• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Demam Tifoid pada anak lak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Kasus Demam Tifoid pada anak lak"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Kasus

Demam Tifoid pada Anak Laki-laki Berusia 9 Tahun

Penyaji : Indri May Arfah Harahap (130100045) Sonya Desfirina (130100072)

Hari/Tanggal : 06 November 2017

Jam/Tempat : 10.00 /BIKA USU lantai 2

Pembimbing : dr. Tri Faranita, M. Ked(Ped), Sp. A

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar yang tidak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia.Virus dan bakteri adalah factor utama dalam menyebabkan penyakit infeksi.Penyakit infeksi bakteri yang sering menyebabkan penyakit pada manusia adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yaitu demam tifoid.1

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever.2 Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi yang ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi.3

Penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia, terkait dengan angka morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan penyakit ini terutama pada negara berkembang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid diseluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap tahunnya.WHO mencatat Indonesia sebagai salah satu negara endemik untuk demam tifoid.Di Indonesia, kasus demam tifoid ditemukan 350-810 kasus per 100.000 penduduk setiap tahun. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi demam tifoid sebesar 1,6% dan Profil KesehatanIndonesia tahun 2015 menyatakan demam tifoid atau paratifoid menempati urutan ke 3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2015 yaitu sebanyak 41.3,4

(2)

daerah endemik, insidensi demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun.5

Penyebab demam tifoid adalah bakteri dari Genus Salmonella. Salmonella memiliki dua spesies yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori.Bakteri ini berbentuk batang, Gram-negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai fagela.Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 66oC) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan klorinasi.5

Demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan asimtomatik.Walaupun gejala klinis sangat bervariasi namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan kesadaran. Timbulnya gejala klinis biasanya bertahap dengan manifestasi demam dan gejala konstitusional seperti nyeri kepala, malaise, anoreksia, letargi, nyeri dan kekakuan abdomen, pembesaran hati dan limpa, serta gangguan status mental.5

Gambaran klinis demam tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik.Akibatnya sering terjadi kesulitan dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium yang diandalkan. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid meliputi pemeriksaan darah tepi, serologis, dan bakteriologis.5

(3)

Keputusan Kementerian Kesehatan RI No 364 tahun 2006 tentang pedoman pengendaliandemam tifoid, menjelaskan bahwa beberapa keadaan kehidupan manusia yang sangat berperan pada penularan demam tifoid antara lain adalah higiene perorangan yang rendah, higiene makanan dan minuman yang rendah, kebersihan lingkungan yang kurang, tidak memadainya penyediaan air bersih, jamban yang ada tidak memenuhi syarat, tidak diobatinya pasien atau karier demam tifoid secara sempurna, serta program imunisasi untuk demam tifoid masih belum membudaya.6

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan kasus Demam Tifoid pada anak usia 9 tahun.

KASUS

Anak laki-laki, KK, berusia 9 tahun, datang ke IGD Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara pada tanggal 16 oktober 2017 dengan keluhan demam. Hal ini dialami pasien sejak ±2 minggu sebelum masuk rumah sakit, dimana demam bersifat naik turun. Demam terutama dirasakan pada malam hari dan turun pada pagi hari. Demam turun dengan obat penurun panas dan kemudian demam kembali lagi.Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria tidak dijumpai.

Keluhan mual dan muntah dijumpai. Muntah dirasakan os sejak ±5 hari sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 2-3 kali/hari dengan volume ±100 cc .isi muntah os berupa apa yang dimakan dan diminum oleh os. Penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan ±2 kg dijumpai dalam 2 minggu ini.Keluhan sulit menelan tidak dijumpai.

Batuk dialami os sejak ±2 minggu sebelum masuk rumah sakit.Batuk disertai dengan dahak berwarna putih.Volume dahak ±2-5 cc/keluarin dahak. Batuk berdarah tidak dijumpai. Setelah 2 hari masuk rumah sakit, os tidak merasakan batuk lagi.Riwayat kontak dengan penderita TB tidak dijumpai.

Bibir pecah-pecah dan lidah terasa kotor dialami os sejak ±2 minggu sebelum masuk rumah sakit.

(4)

lender. Mencret tidak dijumpai lagi sejak 2 hari setelah masuk rumah sakit. Buang air kecil (BAK) dalam batas normal. Nyeri perut juga dialami os sejak ±5 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan disekitar daerah pusar. Riwayat makan makanan sembarangan diakui oleh os ketika pulang dari sekolahnya. Riwayat Kehamilan : Ibu berumur 24 tahun saat mengandung os. Riwayat demam, hipertensi dan DM tidak dijumpai.Riwayat pemakaian obat dan minum jamu-jamuan tidak dijumpai.

Riwayat Kelahiran : Pasien adalah anak pertama dan lahir secara PPV, BBL = 3600 gram, PB = tidak diketahui, sianotik tidak dijumpai dan menangis spontan. Riwayat Imunisasi : belum pernah imunisasi.

Riwayat ASI : 0 – 6 bulan

Riwayat Penyakit Terdahulu : Os sudah berobat ke klinik dokter umum pada hari ke-3 dan hari ke-10 sakit.

Riwayat Pemakaian Obat : Antibiotik, Paracetamol dan vitamin.

PEMERIKSAAN FISIK : Status presens :

Sensorium : ComposMentis, suhu: 39,1⁰C, BB: 21 kg, TB: 125 cm

BB/U : 72,41% BB/TB : 81,50%

TB/U : 99,3% Suhu

Keadaan umum: sedang, keadaan penyakit: sedang dan keadaan gizi : kurang. Dypsnoe (-), anemia (-), jaundice (-), sianosis (-), edema (-)

Kepala

Mata : RC +/+, pupil isokor Ø 2mm/2mm, konjungtiva palpebral inferior pucat +/+

T/H/M : dbn/ dbn/ coated tongue

Leher : TVJ R-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)

Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-)

HR : 120 x/ menit, regular, murmur (-) RR : 24 x/ menit, regular, ronki (-)

(5)

Extremitas : Nadi 120 x/menit, reguler, akral hangat, t/v cukup, CRT <3”

Diagnosa Kerja : Demam tifoid + Gizi kurang

Diagnosa Banding : - Demam tifoid

- TB paru - GE kronis

Tatalaksana : 1. Tirah baring

2. M II 1920 kkal dengan 45 gram protein

3. IVFD RL 60 gtt/i (mikro)

4. Inj.Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV

5. Paracetamol 4 x 250 mg

Rencana Penjajakan : 1. Kultur Darah

2. Urinalisa

3. Pemeriksaan Feses

4. Foto thorax

5. Cek sputum SPS

16 Oktober 2017 DARAH

Hb : 7,6 g/dL

Eritrosit : 2,62 x 106 /mm3 Leukosit : 5,80 x 103/mm3

Trombosit : 104.000 / μL

Ht : 21,20 %

MCV : 80,90

ELEKTROLIT

Na/K/Cl : 119 / 3,36 /89

DIABETES

Glukosa Darah Sewaktu : 109 mg/dL

(6)

MCH : 29,00 MCHC : 35,80 Hitung Jenis :

Eosinofil : 0.30 % Basofil : 0,20 % Neutrofil : 88,6 % Limfosit : 7,8 %

Monosit : 3,1%

Anti S.typhi IgM (Tubex) : Skala 6

FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN

Tanggal 17/10/2017

S : Demam (+) hari ke 11. Demam naik turun terutama pada sore menjelang malam hari.Pada siang hari, demam turun tetapi tidak mencapai suhu normal.Mencret (-), mual (+), muntah (-).

O : Sensorium : Compos Mentis

HR : 88 x/ menit, regular, murmur (-)

RR : 30 x/ menit, regular, t/v cukup, akral hangat, CRT <2”, TD : 95/70 mmHg

Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6), suhu : 39.1°C, BB: 21 kg, TB : 125cm BB / U : 72.4% BB / TB : 87.5%

TB / U : 92.6%

Keadaan umum : ringan, Keadaan penyakit : ringan, Keadaan gizi : gizi kurang

Dyspnoea (-), anemia (-), jaundice (-), sianosis (-), edema (-).

Kepala :

Mata : RC +/+, pupil isokor Ø 2mm/2mm, konjungtiva palpebral inferior pucat +/+

T/H/M : dbn/ dbn/ coated tongue

Leher : TVJ R-2 cmH2O, pembesaran KGB (-) Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-)

(7)

RR : 30 x/ menit, regular, ronki (-)

Abdomen : Peristaltik (+) N, hati / limpa : tidak teraba

Extremitas : Nadi 88 x/menit, reguler, akral hangat, t/v cukup, CRT <3”

A : Demam tifoid + Gizi kurang

P : - IVFD D5% Nacl 0.9% 60 gtt / i (mikro) - Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / IV(H1) - Paracetamol 4x250 mg

- Diet M II 1.920 kkal dengan 45 gram protein R/ Koreksi Hiponatremia

125-119 x 0.6 x BB = 75.6 mEq

Nacl 0.9% 75.6/ 154x1000 = 490 cc habis dalam 4 jam = 122 cc/jam

Tanggal 18/10/2017

S : Demam (+) hari ke 12. Demam naik turun, demam tinggi terutama pada sore menjelang malam hari.Pada siang hari, demam turun tetapi tidak mencapai suhu normal. Muntah (-), mencret (-), perut terasa kembung (+)

O : Sensorium : Compos Mentis

HR : 86 x/ menit, regular, murmur (-)

RR : 30 x/ menit, regular, t/v cukup, akral hangat, CRT <3”, TD : 95/70 mmHg.

Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6), suhu : 38°C, BB: 21 kg, TB : 125 cm BB / U : 72.4% BB / TB : 87.5%

TB / U : 92.6%

Keadaan umum : ringan, Keadaan penyakit : ringan, Keadaan gizi : gizi kurang

Dyspnoea (-), anemia (-), jaundice (-), sianosis (-), edema (-). Kepala

Mata : RC +/+, pupil isokor Ø 2mm/2mm, konjungtiva palpebral inferior pucat +/+

T/H/M : dbn/ dbn/ coated tongue

(8)

HR : 86 x/ menit, regular

RR : 30 x/ menit, regular, ronki (-) Abdomen : Peristaltik (+) N, hati / limpa : tidak

teraba

Extremitas : Nadi 86 x/menit, reguler, akral hangat, t/v cukup, CRT <3”

A : Demam tifoid + Hiponatremia + Gizi kurang P : - IVFD D5% Nacl 0,9% 60 cc/ jam 20 gtt/i (makro)

-Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 hour / iv (H2) - Paracetamol 4x250 mg

- Vit B Complex

- Diet M II tanpa serat daging

Tanggal 19/10/2017

S : Demam (-), mual (+), muntah (-) O : Sensorium : Compos Mentis

HR : 88 x/ menit, regular, murmur (-)

RR : 20 x/ menit, regular, t/v cukup, akral hangat, CRT <3”, TD : 95/70 mmHg

Kesadaran : GCS 15 (E4V5M6), suhu : 36,6°C, BB: 21 kg, TB : 125cm BB / U : 72.4% BB / TB : 87.5%

TB / U : 92.6%

Keadaan umum : ringan, Keadaan penyakit : ringan, Keadaan gizi : gizi kurang

Dyspnoea (-), anemia (-), jaundice (-), sianosis (-), edema (-). Kepala

Mata : RC +/+, pupil isokor Ø 2mm/2mm, konjungtiva palpebral inferior pucat +/+

Leher : TVJ R-2 cmH2O, pembesaran KGB (-) Thorax : Simetris fusiformis, retraksi (-)

HR : 88 x/ menit, regular

RR : 20 x/ menit, regular, ronki (-)

(9)

Extremitas : Nadi 88 x/menit, reguler, akral hangat, t/v cukup, CRT <3”

A : Demam tifoid + Gizi kurang

P : - IVFD D5% Nacl 0.9% 60 gtt / i (mikro) - Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / IV - Paracetamol 4x250 mg (kp)

- Diet M II 1920 kkal dengan 45 gram protein

DISKUSI

Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi, bakteri gram negatif yang ditularkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.3

Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella Paratyphi (S. paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-sel-M) dan sel-selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.

(10)

kembali, oleh karena makrofag telah teraktivasi sebelumnya maka saat fagositosis kuman Salmonellaterjadi pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik.7

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10 sampai 14 hari.Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.Gejala klinis dari demam tifoid adalah demam naik secara bertahap pada minggu pertama lalu menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua.Demam terutama sore / malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare perasaan tidak enak di perut, batuk dan epitaksis. Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, coated tongue (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus,gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma, delirium, atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan di Indonesia.7,8

Dari pemeriksaan laboratorium, ditemukan leukopenia, limfositosis relatif, monositosis, eosinofilia, dan trombositopenia ringan.Terjadinya leukopenia akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan mediator endogen yang ada.Diperkirakan kejadian leukopenia 25%, namun banyak laporan bahwa dewasa ini hitung leukosit kebanyakan dalam batas normal atau leukositosis ringan.Kejadian trombositopenia sehubungan dengan produksi yang menurun dan destruksi yang meningkat oleh sel-sel RES. Sedangkan anemia juga disebabkan produksi hemoglobin yang menurun serta kejadian perdarahan intestinal yang tidak nyata (occultbleeding). Perlu diwaspadai bila terjadi penurunan hemoglobin secara akut pada minggu 3-4, yang biasanya disebabkan oleh perdarahan hebat dalam abdomen.9

(11)

kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%.15 Penelitian lain mendapatkan sensitivitas

sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%.10 Tes ini dapat menjadi pemeriksaan

yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.9 Ada 4 interpretasi hasil : Skala

2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi demam tifoid.Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari kemudian.Skala 4-5 adalah Positif.Menunjukkan infeksi demam tifoid.Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid.11 Uji Typhidot : deteksi IgM dan IgG pada protein

membran luar S.typhi. Hasil positif diperoleh 2-3 hari setelah infeksi dan spesifik mengidentifikasi IgM dan IgG terhadap S.typhi.Sensitivitas 98% spesifisitas 76,6%. Uji IgM Dipstick : deteksi khusus IgM spesifik S.typhi pada spesimen serum atau darah dengan menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida S.typhi dan anti IgM sebagai kontrol. Sensitivitas 65-77% spesifisitas 95-100%.Akurasi diperoleh bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbul gejala. Kultur Darah : hasil positif memastikan demam tifoid namun hasil negatif tidak menyingkirkan.12 Pada pasien ini di dapatkan hasil

(12)

lebih banyak daripada ampas.

Manajemen suportif sangat penting pada demam tifoid, selain pengobatan utama dalam bentuk antibiotik. Pemberian rehidrasi oral atau parenteral, penggunaan antipiretik, nutrisi yang adekuat dan transfusi darah jika ada indikasi adalah manajemen yang membantu meningkatkan kualitas hidup anak dengan demam tifoid. Pemilihan antibiotika lini pertama untuk pengobatan demam tifoid pada anak-anak di negara berkembang didasarkan pada faktor kemanjuran, ketersediaan dan biaya.13Pilihan terapi antibiotik pada demam tifoid adalah

golongan dari Fluoroquinolone, seperti ofloxacin, ciprofloxacin, levofloxacin atau gatifloxacin. Masalah pengobatan demam tifoid saat ini adalah resistensi terhadap beberapa obat antibiotik yang umum digunakan untuk demam tifoid atau yang disebut dengan Multi Drug Resistance (MDR). WHO telah memberikan rekomendasi pengobatan antibiotik untuk demam tifoid, yang dibagi atas pengobatan demam tifoid yang tidak rumit, baik sebagai terapi primer atau alternatif dan terapi untuk demam tifoid berat atau dengan komplikasi.13

Chloramphenicol masih merupakan pilihan pertama obat demam tifoid pada anak-anak, meski menurut WHO obat tersebut dimasukkan sebagai obat alternatif atau lini kedua karena obat lini pertama adalah fluoroquinolone, terutama untuk pengobatan demam tifoid pada orang dewasa. Pemberian obat cephalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone atau cefotaxime ditunjukkan pada kasus obat resisten chloramphenicol dan obat antibiotik untuk demam tifoid lainnya.Untuk beberapa kasus yang resisten terhadap fluoroquinolone, obat ceftriaxone dianggap masih sensitif dan membawa hasil yang baik bila digunakan sebagai terapi alternatif, bersama dengan azithromycin dan cefixime. Pemberian ceftriaxone harus diberikan selama 14 hari, karena jika diberikan selama 7 hari, kemungkinan kambuh meningkat dalam 4 minggu setelah terapi ceftriaxone dihentikan.14,15

Dalam hal ini pengobatan demam tifoid dengan pengobatan suportif pada pasien ini meliputi tirah baring, IVFD D5% Nacl 0,9% 60 cc / jam : 20 tetes / menit (makro), Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / IV, Paracetamol 4x250 mg, Vitamin B kompleks, Diet M II tanpa serat daging.

(13)

maka pasien tersebut termasuk dalam kategori gizi kurang.14

Status gizi (% median)BB/TB BB/TB WHO 2006 IMT CDC 2000

Obesitas >120 > +3 > P95

Overweight >110 > +2 hingga +3 SD P85 – p95

Normal >90 +2 SD hingga -2

SD

Gizi kurang 70-90 < -2 SD hingga -3

SD

Gizi buruk <70 < - 3 SD

KESIMPULAN

(14)

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwandi JF & Sandika J. Sensitivitas Salmonella thypi Penyebab Demam Tifoid terhadap Beberapa Antibiotik. Majority. Februari 2017; 6(1): 41-45. 2. Rahma V, Hanif M & Efrida. Gambaran Hasil Uji Widal Berdasarkan Lama

Demam pada Pasien Suspek Demam Tifoid. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016;

5(3): 687-691.

3. World Health Organization. Immuniza-tion, vaccines, and biological (updated: 13 April 2015). Diunduh di:

http://www.who.int/immunization/diseases/typhoid/en/. (Diakses 24 Oktober 2017).

4. Nelwan RHH. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. CDK-192. 2012; 39(4):

247-150.

5. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-345. 6. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Kementerian Kesehatan

RI No. 364 Tahun2006 tentang Pedoman Pengendalian DemamTifoid.

7. Widodo D, Demam Tifoid. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam: 2009. Hal : 2797-805.

8. Matsumoto Y, Ikemoto A, Wakai Y, Ikeda F, Tawara S, Matsumoto K. Mechanism of Therapeutic Effectiveness of Cefixime against Typhoid Fever. Antimicrob Agents Chemother 2011; 45: 2450–2454.

9. Bhutta ZA, Khan IA, Shadmani M. Failure of short-course ceftriaxone

chemotherapy for multidrug-resistant typhoid fever in children: a randomized controlled trial in Pakistan. Antimicrob Agents Chemother 2013;44:450-2 10. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam

(15)

11. Kliegman R M, Stanton B M, St. Geme J W, Schor N F. Nelson Textbook of Pediatrics ed 20th Edition. Philadelphia: Elsevier; 2016.

12. Wibisono E, Susilo A, Nainggolan L. Dalam : Buku Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi Keempat. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius: 2014. Hal : 721-23.

13. Frenck RW Jr, Mansour A, Nakhla I, Sultan Y, Putnam S, Wierzba T, Morsy M, Knirsch C. Short-course azithromycin for the treatment of uncomplicated typhoid fever in children and adolescents. Clin Infect Dis 2012;38:951-7 14. Wain J, Bay PV, Vinh H, Duong NM, Diep TS, Walsh AL, Parry CM,

Hasserjian RP, Ho VA, Hien TT, Farrar J, White NJ, Day NP. Quantitation of bacteria in bone marrow from patients with typhoid fever; relationship

between counts andclinical features. Vaccine 2011; 39: 1571-6.

(16)
(17)

Referensi

Dokumen terkait

sehingga peranan relatif sektor industri lebih sehingga peranan relatif sektor industri lebih tinggi dari sektor pertanian dan ditunjang oleh tinggi dari sektor pertanian dan

Tujuan umum: setelah posyandu lansia terbentuk diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan mutu peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit lansia

Penelitian yang dilakukan yaitu Penelitian Tindakan Kelas. Dengan menggunakan PTK, guru akan memperoleh manfaat praktis yaitu dapat mengetahui secara

Bagian ini membahas mengenai rencana program investasi infrastruktur Bidang Cipta Karya untuk masing-masing sektor, yaitu sektor Pengembangan Kawasan Permukiman, Penataan Bangunan

Permintaan mensubstitusikan rata-rata jumlah produksi terhadap ikan lemuru di Selat Bali memiliki dari data sekunder tersebut ke kurva sifat yang sama

Penulisan skripsi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Penulisan ini tidak menjadi sebuah skripsi

Tabrani (1996:14) “metode pemberian tugas merupakan salah satu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas agar siswa giat belajar. Metode pemberian tugas

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sejak tahun 1961 telah berlaku Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya,