• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN ANTARA MUSCLE ENERGY TECHNIQUE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN ANTARA MUSCLE ENERGY TECHNIQUE"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN ANTARA MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DENGAN STATIC STRETCHING TERHADAP NYERI MYOFASCIAL PAIN

SYNDROME MUSCULUS UPPER TRAPEZIUS PADA PEKERJA BATIK TULIS DI INDUSTRI BATIK

DANAR HADI SURAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Disusun oleh :

I KADEK INDRA SENTANA PUTRA J120151006

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

(2)
(3)
(4)
(5)

PERBANDINGAN ANTARA MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DENGAN STATIC STRETCHING TERHADAP NYERI MYOFASCIAL PAIN

SYNDROME MUSCULUS UPPER TRAPEZIUS PADA PEKERJA BATIK TULIS DI INDUSTRI BATIK

DANAR HADI SURAKARTA

Abstrak

Latar Belakang: Dalam proses pembuatan batik tulis, otot-otot leher pekerja batik tulis mengalami kerja statis dalam mempertahankan posisi kepala pada forward head posture. Problematika yang muncul salah satunya myofascial pain syndrome musculus (m.) upper trapezius.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh muscle energy technique (MET) dan static stretching terhadap nyeri myofascial pain syndrome m. upper trapezius dan untuk mengetahui beda pengaruh antara MET dan static stretching terhadap nyeri myofascial pain syndrome m. upper trapezius.

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimental dengan desain penelitian two group pre test and post test design. Sampel diambil dengan tehnik purposive sampling sebanyak 31 responden. Pengujian data dengan menggunakan paired sample t-test dan independent sample t-test.

Hasil Penelitian: Penelitian ini menggunakan alat ukur nyeri visual analog scale (VAS). Berdasarkan uji statistik paired sample t-test didapatkan hasil pada kelompok I (MET) nilai signifikasi (p)=0,000 (p<0,05) dan pada kelompok II (Static Stretching) nilai p=0,000 (p<0,05) yang artinya perlakuan MET dan static stretching berpengaruh terhadap nyeri myofascial pain syndrome m. upper trapezius. Pada uji statistik independent sample t-test didapatkan hasil nilai p=0,015 (p<0,05) yang artinya ada perbedaan pada kelompok I dan kempok II. Kesimpulan: Ada pengaruh MET dan static stretching terhadap nyeri myofascial pain syndrome m. upper trapezius. Terdapat perbedaan pengaruh antara MET dan static stretching terhadap nyeri myofascial pain syndrome m. upper trapezius. MET lebih baik dalam menurunkan nyeri pada myofascial pain syndrome m. upper trapezius dibandingkan dengan static stretching.

Kata Kunci: Muscle Energy Technique, Static Stretching, Myofascial Pain Syndrome Musculus Upper Trapezius

Abstract

Background: In the process of making batik, neck muscles of batik tulis’s worker was work in undergo static to preserve the head position in forward head posture. One of the problem that appear is myofascial pain syndrome musculus (m.) upper trapezius.

Purpose: To determine the effect and difference of muscle energy technique (MET) and static stretching on pain in myofascial pain syndrome m. upper trapezius.

(6)

Method: This study used a quasi-experimental method with two group pre test and post test design. Samples were taken by purposive sampling technique as much as 31 respondents. Data tested by paired sample t-test and independent sample t-test.

Result: This study used a measuring instrument of pain visual analog scale (VAS). Based on paired sample t-test. The results in group I (MET) values of significance (p) = 0.000 (p <0.05) and group II (static stretching) value of p = 0.000 (p <0.05) means MET treatment and static stretching effect on myofascial pain syndrome m. upper trapezius. In independent sample t-test showed the value of p = 0.015 (p <0.05), which means there are differences in group I and group II. Conclusion: There are influence of MET and static stretching on pain of myofascial pain syndrome m. upper trapezius. MET and static stretching have difference effects on pain of myofascial pain syndrome m. upper trapezius. MET better in reducing pain than static stretching.

Keyword: Muscle Energy Technique, Static Stretching, Myofascial Pain Syndrome Musculus Upper Trapezius

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan seni. Salah satu karya seni dari masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun-temurun adalah batik tulis. Proses pembuatan batik tulis yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama, mengakibatkan munculnya nyeri pada sistem muskuloskletal salah satunya pada daerah leher. Selama proses pembuatan batik tulis, pekerja dituntut untuk mempertahankan sikap dan posisi leher selama membatik sehingga kerja otot-otot leher menjadi statis. Dalam suatu studi yang dilakukan oleh Falla (2004) yang dikutip oleh Szeto et al. (2009), otot-otot superfisial pada daerah leher seperti otot upper trapezius mengalami peningkatan aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan otot-otot stabilisasi postural profunda saat kerja statis. Menurut Makmuriyah dan Sugijanto (2013), apabila otot upper trapezius tersebut berkontraksi dalam jangka waktu yang lama, maka akan menyebabkan otot tersebut menjadi tegang dan akhirnya timbul nyeri. Salah satu kondisi yang ditandai dengan adanya nyeri pada otot upper trapezius adalah myofascial pain syndrome musculus (m) upper trapezius. Myofascial pain syndrome m. upper trapezius adalah gangguan lokal pada otot upper trapezius (Makmuriah dan Sugijanto, 2013) yang ditandai dengan adanya beberapa hyperirritable spot yang terletak di dalam beberapa taut band

(7)

otot skeletal yang disebut myofascial trigger points (MTrPs) (Desai et al., 2013).

Fisioterapi memiliki bermacam-macam modalitas yang dapat diaplikasikan untuk mengurangi nyeri pada kondisi myofascial pain syndrome m. upper trapezius, misalnya muscle energy technique (MET) dan static stretching. Berdasarkan hasil penelitian Kumar et al. pada tahun 2015, yang membandingkan MET, ischaemic compression dan strain counterstrain pada trigger point m. upper trapezius, menunjukan hasil bahwa MET lebih efektif dalam mengurangi nyeri pada kondisi trigger point m. upper trapezius daripada ischaemic compression dan strain counterstrain. Selain itu, penelitian yang meneliti tentang static stretching dilakukan oleh Paramitha, Merta dan Swedarma pada tahun 2014 yang meneliti pengaruh static stretching dan dinamic stretching pada nyeri lutut akibat osteoarthritis. Hasil dari penelitian tersebut, menyatakan bahwa kedua intervensi tersebut dapat mengurangi tingkat nyeri lutut pada kondisi osteoarthritis.

Berdasarkan uraian di atas, penulis mempunyai keinginan untuk melakukan penelitian untuk mengetahui perbandingan pengaruh antara MET dengan static stretching terhadap nyeri myofascial pain syndrome m. upper trapezius pada pekerja batik tulis di Industri Batik Danar Hadi Surakarta. 2. Metode

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen. Dalam penelitian ini, menggunakan desain penelitian two groups pre test and post test design. Penelitian ini menggunakan dua kelompok perlakuan, yaitu kelompok perlakukan pertama diberikan MET dan kelompok perlakuan kedua diberikan static stretching. Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik purposive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi. Namun, selama penelitian terdapat 1 sampel yang gugur yang didasarkan pada kriteria drop out. Penelitian ini dilaksanakan di Industri Batik Danar Hadi Surakarta yang terletak di Jalan Slamet Riyadi No. 313, Pabelan, Kartosuro. Penelitian dilakukan selama 4 minggu, yakni pada tanggal 31 Oktober 2016-26

(8)

November 2016. Kelompok perlakuan I dan II diberikan intervensi sebanyak 3 kali dalam 1 minggu selama 4 minggu.

Nyeri pada myofascial pain syndrome m. upper trapezius diukur dengan menggunakan VAS. Provokasi nyeri dilakukan dengan cara mengulur otot upper trapezius. Pasien dalam posisi supine lying, kemudian kepala subjek penelitian digerakan ke arah lateral fleksi kontra lateral, fleksi dan rotasi ipsilateral serta shoulder digerakan ke arah depresi (Page et al., 2010). Selanjutnya, subjek penelitian diminta untuk menunjukan seberapa besar rasa nyeri yang dirasakan dengan cara memberikan tanda pada VAS. Kemudian dilakukan pengukuran skor VAS. Pengukuran nyeri dilakukan sebelum perlakukan (pre test) dan sesudah perlakuan (post test). Dari data yang telah didapatkan berupa nilai (skor) dari VAS dalam bentuk skala interval, dilakukan uji homogenitas dengan levene test dan uji normalitas dengan saphiro-wilk test (S < 50). Berdasarkan hasil uji homogenitas dan normalitas, didapatkan data berdistribusi normal dan homogen sehingga tehnik analisis data yang digunakan adalah uji paired sample t-test dan uji independent sample t-test. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik responden berdasarkan usia

Tabel 1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia (Tahun) Kelompok I Kelompok II

Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)

31-34 0 0 0 0 35-38 1 6 0 0 39-42 3 19 2 13 43-46 2 12 3 20 47-50 6 38 3 20 51-55 4 25 7 47 Jumlah 16 100% 15 100%

Sumber: Data primer diolah 2016

Berdasarkan tabel 1 di atas, mayoritas subjek penelitian pada kelompok I berusia antara 47-50 tahun yaitu sebanyak 6 orang (38%) dan pada kelompok II mayoritas berusia antara 51-55 tahun yaitu sebanyak 7 orang (47%). Tidak terdapat subjek penelitian yang berusia antara 31-34 tahun (0%) pada kedua kelompok.

(9)

3.2 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan masa kerja

Tabel 2 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja Masa Kerja

(Tahun)

Kelompok I Kelompok II

Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%)

12-14 3 19 2 13 15-17 2 12 1 7 18-20 2 12 4 27 21-23 3 19 2 13 24-26 2 12 2 13 27-30 4 26 4 27 Jumlah 16 100% 15 100%

Sumber: Data primer diolah 2016

Pada tabel 2 di atas, mayoritas subjek penelitian pada kelompok I memiliki masa kerja antara 27-30 tahun yaitu sebanyak 4 orang (26%) dan minoritas antara 15-17 tahun, 18-20 tahun dan 24-26 tahun yaitu masing-masing terdiri atas 2 orang (12%). Pada kelompok II, mayoritas memiliki masa kerja antara 18-20 tahun dan 27-30 tahun yaitu sebanyak masing-masing 4 orang (27%) sedangkan minoritas antara 15-17 tahun (7%). 3.3 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan nyeri

Tabel 3 Data Nyeri Myofascial Pain Syndrome M. Upper Trapezius

Kelompok

Nilai nyeri (mm) Terendah Tertinggi Rerata

Selisih rerata Pre test Post test Pre test Post test Pre test Post test Kelompok I 22 4 51 16 33,5 8,1 25,4 Kelompok II 22 8 40 20 29,9 13,5 16,4 Sumber: Data primer diolah 2016

Pada tabel 3, kelompok I mempunyai nilai nyeri terendah 22 mm, tertinggi 51 mm dan rerata 33,5 mm, sedangkan kelompok II mempunyai nilai terendah 22 mm, tertinggi 40 mm dan rerata 29,9 mm.

3.4 Analisis data

3.4.1 Uji beda pre test dan post test pada kelompok I

Tabel 4 Perbedaan Pre Test dan Post Test Kelompok I Test N Mean SD t Sig.(2-tailed) Pre test

16 33,50 7,321 23,847 0,000 Post test 8,13 3,364

Sumber: Data primer diolah 2016

(10)

Berdasarkan hasil uji paired sample t-test, diperoleh nilai signifikasi 0,000<0,05 maka Ho ditolak, yang artinya terdapat perbedaan pre test dan post test pada kelompok I.

3.4.2 Uji beda pre test dan post test pada kelompok II

Tabel 5 Uji beda pre test dan post test pada kelompok II Test N Mean SD t Sig.(2-tailed) Pre test

15 29,93 4,935 14,865 0,000 Post test 13,53 3,021

Sumber: Data primer diolah 2016

Berdasarkan hasil uji paired sample t-test, didapatkan signifikasi 0,000<0,05 maka Ho ditolak, yang artinya terdapat perbedaan pre test dan post test pada kelompok II.

3.4.3 Beda pengaruh pemberian MET dan static stretching terhadap nyeri myofascial pain syndrome m. upper trapezius

Tabel 6 Hasil Uji Beda Pengaruh Antara Pemberian MET dan Static Stretching terhadap Nyeri Myofascial Pain Syndrome M.

Upper Trapezius

Kelompok N Mean SD t Sig.(2-tailed)

MET 16 25,38 4,256 5,856

0,000 Static stretching 15 16,40 4,273 5,855

Sumber: Data primer diolah 2016

Berdasarkan hasil uji independent sample t-test, diperoleh nilai sig.(2-tailed) = 0,000 yang berarti nilai p<0,05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat ditarik kesimpulan, bahwa ada beda pengaruh antara MET dan static stretching.

3.5 Pembahasan

Usia merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap fisik dan mental seseorang serta pada usia tertentu seorang pekerja akan mengalami perubahan prestasi kerja (Watunwotuk dkk., 2015). Selain itu, usia sangat erat hubungannya dengan munculnya keluhan-keluhan muskuloskeletal. Salah satunya yaitu myofascial pain syndrome (Delgado, 2009). Menurut Hong (2000) yang dikutip oleh Fatmawati (2013), menyatakan setiap orang memiliki latent myofascial

(11)

trigger point (MTrPs) sejak berumur 6 bulan. Pada usia 29-60 tahun yang merupakan rentang usia produktif, banyak aktifitas yang dilakukan pada usia tersebut dan dengan di tambah kecerobahan seseorang dalam melakukan pekerjaan dapat menimbulkan cidera yang akan berdampak pada munculnya myofascial pain syndrome.

Menurut Budiono (2003) yang dikutip oleh Karaeng dkk. (2012), masa kerja yang lama dapat berpengaruh terhadap nyeri leher karena merupakan akumulasi pembebanan pada otot leher akibat aktivitas pekerjaan. Pada saat leher bergerak ke depan sebesar satu inchi, akan meningkatkan berat kepala sebesar 10 pound. Bad posture tersebut dalam jangka panjang akan menimbulkan nyeri leher (Dewayani, 2006 dalam Karaeng, 2012). Namun, setiap pekerja mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda terhadap lingkungan kerja dan aktivitas yang dijalaninya (Karaeng dkk., 2012). Sehingga tingkat keluhan seperti nyeri leher dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor lain.

Nyeri pada otot upper trapezius, muncul sebagai akibat dari posisi tubuh yang salah saat bekerja sehingga leher berada dalam posisi tertentu dalam jangka waktu lama (Fatmawati, 2013). Pada saat proses membatik, kepala lebih cenderung dipertahankan pada posisi forward head posture. Menurut Mc. Lean (2005) yang dikutip oleh Yoo (2015), pada saat kepala dipertahankan pada posisi forward head posture selama bekerja akan menyebabkan penurunan efisiensi otot dan peningkatan aktivitas pada otot upper trapezius. Kontraksi otot yang terus-menerus akan menyebabkan penekanan pada pembuluh darah sehingga akan menurunkan persediaan oksigen dan nutrisi. Adanya peningkatan kebutuhan energi pada kondisi melemahnya persediaan energi menyebabkan terjadinya krisis energi lokal. Hal tersebut akan menyebabkan peningkatan sensitizing substances seperti bradikinin dan 5-HT yang akan berinteraksi dengan saraf sensorik dan otonom serta akan merangsang nosiseptor sehingga muncul nyeri (Santoso dan Gessal, 2014).

(12)

Aplikasi MET dengan tehnik PIR dapat menurunkan nyeri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sharma dan Sen (2014), yang berjudul “Effects of Muscle Energy Technique on Pain and Disability in Subjects with SI Joint Dysfunction” yang menyatakan MET berpengaruh terhadap nyeri pada low back pain (LBP) kronis akibat adanya disfungsi sendi sakroiliaka. Penurunan nyeri setelah aplikasi MET dengan menggunakan tehnik PIR berkaitan dengan terjadinya penurunan tonus otot setelah otot agonis berkontraksi secara isometrik. Hal ini terjadi karena adanya reseptor peregangan yaitu GTO yang terletak pada tendon otot agonis (Chaitow, 2001 dalam Sharma dan Sen, 2014). Adanya kontraksi otot akan merangsang GTO, impuls yang dikeluarkan oleh GTO akan bertemu dengan inhibitory motor neuron pada spinal cord. Hal ini dapat menghentikan impuls motor neuron efferent, sehingga dapat mencegah kontraksi yang lebih lanjut dan terjadila rileksasi (Sonal, 2016). Selain itu, penurunan nyeri setelah aplikasi MET dengan menggunakan tehnik PIR berkaitan dengan mekanisme perifer dan sentral seperti teraktivasinya mekanoreseptor pada otot dan sendi yang akan mempengaruhi daerah sentral seperti periaqueductal grey (PAG) pada midbrain atau non-opioid serotonergic dan noradrenergic yang menginhibisi jalur efferent (Fryer, 2011).

Berdasarkan muscle pump teory, adanya kontraksi otot akan membantu meningkatkan perfusi di dalam jaringan otot (Hamann et al., 2003). Ketika otot berkontraksi, vena di dalam otot tersebut akan mengalami kompresi dan akan mendorong darah menuju ke jantung. Pada saat releksasi, tekanan serabut otot pada dinding vena akan menurun yang akan membuka lumen vena dan akan membuat tekanan menjadi rendah. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan gradien pada arteriovena yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah ke otot tersebut (Valic et al., 2005). Hal tersebut akan menyebabkan berkurangnya konsentrasi cytokine dan mengurangi sensitisasi nosiseptor perifer (Fryer, 2011). Menurut Schwellnus (2003), adanya stretching

(13)

akan merangsang sel pacini pada musculotendinous saat peregangan yang akan berpengaruh pada persepsi nyeri. Sel pacini berfungsi sebagai sensor terhadap tekanan dan membantu dalam pengaturan toleransi nyeri pada musculotendinous.

Aplikasi static stretching juga dapat mengurangi nyeri, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Farzaneh et al. (2016), yang berjudul “Effect of Six-Week Static Quadriceps Stretching on Pain and Lower Extremity Kinematics During Running in Individuals with Patellofemoral Pain Syndrome” yang menyatakan static stretching efektif dalam menurunkan nyeri pada kondisi Patellofemoral Pain Syndrome. Menurut Schwellnus (2003), penurunan nyeri setelah aplikasi static stretching memanfaatkan efek inhibisi dari terstimulasinya GTO dan sel pacini. Efek inhibisi dari terstimulasinya GTO akan menyebabkan efek peredaman pada motor neuron, sehingga menyebabkan rileksasi pada musculotendinous dengan mengatur ulang periode resting length. Selain itu, terstimulasinya sel pacini pada musculotendinous saat peregangan akan berpengaruh pada persepsi nyeri. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan rileksasi pada musculotendinous yang mengalami ketegangan dan akan menurunkan persepsi nyeri.

Dengan stretching, pemanjangan yang terjadi pada otot akan diikuti pemanjangan pada sarkomer dan fascia di dalam myofibril. Hal tersebut akan mengurangi derajat overlapping antara thick dan thin myofilamen dalam sarkomer sebuah taut band otot yang terdapat trigger point didalamnya. Akibatnyan akan terjadi pelebaran pembuluh darah kapiler otot sehingga sirkulasi darah setempat akan lebih baik (Fatmawati, 2013). Perbedaan antara aplikasi MET dengan menggunakan tehnik PIR dan static stretching dalam menurunkan nyeri terletak pada mekanisme perbaikan sirkulasi darah, aktivasi PAG, produksi non-opioid serotonergic dan noradrenergic. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ghanbari et al. (2013) yang berjudul “Comparing Hold Relax-Proprioceptive Neuromuscular Facilitation and Static Stretching

(14)

Technique in Management of Hamstring Tightness”. Dalam penelitian tersebut, menyatakan static stretching kurag efektif dalam memfasilitasi perbaikan sirkulasi darah. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penurunan sirkulasi darah pada aplikasi static stretching. Penurunan sirkulasi darah tersebut disebabkan oleh longitudinal extension pada pembuluh darah bersamaan dengan muscle extension dan peningkatan tekanan intramuskular selama stretching. Menurut Gremion (2005), hal tersebut berkebalikan dengan kebutuhan dalam masa pemulihan otot. Berbeda dengan static stretching, tehnik PIR pada MET memanfaatkan kontraksi otot secara isometrik untuk meningkatkan sirkulasi darah. Adanya mechanical compression pada otot saat berkontraksi yang diikuti rileksasi otot akan meningkatkan sirkulasi darah arteri, sirkulasi vena dan tekanan gradien pada arteriovena (Osada et al., 2015). Hal tersebut akan menyebabkan berkurangnya pro-inflammatory cytokines dan desensitisasi nosiseptor perifer (Fryer, 2011). Selain itu, adanya kontraksi isometrik akan mengaktivasi PAG yang berperan dalam turunnya modulasi nyeri, produksi non-opioid serotonergic dan noradrenergic yang akan menginhibisi jalur efferent sehingga muncul efek hipoalgesia (Fryer, 2011).

3.6 Keterbatasan penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam pelaksanaannya, antara lain: a. Keterbatasan dalam penyesuaian kekuatan kontraksi isometrik 20-35% pada tehnik PIR; b. Peneliti hanya melakukan penelitian pada otot upper trapezius dextra; c. Perbedaan lama waktu kerja membatik antar subjek penelitian; d. Aktifitas sehari-hari yang dapat memperberat keluhan tidak dikendalikan; e. Tidak adanya kontrol kepada subyek tentang penggunaan obat-obatan; f. Posisi kerja yang tidak ergonomi pada responden tidak dikendalikan; g. Pengalaman masa lalu yang berkaitan dengan nyeri, misalnya persalinan tidak dikendalikan; h. Placebo effect tidak dilibatkan dalam penelitian ini.

(15)

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Industri Batik Danar Hadi Surakarta, dapat diambil kesimpulan bahwa MET dan static stretching berpengaruh terhadap penurunan nyeri pada myofascial pain syndrome m. upper trapezius dan ada beda pengaruh antara MET dan static stretching terhadap penurunan nyeri tersebut. MET lebih baik dalam menurunkan nyeri pada myofascial pain syndrome m. upper trapezius dibandingkan dengan static stretching.

Terdapat beberapa saran yang diberikan oleh peneliti, antara lain MET sangat disarankan untuk diaplikasikan pada pekerja khususnya pekerja batik tulis. Namun melihat situasi di lapangan yang tidak terdapat tenaga kesehatan khususnya fisioterapi maka penulis menyarankan untuk menggunakan static stretching karena dapat dilakukan secara individu tanpa bantuan orang lain. Sedangkan untuk penelitian yang berikutnya penulis sangat mengharapkan adanya pengembangan terhadap penelitian selanjutnya dengan memberikan kontrol terhadap lama waktu membatik pada setiap responden, kontrol terhadap aktivitas sehari-hari yang dapat memperberat keluhan, kontrol terhadap subyek yang menggunakan obat-obatan pada saat penelitian, kontrol terhadap pengalaman masa lalu yang berkaitan dengan nyeri. Selain itu, penulis juga mengharapkan adanya penelitian lain yang meneliti tentang posisi ergonomi pada pekerja batik tulis.

PERSANTUNAN

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas limpahan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati skripsi ini dipersembahkan kepada orang tua tercinta, I Wayan Jinah dan Ni Ketut Wasni yang selalu memberikan motivasi, nasihat dan doa dalam setiap waktunya. Terima kasih kepada I Putu Wisnu Auditya, Ni Kadek Putri Cristiani, Kirana dan Wulandari yang selalu mendukung dan mendoakan saya agar cepat menyelesaikan pendidikan ini. Kepada dosen pembimbing, Bapak Totok Budi Santoso, S. Fis., S. Pd., MPH, terima kasih atas

(16)

bimbingan yang telah diberikan sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Kepada teman-teman seperjuangan S1 Fisioterapi Transfer angkatan 2015, terima kasih telah membagi ilmu selama mengikuti pendidikan ini dan semoga kita semua bisa memajukan fisioterapi di Indonesia. Tidak lupa, ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh pekerja batik tulis di Industri Batik Danar Hadi Surakarta atas kesediaannya berpartisipasi dalam penelitian skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Delgado, E.V., Romero, J.C., Escoda, C.G. 2009. Myofascial Pain Syndrome Associated with Trigger Points: A Literature Review. (I): Epidemiology, Clinical Treatment and Etiopathogeny. Journal Section: Oral Medicine and Pathology. 14 (10): e494-8.

Desai, M.J., Saini, V., Saini, S. 2013. Myofascial Pain Syndrome: A Treatment Review. 2: 21-36.

Farzaneh, M., Sahebozamani, M., Daneshjoo, A., Sadeghi, M. 2016. Effect Of Six-Week Static Quadriceps Stretching On Pain and Lower Extremity Kinematics During Running in Individuals with Patellofemoral Pain Syndrome. International Journal Of Humanities And Cultural Studies. 1849-1861.

Fatmawati, V. 2013. Penurunan Nyeri dan Disabilitas dengan Integrated Neuromuscular Inhibition Techniques (Init) dan Massage Effleurage Pada Myofascial Trigger Point Syndrome Otot Trapesius Bagian Atas. Sport and Fitness Journal. 1 (1): 60-71.

Fryer, G. 2011. Muscle Energy Technique: An Evidence-Informed Approach. 14 (1): 3-9.

Ghanbari, A., Ebrahimian, M., Mohamadi, M., Hasanpour, A.N. 2013. Comparing Hold Relax-Proprioceptive Neuromuscular Facilitation and Static Stretching Technique in Management of Hamstring Tightness. Indian Journal of Physiotherapy & Occupational Therapy. 7 (1): 126-129.

Gremion, G. 2005. The Effect of Stretching on Sports Performance and The Risk of Sports Injury: A Review of The Literature. 53 (1): 6-10.

Hamann, J.J., Valic, Z., Buckwalter, J.B. Clifford, P.S. 2003. Muscle Pump Does Not Enhance Blood Flow in Exercising Skeletal Muscle. Journal of Applied Physiology. 94: 6-10.

Karaeng, M., Djajakusli, R., Naiem, M.F. 2012. Hubungan Beban Kerja dengan Nyeri Leher pada Tenaga Kerja Bongkar Muat di Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Pelabuhan Makassar. 1-12.

(17)

Kumar, G.Y., Sneha, P., Sivajyothi, N. 2015. Effectiveness of Muscle Energy Technique, Ischaemic Compression and Strain Counterstrain on Upper Trapezius Trigger Points: A Comparative Study. International Journal of Physical Education, Sports and Health. 1 (3): 22-26.

Makmuriyah dan Sugijanto. 2013. Iontophoresis Diclofenac Lebih Efektif Dibandingkan Ultrasound Terhadap Pengurangan Nyeri pada Myofascial Syndrome Musculus Upper Trapezius. 13 (1): 17-32.

Osada, T., Mortensen, S.P., Radegran, G. 2015. Mechanical Compression During Repeated Sustained Isometric Muscle Contractions and Hyperemic Recovery in Healthy Young Males. Journal of Physiological Anthropology. 34 (36): 1-16.

Paramitha, I.A., Merta, I.M., Swedarma, I.K.E. 2014. Pengaruh Peregangan Statis dan Dinamis Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Sendi Lutut pada Lansia dengan Osteoarthritis. Denpasar: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Santoso, N. dan Gessal, J. 2014. Efek Terapi Spray and Stretch Terhadap Nyeri Pada Sindrom Nyeri Miofasial Otot Trapesius Atas. Jurnal Biomedik (JBM). 6 (1): 30-36.

Sharma, D. dan Sen, S. 2014. Effects Of Muscle Energy Technique On Pain And Disability In Subjects With SI Joint Dysfunction. International Journal of Physiotherapy and Research. 2 (1): 305-311.

Schwellnus, M. 2003. Flexibility and Joint Range of Motion. Rehabilitation of Sports Injuries: Scientific Basis. Frontera, W.R. ed. Oxford: Blackwell Science. Pp. 232-257.

Sonal, A. S. 2016. Comparison Between Post Isometric Relaxation and Reciprocal Inhibition Manuevers on Hamstring Flexibility in Young Healthy Adults: Randomized Clinical Trial. 5 (1): 33-37.

Szeto, G.P.Y., Straker, L.M., O’Sullivan, P.B. 2009. Neck-Shoulder Muscle Activity in General and Task-Specific Resting Postures of Symptomatic Computer Users with Chronic Neck Pain. Manual Therapy. 14: 338-345. Valic, Z., Buckwalter, J.B., Clifford, P.S. 2005. Muscle Blood Flow Response to

Contraction: Influence of Venous Pressure. 98: 72-76.

Watunwotuk, S., Kawatu, P.A.T., Ratag, B.T. 2015. Hubungan Antara Umur dan Sikap Kerja Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Pekerja Bengkel Kendaraan Bermotor di Sepanjang Jalan Utara Daerah Malalayang Kota Manado. 1-7.

Yoo, W. 2015. Comparison of Activation and Change in the Upper Trapezius Muscle During Painful and Non-Painful Computer Work. 27: 3283-3284.

Referensi

Dokumen terkait

Express Indonesia dalam memilih pasar yang dituju dalam hal. penetapan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (studi kasus di Desa Pengadangan,

Penelitian ini mengggunakan data WPR (Wind Profile Radar) di tiga kota, yaitu Pontianak, Manado, dan Biak dengan data penunjang yaitu data iklim global yang terdiri dari ISMI

Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan penggunaan media dengan kepuasan menonton program acara One Stop Football pada

Berdasarkan latar belakang di atas dan penelitian yang pernah dilakukan maka dalam penelitian ini akan dilakukan analisis mengenai ZNT di Kota Surabaya dengan

Untuk mewujudkannya telah dilakukan pengumpulan data dari beberapa instansi terkait, seperti Pusat Studi Energi UGM, Yayasan Asintyacunyata, Pemerintah Kabupaten

Plat kendaraan berasal dari kelas berbeda namun teridentifikasi sebagai kelas yang sama , antara query dari kelas kedua yang diambil pada pagi dan siang hari dengan citra no.84

Tujuan kreatif dalam perancangan integrated digital campaign Pulau Nusa Penida sebagai salah satu potensi wisata Provinsi Bali ini adalah menciptakan brand awareness yaitu