-.. i
"3
PENGARUH PERIODE KONSERVASI DAN
PERLAKUAN KERUCUT TEKHADAP VIABILITAS
BENIH DAMAR
(Agatl~is
lorarztl~lifolia
Salisb.)
Oleh
SANTY
KHAIRA MUCHRIS
A
30.1256
JLTRUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1998
RINGKASAN
SANTY KHAIRA MUCHRIS. A 30.1258. Pengaruh Periode Konservasi dan Per- lakuan Kerucut terhadap Viabilitas Benih Damar (Agnthis loranthifolia Salisb.) Di bawah bimbingan ENDANG MURNIATI
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh periode konservasi dan perlakuan kerucut terhadap viabilitas benih damar (Agnthis lormzthifolia Salisb.).
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Institut Per- tanian Bogor sejak Oktober 1997 sampai dengan Januari 1998, dengan ruangan yang bersuhu 28-30°C dan berkelembaban nisbi 60-70%.
Benih damar yang digunakan berasal dari kerucut yang telah masak fisiologi (bemama hijau tua disertai bintik-bintik hitam) yang diperoleh dari tegakan hutan Pasir Hantap, Sukabumi.
Kerucut dibersihkan dengan kain lap dan disemprot dengan alkohol70%, lalu dibungkus jaring plastik buah. Selanjutnya, kerucut diberi perlakuan tanpa parafin (PO) dan dilapisi parafin (PI). Konservasi kerucut dilakukan selama 12 minggu. Seti- ap 2 minggu sekali, kerucut diekstraksi dan diuji viabilitas benihnya dengan metode UKDdp (Uji Kertas Digulung dengan Plastik dan Didirikan) dalam alat pengecambah benih Tipe IPB 72-1.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (split plot design) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah periode konservasi sebagai pe-
tak utama dengan tujuh taraf konservasi, yaitu 0, 2,4, 6, 8, 10, dan 12 minggu. Fak- tor kedua adalah perlakuan kerucut sebagai anak petak, yaitu kerucut tanpa parafin (PO) dan dilapisi parafin P I ) . Terdapat 12 kombinasi perlakuan yang diulang 3 kali sehingga didapat 42 satuan percobaan.
Hasil penelitian menui~jukkan bahwa perlakuan parafin terhadap kerucut damar dapat memperlambat kemunduran benih yang ditunjukkan oleh viabilitas benih yang nyata lebih baik dibandingkan dengan benih dari kerucut tanpa parafin.
Periode konservasi selama 12 minggu, penurunan kadar air benih yang dieks- traksi dari kerucut dilapisi parafin lebih lambat dibandingkan dengan benih yang di- ekstraksi dari kerucut tanpa parafin, masing-masing dari 35,7% menjadi 11,2% dan 35,8% menjadi S,2%.
Hal yang sama terjadi pada viabilitas potensial yang ditunjukkan oleh tolok ukur daya berkecambah dan berat kering kecambah normal dan vigor kekuatan tum- buh dengan tolok ukur keserempakan tumbuh. Nilai daya berkecambah benih, berat kering kecambah normal, keserempakan tumbuh benih yang diekstraksi dari kerucut yang dilapisi parafin berturut-turut 50,7%, 2,43
g
dan 40,7%. Sedangkan dari kerucut tanpa parafin, nilai daya berkecambah, berat kering kecambah normal, keserempakan tumbuh masing-masing 35,3%, 1,91 g dan 20,2%.Viabilitas potensial benih yang diekstraksi dari kerucut tanpa parafin setelah periode konservasi 6 minggu sudah rendah (daya berkecambah 55,33%), sedangkan dari benih yang diekstraksi dari kerucut dilapisi parafin dapat memperpanjang daya simpannya sampai periode konservasi 10 minggu (daya berkecambah 67,33%).
Penggunaan parafin pada kerucut damar, efektif mempertahankan viabilitas po- tensial benih selama 4 minggu dan mempertahankan vigor kekuatan tumbuh benih se- lama 2 minggu.
PENGARUH PERIODE KONSERVASI DAN
PERLAKUAN KERUCUT TERHADAP VIABILITAS
BENIH DAMAR
(Agntltis lornrztlzijiolin Salisb.)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SANTY
KEIAIRA
MUCHRTS
A
30.1258
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1998
Judul Penelitian : Pengaruh Periode Konservasi dan Perlakuan Kerucut Terhadap Viabilitas Benih Damar
(Agnthis lora?zthifolia
Salisb.)Nama Mahasiswa : Santy Khaira Muchris Nomor Pokok : A 30.1258
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr Ir Endang ~ u r n i a t i , MS
NIP
130 813 7969
Kemunduran Benih
Kemunduran benih merupakan suatu proses menurunnya mutu benih yang si-fatnya tidak dapat balik, dimulai dari benih mencapai masak fisiologi (Abdulbaki dan Anderson, 1972). Menurut Sadjad (1993), kemunduran benih adalah penurunan via-bilitas benih karena faktor alami (deteriorasi) maupun faktor buatan (devigorasi).
Kemunduran benih dapat diketallUi melalui gejala yang diamati seperti gejala fisiologi, biokimia atau matematis. Gejala kemunduran fisiologi diantaranya adalah perubahan warna biji, menjadi peka terhadap perlakuan radiasi, menurunnya toleransi
terhadap perlakuan penyimpanan yang kurang baik, tidak dapat berkecambah dan me-ningkatnya jumlah kecambah abnormal (Sadjad, 1972). Sedangkan gejala biokimia
adalah terjadinya perubahan terhadap respirasi, aktivitas enzim, persediaan makanan, laju sintesa protein, aberasi kromosom dan aktivitas enzim glutamat dekarboksilase (Bewley dan Black, 1983).
Pada benih rekalsitran, kemunduran benih semakin cepat dengan semakin
ren-dahnya kadar air. Hal ini karena penurunan kadar air benih akan menyebabkan penu-runan potensial turgor mendekati keadaan tanpa turgor, sehingga sel tanaman tidak dapat tumbuh dan berkembang (prawiranata, Harran dan Tjondronegoro, 1992).
Menurut Chin, Aziz, Ang, dan Harnzah (1981), keadaan sel karet yang berkadar air rendah berbeda dengan yang berkadar air tinggi. Sel yang diambil dari ujung radi-kel benih yang berkadar air tinggi (normal) mermpunyai dinding sel dan nukleus
yang terdefinisi dan nukleuolus yang jelas terlihat, sedangkan pada sel yang berasal
dari benih berkadar air rendah terj adi kerusakan din ding sel, tonoplas, sitoplasma hancur, bentuk inti tidak beraturan, dan pada beberapa inti membrannya rusak.
Hor, Chin dan Karims (1984) melaporkan bahwa benih kakao dengan kadar air 32% lebih mampu mempertahankan viabilitasnya selama penyimpanan daripada be-nih yang berkadar air 27%. Perkecambahan bebe-nih yang disimpan pada kadar air 32%
KESTIMPULANDANSARAN
Kesimpulan
Peri ode konservasi berpengaruh terhadap penurunan kadar air benih yang ber-korelasi dengan penurunan daya berkecambah, berat kering kecambah normal, kese-rempakan tumbuh dan kecepatan tumbuh benih damar.
Penggunaan parafin cair pada kerucut damar dapat memperlambat kemunduran benih selama periode konservasi, yang ditunjukkan oleh nilai dari semua tolok ukur
yang lebih tinggi daripada benih yang diekstraksi dari kerucut tanpa parafin. Benih yang diekstraksi dari kerucut dilapisi parafin dapat memperlambat penurunan kadar airnya dari 35,7% menjadi 11,2% dengan nilai daya berkecambah 50,67%, berat ke-ing kecambah normal 2,43 gram, keserempakan tumbuh 40,67%, sedangkan kerucut tanpa parafin kadar airnya menurun tajam dari 35,8% menjadi 8,2 % dengan nilai
da-ya berkecambah 35,33%, berat kering kecambah normal 1,91 gram dan
keserempa-kan tumbuh 20,61% selama periode konservasi 12 minggu.
Viabilitas potensial benih yang diekstraksi dari kerucut tanpa parafin setelah periode konservasi 6 minggu sudah rendah (daya berkecambah 55,33%), sedangkan dari benih yang diekstraksi dari kerucut dilapisi parafin dapat memperpanjang daya simpannya sampai periode konservasi 10 minggu (daya berkecambah 67,33%).
Penggunaan parafin pada kerucut damar efektifmemperlambat penurunan via-bilitas potensial benih selama 4 minggu dan memperlambat penurunan vigor kekua-tan tumbuh benih selama 2 minggu.
Saran
Untuk konservasi selama 2 minggu, kerucut tidak perlu diberi parafin, cukup dibungkus menggunakan jaring plastik buah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulbaki, AA and J.D. Anderson. 1972. Physiological and Biochemical Deterio-ration of Seeds. p 283-309. In T.T. Kozlowski (ed.). Seed Biology. Vol. II. Academic Press. New York..
Anonimus. 1971. Pedoman penanaman damar (A. loranthifolia). Direktorat Reboi-sasi dan Rehabilitasi Lingkungan, Dephut. Jakarta. 47 hal.
_ _ _ -:-. 1996. Vademekum Pascapanen Hortikultura. Dirjen Pertanian Tanaman Pangan, Dirbin Produksi Hort., Sub Direktorat Teknologi Pascapanen. Ja-karta. 203 hal.
_ _ _ _ ,. 1997. Rencana Program Penelitian dan Pengembangan Perbenihan tanan Dalam Pelita VII. Dephut, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehu-tanan, Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 24 hal.
Baldwin, E. A, M.O. Nisperos, R. D. Hagenmaier and R.A. Baker. 1997. Use ofli-pids incoatings for food products. Food Technology 51(6) : 56-61.
Bewley, J.D. and M. Black. 1983. Physiologycal and Biochemistry of Seeds Vol. 1. Berlin Heidelberg. New York 306 p.
Biro Pusat Statistik. 1993. Statistik Industri Besar dan Sedang Volume ill B. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Indonesia.
Bowen, M.R. and T.C. Whitemore. 1980. A Second Look at Agathis. C.R.I. Occa-sional paper 13.
Chin, H.F. 1980. Germination. p 38-52. In H.F. Chin and E.H. Robert (eds.). Re-calcitrant Crop Seed. SDN. BNH. Kuala Lumpur. 152 p.
_ _ _ -', M. Aziz, S. Harnzah, and B.B. Ang. 1981. The effect of moisture and temperature on the ultrastructure and viability of seed of Hevea brasilliensis. Seed Sci. and Techno!. 9: 411-422.
Copeland, L.O. 1986. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publ. Co. Minneapolis, Minnesota. 369p.
Delouche, lC. 1983. Precepts of seed storage. Revision of article published in 1968. Mississipi Short Course Proceedings. 17 p.