• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK MORBILI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK MORBILI"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

ILMU KESEHATAN ANAK

MORBILI

Disusun oleh: M. Ferry Nur Abadi

102011101021

Pembimbing: dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A dr. Gebyar Tri Baskara, Sp.A

dr. Ramzy Syamlan, Sp.A dr. Saraswati Dewi, Sp.A

Disusun untuk melaksanakan tugas kepaniteraan klinik ilmu kesehatan anak di RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER SMF/LAB ILMU KESEHATAN ANAK

RSD DR. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER 2014

(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i

DAFTAR ISI... ii

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 3

Definisi... 3 Epidemiologi... 4 Faktor Resiko... 4 Etiologi... 5 Patofisiologi... 6 Manifestasi Klinis... 8 Diagnosis... 9 Diagnosis Banding... 13 Penatalaksanaan... 15 Komplikasi... 17 Prognosis... 18 Pencegahan ... 19 BAB 3. KESIMPULAN... 20 DAFTAR PUSTAKA... 21 ii

(3)

BAB 1. PENDAHULUAN

Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak merniliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.1

Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia 5-9 tahun. Di negara berkembang menyerang pada usia lebih muda dari pada negara maju. Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak-anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan berkurang sehingga bayi dapat terjangkit morbili.2

Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%). Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemi campak terjadi setiap 2- 4 tahun. Wabah teradi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit

(4)

yang sering dijumpai ialah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%).1

Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama daerah yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya dalam program imunisasi. Di daerah transmigrasi sering terjadi wabah dengan angka kematian yang tinggi. Di daerah perkotaan, kasus campak tidak terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini tidak berarti bahwa daerah urban terlepas dari campak. Daerah urban yang padat dan kumuh merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang sangat menular seperti campak. Daerah semacam ini dapat merupakan sumber kejadian luar biasa penyakit campak.1

(5)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak merniliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.1

Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak.2

Campak adalah suatu penyakit akut menular, ditandai oleh tiga stadium:1

1. Stadium kataral

Ditandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk. 2. Stadium erupsi

Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.

3. Stadium konvalesen

Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi hiperpigmentasi.

(6)

2. Epidemiologi

Dilaporkan kasus morbili di Amerika Serikat pada tahun 1940-an terjadi 55.000 kasus dan berkurang rata-rata 83 kasus dari tahun 2001-2011. Peningkatan vaksinasi dan kontrol terhadap morbili di Amerika pada tahun 2000, telah menurunkan kasus morbili. Di negara berkembang, morbili mempengaruhi 30 juta anak dalam setahun dan menyebabkan 1 juta kematian. Morbili menyebabkan 15.000-60.000 kasus kebutaan dalam setahun ( Chen, 2013).

Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case

fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%.3 3. Faktor Resiko

1. Jenis kelamin

Laki-laki memiliki risiko kasus lebih tinggi daripada perempuan. Analisis data statistik vital dari beberapa negara (terutama di Amerika dan Eropa) tahun 1950-1989 menunjukkan bahwa tingkat kematian morbili pada anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki, namun data terbaru dari surveilans Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan tingkat kompliksi yang sama antara laki-laki dan perempuan.4 Perempuan hamil memiliki

risiko komplikasi lebih tinggi, termasuk kematian.5

2. Umur

Pada anak usia kurang dari 5 tahun dan orang dewasa tingkat komplikasi morbili, termasuk kematian masih tinggi. Pada bayi selama beberapa bulan pertama kehidupan masih dilindungi melalui antibodi yang didapatkan dari ibu, namun ketika imunitas menurun, morbili dapat menjadi sangat berat.6

Orang dewasa lebih sering menderita ensefalitis, hepatitis, hipokalsemia, atau pankreatitis setelah menderita morbili. Morbili lebih parah pada orang dewasa karena terjadi penurunan imunitas seluler pada usia dewasa.7

3. Imunosupresi

Anak dengan gangguan fungsi makrofag saja (misalnya, penyakit granulomatosa kronis) tidak memperparah komplikasi dari morbili.

(7)

Penekanan fungsi limfosit, akibat cacat bawaan pada fungsi limfosit T, transplantasi sumsum tulang, kemoterapi untuk kanker, atau dosis imunosupresif steroid, terkait dengan morbili yang bertambah berat.8 Anak

yang lahir dari ibu terinfeksi HIV lebih rentan morbili daripada anak yang lahir dari ibu tidak terinfeksi HIV, karena penurunan antibodi kepada bayi mereka. Bayi yang terinfeksi HIV yang tidak memakai terapi antiretroviral (ART) akan menurunkan respon terhadap vaksinasi morbili.8

4. Malnutrisi

Anak yang kekurangan gizi memiliki gangguan dalam berbagai aspek sistem kekebalan tubuh, ekskresi berkepanjangan virus morbili, dan tingkat kematian morbili lebih tinggi. Morbili berkontribusi menyebabkan malnutrisi karena kehilangan protein, peningkatan kebutuhan metabolik, dan penurunan asupan makanan. Anak penderita morbili pada awal kehidupan memiliki bobot rerata lebih rendah daripada anak seusianya yang tidak menderita morbili.8

4. Etiologi

Morbili disebabkan oleh virus RNA dari family paramixoviridae, genus

morbilivirus (Orkin, 1991). Virus ini menyebar secara tidak langsung melalui

batuk dan bersin, atau langsung melalui kontak langsung dengan cairan lesi (Wolff, 2008). Faktor risiko yang mendukung terinfeksi virus morbili adalah imunodefisiensi, malnutrisi dan defisiensi vitamin A (Chen, 2013).

Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur 35˚C, beberapa hari pada suhu 0˚C, dan tidak aktif pada pH rendah (Soegeng Soegijanto, 2002).

5. Patofisiologi

Infeksi virus morbili terjadi selama akhir musim dingin dan musim semi, infeksi ditularkan melalui udara. Pada awal infeksi, virus akan memperbanyak diri

(8)

di trakea dan sel epitel bronkial ( Chen, 2013). Setelah 2-4 hari, virus morbili menginfeksi jaringan limfatik lokal, dibawa oleh makrofag paru, amplifikasi virus morbili pada kelenjar getah bening regional, virus menyebar melalui darah ke berbagai organ sebelum akhirnya muncul ruam. Infeksi virus morbili menyebabkan penekanan sistem imun, ditandai dengan penurunan produksi IL-12, dan respon antigen spesifik yang bertahan selama beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah infeksi akut. Penekanan sistem imun dapat mempengaruhi individu terhadap infeksi oportunistik sekunder, terutama bronkopneumoni, penyebab utama kematian yang berhubungan dengan morbili pada anak. Pada individu dengan defisiensi imunitas seluler, virus morbili menyebabkan pneumonia progresif dan sering menjadi fatal (Chen, 2013).

Penularan morbili sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara

droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari

setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan Limforetikular seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T-supressor dan T-helper) yang rentan terhadap infeksi turut aktif membelah.

Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, kunjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus. Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jurnlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons irnun yang terjadi ialah

(9)

proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, yang menjadi tanda pasti untuk menegakkan diagnosis. Selanjutnya daya tahan tubuh menurun sebagai akibat respons hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T.

Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen campak dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pemafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang.

Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit Hari Manifestasi

0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring atau kemungkinan konjungtiva

(10)

Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus 1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional 2-3 Viremia primer

3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh

5-7 Viremia sekunder

7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas 11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition

6. Manifestasi Klinis

Masa inkubasi morbili 8-12 hari setelah pajanan dari virus morbili. Tanda awal morbili biasanya adalah demam tinggi (>400c) 4-7 hari terakhir. Fase

prodomal juga ditandai mual, rasa tidak nyaman, dan trias klasik dari konjungtivitis, batuk dan coriza. Gejala prodromal yang lainnya termasuk potofobia, edema periorbital, dan mialgia (Wolff, 2008).

Ruam timbul 1-7 hari setelah onset gejala prodromal, ruam pertama timbul pada wajah, leher dan menyebar ke tubuh . Lesi bertambah banyak selama 2 atau 3 hari, terutama pada tubuh dan wajah (Orkin, 1991). Biasanya lesi satu-satu terlihat pada ekstremitas distal dan sejumlah kecil lesi dapat ditemukan pada telapak pada 25% -50% dari mereka yang terinfeksi. Ruam berlangsung selama 3-7 hari dan kemudian memudar, kadang berakhir dengan deskuamasi baik. Demam biasanya selama 2 atau 3 hari setelah timbul ruam, dan batuk tetap ada selama 10 hari yang mungkin sebagai keluhan terakhir yang timbul (Chen, 2013).

Bintik koplik yang biasanya muncul 1-2 hari sebelum timbul ruam dan bertahan selama 2 atau 3 hari. Warna putih kebiruan, diameter 2-3-mm, muncul pada mukosa bukal, kadang-kadang pada palatum mole, konjungtiva, dan mukosa vagina. Bintik Koplik telah dilaporkan sebanyak 60% -70% dari penderita morbili. Sebuah enanthem jerawat tidak teratur timbul di daerah lain mukosa bukal. Iridocyclitis dari fotofobia, sakit tenggorokan, sakit kepala, sakit perut, dan limfadenopati generalisata ringan juga dapat muncul ( Chen, 2013).

(11)

7. Diagnosis 7.1. Anamnesis

Anamnesa adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (autoanamnesis) atau kepada orang tua atau sumber lain (aloanamnesis) misalnya wali atau pengantar.

a. Identitas.

Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, epidemiologi kejang demam lebih banyak terjadi pada anak laki-laki pada usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun.15

b. Riwayat Penyakit.

Pada riwayat penyakit perlu ditanyakan keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit. Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Pada riwayat perjalanan penyakit disusun cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum ada keluhan sampai anak dibawa berobat. Bila pasien mendapat pengobatan sebelumnya, perlu ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, obat yang sudah diberikan, hasil dari pengobatan tersebut, dan riwayat adanya reaksi alergi terhadap obat.15

Pada kasus campak, terdapat demam tinggi terus-menerus 38,5oC atau

lebih disertai batuk, pilek, nyeri telan, mata merah dan silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali disertai diare. Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak bisa mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga anak mengalami sesak napas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan.2

c. Riwayat Kehamilan Ibu.

Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit, serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit. Riwayat

(12)

mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minuman keras, konsumsi makanan ibu selama hamil.15

d. Riwayat Persalinan.

Perlu ditanyakan kapan tanggal lahir pasien, tempat kelahiran, siapa yang menolong, cara persalinan, keadaan bayi setelah lahir, berat badan dan panjang badan bayi saat lahir, dan hari-hari pertama setelah lahir. Perlu juga ditanyakan masa kehamilan apakah cukup bulan atau kurang bulan atau lewat bulan. Dengan mengetahui informasi yang lengkap tentang keadaan ibu saat hamil dan riwayat persalinan anak dapat disimpulkan beberapa hal penting termasuk terdapatnya asfiksia, trauma lahir, infeksi intrapartum,dsb yang mungkin berhubungan dengan riwayat penyakit sekarang, misalnya kejang demam.15

e. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan.

Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat ditelaah dari kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap umur. Data ini dapat diperoleh dari KMS atau kartu pemeriksaan kesehatan lainnya. Status perkembangan pasien perlu ditelaah secara rinci untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan. Pada anak balita perlu ditanyakan perkembangan motorik kasar, motorik halus, sosial-personal, dan bahasa.15

f. Riwayat Imunisasi.

Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai jadwal yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi.15

g. Riwayat Makanan.

Makanan dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya.15

h. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

Penyakit yang pernah diderita anak sebelumnya perlu diketahui, karena mungkin ada hubungannya dengan penyakit sekarang, atau setidaknya membantumemberikan informasi untuk penegakan diagnosis dan tat laksana penyakitnya. Misalnya pada dugaan penyakit campak, bila orang tua mengatakan anaknya pernah sakit campak yang jelas pada beberapa bulan lalu, maka dugaan tersebut agaknya meragukan.15

(13)

i. Riwayat Keluarga

Data keluarga pasien perlu diketahui dengan akurat untuk memperolehgambaran keadaan sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan keluarga pasien.15

8.2. Pemeriksaan Fisik

Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium:

Stadium prodromal

Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa demam yang disertai batuk, pilek, konjungtivitis, faring merah, nyeri menelan dan stomatitis. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik

Stadium erupsi

Stadium erupsi ditandai dengan timbulnya ruam mukopapular yang bertahan lama selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher dan akhirnya ke ekstremitas.

Stadium Konvalesens

Setelah 3 hari, ruam beangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.

(14)

1. Tes serologi untuk titer morbili spesifik igM :

 Terdapat dalam darah pada hari ketiga ruam sampai 1 bulan setelah onset

 Titer serum igM tetap positif 30-60 hari setelah timbulnya penyakit, tapi pada beberapa individu dapat tidak terdeteksi setelah 4 minggu onset ruam

 Hasil positif palsu dapat terjadi pada pasien dengan penyakit rematik, infeksi parvovirus B19 atau infeksi mononukleosis

2. Tes serologi untuk titer morbili spesifik igG:

 Kenaikan lebih dari 4 kali lipat antibodi igG antara serum fase akut dan konvalesen menegaskan morbili

 Spesimen akut harus diambil pada hari ketujuh setelah onset ruam

 Spesimen konvalesen harus diambil hari ke 10-14 setelah pengambilan spesimen akut

 Serum akut dan konvalesen harus diuji secara bersamaan

3. Kultur virus : diambil dari swab tenggorokan dan hidung, spesimen urin Pemeriksaan PCR ( Chen, 2013).

8. Diagnosis Banding

Diagnosis banding morbili diantaranya : 1. Campak jerman

Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital,servikal bagian posterior dan belakang telinga Eksantema subitum. Ruam akan timbul setelah suhu badan turun.

(15)

Ruam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan morbili. Sesuai dengan derajat demam dan beratnya penyakit.

3. Penyakit riketsia

Disertai batuk tetapi ruam kulit yang timbul biasanya tidak mengenai wajah yang khas seperti terlihat pada morbili

4. Meningokoksemia

Disertai ruam kulit yang mirip dengan morbili, tetapi biasanya tidak dijumpai batuk dan konjugtivitis

5. Erupsi obat

Ruam kulit tidak disertai batuk dan umumnya timbul ruam setelah penyuntikan atau menelan obat

9. Penyulit

a. Laringitis akut

Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distress pemafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang.

b. Bronkopneumonia

Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih term berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.

(16)

c. Kejang demam

Kejang dapat timbul pada periode demam, umurnnya pada puncak demam saat ruam keluar. Kejang dalam ha1 ini diklasifikasikan sebagai kejang demam.

d. Ensefalitis

Merupakan penyuht neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak, dengan mortalitas antara 3040%. Te rjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme irnunologik rnaupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, bitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairanserebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatanprotein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.

e. Otitis media

Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus akan tejadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis.

f. Enteritis

Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa

(17)

usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein (protern losing enteropathy).

g. Konjungvitis

Pada hampir semua kasus campak terjadi konjunghvitis, yang ditandai dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigemya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan te rjadinya hipopion dan pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.

10. Penatalaksaan

Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, eks~ektorand, an antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah sakit pasien campat dirawat di bangsal isolasi system pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu :

 Bronkopneumonia

Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik diberikan sahpai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin bisanya negatif (anergi) pada

(18)

saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel lirnfosit- T yang terganggu fungsinya.

 Enteritis

Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.

 Otitismedia

Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan antibiotic kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis)

 Ensefalopati

- Kloramfenikol dosis 75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari selama 7-10 hari

- Kortikosteroid: deksametason 1 mg/kgbb/hari sebagai dosis awal dilanjutkan 0,5 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis sampai kesdaran membaik (pemberian >5 hari dilakukan tappering off).

- Kebutuhan cairan dikurangi ¾ kebutuhan serta koreksi terhadap gangguan elektrolit.

11. Komplikasi

Virus morbili menginfeksi beberapa sistem organ dan target epitelial, retikuloendotelial, dan sel darah putih, termasuk monosit, makrofag, dan limfosit T (Cherry, 2008). Studi patologis pada penderita morbili ditemukan sel raksasa typical berinti dari infeksi virus morbili melalu saluran pernapasan dan pencernaan dan terutama jaringan limfoid (Archbald, 2007). Infeksi virus morbili menyebabkan penurunan limfosit CD4, dimulai sebelum timbulnya ruam dan

(19)

berlangsung sampai 1 bulan dan mengakibatkan penekanan hipersensitivitas tipe lambat, hingga mengganggu berbagai sistem organ.

1. Komplikasi pernapasan

1. Otitis media. Otitis media adalah komplikasi yang paling sering dilaporkan di Amerika Serikat, terjadi pada 14% anak-anak kurang dari 5 tahun. Obstruksi dari tuba eustachius akibat infeksi bakteri sekunder akan menyebabkan radang permukaan epitel ( Perry and Halsey, 2014).

2. Laringotrakeobronkitis. Laringotrakeobronkitis tercatat 9% -32% pada anak di Amerika Serikat dengan morbili, mayoritas mengenai anak <2 tahun. Sampel dari trakea didapatkan hasil yang positif untuk bakteri patogen, dengan eksudat purulen dan bukti tracheitis sekunder bakteri, pneumonia, atau keduanya. Organisme yang paling banyak adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae. Laringotrakeobronkitis adalah penyebab kedua kematian paling sering pada anak di Amerika Serikat dengan morbili, setelah pneumonia ( Perry and Halsey, 2014). 3. Pneumonia. Pneumonia adalah komplikasi berat paling sering dari morbili

dan paling utama menyebabkan kematian ( Perry and Halsey, 2014). 2. Komplikasi pencernaan

Orang dengan morbili, mungkin terinfeksi pada saluran usus. Biopsi lambung dari seorang pria 44 tahun sehari sebelum onset ruam, diperoleh sel raksasa dengan karakteristik positif untuk morbili ( Perry and Halsey, 2014). Di Amerika Serikat, 8% dari semua kasus morbili dilaporkan mengalami diare. Diantara orang yang dirawat di rumah sakit dengan morbili di Amerika Serikat, 30% -70% mengalami diare. Diare yang terjadi pada penderita morbili biasanya dimulai sebelum onset ruam. Virus morbili juga berperan pada sebagian besar episode diare, tetapi infeksi bakteri atau virus sekunder berkontribusi terhadap keparahan dan durasi penyakit ( Perry and Halsey, 2014).

3. Komplikasi neurologis

Kejang demam terjadi pada 0,1% -2,3% dari anak-anak dengan morbili di Amerika Serikat dan Inggris. Sebagian besar anak-anak dengan morbili

(20)

memiliki perubahan yang terlihat pada elektroencephalograpi, tetapi perubahan ini dapat juga karena demam dan perubahan metabolik. Encephalomyelitis post infectious (PIE) terjadi pada 13 per 1000 orang yang terinfeksi, biasanya 3-10 hari setelah onset ruam. PIE dimulai dengan onset demam mendadak kemudian kejang, perubahan status mental, dan tanda-tanda neurologis multifokal ( Perry and Halsey, 2014).

4. Komplikasi okuler

Konjungtivitis dan radang kornea (keratitis) paling banyak terjadi pada penderita morbili. Kekurangan vitamin A merupakan predisposisi keratitis, jaringan parut kornea, dan kebutaan. Morbili terkait dengan kekurangan vitamin A adalah salah satu penyebab paling umum kebutaan yang terjadi pada anak-anak di negara berkembang ( Perry and Halsey, 2014).

12. Prognosis

Morbili tanpa komplikasi dapat sembuh sendiri dalam rentang 10-12 hari. Mulnutrisi, imunosupresi dan kondisi kesehatan yang buruk dapat memperburuk prognosis pada banyak pasien. Pada negara berkembang morbili merupakan penyebab kematian 1-10%. Usia terjadi komplikasi tertinggi adalah kurang dari 5 tahun dan lebih dari 20 tahun (Wolff, 2008).

13. Pencegahan

Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak (IDAI, 2004).

(21)

BAB 3. KESIMPULAN

Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular, dan secara epidemiologi merupakan penyebab utama dari komplikasi serius dan kematian. Pneumonia merupakan komplikasi yang paling berat dan menyebabkan kematian. Ensefalitis terjadi pada 1 dari setiap 1000 anak-anak dengan morbili. Kekurangan vitamin A pada anak-anak kurang dari 5 tahun, orang dewasa, dan orang dengan gizi buruk atau immunodefisiensi berisiko tinggi mengalami komplikasi morbili. Diagnosis morbili ditegakkan dari gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Komplikasi dari morbili dapat mengenai saluran pernafasan, saluran penernaan, sistem saraf dan komplikasi pada mata. Pengobatan yang dilakukan hanya terapi simptomatik.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, dkk. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Topis ed. 2. Badan Penerbit IDAI. Jakarta: 119

2. Pudjiati, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis IDAI Jil. 1. IDAI. Jakarta: 33

3. Rampengan, T.H. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak Edisi 2. EGC. Jakarta. 2008;4;79-87.

4. Garenne M., 2009, Sex differences in measles mortality, J Epidemiol, 632-642.

5. Atmar R.L., 2011, Complications of measles during pregnancy, Clin Infect Dis, 217-226.

6. Castle S.C., 2007, Clinical relevance of age-related immune dysfunction, Clin Infect Dis, 578-585.

7. Okada H., Kobune F., 2010, Extensive lymphopenia due to apoptosis of uninfected lymphocytes in acute measles patient, Arch Virol, 905-920. 8. Perry R.T., Halsey N.A., 2014, The clinical significance of measles,

Oxford journals, 189-196.

9.

10. Pusponegoro, Hardiono. 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak

Edisi I. IDAI. Jakarta

11. Waldo. E., Neelson, MD. 2000. Ilmu Kesehatan Anak (Neelson Textbook

Of Pediatri). Edisi 15. Jakarta. EGC.

12. Masnsjoer, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

13. Rudolf. M. 2002. Rudolf’s Pediatrics 21th Edition. USA. The McGraw-Hill Companies, Inc

14. Komite Medik RSUP DR. Sardjito. Standar Pelayanan Medis RSUP.DR.

Sardjito. 1999. Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjahmada

(23)

Referensi

Dokumen terkait

suatu sindrom yang timbul akibat infeksi.. 72 Andi Alfia, Nahwa,Hardian., Korelasi antara Lama Demam dengan Kadar IgM ... virus dengue dengan gejala utama.. demam, nyeri otot

Tujuan Khusus mendeskripsikan karakteristik (umur, pendidikan dan masa kerja) bidan desa dalam deteksi kurang energi kronis ibu hamil di Wilayah Kabupaten Pati, untuk

Agar dapat memahami perkembangan penalaran manusia terhadap gejala-gejala alam hingga terwujudnya metode ilmiah yang merupakan ciri khusus dari Ilmu Pengetahuan Alam, adapun

Melihat peningkatan kasus karsinoma nasofaring di Indonesia, serta gejala dini yang seringkali tidak dikenali dan menyebabkan penderita kebanyakan datang pada stadium

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejala klinis berupa hematuri makroskopis (gros) yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal

tidak ada stridor saat istirahat Diperbolehkan pulang dengan edukasi Perburukan gejala Terapi sebagai croup derajat sedang. Petrocheilou A,Tanou K,

Indeks tuberkulin pada penelitian ini adalah 59 dari 150 pasien (40%), gambaran radiologis anak dengan uji Mantoux positif bervariasi, sedangkan gejala klinis dapat overlap