• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN IMPLEMENTASI PMTS DAN SITUASI LAPANGAN. Fahmi Arizal PKBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN IMPLEMENTASI PMTS DAN SITUASI LAPANGAN. Fahmi Arizal PKBI"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN IMPLEMENTASI PMTS DAN SITUASI

LAPANGAN

Fahmi Arizal

PKBI

(2)

Sistematika Paparan

Profil PKBI

Situasi Epidemi

Perempuan Sebagai Korban

Nilai PKBI dan strategi implementasi : Menyelamatkan perempuan dan anak

(3)
(4)

1. Strategi I : Mengembangkan model-model dan standar pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang berkualitas untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat

Tujuan Mewujudkan model-model pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang berkualitas, komprehensif, dan berorientasi pada hak klien, yang dapat diakses semua orang termasuk kelompok marjinal.

2. Strategi II : Memberdayakan masyarakat untuk memperjuangkan hak seksual dan reproduksi bagi dirinya dan orang lain.

Tujuan Mendorong gerakan masyarakat untuk

memperjuangkan pemenuhan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi

(5)

3. Strategi III : Mengembangkan Upaya Pencegahan dan Penanggulangan IMS dan HIV dan AIDS

Tujuan

Memberikan kontribusi dalam upaya menurunkan

percepatan kasus baru HIV, memberikan perlindungan serta mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA Memberikan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi komprehensif yang terintegrasi dengan pelayanan IMS dan HIV.

Memberikan kontribusi untuk peningkatan kualitas hidup ODHA .

(6)

4. Strategi IV : Melakukan advokasi di semua tingkatan organisasi kepada parapengambil kebijakan untuk menjamin pemenuhan hak-hak dan kesehatan seksual dan reproduksi.

Tujuan Mendorong pengambil keputusan untuk membuat kebijakan publik yang menjamin terpenuhinya seluruh hak kesehatan seksual dan reproduksi serta terciptanya jaringan pelayanan yang terjangkau dan berkualitas

(7)

5. Strategi V : Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan Sumber Daya organisasi

Tujuan

Mengembangkan sistem dan mekanisme organisasi,

keanggotaan dan tata kelola yang baik (good governance) serta pengetahuan yang akurat

Meningkatkan komitmen dan kapasitas, relawan dan staff dalam menjalankan visi dan misi.

Meningkatkan kemandirian organisasi

(8)

26 Provinces

Sumatra (Aceh, North Sumatra, South Sumatra, Riau, Riau Islands, Lampung, Jambi, West Sumatera, Bengkulu), Java (Jakarta, West Java, Central Java, East Java, Yogyakarta), Kalimantan (East Kalimantan, South

Kalimantan, West Kalimantan, Central Kalimantan), Sulawesi (North Sulawesi, South Sulawesi, Central Sulawesi), Sunda Kecil (Bali, NTB, NTT), Papua (Papua, West Papua)

HIV PROGRAM - IPPA

PROGRAM LOCATIONS

(9)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 Total PENJANGKAUAN

FSW 3.810 11.109 15.803 16.521 30.308 41.168 118.719

High risk men / clien of sex

worker 2.092 72.210 28.757 39.156 108.275 106.082 356.572 IDUs na 2.992 2.123 15.221 28.219 22.334 70.889 Prisoners na 4.076 1.221 221 91 715 6.233 MSM na na 2.734 2.811 7.639 9.420 22.604 Transgender na na 793 431 3.732 5.654 10.610 PLHIV na na na 1.926 10.523 23.988 36.437 Establish Managers/Pimps 726 791 793 1.213 431 431 3.954 Construction workees na na 20 686 1.250 980 1.686 CSOs (NGOs/FBOs/CBOs) na na na 240 240 240 720

Community living surrounding

program intervention na 11.218 10.002 17.547 10.474 16.347 65.588

ALAT PENCEGAHAN

Condom 62.958 20.617 226.742 217.508 647.155 537.970 1.712.950

Sterile injectable/needle na na 43.654 33.171 74.355 79.361 230.541

LAYANAN-RUJUKAN

(Family Planning, Reproductive Health, STI diagnosis & Treatment, VCT, Case Manager, etc)

Referral services* 2.293 3.853 3.851 4.288 29.901 53.165 44.186

HIV PROGRAM - IPPA

(10)
(11)

Highlights Perkembangan Epidemi

1. Peningkatan prevalensi HIV pada populasi usia 15-49 tahun dari

0,21% pada tahun 2008 menjadi 0,4% di tahun 2014.

2. Prevalensi pada Pekerja Seks dibeberapa kota (IBBS 2007) di

atas 10%

3. Driver utama penularan HIV, setelah ‘meledak’ pada penasun

kembali ke transmisi seksual yaitu pada: PS, Pelanggan, LSL

4. Peningkatan jumlah infeksi baru HIV pada perempuan, sehingga

akan berdampak meningkatnya jumlah infeksi HIV pada anak.

(12)

Grafik9: Perilaku Penggunaan Kondom pada Seks Komersial Menurut Kelompok Responden

Tahun 2011

(13)

Jumlah Kasus AIDS Berdasarkan Pekerjaan Jan – Juni 2012 (Lap Triwulan II Kemkes , Juni 2012)

(14)

GAMBARAN KASUS HIV & AIDS PADA PEREMPUAN

288 250 197 111 109 59 54 45

Ibu rumah tangga Wiraswasta Karyawan B uruh P etani/P eternak/Nelayan P ekerja Seks P NS P elajar/M ahasiswa

(15)
(16)

POSISI PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA (ESTIMASI 2009)

Perempuan Lelaki

+3,2 juta

Lelaki pembeli seks +1.9 juta

Perempuan pasangan pembeli seks +106,000 Penasun +727,000 GWL +214,000 WPS Bayi & anak2

SIAPA

yang memicu

epidemi HIV dan AIDS di Indonesia?

(17)

PEREMPUAN

(18)

PEREMPUAN YANG DILACURKAN (PEDILA)

Global Report on Trafficking in Persons (UNODC, 2009),

Perdagangan manusia yang paling tinggi adalah eksploitasi seksual (79%) dimana korbannya kebanyakan perempuan dan anak-anak perempuan.

ILO Report

Di dunia terdapat total 12,3 juta perempuan yang dilacurkan.

75% (9,5 juta) perempuan yang dilacurkan berada di Indonesia dan Filipina

(19)

1. Mengapa pelacuran sulit dihapuskan?

Jawab : karena pelacuran adalah bisnis yang selalu menguntungkan

2. Mengapa bisnis pelacuran selalu menguntungkan?

Jawab : karena jumlah pembeli seks lebih banyak dari jumlah pedila (sesuai hukum pasar : supply & demand)

3. Mengapa jumlah pembeli selalu lebih banyak dari penjual?

Jawab : karena pembeli seks tidak pernah mendapat sanksi pidana dan sanksi sosial, sedangkan pedila selalu diberi sanksi hukum dan moral (membeli seks dianggap perbuatan wajar)

4. Mengapa pembeli seks tidak mendapat sanksi dan dianggap sebagai kewajaran?

Jawab : karena budaya patriarki mendominasi kehidupan masyarakat

(20)

LAKI-LAKI PEMBELI SEKS

Laki-Laki pembeli seks yang membawa virus HIV ke dalam rumah tangga, dan menularkan kepada perempuan (istri) dan akhirnya ke anaknya

Kebiasaan membeli seks dianggap bukan kejahatan

Meskipun ada perangkat hukum untuk menjerat pembeli seks, tetapi tidak pernah digunakan untuk menghukum laki2 pembeli seks

(21)

KETIDAKADILAN SOSIAL

Kategori PEDILA Pelacur Laki-Laki Pembeli Seks Identitas Berbagai istilah negatif yang

merendahkan martabat manusia dilekatkan pada

pelacur dengan sebutan yang sangat nista misalnya : lonte,

perek, tlembuk dan masih

banyak lagi tiap daerah punya istilah yang menistakan

pelacur.

Laki-laki hidung belang,

sebutan ini tersamar, dan tidak nista. Karena di masyarakat, laki-laki pembeli seks ini bukan dianggap perbuatan nista.

Identitas yang dilekatkan

kepada laki-laki pembeli seks tidak menggambarkan

(22)

KETIDAKADILAN SOSIAL

Kategori PEDILA Pelacur Laki-Laki Pembeli Seks Sanksi

Sosial

Akibat identitas yang dilekatkan pada pelacur dengan sangat nista, maka berkembanglah sanksi sosial yang ditimpakan pada pelacur, mulai dari digunjingkan sampai dijauhi dari kehidupan sosial. Dituduh sebagai penyebar penyakit, perusak rumah tangga, dan sebagainya.

Laki-laki ini mungkin mendapat tempat terhormat di

masyarakat, misalnya menjadi pemimpin informal, tokoh

masyarakat, wakil rakyat, pegawai pemerintah, petugas keamanan, bahkan mungkin ada yang dianggap sebagai dermawan dan berbudi baik.

(23)

KETIDAKADILAN SOSIAL

Kategori PEDILA Pelacur Laki-Laki Pembeli Seks Perlakuan

Kekerasan

Pelacur sangat rentan

mengalami tindak kekerasan dari pembeli seks, aparat keamanan, dan masyarakat kaum moralis. Banyak kejadian kekerasan yang dialami

pelacur hingga mengakibatkan kematian.

Tidak pernah mengalami

kekerasan, tidak pernah terjadi laki-laki pembeli seks diseret-seret ke atas truk atau dikejar-kejar satpol PP/ polisi atau dikeroyok ormas agama.

(24)

JALAN CERITA PEREMPUAN YANG DILACURKAN

PEDILA = KORBAN Kemiskinan Ketidakadilan Gender • Rendah Akses Pendidikan, Kesehatan, Hukum

• Pola relasi tidak

berimbang PEDILA = PROFESI • Pekerja Sektor Informal • Pelacuran PEDILA = KORBAN • Eksploitasi • Kekerasan Seksual • Stigma & Diskriminasi • Kriminalisasi

DAMPAK BAGI PEDILA

• Kasus IMS dan/atau HIV Tinggi

• Perkosaan, KTD, Aborsi tidak aman

• Sanksi & Hukuman

Traficking

Kawin/Cerai Muda

(25)

NILAI DAN STRATEGI PKBI DALAM PMTS

PEDILA = Korban

• Eksploitasi

• Kekerasan Seksual • Stigma & Diskriminasi • Kriminalisasi

NILAI-NILAI YANG DIPILIH PKBI • Perempuan yang dilacurkan

adalah korban

• Laki-Laki Lebih Berpotensi

Menularkan HIV sangsi sosial

NILAI-NILAI YG MEMPENGARUHI PELACURAN

Sosial : Pelacur melanggar

norma susila/Sampah masyarakat

Agama : Pelacur adalah pendosa

Hukum : Perda Anti

Maksiat/Pelacuran

kriminalisasi perempuan

DAMPAK YANG DIHARAPKAN

• Menurunnya Kasus IMS dan HIV

• Rendahnya Kasus Perkosaan, KTD, Aborsi tidak aman

MENURUNNYA KEMATIAN DAN KESAKITAN PEREMPUAN DAN ANAK KARENA HIV

(26)

Strategi PKBI dalam

PMTS

(27)

1.

Komponen I : Peningkatan Peran Positif

Pemangku Kepentingan

2.

Komponen II : Komunikasi Perubahan Perilaku &

pemberdayaan PS

3.

Komponen III : Manajemen Pasokan Kondom &

Pelicin

4.

Komponen IV : Manajemen IMS

5.

Monev intensif

(28)

Promosi & akses

kondom

Kondom

Tersedia

Tatanan lokal kondusif

PS & Pelanggan PS Berdaya

Penatalaksanaan IMS

(termasuk PPB)

+

IMS / HIV Terkendali

P

M

T

S

(29)

Bagaimana Pembagian Peran ?

KPA

Komponen 1 Komponen 3

Kemenkes

• Komponen 4 NU/ PKBI/ Masy sipil Komponen 2

(30)

Strategi Pendekatan PKBI

Proyek Hak Azasi Manusia Kesehatan Sosial Kemasyarakatan Pengorganisasian Penjangkauan Basis Intervensi Basis Persoalan Basis Pendekatan Membangun Kesadaran Kritis Penyampaian Informasi Basis Pembelajaran

(31)

PEMIKIRAN UTAMA DALAM PENGORGANISASIAN

KOMUNITAS

Masyarakat memiliki daya dan upaya untuk

membangun kehidupannya sendiri.

Masyarakat memiliki pengetahuan dan kearifan

tersendiri dalam menjalani kehidupannya secara

alami.

Upaya pembangunan masyarakat akan efektif apabila

melibatkan secara aktif seluruh komponen masyarakat

(pelaku sekaligus penikmat pembangunan)

Masyarakat memiliki kemampuan membagi diri

sedemikian rupa dalam peran peran pembangunan

mereka.

(32)

ROAD MAP PKBI PENGORGANISASIAN KOMUITAS

Terbentuknya forum komunitas sebagai pelaku

utama

Terwujudnya nilai-nilai baru yang berpihak pada

komunitas

Terwujudnya kesepakatan yang berpihak pada

komunitas

Terciptanya komitmen dan kebijakan yang mendukung

komunitas Advokasi Meningkatnya kapasitas pelaksana program Meningkatnya kapasitas lembaga Meningkatnya koordinasi dan jaringan kemitraan

Terbentuknya sistem masyarakat

Pengembangan Program

Alih Kelola Program dari dan oleh komunitas/masyarakat

Tata Kelola yang baik oleh pemerintah Keberlanjutan/ Universal Acces Program Berkualitas Tahapan 2 Tahapan 1 Tahapan 3

(33)

ANALISIS SOSIAL : IDENTIFIKASI, TANTANGAN, POTENSI LOKAL, PETA SITUASI

MEMBANGUN KOMITMEN TOKOH KUNCI/STAKEHOLDERS/KADER

PENYADARAN MASYARAKAT : MEMBANGUN PARADIGMA BARU

PEMBENTUKAN FORUM KOMUNITAS SEBAGAI PUSAT PEMBELAJARAN MASYARAKAT (PBM)

PENYUSUNAN RENCANA KERJA KADER DAN FORUM KOMUNITAS

Penyadaran Pelayanan &

Rujukan Advokasi & Jaringan Manajemen Manajemen Kondom Mobilisasi Dana/FR KADER & FORUM KOMUNITAS

PERAN CO

- Penguatan Kapasitas (pengetahuan dan keterampilan teknis) - Bimbingan Teknis - Pengembangan Program - Monitoring - Evaluasi PERAN CO - Analisis - Fasilitasi - Perencanaan -Penguatan Kapasitas (pengorganisasian, manajemen lembaga) - Pembagian Peran - Penguatan jejaring/akses Monev-in

APLIKASI CO DALAM PMTS

(34)

PERAN COMMUNITY ORGANIZER

Perencanaan

Analisa sosial

membuat konsep program, rencana kerja dan perangkat teknis program sesuai dengan situasi dan kondisi lokasi intervensi

Pengorganisasian

Membangun komitmen tokoh/stakeholder kesadaran kritis

Memfasilitasi terbentuk forum komunitas sebagai Pusat Pembelajaran Masyarakat (PBM)

Memfasilitasi pengembangan mekanisme koordinasi dan sinergitas antara unsur-unsur masyarakat/forum komunitas,

Penguatan Kapasitas

memperkuat kapasitas kader/pokja/komunitas sehingga mampu melaksanakan fungsi dan perannya

(35)

PERAN COMMUNITY ORGANIZER

Bimbingan Teknis

memperkuat kapasitas/mendampingi kader/pokja/komunitas dalam proses/teknis pelaksanaan,

memberikan dukungan konsep dan teknis kepada pokja/komunitas sehingga bisa melaksanakan perannya dengan optimal

Penguatan Jejaring/akses

membuka jejaring/akses (mencari potensi jejaring/akses),

memperkuat kapasitas kader/pokja/komunitas dalam membuat sistem jejaring,

menghubungkan jejaring/akses dengan pokja/komunitas.

Pengawasan dan pengukuran

pengawasan proses dan hasil pelaksanaan, pengawasan dampak pelaksanaan

(36)

Output yang dihasilkan dari kerja-kerja CO

Konsep program yang dikembangkan (Workplan, TOR, kurikulum pelatihan/penguatan kapasitas, rencana tindak lanjut, SOP, dll) Capacity building yang dilaksanakan

Kader yang terlatih

Forum komunitas/PBM yang diperkuat/dibentuk Pertemuan koordinasi yang dilakukan

Stakeholder yang menjadi mitra (lembaga, individu) Kesepakatan/komitmen/kebijakan yang dihasilkan Unit usaha kemandirian yang dibentuk

Dokumen monev yang dibuat (recording, reporting, form monitoring, evaluasi report, dll)

CO tidak langsung menghasilkan suatu capaian, tetapi membantu proses agar dapat tercapai

(37)

Menjadi Fasilitator yang bisa menjembatani kebutuhan kelompoknya (informasi, layanan, dukungan)

Memberikan penguatan (pengetahuan, dukungan psikis) kepada teman sebayanya

Menjadi motivator dan model pada kelompoknya

Melakukan pengorganisasian pada teman sebayanya Menjadi corong untuk memperjuangkan kepentingan komunitasnya

(38)

Melaksanakan sistem notifikasi (identifikasi, pencatatan, pemantauan)

Melakukan pendidikan kesehatan masyarakat untuk pencegahan HIV dan IMS melalui Pusat Pembelajran Masyarakat

Memotivasi komunitas untuk memamfaatkan layanan kesehatan (test HIV, pemeriksaan IMS, pengobatan IMS/HIV/AIDS di PKM/RS)

Membangun mekanisme distribusi alat pencegahan Mengembangkan dan mengawasi pelaksanaan aturan lokal

(39)

Siapakah Kader

Pedila, pekerja seks perempuan

Pemangku kepentingan lokalisasi (germo, calo,

keamanan, pemandu lagu, tukang ojek dll)

Tokoh masyarakat setempat (RT, RW, kepala dusun,

bidan desa, dll)

Institusi lokal (karang taruna, ibu-ibu PKK, kelompok

yasinan, dll)

(40)

Indikator Keberhasilan dari Kerja-kerja CO

Kapasitas kader/ forum komunitas lokal

Meningkatnya kapasitas kader/forum komunitas dalam fungsi penyadaran, pelayanan kesehatan, advokasi/jaringan

Meningkatnya peran dan tanggung jawab kader/forum komunitas dalam kerja-kerja penyadaran, pelayanan kesehatan,

advokasi/jaringan

Menguatnya sistem manajemen (administrasi, keuangan, pelaporan) kader/forum komunitas dan insitusi lokal

(41)

Indikator Keberhasilan dari Kerja-kerja CO

Kebijakan Lokal

Terlaksananya komitmen/kebijakan lokal yang ada

pengawasan, pengembangan, penerapan (termasuk reward-punishment)

Meningkatnya partisipasi kelompok dampingan dan masyarakat lokal terhadap pelaksanaan komitmen/kebijakan lokal yang ada

Menurunnya stigma dan diskriminasi pengetahuan dan

(42)

Jejaring dan kerjasama

Meningkatnya jejaring/akses kerjasama dan kemitraan dengan service provider (kesehatan, sosial, psikologis, hukum)

Menguatnya sistem layanan dan rujukan yang sesuai dengan standar prosedur (kesehatan, sosial, psikologis, hukum)

Meningkatnya peran serta stakeholder* dalam upaya-upaya penyadaran, pelayanan kesehatan, advokasi/jaringan, dan

kemandirian(tidak menghambat, partisipasi, dukungan, program aksi)

Meningkatnya akses terhadap sumber-sumber daya lokal dalam upaya kemandirian

(43)

Akses informasi dan layanan

Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran kelompok dampingan dan masyarakat lokal terhadap isu-isu kesehatan, ekonomi,

politik, sosial.

Meningkatnya partisipasi kelompok dampingan dan masyarakat lokal untuk mengakses layanan kesehatan

(44)

Kemandirian

Meningkatnya partisipasi kelompok dampingan dan masyarakat lokal untuk menjalankan usaha-usaha kemandirian baik secara individu, kelompok ataupun komunitas.

Meningkatnya usaha-usaha kemandirian yang dikelola secara prosesional oleh kelompok dampingan dan masyarakat lokal Meningkatnya sumber-sumber daya (sarana, prasarana) untuk upaya kemandirian program pencegahan IMS, HIV

(45)

Dampak yang diharapkan

Masyarakat sadar dan berdaya akan isu IMS dan HIV Menurunnya prevalensi IMS dan HIV

Menurunnya stigma dan diskriminasi pengetahuan dan

kesadaran, penerapan aturan/sistem, lingkungan kondusif Meningkatnya sumber-sumber daya lokal (SDM, sarana,

prasarana) untuk upaya kemandirian program pencegahan IMS, HIV

Terbangunnya sistem penguatan masyarakat, dimana masyarakat menjadi pelaku utama dalam kerja-kerja pembangunan

(46)

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan perilaku masyarakat yang tidak bisa menerima perubahan sosial4. budaya, di antaranya

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara

Dalam penelitian ini, penulis menyarankan agar PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) KCP Karanganyar meningkatkan kualitas penerapan manajemen risiko dengan

• Magnet Alnico(alloy yang dibentuk dari Al, Ni dan Co) Ditemukan pada tahun 1930an, alnico adalah magnet permanen modern yang pertama. Dengan temperatur Curie yang tinggi

Setelah data primer atau data utama pada riset dilakukan, sebagai sarana pendukungnya adalah data bersifat sekunder atau yang kedua, maksudnya adalah bahwa selain data utama,

Dari 20 tanaman yang ditelaah dari sumber data review berupa jurnal dan internet, kayu manis memiliki efek hepatoprotektor terbesar dengan dosis 10 mg/Kg BB, diikuti

Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma