemerintah.Perishability (tidak tahan lama), dimana pelayanan itu merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, misalnya : Jam tertentu tanpa ada pasien di ruang perawatan, maka pelayanan yang biasanya terjadi akan hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan untuk dipergunakan lain waktu (Kottler, 2003 dalam Triwibowo, 2013).

(12)

Kottler (2003, dalam Triwibowo 2013) juga menjelaskan mengenai karakteristik dari pelayanan dengan membuat batasan-batasan untuk jenis-jenis pelayanan. Pertama, pelayanan itu diberikan dengan berdasarkan basis peralatan (equipment based) atau basis orang (people based) dimana pelayanan berbasis orang berbeda dari segi penyediaannya, yaitu pekerja tidak terlatih, terlatih atau professional. Kedua, beberapa jenis pelayanan memerlukan kehadiran dari klien (client’s precense). Ketiga, pelayanan juga dibedakan dalam memenuhi kebutuhan perorangan (personal need) atau kebutuhan bisnis (business need).Keempat ,pelayanan yang dibedakan atas tujuannya, yaitu laba atau nirlaba (profit or non profit) dan kepemilikannya, yaitu swasta atau publik (private or public).

2.2.2. Kualitas Pelayanan Keperawatan a. Pengertian Pelayanan Keperawatan

Pengertian kualitas pelayananan keperawatan menurut Sedarmayanti (2000, dalam Triwibowo, 2013) terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi harapan pelanggan dan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu. Suatu defenisi kualitas yang lebih tepat telah diberikan oleh American Health Insures, mereka mengusulkan bahwa kualitas yang berkaitan dengan pemberian perawatan kesehatan ini harus tersedia, dapat diterima, menyeluruh, berkelanjutan, dan didokumentasikan. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, kualitas lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramahtamahan petugas dalam melayani npasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita pasien.

(13)

Berdasakan standar tentang evaluasi dan pengendalian kualitas bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian kualitas di rumah sakit. Dalam bekerja sama dengan sesama tim, semua perawat harus berprinsip dan ingat bahwa fokus dan semua upaya yang dilakukanadalah mengutamakan kepentingan pasien serta kualitas asuhan keperawatan, untuk itu semua perawat harus mampu mengadakan komunikasi secara aktif.

Purmono (2008) menyatakan bahwa kualitas pelayanan keperawatan adalah sikap professional perawat yang memberikan perasaan nyaman terlindungi pada diri setiap pasien (melalui lima dimensi mutu) yang sedang menjalani proses penyembuhan dimana sikap ini merupakan kompensasi sebagai pemberi pelayanan dan diharapkan menimbulkan perasaan puas pada diri pasien.

b. Dimensi Kualitas Pelayanan Keperawatan

Penilaian kualitas pelayanan keperawatan di rumah sakit banyak dilakukan pendekatan dengan membuat desain standar kualitas yang bisa berjumlah ribuan yang pada akhirnya menjadi suatu standar mutu pasien, dimana kualitas perawatan harus diukur dengan konsisten dan kemampuan untuk membandingkan. Penilaian kualitas pelayanan keperawatan juga dapat dilihat dengan cara kepuasan pasien rawat inap dan tanggapan pasien tentang mutu (kualitas) pelayanan keperawatan. Prinsipnya, dalam pengukuran kualitas pelayanan keperawatan pada pasien yang dilihat dari standar perawatan pasien dengan tujuan untuk membantu perawat dalam melanjutkan peningkatan perawatan yang konsisten, kontinyu, dan bermutu.

(14)

Dimensi kualitas menurut Hafizurrahman dalam Hasan (2003) dari sisi pemberi pelayanan ada lima yaitu, kecepatan (waktu tunggu, tidak lebih dari 10-20 menit), kompetisi / keahlian ( tenaga paramedic bersertifikat resmi) ,kenyamanan (suasana tenang dan udara segar) , kemudahan (tidak sulit mencari tenaga paramedis) , dan penanganan keluhan yang responsive (menjawab setiap pertanyaan pasien dengan baik).

Terdapat berbagai sudut pandang mengenai kualitas pelayanan keperawatan. Berbagai sudut pandang mengenai kualitas pelayanan keperawatan tersebut diantaranya, yaitu: Sudut pandang pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat). Meishenheimer (1989) dalam Rakhmawaty (2009) menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien mendefenisikan kualitas sebagai adanya perawat atau tenaga kesehatan yang memberikan perawatan yang terampil dan kemampuan perawat dalam memberikan perawatan, pada umumnya mereka ingin pelayanan yang mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit, sehingga pasien beserta keluarganya sehat dan dapat melaksanakan tugas mereka sehari-hari tanpa gangguan fisik.

Sudut pandang perawat, kualitas berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan memberikan pelayanan keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri atau terbebas dari sakitnya (Meishenheimer, 1989 dalam Rakhmawaty, 2009), bebas melakukan segala sesuatu secara professional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang maju, mutu pelayanan yang baik, dan memenuhi standar yang baik.

(15)

Sudut pandang manajer keperawatan, kualitas pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien, dan masyarakat yang baik dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan, dan logistic dengan baik, serta alokasi sumber daya yang tepat (Wijono, 2000).Pelayanan keperawatan memerlukan manajemen yang baik sehingga manajer keperawatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dengan melaksankan fungsi-fungsi manajemen dengan baik yang memfokuskan pada pengelolaan staf keperawatan dan pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat.

Sudut pandang institusi pelayanan, Meisenheimer (1989) dalam Rakmawaty (2009) menemukakan bahwa mutu pelayanan diasumsikan sebagai kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting mencakup tipe dan kualitas stafnya untuk memberikan pelayanan, pertanggungjawaban institusi terhadap perawatan terhadap pasien yang tidak sesuai, dan menganalisis dampak keuangan terhadap operasional institusi. Sudut Pandang organisasi profesi, Badan legislatif dan regulator sebagai pembuat kebijakan baik local maupun nasional lebih menekankan pada mendukung konsep kualitas pelayanan sambil menyimpan uang pada program yang spesifik, serta menekankan pada institusi-institusi pelayanan keperawatan dan fasilitas pelayanan keperawatan.

(16)

Penilaian kualitas pelayanan keperawatan dapat dilihat dari lima dimensi dengan menerapkan konsep “RATER” yang dikemukakan oleh Parasuraman (2001 dalam Nursalam 2016).

1. Daya tanggap (Responsiveness)

Pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat respon positif (Parasuraman, 2001 dalam Nursalam,2016). Kualitas layanan daya tanggap adalah suatu bentuk pelayanan dalam memberikan penjelasan, agar orang yang diberi pelayanan tanggap dan menanggapi pelayanan yang diterima. Unsur kualitas layanan daya tanggap yaitu: a) memberikan penjelasan secara bijaksana sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dihadapinya. Penjelasan bijaksana tersebut mengantar individu yang mendapat pelayanan mampu mengerti dan menyetujui segala bentuk pelayanan yang diterima. b) memberikan penjelasan yang mendetail yaitu bentuk penjelasan yang substansif dengan persoalan pelayanan yang dihadapi, yang bersifat jelas, transparan, singkat dan dapat dipertanggungjawabkan.

(17)

c) memberikan pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang dianggap masih kurang atau belum sesuai dengan syarat-syarat atau prosedur pelayanan yang ditunjukkan. d) mengarahkan setiap bentuk pelayanan dari individu yang dilayani untuk menyiapkan, melaksanakan dan mengikuti berbagai ketentuan pelayanan yang harus dipenuhi. e) membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasalahan yang dianggap bertentangan, berlawanan atau tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku (Nursalam, 2016).

2. Jaminan (Assurance)

Jaminan adalah kepastian atas pelayanan yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanansuatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang diberikan (Parasuraman, 2001 dalam Nursalam, 2016). Jaminan atas pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat ditentukan oleh performance atau kinerja pelayanan, sehingga diyakini bahwa pegawai tersebut mampu memberikan pelayanan yang andal, mandiri dan professional yang berdampak pada kepuasan pelayanan yang diterima.

Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas, dan hal tersebut menjadi bentuk konkret yang memuaskan orang yang mendapat pelayanan.

(18)

Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk-bentuk integritas kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai dengan aplikasi dari visi, misi suatu organisasi dalam memberikan pelayanan.Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan, agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku yang dilihatnya (Nursalam, 2016).

3. Bukti Fisik (Tangibles)

Bukti fisik adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan (Parasuraman, 2001 dalam Nursalam, 2016). Nursalam (2016) menyatakan bahwa kualitas layanan berupa kondisi fisik merupakan bentuk kualitas layanan nyata yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk imej positif bagi setiap indivindu yang dilayaninya dan menjadi suatu penilaian dalam menentukan kemampuan dari pengembangan pelayanan tersebut memanfaatkan segala kemampuannya untuk dilihat secara fisik, baik dalam menggunakan alat dan perlengkapan pelayanan, kemampuan menginovasi dan mengadopsi teknologi, dan menunjukkan suatu performance yang cakap, berwibawa dan memiliki integritas yang tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan kepada orang-orang yang mendapat pelayanan.

(19)

4. Empati (Empathy)

Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan pemahaman dari masing-masing pihak tersebut (Nursalam, 2016). Bentuk kualitas layanan dari empati orang-orang pemberi pelayanan terhadap yang mendapatkan pelayanan harus diwujudkan dalam lima hal, 1) mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang penting, 2) mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang diberikan sehingga yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi pelayanan menyikapi pelayanan yang diinginkan, 3) mampu menunjukkan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan sehingga yang dilayani merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang dilakukan, 4) mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang diungkapkan, sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk pelayanan yang dirasakan, e) mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal yang dilakukan sehingga yang dilayani menjadi tertolong menghadapi berbagai bentuk kesulitan pelayanan (Nursalam, 2016).

5. Keandalan (Reliability)

Inti pelayanan keandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang andal, mengetahui mengenai seluk-beluk prosedur kerja, mekanisme kerja,

(20)

memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, menguasai, andal, mandiri dan professional atas uraian kerja yang ditekuninya (Parasuraman, 2001 dalam Nursalam, 2016). Keandalan dari seorang pegawai dapat dilihat dari keandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat pengetahuan terhadap uraian kerjanya, keandalan dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai dengan tingkat keterampilan kerja yang dimilikinya dalam menjalankan aktivitas pelayanan yang efisien dan efektif, keandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan pengalaman kerja dapat dilakukan secara cepat, tepat, mudah dan berkualitas sesuai pengalamannya, keandalan dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk memperoleh pelayanan yang akurat dan memuaskan sesuai hasil output penggunaan teknologi yang ditunjukkan (Nursalam, 2016)

2.2.3. Tujuan Kualitas Pelayanan Keperawatan

Nursalam (2009 dalam Triwibowo, 2013) menyatakan bahwa tujuan kualitas pelayanan dibidang keperawatan, “ untuk memastikan jasa atau produk pelayanan keperawatan yang dihasilkan sesuai dengan standar atau keinginan pasien, untuk memenuhi kebutuhan pasien tersebut maka yang paling bertanggung jawab adalah perawat”. Pelayanan keperawatan di rumah sakit, menurutnya adalah peningkatan kualitas serta profesionalisme sumber daya manusia kesehatan termasuk didalamnya sumber daya manusia keperawatan ( Muninjaya, 2004 ).

(21)

Keperawatan merupakan ujung tombak pelayanan yang menghadapi klien selama 24 jam selama terus menerus selama menjalani perawatan dalam upaya membantu mengatasi masalah klien dalam aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang diberikan oleh perawat yang merupakan bentuk dari asuhan keperawatan (Triwibowo, 2013).Penilaian kualitas pelayanan keperawatan, terdapat tahap-tahap yang harus dijalani. Nursalam ( 2009 ) menyatakan bahwa pentahap-tahapan kualitas pelayanan keperawatan sebagai berikut : Tahap pertama dalam proses ini adalah penyusunan standar atau kriteria. Adalah sesuatu yang mustahil apabila mengukur sesuatu tanpa adanya suatu standar baku. Tidak hanya harus ada standar, tetapi pemimpin juga harus tanggap dan melihat bahwa perawat mengetahui dan mengerti standar bervariasi operasionalnya dalam setiap institusi dan perawat harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan kriteria.Informasi-informasi yang diperoleh tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengukuran kualitas pelayanan keperawatan.Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi.Pemimpin harus yakin terhadap sumber informasi yang didapatkan.Dalam melakukan pengawasan kualitas pelayanan keperawatan, pemimpin dapat menemukan banyak informasi dari pasien sendiri yang merupakan sumber yang sangat membantu.

Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisis data.Semua informasi yang telah didapat dari pasien, dapat dijadikan sebagai pengukuran kualitas pelayanan keperawatan.

(22)

Tahap kelima atau tahapan terakhir yaitu evaluasi ulang.Jika semua asuhan keperawatan dilakukan sesuai standar yang berlaku, maka evaliasi ulang tidak perlu dilakukan. Evaluasi ulang hanya akan dikerjakan apabila banyak kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan standar yang berlaku berupa penelitian standar asuhan keperawatan , maka tindakan yang seharusnya dilakukan adalah menetapkan standar keperawatan. Standar keperawatan yang telah terbentuk akan membantu dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, yang konsisten, kontinyu, dan bermutu. Standar keperawatan juga dapat melindungi pasien dari tindakan yang salah yang dilakukan oleh perawat.

2.2.4. Pengukuran Mutu Pelayanan

Donabedian (1987, dalam Nursalam 2016) menyatakan bahwa mutu pelayanan dapat diukur dengan menggunakan tiga variabel, yaitu input, proses, dan output/outcome. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, organisasi, dan informasi.

Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien dan masyarakat). Setiap tindakan medis/keperawatan harus selalu mempertimbangkan nilai yang dianut pada diri pasien.Setiap tindakan korektif dibuat dan meminimalkan risiko terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pada pasien lainnya.Program keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien dan meningkatkan mutu pelayanan. Interaksi professional selalu memperhatikan asas etika terhadap pasien yaitu, a) berbuat hal-hal yang baik (beneficence) terhadap manusia khususnya pasien, staf klinis dan non klinis,

(23)

masyarakat dan pelanggan secara umum, b) tidak menimbulkan kerugian (nonmaleficience) terhadap manusia, c) menghormati manusia (respect for persons) menghormati hak otonomi, martabat, kerahasiaan, berlaku jujur, terbuka , empati, d) berlaku adil (justice) dalam memberikan layanan (Donabedian 1987, dalam Nursalam 2016).

Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan keperawatan, yaitu berupa perubahan yang terjadi pada konsumen termasuk kepuasan dari konsumen. Tanpa mengukur hasil kinerja rumah sakit/keperawatan tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula (Donabedian 1987, dalam Nursalam 2016).

2.2.5. Penyebab Kegagalan dalam Memberikan Kualitas Pelayanan Keperawatan Grand teori yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Nursalam (2016), penyampaian jasa oleh pihak penyedia jasa bisa terancam gagal kalau berbagai kesenjangan dibiarkan berkembang tanpa ada intervensi untuk mencegahnya, atau tidak ada upaya khusus untuk mengurangi dampak buruknya. Lima bentuk kesenjangan tersebut yaitu, 1) Kesenjangan antara harapan pengguna jasa dan persepsi manajemen, 2) kesenjanagn antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa, 3) kesenjangan antara spesifikasi kualitas dan jasa penyampaiannya, 4) kesenjangan antara penyampaian jasa dan harapan pihak eksternal, 5) kesenjangan antara jasa yang diterima pengguna dan yang diharapkan (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, 2001 dalam Nursalam, 2016).

(24)

2.2.6. Pelayanan Rawat Inap

Rawat inap merupakan suatu bentuk perawatan, dimana pasien dirawat dan tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu.Selama pasien dirawat, rumah sakit harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien (Anggraini, 2008). Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan professional akibat penyakit tertentu, dimana pasien diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit. Rawat Inap atau opname adalah salah satu bentuk proses pengobatan atau rehabilitasi oleh tenaga pelayanan kesehatan professional pada pasien yang menderita suatu penyakit tertentu, dengan cara di inapkan di ruang rawat inap tertentu sesuai dengan jenis penyakit yang dialaminya. Menurut Crosby (dalam Nasution, 2005) rawat inap adalah kegiatan penderita yang berkelanjutan ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berlangsung lebih dari 24 jam.

Secara khusus pelayanan rawat inap ditunjukkan untuk penderita atau pasien yang memerlukan asuhan keperawatan secara terus menerus (Continous Nursing Care) hingga terjadi penyembuhan.Khususnya pelayanan rawat inap ini adalah adanya tempat tidur (hospital bed).Tempat tidur ini dikelompokkan menjadi ruang perawatan (Nursing Units) yang merupakan inti dari sebuah rumah sakit.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah terhadap Motivasi Kerja Guru (2) Pengaruh Tingkat Gaji Guru terhadap

Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana

Menurut kutipan artikel (https://mahasiswaarsitektur.wordpress.com) bahwa Design Layout yaitu merupakan suatu keputusan yang menyangkut penyusunan fasilitas operasi

Siswa Berbasis SMS Gateway Pada SMAN 2 Pacitan diharapkan dapat memberi kesimpulan kepada pihak sekolah untuk menggunakan sistem informasi akademik siswa yang masih

Satuan usaha dalam SI dinyatakan dalam ... adalah besar usaha yang dilakukan oleh gaya ... untuk memindahkan benda searah gaya sejauh ... Sebuah peti memiliki gaya 500

Desentralisasi dalam Sistem Kesehatan dan Desentralisasi Bagaimana dampaknya Dalam bentuk berbagai peraturan hukum Lembaga Pemerintah Status Kesehatan Masyarakat Input y

18 EVA MAIDYA SMP NEGERI 07 PONTIANAK 19 LASMIYATUN SMP NEGERI 16 PONTIANAK 20 LOURENTINE TERENJO TANIA SMP KRISTEN MARANATHA 21 MARTA HUTAPEA SMP NEGERI 16 PONTIANAK 22

- Jika tiap kenaikan 1000 ft temperatur turun > 5,4°F disebut Superadiabatic  udara tidak stabil  lebih. menguntungkan karena aliran udara cepat turun naik 