• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan aktivitas dan perhatian (gangguan hiperkinetik) adalah suatu gangguan psikiatrik yang cukup banyak ditemukan dengan gejala utama inatensi (gangguan pemusatan dan susah untuk fokus dalam 1 hal), membuat rencana realistik, hiperaktivitas, tidak bisa berpikir sebelum bertindak, impulsivitas yang tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak, remaja, atau orang dewasa1. Biasanya pada waktu anak

ADHD mencapai remaja atau dewasa, gejala hiperaktivitas dan impulsivitas cenderung menurun meskipun gejala inatensinya kadang- kadang masih tetap ada(2,3,4).

Anak-anak dengan ADHD bisa dikenali di klinik, di sekolah, maupun di rumah mereka. Kurangnya perhatian mereka nampak pada saat mereka sering melamun, bingung, dan kesulitan dalam mengerjakan satu tugas selama periode waktu tertentu yang diperpanjang. Seiring dengan perhatian mereka yang mudah beralih dari satu stimulus ke stimulus lainnya, mereka seringkali meninggalkan orang tua atau guru dengan kesan bahwa mereka tidak mendengarkan (2).

Hiperaktivitas mereka, seringkali muncul dalam bentuk kegelisahan, bicara berlebihan, ditoleransi dengan buruk di sekolah, serta membuat frustasi orang tua yang seringkali kehilangan mereka di tengah banyak orang dan tidak dapat membuat mereka tidur sesuai dengan jam tidurnya. Sedangkan impulsivitas mereka membuat mereka mudah mendapat kecelakaan, menciptakan masalah dengan teman sebaya, dan mengganggu suasana kelas yaitu ketika mereka menjawab tanpa berfikir, mengganggu orang lain, atau beralih dari pekerjaan sekolah menuju aktivitas lain yang kurang pantas (1,2).

(2)

Pada kehidupan selanjutnya apabila tidak ditangani dengan baik maka ketiga gejala tersebut dapat menyebabkan menurunnya harga diri, menurunnya prestasi akademik, dan timbulnya gangguan dalam hubungan interpersonal pada saat remaja maupun dewasa. Sedangkan dampak anak ADHD pada keluarga dapat menyebabkan keluarga merasa bersalah, depresi, mengalami stres yang berat, isolasi sosial, dan bahkan bisa mengalami masalah perkawinan maupun pekerjaan.

(3,5)

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah kelainan hiperaktivitas kurang perhatian yang sering ditampakan sebelum usia 4 tahun dan dikarakarakteriskan oleh ketidaktepatan perkembangan tidak perhatian, impulsive dan hiperaktif. ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak usia sekolah menderita ADHD (3,4).

Sampai saat ini memang belum ada teori yang menyebutkan penyebab pasti dari ADHD, namun beberapa teori menyebutkan adanya berbagai faktor yang ikut berperan, diantaranya adalah : genetik, minimal brain damage, neurobiologi, neurokimiawi, psikososial, makanan, dan lain sebagainya. Usaha-usaha untuk mencari penyebab yang pasti dari gangguan ini memang belum menghasilkan kesepakatan yang jelas, namun demikian tidaklah diragukan lagi bahwa faktor neurobiologi memiliki peran dan pengaruh yang cukup besar terhadap timbulnya ADHD tersebut. Hal ini bisa dimengerti mengingat atensi atau perhatian yang merupakan aktifitas mental dalam memilah berbagai macam rangsangan sensorik yang masuk untuk diberi respon, dalam prosesnya melibatkan berbagai sistim yang ada dalam otak. Bila ada gangguan di bagian otak yang terkait dengan fungsi atensi, maka hal tersebut akan menimbulkan gangguan dalam pemusatan perhatiannya. Itulah sebabnya pemahaman aspek neurologis terhadap ADHD diperlukan agar dapat dilakukan penanganan sedini dan seholistik mungkin

(3)

sehingga bisa mengurangi berbagai dampak negatif yang lebih buruk pada anak ADHD, orang tua, sekolah, maupun masyarakat (9,10,11).

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

Sampai saat ini Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) masih merupakan masalah yang serius pada anak-anak dikarenakan ADHD masih mempunyai angka prevalensi yang tinggi pada anak-anak di seluruh dunia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jyothsna pada tahun 2013 di India yang melibatkan 770 anak dengan umur antara 6 tahun dan 11 tahun tercatat prevalensi ADHD adalah sebesar 11.32 % (Gambar 1). Presentase yang ditemukan pada anak laki-laki sebesar 66.7%, sedangkan pada anak perempuan adalah sebesar 33.3 %13.

Hasil penelitian ini ditemukan tertinggi pada anak dengan umur 9 dan 10 tahun dan ditemukan mayoritas pada anak-anak dengan keadaan sosio ekonomi yang rendah (9).

Gambar 1. Prevalensi ADHD pada anak-anak 6-11 tahun

Sumber : Akam, Jyothsna,et al.2013.Prevalence of Attention Deficit Hyperactivity

Disorder in Primary School in Children.Department of Psychiatry. Institute of Medical Science and

(5)

Gambar 2. Perbandingan prevalensi ADHD pada anak laki-laki dan perempuan serta perbandingan prevalensi ADHD pada tingkat sosioekonomi menengah dan bawah

Sumber : Akam, Jyothsna,et al.2013.Prevalence of Attention Deficit Hyperactivity Disorder in Primary School in Children.Department of Psychiatry. Institute of Medical Science and

Research : India

Dari 34 juta kasus ADHD di USA, Eropa dan Jepang, diperkirakan 31% menjadi kasus ADHD dewasa (usia > 19 tahun) dan 69% kasus ADHD pada usia 3-19 tahun. Penelitian longitudinal telah membuktikan bahwa sebanyak 2/3 dari anak-anak ADHD memiliki gejala ADHD yang mengganggu ketika mereka menjadi dewasa (5).

Di Indonesia prevalensi anak ADHD di Indonesia semakin meningkat menjadi sekitar 5% yang berarti 1 dari 20 anak menderita ADHD. Peningkatan ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik ataupun pengaruh lingkungan yang lain, seperti pengaruh alkohol pada kehamilan, kekurangan omega 3, alergi terhadap suatu makanan.

2.2 Definisi ADHD

Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang ditandai inattentiveness atau gangguan pemusatan perhatian dan gangguan konsentrasi, impulsivitas yaitu berbuat dan berbicara tanpa memikirkan

(6)

akibatnya, disertai hiperaktif (overactivity) yang tidak sesuai dengan umur perkembangannya (11).

Gambar 3. Ilustrasi ADHD Sumber : www.google.com

Pola perilaku ini menimbulkan gangguan dalam fungsi sosial dan akademisnya, serta mengakibatkan penderitaan yang nyata bagi yang bersangkutan maupun lingkungannya. Menurut DSM IV (The American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual IV), berdasarkan tiga gejala utamanya tersebut, definisi ADHD dibagi dalam 3 (tiga) kelompok tipe yaitu(1) :

tipe “Inattentiveness”

tipe “hyperactivity-impulsivity”tipe “combined” (campuran).

Diagnosis ADHD tipe inatensi (menurut DSM IV) ditegakkan bila minimal ada 6 (enam) gejala inatensi untuk waktu minimal selama 6 bulan dan didapat kurang dari 6 gejala hiperaktivitas serta dimulai sebelum usia 7 (tujuh) tahun. Gejala-gejala ini tetap ada pada saat di sekolah dan di rumah bersifat maladaptif dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak (11).

Diagnosis ADHD tipe hiper aktivitas dan impulsivitas (menurut DSM IV) juga ditegakkan bila minimal ada 6 (enam) gejala hiperaktivitas dan impulsivitas, bersifat dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak serta didapat kurang dari 6 (enam) gejala inatensi. Gejala-gejala ini ada minimal selama 6 bulan dan dimulai sebelum usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada pada saat di sekolah dan di rumah (11).

Diagnosis ADHD tipe campuran (combined type) (menurut DSM IV) ditegakkan bila didapatkan 6 (enam) atau lebih gejala inatensi dan 6 (enam) atau

(7)

lebih gejala hiperaktivitasimpulsivitas yang tetap ada selama paling sedikit selama 6 (enam) bulan, dimulai sebelum usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada saat di sekolah dan di rumah

2.3 Etiologi

Sampai saat ini memang belum ada teori yang menyebutkan penyebab pasti dari ADHD, namun beberapa teori menyebutkan adanya berbagai faktor yang ikut berperan, diantaranya adalah : genetik, minimal brain damage, neurobiologi, neurokimiawi, psikososial, makanan, dan lain sebagainya. Usaha-usaha untuk mencari penyebab yang pasti dari gangguan ini memang belum menghasilkan kesepakatan yang jelas, namun demikian tidaklah diragukan lagi bahwa faktor neurobiologi memiliki peran dan pengaruh yang cukup besar terhadap timbulnya ADHD tersebut (4,8).

Hal ini bisa dimengerti mengingat atensi atau perhatian yang merupakan aktifitas mental dalam memilah berbagai macam rangsangan sensorik yang masuk untuk diberi respon, dalam prosesnya melibatkan berbagai sistim yang ada dalam otak. Bila ada gangguan di bagian otak yang terkait dengan fungsi atensi, maka hal tersebut akan menimbulkan gangguan dalam pemusatan perhatiannya. Itulah sebabnya pemahaman aspek neurologis terhadap ADHD diperlukan agar dapat dilakukan penanganan sedini dan seholistik mungkin sehingga bisa mengurangi berbagai dampak negatif yang lebih buruk pada anak ADHD, orang tua, sekolah, maupun masyarakat (9,10,11).

Faktor Genetik

ADHD lebih sering didapatkan pada keluarga yang menderita ADHD. Keluarga keturunan pertama dari anak ADHD didapatkan lima kali lebih banyak menderita ADHD daripada keluarga anak normal. Angka kejadian orangtua kandung dari anak ADHD lebih banyak menderita ADHD daripada orangtua angkat (1,7). Saudara kandung dari anak ADHD didapatkan 2-3 kali lebih banyak

(8)

Angka kejadian saudara kembar satu telur (monozygot) anak ADHD (79%) lebih tinggi daripada saudara kembar dua telur (dizygot) (32%). Kembar identik atau monozigot memiliki kemiripan gen 100%. Sebaliknya, kembar fraternal atau dizigotik tidak lebih mirip secara genetik dengan saudara kandung, dan karenanya hanya berbagi 50% dari gen mereka. Jika sebuah penyakit dipengaruhi oleh faktor genetik, maka resiko penyakit kembar akan menjadi paling besar ketika saudara kembar adalah monozigot. Resiko kembar dizigotik seharusnya melebihi resiko terhadap kontrol tetapi seharusnya tidak lebih besar daripada resiko pada saudara kandung. Studi-studi pada keluarga secara konsisten mendukung pernyataan bahwa ADHD diwariskan dalam keluarga. Studi-studi ini menemukan bahwa orang tua dengan anak-anak ADHD memiliki peningkatan dua hingga delapan kali lipat untuk resiko ADHD. Sehingga, mereka menegaskan adanya faktor genetik pada ADHD dan sekaligus menyediakan bukti-bukti untuk validitas diagnosisnya pada orang dewasa (9).

2.4 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya ADHD masih sepenuhnya belum jelas, dan banyak teori yang bermunculan. Salah satunya adalah bahwa pengaruh glukosa dengan terjadinya ADHD. Penelitian lain menyebutkan bahwa adanya pengaruh gangguan perkembangan neurologis yang mempengaruhi timbulnya gejala ADHD. Penelitian dengan CT Scan dan MRI telah membuktikan bahwa ada beberapa tempat di otak yang berfungsi abnormal pada individu dengan ADHD yakni meliputi regio cortex prefrontalis, cortex frontalis, cerebellum, corpus callosum dan dua daerah ganglia basalis yakni globus pallidus dan nucleus caudatus. Demikian juga dari hasil pemeriksaan PET Scan (Positron EmissionTomography) pada anak-anak ADHD didapatkan penurunan metabolisme glukose di korteks prefrontal danfrontal terutama sebelah kanan (10,11).

Beberapa anak menunjukkan kelambatan perkembangan otak (maturational delay) pada anak ADHD yang biasanya tampak gejalanya pada usia 5 tahun. Perkembangan otak yang normal, biasanya menunjukkan pertumbuhan secara cepat terjadi pada usia 3-10 bulan, 2-4 tahun, 6-8 tahun, 10- 12 tahun dan 14-16

(9)

tahun. Cerebellum mempunyai fungsi eksekutif yakni mengatasi masalah, perhatian, “reasioning”, perencanaan, dan pengaturan tugas individu. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan MRI didapatkan bahwa ada penurunan aktivitas metabolik di daerah daerah di atas pada individu dengan ADHD. Para peneliti menyatakan bahwa ada permasalahan dalam pengaturan transmisi saraf (regulatory circuits) antara korteks prefrontal, ganglia basal, dan cerebellum yang diduga merupakan penyebab terjadinya gejala ADHD. Komunikasi dalam otak dalam area di atas menggunakan neurotransmiter dopamin dan noradrenalin. Pada anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan noradrenalin. Neurotransmiter catecholamine yakni dopamine dan norepinephrine berperan besar dalam hal atensi, konsentrasi yang dihubungkan dengan fungsi kognitif misalnya motivasi, perhatian dan keberhasilan belajar seseorang (9,10).

Noradrenalin diperkirakan mempunyai efek pada fungsi kognitif individu melalui “postsinaptic alpha 2A adrenergic receptor” pada neuron kortikal. Noradrenalin berperan penting pada fungsi kognitif yakni pada tuntutan proses yang tinggi (temporal discrimination dan timed choice reaction). Penekanan pada fungsi noradrenalin menyebabkan kesukaran melakukan tugas-tugas yang berbeda-beda (timed choice reaction) dimana tugas-tugas tampak terganggu bila dibutuhkan ketekunan khusus untuk menyelesaikan tugas tersebut. Fungsi hemisphere kanan terutama untuk mempertahankan attensi pada stimulasi baru dan fungsi hemisphere kiri terutama untuk memusatkan perhatian pada stimulasi selektif (11).

2.5 Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada anak dengan ADHD antara lain :  Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya mengeliat- geliat.  Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan

 Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing

 Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatu permainan atau keadaan di dalam suatu kelompok

(10)

 Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak dipikirkan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang belum selesai disampaikan

 Mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi-instruksi dari orang lain  Mengalami kesulitan untuk tetap bertahan memperhatikan tugas-tugas atau

aktivitas-aktivitas bermain

 Sering berpindah-pindah dari satu kegiatan yang belum selesai ke kegiatan lainnya

 Mengalami kesulitan untuk bermain dengan tenang  Sering berbicara secara berlebihan.

 Sering menyela atau mengganggu orang lain

 Sering tampaknya tidak mendengarkan terhadap apa yang sedang dikatakan kepadanya

 Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas-tugas atau kegiatan-kegiatan yang berbahaya secara fisik tanpa mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan akibatnya (misalnya berlari-lari di jalan raya tanpa melihat-lihat).

Gambar 4. Gejala inti dari ADHD

Sumber : DSM IV (The American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual IV) Diagnosis ADHD tipe inatensi (menurut DSM IV) ditegakkan bila minimal ada 6 (enam) gejala inatensi untuk waktu minimal selama 6 bulan dan didapat kurang dari 6 gejala hiperaktivitas serta dimulai sebelum usia 7 (tujuh) tahun. Gejala-gejala ini tetap ada pada saat di sekolah dan di rumah bersifat maladaptif dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak (13).

Diagnosis ADHD tipe hiperaktivitas dan impulsivitas (menurut DSM IV) juga ditegakkan bila minimal ada 6 (enam) gejala hiperaktivitas dan impulsivitas, bersifat maladaptif dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak serta didapat

(11)

kurang dari 6 (enam) gejala inatensi. Gejala-gejala ini ada minimal selama 6 bulan dan dimulai sebelum usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada pada saat di sekolah dan di rumah (11).

Diagnosis ADHD tipe campuran (combined type) (menurut DSM IV) ditegakkan bila didapatkan 6 (enam) atau lebih gejala inatensi dan 6 (enam) atau lebih gejala hiperaktivitasimpulsivitas yang tetap ada selama paling sedikit selama 6 (enam) bulan, dimulai sebelum usia 7 tahun serta gejala-gejala ini tetap ada saat di sekolah dan di rumah (10).

Adapun gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut :

Inatensi berupa

 sering gagal memberikan perhatian penuh sampai terperinci atau selalu berbuat kesalahan saat melakukan aktivitas pekerjaan di sekolah, tempat pekerjaan atau aktivitas lain

 sering mengalami kesukaran dalam mempertahankan perhatian dalam tugas tertentu atau aktivitas bermain (mudah bosan)

 sering tidak mendengarkan bila diajak bicara secara langsung kepadanya  sering tidak mengikuti perintah secara sungguh-sungguh dan gagal

menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan rumah tangga atau kewajiban di tempat pekerjaan (hal ini bukan disebabkan karena sikap menentang atau kurang memahami isi perintah)

 sering mengalami kesukaran dalam mengatur tugas-tugasnya dan aktivitasnya  sering menghindar, tidak menyenangi atau segan melakukan tugas-tugas yang

membutuhkan perhatian mental yang cukup lama (misalnya pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah)

Hiperaktivitas

 sering gelisah dengan tangan atau kaki atau sering bergerak-gerak saat duduk  sering meninggalkan tempat duduk saat di dalam kelas atau situasi lain dimana

(12)

 sering lari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak sesuai

 tak bisa diam

 sering mengalami kesukaran mengikuti permainan atau aktivitas yang membutuhkan ketenangan (main catur, halma dsb.)

 selalu dalam keadaan bergerak atau sering melakukan aktivitas seolah-olah mengendarai motor

 sering berbicara berlebihan (DSM IV).

Impulsivitas

 sering cepat menjawab sebelum pertanyaan selesai diutarakan  sering sukar menunggu giliran bermain

 sering interupsi saat diskusi atau mengganggu permainan saat pertandingan (menyela pembicaraan, mengacau permainan anak lain)

 sering bicara berlebihan yang tak tak sesuai dengan respon tatanan sosial (ICD X).

2.6 Diagnosa banding a. Ratardasi mental

b. Kecemasan terhadap anak c. Depresi sekunder

d. Gangguan Bipolar e. Autisme

f. Gangguan perkembangan belajar 2.7 Komplikasi

a. Diagnosis sekunder-gangguan konduksi, depresi, dan penyakit ansietas b. Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan

mengerjakan aritmatika ( sering kali akibat abnormalitas konsentrasi ) c. Hubungan dengan teman sebaya buruk ( sering kali perilaku agresif dan

kata- kata yang diungkapkan )

d. IQ rendah / kesulitan belajar ( anak tidak duduk tenang dan belajar ) e. Resiko kecelakaan ( karena impulsivitas )

f. Percaya diri rendah dan penolakan teman-teman sebaya ( perilakunya membuat anak-anak lainnya marah ) (7).

(13)

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan Skrining Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) pada anak pra sekolah dengan ADHD :

Tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini anak adanya Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada anak umur 36 bulan ke atas. Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada keluhan dari orang tua/pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, dan guru TK. Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :

a. Anak tidak bisa duduk tenang

b. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah c. Perubahan suasana hati yang yang mendadak/impulsive

Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated Conners Ratting Scale) yaitu Formulir yang terdiri dari 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada orangtua / pengasuh anak / guru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan pemeriksa.

Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH :

a. Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu perilaku yang tertulis pada formulir deteksi dini GPPH. Jelaskan kepada orangtua / pengasuh anak untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.

b. Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan pertanyaan pada formulir deteksi dini GPPH

c. Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak dimanapun anak berada,missal ketika di rumah, sekolah, pasar, toko, dll. Setiap saat dan ketika anak dengan siapa saja.

d. Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama dilakukan pemeriksaan. Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.

(14)

Interpretasi :

1. Nilai 0 : jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak 2. Nilai 1 : jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan

pada anak

3. Nilai 2 : jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak 4. Nilai 3 : jika keadaan tersebut selalu ada pada anak. Bila

nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH.

Intervensi :

1. Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke Rumah Sakit yang memiliki : fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh kembang anak untuk konsultasi lebih lanjut.

2. Bila nilai total kurang dari 13 tetapi anda ragu-ragu, jadwalkan pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. Ajukan pertanyaan kepada orang-orang terdekat dengan anak (orang tua, pengasuh, nenek, guru,dsb).

pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak dengan ADHD antara lain :

1. Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau hipotiroid yang memperberat masalah

2. Tes neurologi (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya gangguan otak organik.

3. Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan ansietas, mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak tidak mampu belajar dan mengkaji responsivitas sosial dan perkembangan bahasa

(15)

4. Pemeriksaan diagnostik individual bergantung pada adanya gejala fisik (misalnya ruam, penyakit saluran pernapasan atas, atau gejala alergi lain, infeksi SSP)

FORMULIR DETEKSI DINI GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIVITAS (GPPH)

(Abbreviated Conners Ratting Scale)

Kegiatan yang diamati 0 1 2 3

1.Tidak kenal lelah, atau aktivitas yang berlebihan

2.Mudah menjadi gembira, impulsive 3.Menganggu anak-anak lain

4.Gagal menyelesaikan kegiatan yang telah dimulai, rentang perhatian pendek

5.Menggerak-gerakkan anggota badan atau kepala secara terus-menerus

6.Kurang perhatian, mudah teralihkan 7.Permintaannya harus segera dipenuhi, mudah menjadi frustasi

8.Sering dan mudah menangis

9.Suasana hatinya mudah berubah dengan cepat dan drastic

10.Ledakkan kekesalan, tingkah laku eksplosif dan tak terduga.

Jumlah : Nilai total :

(16)

a. Skrining DDTK pada ADHD

b. Perawatan saat hamil ( hindari obat – obatan dan alkoholik ) untuk orang tua

c. Asupan nutrisi yang seimbang

d. Berikan rutinitas yang terstruktur ( membantu anak untuk mematuhi jadwal yang teratur )

e. Manajemen perilaku (dapat mendorong anak untuk fokus pada apa yang mereka lakukan )

2.10 Penatalaksanaan Medis dan Perawatan A. Perawatan

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada anak dengan Attention Deficyt Hyperactivity Disorder (ADHD) antara lain :

1. Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain dengan :

a. Hentikan perilaku yang tidak aman

b. Berikan petunjuk yang jelas tentang perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima

c. Berikan pengawasan yang ketat

2. Meningkatkan performa peran dengan cara :

a. Berikan umpan balik positif saat memenuhi harapan b. Manajemen lingkungan (misalnya tempat yang tenang

dan bebas dari distraksi untuk menyelesaikan tugas) 3. Menyederhanakan instruksi/perintah untuk :

a. Dapatkan perhatian penuh anak

b. Bagi tugas yang kompleks menjadi tugas-tugas kecil c. Izinkan beristirahat

4. Mengatur rutinitas sehari-hari a. Tetapkan jadwal sehari-hari b. Minimalkan perubahan

5. Penyuluhan dan dukungan kepada klien/keluarga dengan mendengarkan perasaan dan frustasi orang tua

6. Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD

(17)

Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan dengan berbagai pendekatan termasuk program pendidikan khusus, modifikasi perilaku, pengobatan melalui obat-obatan dan konseling. Disamping pendekatan yang kontroversial antara lain melakukan diet khusus dan penggunaan obat-obatan serta vitamin-vitamin tertentu (7).

Pengobatan yang dianjurkan utama adalah pemakaian psikostimulan pada anak ADHD (first line treatment). Psikostimulan yang dianjurkan digunakan adalah Methylphenidate (gold standard) Amphetamine (d amphetamine, d,l amphetamine) Pemoline D amphetamine (Dexedrin) meningkatkan pengeluaran dopamine dan norepinephrine dan sedikit serotonin. D amphetamine juga memblokir reuptake DA & NE ke presynaps dan memblokir katabolisme DA & NE oleh Monoamine oxidase (MAO). Hal ini menyebabkan penambahan kosentrasi DA & NE di synapse (11,12)

Obat stimulan yang sering digunakan untuk mengobati ADHD antara lain : 1. Metilfenidat (Ritalin)

Dosis 10-60 mg/kgBB/hari dalam 2 – 4 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan pantau supresi nafsu makan yang turun, atau kelambatan pertumbuhan, berikan setelah makan, efek obat lengkap dalam 2 hari.

2. Dekstroamfetamin (Dexedrine) amfetamin (Adderall)

Dosis 3-40 mg/kgBB/hari dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan, pantau adanya insomnia, berikan setelah makan untuk mengurangi efek supresi nafsu makan, efek obat lengkap dalam 2 hari

3. Pemolin (Cylert)

Dosis 37,5-112,5 mg/kgBB/hari dalam satu dosis harian. Intervensi keperawatan pantau peningkatan tes fungsi hati dan supresi nafsu

(18)

makan, dapat berlangsung 2 minggu untuk mencapai efek obat yang lengkap

Gambar 5. Psikostimulan ADHD (Stimulansia) (11,13)

2.10 Peran Orang Tua Pada Anak ADHD

1. Sedini mungkin membiasakan anaknya untuk hidup dalam suatu aturan. Dengan menerapkan peraturan secara konsisten, anak dapat belajar untuk mengendalikan emosinya.

2. Sedini mungkin memberikan kepercayaan dan tanggung jawab terhadap apa yang seharusnya dapat dilakukan anak.

3. Kenali kondisi diri dan psikis anak. Dengan mengenali, orang tua tak akan memberikan tekanan yang berlebihan, yang dapat menyebabkan penolakan anak untuk melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.

4. Upayakan untuk menyediakan ruang belajar yang jauh dari gangguan televisi, mainan atau kebisingan.

5. Sedini mungkin melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan, dan konsisten terhadap terapi yang sedang dijalankan oleh anak anda.

(19)

6. Biasakan anak untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk tulisan atau gambar.

7. Aturlah pola makan anak, hindari makanan dan minuman dengan kadar gula dan karbohidrat yang tinggi.

8. Ajaklah anak berekreasi ke tempat-tempat yang indah. Hal ini akan membantu anak untuk berpikiran positif.

9. Ajaklah anak untuk berlatih menenangkan diri. Misalnya dengan menarik nafas dalam-dalam dan keluarkan lewat mulut. Latihan ini bisa dilakukan berulang- ulang. (1,2)

DAFTAR PUSTAKA

[1]AmericanPsychologican.Association.ADHD.2013.https://apa.org/topics/adhd/ index.aspx. Di akses tanggal 18 november 2015

(20)

[2]American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM IV) 4th Ed Washington DC, 2013, pp. 78-85. Di akses tanggal 18 november 2015

[3] Aviva Yochman et al : CO-occurrence of Developmental Delays Among Preschool Children with Attention Deficit Hyperactivity : Developmental Medicine and Child Neurology; Jun 2009;48,6; pg. 483-488. Di akses tanggal 18 november 2015

[4]. Carmen et al : Right Hemisphere Dysfunction in Subjects With Attention Deficit Disorder With and Without Hyperactivity; Journal of Child Neurology; Feb 2009; 12, 2; pg. 107-115 di akses tanggal 18 november 2015

[5] Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. 2007. Rencana asuhan keperawatan Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

[6] Schachar R & Tannock R: Syndromes of Hyperactivity and Attention Deficit Disorder in Child and Adolescent Psychiatry by Rutter M and Taylor E, 4th Ed, Blackwell Science Ltd, USA, 2008, pp: 399-411. Di akses tanggal 18 november 2015

[7] Sadock BJ and Sadock VA: Attention Deficit Disorders, Synopsis of Psychiatry 9th Ed, Lippincott Williams & Wilkins USA, 2008: pp 1223-1230. Di akses tanggal 18 november 2015

[8] Vassileva et al : Attention Deficit Hyperactivity Disorder in Neuropsychiatry, by Sciffer RB et al, Second Edition, Lippincott Williams & Wilkins In, Philadelphia, 2008;pg:605-630. Di akses tanggal 18 november 2015

[9] Akam, Jyothsna,et al. 2013.Prevalence of Attention Deficit Hyperactivity Disorder in Primary School in Children.Department of Psychiatry.

(21)

Institute of Medical Science and Research : India. Di akses tanggal 18 november 2015

[10] Akinbami LJ, Liu X, Pastor PN, Reuben CA. Attention deficit hyperactivity disorder among children aged 5-17 years in the United 2009;2:104–13. [PMCID: PMC1525089] [PubMed: 16946911]) di akses tanggal 18 november 2015

[11] http://www.cdc.gov/ncbddd/adhd/features/key-findings-adhd72013.html. Di akses tanggal 18 november 2015

[12]Faraone G W and Biederman J: Neurobiology of attention deficit hyperactivity disorder in Neurobiology of Mental Illness by Charney DS and Nestler EJ 2nd Ed, Oxford University Press, New York 2009, pp 979-993. Di akses tanggal 18 november 2015

[13] http://emedicine.medscape.2013.com/article/289350-workup#a0721 . di akses tanggal 18 november 2015

Gambar

Gambar 1. Prevalensi ADHD pada anak-anak 6-11 tahun
Gambar 2. Perbandingan prevalensi ADHD pada anak laki-laki dan perempuan serta perbandingan prevalensi ADHD pada tingkat sosioekonomi menengah dan bawah
Gambar 3. Ilustrasi ADHD Sumber : www.google.com
Gambar 4. Gejala inti dari ADHD
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian stimulasi brain gym pada anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) yaitu kualitatif (studi kasus) dimana

TERAPI BEHAVIORAL DENGAN TEKNIK PENCONTOHAN DALAM MENANGANI GANGGUAN KONSENTRASI BELAJAR PADA ANAK ADHD ( ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER ).. DI SLB AUTIS

Melalui hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai studi pendahuluan untuk penelitian lebih lanjut mengenai prevalensi Attention- Deficit/Hyperactivity Disorder

Faktor yang mempengaruhi kompetensi emosi dan kompetensi sosial pada anak kembar identik dengan gangguan Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) ... Cara pengasuhan

Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini yakni konsentrasi anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) definisi konsentrasi anak Attention Deficit

Attention deficit hypereactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas (GPPH) adalah anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif, implusif,

diet, physical activity, ADHD, symptoms, behavior, self-esteem, ICTs, gadgets Introduction Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADHD is a mental health condition that Can cause

Analisis kebutuhan, diperlukan pengembangan media pembelajaran papan petunjuk bermuatan karakter religius untuk siswa dengan gangguan Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADHD dalam