• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH KAPASITAS 100 LITER / DETIK DI PDAM TIRTA MENTAYA KOTA SAMPIT, KAB. KOTAWARINGIN TIMUR KALIMANTAN TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH KAPASITAS 100 LITER / DETIK DI PDAM TIRTA MENTAYA KOTA SAMPIT, KAB. KOTAWARINGIN TIMUR KALIMANTAN TENGAH"

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

i PENGEMBANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH KAPASITAS 100 LITER / DETIK DI PDAM TIRTA MENTAYA KOTA

SAMPIT, KAB. KOTAWARINGIN TIMUR KALIMANTAN TENGAH

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik – Program Studi Teknik Lingkungan

Disusun Oleh : RENDI SWANDHANA

NIM : 331320101

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI PELITA BANGSA

BEKASI 2018

(2)
(3)
(4)

iv KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak kenikmatan, kesabaran dan ketabahan kepada peneliti, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul PENGEMBANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH KAPASITAS 100 LITER / DETIK DI PDAM TIRTA MENTAYA KOTA SAMPIT, KAB. KOTAWARINGIN TIMUR KALIMANTAN TENGAH”. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam bentuk pikiran, materil dan non materil, dukungan dan motivasi sehingga peneliti dapat menyusun laporan skripsi ini. Dengan kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr.Ir. Supriyanto, M.P. selaku Ketua STT Pelita Bangsa.

2. Bapak Dodit Ardiatma, S.T., M.Sc. selaku Kaprodi Jurusan Teknik Lingkungan STT Pelita Bangsa.

3. Bapak Ir. Isyulianto., M.M. M.T. dan Bapak Ir. Aris Dwi Cahyanto.,M.M.M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi jurusan Teknik Lingkungan STT Pelita Bangsa.

4. Kepada keluarga saya yang telah menjadi penyemangat hidup saya dan selalu mendoakan agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama. 5. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu oleh

peneliti, yang telah berjasa membatu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu peneliti mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pihak untuk pernyempurnaan laporan ini.

Akhir kata Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bekasi, 4 Oktober 2018 Peneliti,

(5)
(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak kenikmatan, kesabaran dan ketabahan kepada peneliti, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul PENGEMBANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH KAPASITAS 100 LITER / DETIK DI PDAM TIRTA MENTAYA KOTA SAMPIT, KAB. KOTAWARINGIN TIMUR KALIMANTAN

TENGAH”. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak, baik dalam bentuk pikiran, materil dan non materil, dukungan dan motivasi sehingga peneliti dapat menyusun laporan skripsi ini. Dengan kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr.Ir. Supriyanto, M.P. selaku Ketua STT Pelita Bangsa.

2. Bapak Dodit Ardiatma, S.T., M.Sc. selaku Kaprodi Jurusan Teknik Lingkungan STT Pelita Bangsa.

3. Bapak Ir. Isyulianto., M.M. M.T. dan Bapak Ir. Aris Dwi Cahyanto.,M.M.M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi jurusan Teknik Lingkungan STT Pelita Bangsa.

4. Kepada keluarga saya yang telah menjadi penyemangat hidup saya dan selalu mendoakan agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama. 5. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu oleh

peneliti, yang telah berjasa membatu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu peneliti mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pihak untuk pernyempurnaan laporan ini.

Akhir kata Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bekasi, 4 Oktober 2018 Peneliti,

(7)

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN... ... .... iii

KATA PENGANTAR ... ...iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ... ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ... ix ABSTRAKS ... xi BAB I PENDAHULUAN ...1 1.1. Latar Belakang ...1 1.2. Perumusan Masalah ...2 1.3. Batasan Masalah ...2 1.4. Tujuan Penelitian ...3 1.5. Manfaat Penelitian ...3 1.6. Sistematika Penyusunan ...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5

2.1. Pengertian Air ...5

2.2. Dasar Hukum Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum ...6

2.3. Sistem Penyediaan Air Minum Kawasan ...8

2.4. Sumber-Sumber Air Minum ...9

2.5. Analisa Kebutuhan Air ...11

2.5.1. Jenis Kebutuhan Air ...11

2.5.2. Kreteria Pengembangan ...12

2.5.3. Proyeksi Penduduk...13

2.5.4. Perhitungan Kebutuhan Air ...13

2.5.5. Fluktuasi Kebutuhan Air Bersih ...14

(8)

vi 2.7. Bak Pengumpul ...16 2.8. Koagulasi ...17 2.9. Flokulasi ...21 2.10. Sedimentasi ...23 2.11. Filtrasi ...28 2.12. Reservoir ...34 2.13. Desinfeksi ...36

Bab III METODE PENELITIAN ...38

3.1. Pendekatan Pengkajian ...38

3.1.1 Pendekatan Konsepsi ...38

3.1.2 Pendekatan Teknis ...40

3.2. Mekanisme Pengumpulan Data ...42

3.3. Pengolahan Data, Analisa dan Interpretasi ...44

3.4. Gambaran Umum Wilayah ...44

3.4.1. Letak Administrasi ...44

3.4.2 Penduduk ...46

3.5. Gambaran Umum tentang Instalasi Pengolahan Air ...47

3.5.1. Kriteria Perencanaan Unit Koagolan (pengaduk cepat) ...48

3.5.2. Kriteria Perencanaan Unit Flokulasi (pengaduk lambat) ...48

3.5.3. Kriteria Perencanaan Unit Sedimentasi (pengedapan) ...49

3.5.4. Kriteria Perencanaan Unit Filtrasi (saringan cepat) ...50

3.6. Rencana tapak dan saranan pelengkap ...51

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...52

4.1. Kondisi Eksisting Unit IPA PDAM ...52

4.2. Estimasi Kebutuhan Air Bersih & Kriteria Pengembang ...54

4.3. Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum ...67

4.4. Pengolahan Unit-Unit Air Minum ...69

4.4.1. Bangunan Intek...69

4.4.2. Unit Koagulan ...70

4.4.2.1. Rumah Dosing ...70

(9)

vii

4.4.2.3. Flash Mixing (pengaduan cepat) ...74

4.4.3. Unit Water Treatment Plant (instalasi pengolahan air) ...77

4.4.3.1. Bak Flokulasi ...80

4.4.3.2. Bak Sedimentasi ...84

4.4.3.3. Unit Filter ...90

4.4.3.4. Bak Penampung Sementara Sistem Bejana Berhubungan dan Thomson Outlet ...92

4.4.4 Unit Resevoir ...93

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ...94

5.1. Kesimpulan ...94

5.2. Saran ...96

(10)

viii DAFTAR TABEL

Tabel.2.1. Spesifikasi Unit Koagulan IPA 100 l/dt ...20

Tabel.2.2. Spesifikasi Unit Flakulasi IPA 100 l/dt ...23

Tabel.2.3. Spesifikasi Unit Sedimentasi IPA 100 l/dt ...28

Tabel.2.4. Spesifikasi Unit Filtrasi IPA 100 l/dt ...33

Tabel.2.5. Spesifikasi proses pencucian Filter ...34

Tabel.3.1. Metode Survey Peneliti ...43

Tabel.3.2. Luas wilayah kabupaten Kotawaringin Timur menurut kecamatan ...45

Tabel.3.3. Jumlah rumah tangga, penduduk, dan sex ration menurut kecamatan di kabupaten Kotawaringin timur, 2015 ...46

Tabel.3.4. Kriteria unit koagulan (pengaduk cepat) ...48

Tabel.3.5. Kriteria unit flokulasi (pengaduk lambat) ...48

Tabel.3.6. Kriteria unit sedimentasi (bak pengendap) ...49

Tabel.3.7. Kriteria unit filtrasi (saringan cepat) ...50

Tabel.4.1. Standar kebutuhan air minum fasilitas daerah perkotaan ...57

Tabel.4.2. Standar kebutuhan air minum fasilitas per Unit ...58

Tabel.4.3. Perhitungan kebutuhan air fasiltas pendidikan ...60

Tabel.4.4. Perhitungan kebutuhan air fasiltas peribadatan ...61

Tabel.4.5. Perhitungan kebutuhan air fasiltas kesehatan ...61

Tabel.4.6. Standar kebutuhan air non domestik untuk kategori lain ...62

Tabel.4.7. Perhitungan kebutuhan air fasiltas tempat umum transportasi ...62

Tabel.4.8. Perhitungan kebutuhan air fasiltas kantor dan lainnya ...63

Tabel.4.9. Proyeksi kebutuahan air bersih wilayah kec. Mentaya Baru dan kec. Baamang ..65

Tabel.4.10. Persyaratan penerapan metode pengolahan air bersih ...67

Tabel.4.11. Data Uji Kinerja IPA ...72

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skematik Sistem Penyediaan Air Minum...7

Gambar 2.2 Hubungan vektor aliran pada tube settler ...25

Gambar 3.1 Peta administrasi Kabupaten Kotawaringin Timur ...45

Gambar 3.2 Peta administrasi Kec. Baamang Kab. Kotawaringin Timur ...45

Gambar 3.3 Peta administrasi Kec. Mentaya baru ketapang Kab. Kot-Tim ...45

Gambar 4.1 Skema kondisi eksisting unit IPA PDAM Sampit ...52

Gambar 4.2 Unit-unit PDAM Tirta Mentaya Sampit ...53

Gambar 4.3 Desain denah lay out PDAM Tirta Mentaya Sampit. ...53

Gambar 4.4 Foto Bangunan Intake PDAM Tirta Mentaya Sampit ...69

Gambar 4.5 Foto Pompa inteke PDAM Tirta Mentaya...69

Gambar 4.6 Ruang Dosingan PDAM Tirta Mentaya Sampit. ...70

Gambar 4.7 Pemasangan dan unit pengadukan cepat kimia (koagulan). ...75

Gambar 4.8 Denah IPA 100 l/dt tampak atas ...77

Gambar 4.9 Denah dan foto tampak depan WTP 100 l/dt ...78

Gambar 4.10 Denah dan foto tampak samping kanan unit IPA 100 l/dt ...79

Gambar 4.11 Denah dan foto tampak samping kiri unit IPA 100 l/dt ...80

Gambar 4.12 Denah dan foto detail Flokulator inlet unit IPA 100 l/dt ...81

Gambar 4.13 Tube settler yang belum di pasang di bak sedimentasi ...84

Gambar 4.14 Gutter unit IPA 100 l/dt ...85

Gambar 4.15 Ruang sedimentasi bagian sayap kiri unit 100 l/dt ...85

(12)

x

LAMPIRAN

Lampiran I Foto-foto kegiatan penelitian di PDAM Tirta Mentaya Sampit Lampiran II Data uji kinerja IPA 100 lt/dt di PDAM Tirta Mentaya Sampit Lampiran III Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.122 tahun 2015

tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

Lampiran IV Standar Nasional Indonesia (SNI) 6773:2008 Spesifikasi Unit Paket Instalasi Pengolahan Air (IPA)

Lampiran V Standar Nasional Indonesia (SNI) 6774:2008 Tata cara perencanaan unit Instalasi Pengolahan Air (IPA)

(13)

ABSTRAKS

Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan air oleh masyarakat selalu meningkat setiap tahun, terutama pada masyarakat perkotaan. Salah satu cara pemenuhan kebutuhan air di perkotaan yaitu melalui PDAM, dengan menambahkan kapasitas air dengan membangun unit Instalasi Pengolahan Air (IPA).

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui kondisi eksisting, kebutuhan air bersih serta mengetahui pengembangan Unit IPA 100 liter/detik di PDAM Tirta Mentaya Kota Sampit.

Penelitian ini menggunakan metode documenter dan perpustakaan serta metode observasi. Data yang diperlukan antara lain antara lain data jumlah Q eksisting PDAM, jumlah penduduk serta jumlah kebutuhan air bersih 10 tahun kedepan di daerah cakupan PDAM Sampit serta spesifikasi teknis dari masing-masing unit pengolahan kap 100 l/dt dengan melakukan perhitungan serta gambarnya yang sesuai kriteria desain.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan prediksi kebutuhan air domestik dan non domestk untuk tahun 2028 adalah Q 281,39 l/dt, dan di tambah Q rata-rata Q_337,66 l/dt, kemudian kebutuhan produksi (f = 1,1) Q 371,43 l/dt, kebutuhan puncak (f=1,5). Instalasi pengolahan air kapasitas 100 l/dt ini memerlukan lahan se-luas 455 m2 (termasuk drainase IPA) dengan dimensi 32,5 m x 14 m. Dan bangunan IPA berdimensi 30, 1 m x 11 m. Dan Volume IPA dari unit flokulasi (Vol. 165,051 m3) unit sedimentasi (Vol. 360 m3), unit filtrasi (Vol. 206,8 m3) dan bak penampung sementara (Vol. 131,600 m3) total menjadi 695,4 m3.

(14)

ABSTRACT

Water is one of the basic human needs. Water needs by the community always increase every year, especially in urban communities. One way to fulfill urban water needs is through the PDAM, by adding water capacity by building a Water Treatment Plant (WTP) unit. The purpose of this study was to determine the existing conditions, clean water needs and to know the development of the 100 liter/second WTP Unit in PDAM Tirta Mentaya, Sampit City.

This research uses documentary and library methods and observation methods. Data needed include data on the number of existing Q PDAMs, the number of residents and the amount of clean water needs for the next 10 years in the PDAM Sampit coverage area and the technical specifications of each cap processing unit 100 l / sec by carrying out calculations and images that match the criteria design.

The results of this study indicate that the prediction of domestic and non domestic demand for 2028 is Q 281.39 l / dt, and Q added Q_337.66 l / dt, then production needs (f = 1.1) Q 371 , 43 l / s, peak requirements (f = 1.5). This 100 l / dt water treatment plant requires an area of 455 m2 (including WTP drainage) with dimensions of 32.5 m x 14 m. And the WTP building has dimensions of 30, 1 m x 11 m. And the WTP volume of the flocculation unit (Vol. 165,051 m3) sedimentation unit (Vol. 360 m3), filtration unit (Vol. 206,8 m3) and temporary reservoir (Vol. 131,600 m3) totaled 695.4 m3.

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, dengan berlaku kembali Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan dan Peraturan Pemerintah No 122 Tahun 2015 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), mengamanatkan bahwa tugas pengembangan Pembangunan Jaringan Air Bersih/Air Minum merupakan tugas pemerintah Kabupaten/Kota. Namun seiring dengan tugas Pemerintah Pusat terkait pembinaan menuju terpenuhinya mutu dan keluaran hasil pengembangan infrastruktur di bidang air minum, maka diperlukan suatu fasilitasi dan pendampingan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal penyusunan rencana induk Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

Sebagai salah satu produk perencanaan, rencana teknis merupakan suatu turunan yang lingkungannya lebih sempit tapi memiliki kedalaman yang lebih rinci dari perencanaan produk-produk yang lebih makro, seperti rencana induk pengembangan Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA) dan Rencana Program Investasi Jangka Menengah khususnya di Kota Sampit Kotawaringin.

Sebagai tindak lanjut dalam memenuhi kebutuhan air pada daerah Kota Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur perlu dibangun sebuah pengolahan air bersih yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pada daerah ini sebelumnya sudah terdapat pengolahan air dengan kapasitas 175 ltr/dtk, namun semakin bertambahnya cakupan daerah pelayanan maka diperlukan pengolahan air bersih dengan kapasitas yang lebih besar.

Di samping itu yaitu Design Perencanaan dan Estimasi Biaya Pembangunan Water Treatment Plant ini juga dimaksudkan untuk mencapai target pelayanan sesuai dengan kesepakatan PBB yang tertuang dalam MDGS 2016 (Millennium Development Goals) bahwa pada tahun 2016 target pelayanan tercapai 80% untuk perkotaan dan 60% untuk pedesaan. Disamping itu, penyusunan rencana induk

(16)

2

sistem penyediaan air minum ini merupakan hasil kesepakatan seluruh kabupaten Kotawaringin Timur. Untuk memenuhi tugas amanat tersebut melalui Perusahaan Daerah Air Minum Kota Kotawaringin Timur pada tahun anggaran 2017, menyelenggarakan pelaksanaan pekerjaan Design Perencanaan dan Estimasi Biaya Pembangunan Water Treatment Plant Kota Sampit Kotawaringin tahun 2017-2027.

Oleh karena itu, PDAM Tirta Mentaya sebagai salah satu perusahaan di bidang industri air bersih di kota Sampit yang mendistribusikan air bersih untuk kebutuhan penduduk perlu melakukan pengambangan strategis guna memenuhi pelanggannya untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Saat ini air baku yang dihasilkan berasal dari Sungai Metaya. Sebagai tindak lanjut sebagai alternatif pemecahan masalah pelayanan air bersih dan ketersediaan air baku adalah dengan membangun instalasi pengolahan air dengan kapasitas 100 ltr/dtk.

Dengan demikian, pada skripsi ini, dilakukan cara mengetahui kebutuhan air bersih masyarakat sekitar PDAM (cakupan PDAM tirta mentaya) guna dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai penerapan ilmu pengetahuan dalam dunia kerja dan dapat memberikan pengalaman kepada mahasiswa.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun perumusanmasalahnya adalah :

a. Bagaimana kondisi eksisting PDAM Tirta Mentaya Kota Sampit ?

b. Bagaimana cara mengetahui kebutuhan air bersih untuk di daerah Kota Sampit ?

c. Bagaimana cara menentukan dimensi dan desain teknis unit-unit pengolahan air minum kap 100 l/dt dan serta gambarnya yang sesuai kriteria desain ?

1.3 Batasan Masalah

Mengingat permasalahan yang akan dikaji sangat luas, maka perlu adanya pembatasan masalah agar dapat dilakukan pembahasan lebih mendalam. Penulisan laporan skripsi dibatasi hanya pada pembahasan masalah teknis IPA ini akan difokuskan pada hal – hal sebagai berikut :

(17)

3

b. Menganalisa kebutuhan air bersih untuk 10 tahun ke depan di daerah cakupan PDAM Tirta Mentaya Kota Sampit.

c. Menentukan dimensi dan spesifikasi teknis dari masing-masing unit pengolahan kap 100 l/dt dengan melakukan perhitungan serta gambarnya yang sesuai kriteria desain.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui kondisi eksisting PDAM Tirta Mentaya Kota Sampit

b. Mengetahui kebutuhan air bersih untuk 10 tahun dan memberikan solusi penyelesaian terhadap masalah yang ada di PDAM Tirta Mentaya berfokus pada pengembangan Unit IPA.

c. Menentukan dimensi dan spesifikasi teknis dari masing-masing unit pengolahan kap 100 l/dt dengan melakukan perhitungan serta gambarnya.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Laporan Skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan ataupun usulan perbaikan dalam pemecahan masalah-masalah di dalam Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kotawaringin Timur (PDAM–Kab. KOTIM). b. Memperkuat keterampilan kerja mahasiswa sekaligus mempraktekannya

langsung ilmu yang telah didapat di bangku kuliah pada dunia kerja. c. Bagi dunia akademik, merupakan sumbangan untuk memperkaya khasanah

ilmu pengetahuan dalam mengembangkan unit instalasi pengolahan air minum.

1.6. Sistematika Penyusunan

Susunan penulisan Laporan Tugas akhir/skripsi terdiri dari tiga bagian yaitu: 1. Awal Laporan

Bagian awal laporan terdiri dari atas Halaman Kulit, Halaman Judul, Halaman Pernyataan, Halaman Pengesahan, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel dan Daftar l.

(18)

4

2. Isi Laporan

Pembagian isi laporan adalah sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan : Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan, Manfaat, Sistematika Penyusunan.

BAB II. Tinjauan Pustaka : Teori, landasan, paradigma, cara pandang, metode-metode yang telah ada dan atau akan digunakan.

BAB III. Metode Penelitian : Objek dan waktu penelitian, Bahan dan Alat Penelitian, Variabel Penelitian, Analisis Data dan Tahapan Pelaksanaan Penelitian.

BAB IV. Hasil Pembahasan : Berdasarkan gambaran dari suatu permasalahan dan gambaran umum suatu obyek yang diamati yaitu mengungkapkan permasalahan yang lebih khusus dari judul.

BAB V. Kesimpulan dan Saran : Kesimpulan ( rangkuman keseluruhan isi yang sudah dibahas ), saran ( saran perluasan, pengembangan, dan pendalaman).

2. Akhir Laporan

(19)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Air

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri terdapat pengertian mengenai air bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak.

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan tapi masih memungkinkan mengandung mikroorganisme dan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan oleh karena itu masih perlu ada pengolahan lebih lanjut terlebih dahulu seperti dimasak sebelum diminum (Daud, 2011).

Air merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan kebutuhan manusia. Keberadaan air di muka bumi ini sangat berlimpah, mulai dari mata air, sungai, waduk, danau, laut, hingga samudera. Luas wilayah perairan lebih besar dari pada luas wilayah daratan. Walaupun demikian tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satunya adalah kebutuhan akan air bersih dan air minum.

Menurut Peraturan Menteri Kesehata RI Nomor : 41 6/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sedangkan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak Air Minum.

Air bersih adalah salah satu jenis sumber daya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktifitas mereka sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi. Untuk konsumsi air minum menurut departemen kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber

(20)

6

alam dapat diminum oleh manusia, terdapat resiko bahwa air ni telah tercemar bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga suhu 100°C, banyak zat berbahaya, terutama logam tidak dapat dihilangkan dengan cara ini.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1991 mendefinisikan air bersih sebagai berikut :

a. Dipandang dari sudut ilmiah, air bersih adalah air yang telah bebas dari mineral, bahan kimia jasad renik

b. Dipandang dari sudut program, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan rumah tangga dan dapat diminum setelah dimasak.

2.2 Dasar Hukum Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Menurut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33 ayat 3, menyebutkan bahwa bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, namun Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan bahwa boleh dikelola oleh pihak swasta, ini bertentang tentang UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Sehingga ada perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2005 menjadi Peraturan Pemerintah No 122 Tahun 2015.

Pada pelaksanaan kegiatan penyediaan air baku harus mengacu kepada dasar hukum yang berlaku Peraturan Pemerintah No. 122 Tahun 2015 Tentang Sistem Penyediaan Air Minum, didalamnya juga mengatur beberapa hal mengenai penyediaan air baku. Dalam Peraturan Pemerintah No. 122 Tahun 2015, dinyatakan bahwa pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertahanan, pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya.

Sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah No. 122 Tahun tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang dimaksut dengan air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah, dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.

(21)

7

Peraturan Pemerintah No. 122 Tahun 2015 tersebut, dinyatakan bahwa sistem penyediaan air minum (SPAM) dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air Baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengolahan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan, dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampung air hujan, terminal air, mobil tangki air instalasi kemasan, atau bangunan perlindungan mata air.

Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 122 Tahun 2015 Tentang pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum menyebutkan bahwa sistem penyediaan air minum terdiri dari unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan.

Pipa Transmisi

Unit Air Baku Unit Produksi Unit Distribus

Unit Pengolahan Air

Gambar 2.1 Skematik Sistem Penyediaan Air Minum

Sumber: Data Penelitian,2018

1. Unit air baku, dapat terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pengambilan dan/atau penyediaan air baku. Air baku wajib memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk penyediaan air minum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Unit produksi, merupakan prasarana dan sarana yang dapat digunakan untuk mengolah air baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi, dan/atau biologi. Unit produksi dapat terdiri dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan penampungan air minum.

3. Unit distribusi, terdiri dari sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan. Unit distribusi wajib

Sumber

Air Baku mixing Flas

Instalasi Pengolahan

Air

Reservoir

Distribusi Jaringan Pipa Distribusi

Unit Pelayanan

(22)

8

memberikan kapasitas, kuantitas, kualitas air dan kontinuitas pegaliran yang memberikan jaminan pengaliran 24 jam per hari.

4. Unit pelayanan, terdiri dari sambungan rumah, hidran umum, dan hidran kebakaran. Untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan hidran umum harus dipasang alat ukur berupa meter air. Untuk menjamin keakurasiannya, meter air wajib dikalibrasi secara berkala oleh instalasi yang berwenang.

5. Unit pengelolaan, terdiri dari pengelolaan teknis dan pengelolaan nonteknis. Pengelolaan teknis terdiri dari kegiatan operasional, pemeliharaan dan pemantauan dari unit air baku, unit produksi dan unit distribusi. Sedangkan pengelolaan nonteknis terdiri dari administrasi dan pelayanan.

2.3 Sistem Penyediaan Air Minum Kawasan

Berdasarkan pada Petunjuk Teknis Perencanaan Rancangan Teknis Sistem Penyediaan Air Bersih Perkotaan, sistem air bersih yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih suatu daerah yang merupakan bagian daerah perkotaan kemudian dikembangkan menjadi suatu kawasan tertentu, sehingga merupakan bagian dan sistem air bersih perkotaan dengan unit produksi melalui penyediaan sendiri ataupun melalui sistem air bersih perkotaan.

Karakteristik spesifikasi sistem penyediaan air bersih untuk kawasan perumahan meliputi beberapa aspek sebagai berikut :

1. Aspek teknis dan fisik :

a. Unit produksi SPAM kawasan berupa :  Pengolahan sederhana pengadaan sendiri  Pengolahan paket pengadaan sendiri  Suplai dari SPAM kota,

b. Kapasitas pengolahan terbatas untuk kebutuhan kawasan yang bersangkutan,

c. Tingkat pelayanan terbatas untuk kawasan yang bersangkutan, d. Daerah pelayanan adalah kawasan yang bersangkutan

(23)

9

f. Semua untuk sambungan rumah (SR)

g. Besaran konsumsi air umumnya mencapai bahkan melebihi standar.

2. Aspek sosial ekonomi dan kependudukan

a. Pola pengembangan penduduk terpusat di kawasan tersebut, b. Tingkat keinginan dan kemauan masyarakat tinggi,

c. Tingkat keinginan dan kamauan masyarakat sangat tinggi terhadap sambungan air minum,

d. Tingkat pendapatan umumnya hampir merata, e. Pola penggunaan lahan terpusat dan terbatas.

2.4 Sumber-Sumber Air Minum

Menurut Sutrisno, dkk. (2002) sumber-sumber air adalah sebagai berikut : 1. Air Tanah, yang terdiri dari :

a. Mata Air

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air dalam.

b. Air Tanah Dangkal

Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah. Lapisan tanah disini berfungsi sebagai saringa. c. Air Tanah Dalam

Pengambilan air tanah dalam tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dam memasukan pipa kedalamnya sehingga dalam suatu keadaan (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapisan air. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air tanah dapat menyembur keluar dan dalam keadaan ini sumur disebut dengan sumur artetis. Jika air tak dapat keluar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam.

(24)

10

2. Air Permukaan

Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapatkan pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, limbah industri dan sebagainya.

Air permukaan ada dua macam, yaitu : a. Air sungai

Air sungai adalah alternatif utama yang sampai saat ini masih digunakan sebagai sumber air yang dapat dikelola untuk masuk kedalah proses pengolahan. Ini disebabkan kondisi morfologi sungai yang memungkinkan untuk membuat bendung dan mengarahkan air. Namun dalam penggunaannya sebagai air minum harus mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air minum pada umumnya dapat mencukupi.

b. Air Rawa/Air Gambut

Kebanyakan dari air rawa ini berwarna, hal ini disebabkan oleh adanya zat-zat organis yang telah membusuk, misalnya: asam humus yang dalam air menyebabkan warna kuning kecoklatan. Dengan adanya pembusukan kadar organik tinggi, maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula. Dalam keadaan kelarutan oksigen kurang sekali, maka unsur-unsur Fe dan Mn ini akan larut. Pada permukaan ini akan tumbuh alga (lumut) karena adanya sinar matahari dan oksigen. Jadi untuk pengambilan air sebaiknya pada kedalaman tertentu agar endapan-endapan Fe dan Mn tidak terbawa, demikian juga dengan lumut yang ada pada permukaan rawa.

Air di wilayah gambut merupakan sumber air baku yang potensial untuk diolah menjadi air bersih, terutama di daerah-daerah pedalaman Kalimantan, Sumatera maupun Papua. Secara umum proses/tahapan pengolahan air gambut tidak berbeda jauh dengan air baku tawar lainnya. Masalah utama dalam mengolah air gambut berhubungan dengan karakteristik spesifik yang dimilikinya (Nur, 2012).

(25)

11

Air gambut tersebut cukup potensial bila dilihat dari kwantitasnya untuk dijadikan sebagai sumber air bersih melalui pengolahan terlebih dahulu (Departemen Kesehatan, 2010).

3. Air Laut

Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum.

4. Air Hujan

Air hujan juga merupakan sumber air baku untuk keperluan rumah tangga, pertanian, dan lain-lain. Air hujan dapat diperoleh dengan cara penampungan, air hujan dari atap rumah dialirkan ke tempat penampungan yang kemudian dapat dipergunakan untuk keperluan rumah tangga. Air hujan tidak selalu dapat digunakan secara langsung, diakibatkan kandungan elektrik yang dikandung awan serta tidak terjaminnya sterilisasi wadah penampungan yang terbuka.

2.5 Analisa Kebutuhan Air

Pemakaian air oleh suatu masyarakat bertambah besar dengan kemajuan masyarakat tersebut, sehingga pemakaian air seringkali dipakai sebagai salah satu tolak ukur tinggi rendahnya kemajuan suatu masyarakat.

2.5.1 Jenis Kebutuhan Air

Kebutuhan air diklasifikasikan berdasarkan aktifitas masyarakat, yaitu :

1. Kebutuhan domestik

Kebutuhan domestik adalah kebutuhan air bersih untuk pemenuhan kegiatan sehari-hari tau rumah tangga seperti untuk minum, memasak, kesehatan individu (mandi, cuci dan sebagainya), menyiram tanaman, halaman, pengangkutan air buangan (buangan dapur dan toilet).

2. Kebutuhan non domestik

Kebutuhan non domestik adalah kebutuhan air baku yang digunakan untuk beberapa kegiatan seperti :

(26)

12

- Kebutuhan institusional,

- Kebutuhan komersil dan industri,

- Kebutuhan fasilitas umum, seperti kebutuhan air bersih untuk kegiatan di tenpat-tempat ibadah, rekreasi, maupun terminal.

3. Kebocoran dan kehilangan air

Besarnya kebutuhan air mengakibatkan kebocoran dan kehilangan air cukup signifikan. Kebocoran dan kehilangan air disebabkan karena adanya sambungan ilegal dan kebocoran dalam sistem yang sebagian besar terjadi di aksesoris dan sambungan pipa.

2.5.2 Kriteria Pengembangan

Secara umum kriteria perencanaan yang digunakan dalam perencanaan dalam penyediaan air bersih ini meliputi hal - hal sehagai berikut :

1. Penentuan service area atau daerah pelayanan disesuaikan dengan kondisi setempat berdasarkan kepadatan penduduk;

2. Population coverage atau banyaknya penduduk di daerah service pemerintah Republik Indonesia pada akhir (Millennium Development Goals) MDGs mencapai 80 % pelayanan;

3. Service level atau penyampaian air ke konsumen.

Usaha pelayanan air bersih pada umumnya melalui 2 macam cara. Yaitu melalui sambungan rumah dan melalui hidran umum. Ketentuan perbandingan SR (sambungan rumah) dan HU (hidran umum) berkisar antara 50 : 50 sampai 80 : 20 dimana faktor recovery cost merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan. Besar angka perbandingan tersebut terutama dan hasil survey sosio ekonomi rnelalui ke yang bersangkutan.

4. Consumption rate atau besarnya pemakian per hari, tergantung jenis sambungan rurnah dan hidran umum, dan besaran kota, seperti kota kecil, sedang dan metropolitan.

(27)

13

5. Pelayanan fasilitas non domestik. Pelayanan air bersih untuk fasilitas-fasilitas non domestik diperhitungkan besarnya 5% dan kebutuhan rumah tangga;

6. Kebocoran / kehilangan air

 Pemakaian pada hari maksimum = (1,10 — 1,15) x Qrata-rata  Pemakaian pada hari maksimum = (1,75 — 2,00) x Qrata-rata

2.5.3 Proyeksi Penduduk

Komponen utama yang berperan dalam menentukan atau menggambarkan kondisi suatu wilayah adalah penduduk. Semakin besar jumlah penduduk akan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan jumlah dan jenis kegiatan dalam suatu wilayah. Begitu juga sebaliknya, kegiatan yang ada akan mempengaruhi jumlah penduduk di wilayah tersebut.

Perhitungan proyeksi penduduk sampai 15 tahun ke depan digunakan rumus

Pn = Po ( 1 + r)n (1)

Dimana :

Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun proyeksi (Jiwa) Po = jumlah penduduk pada awal tahun proyeksi (Jiwa) r = laju perkembangan penduduk (%)

n = jumlah tahun proyeksi

2.5.4 Perhitungan Kebutuhan Air

Kapasitas rencana untuk sistem penyediaan air bersih pada daerah perencanaan didasarkan pada kapasitas kebutuhan airnya. Adapun perkiraan kebutuhan air suatu kota dihitung atas dasar standar kebutuhan rata-rata. Kebutuhan air dibagi sesuai dengan jenis klarifikasi konsumen dana macam kebutuhannya, selanjutnya dibagi ke dalam kelompok-kelompok sebagai berikut:

(28)

14

 Kebutuhan air untuk domestik dengan sambungan langsung 100-130 lt/org/hari

 Kebutuhan air untuk domestik dengan hidran umum 30 lt/org/hari

 Kebutuhan air non domestik yang meliputi kepentingan sosial, perkantoran, pendidikan, niaga, fasilitas peribadatan dan lain-lain.

 Kehilangan air direncanakan tidak lebih dari 20 % dari kebutuhan air rata-rata.

2.5.5 Fluktuasi Kebutuhan Air Bersih

Fluktuasi kebutuhan air bersih adalah ketidaktetapan atau guncangan kebutuhan air bersih di wilayah tersebut. Fluktuasi pemakaian air dimaksud sebagai air yang tidak merata untuk setiap satuan waktu dari fluktuasi pemakaian air pada hari maksimum dan pemakaian air pada jam puncak.

Pemakaian pada hari maksimum diartikan sebagai pemakaian tertinggi pada hari tertentu selama periode 1 (satu) tahun. Dalam perencanaan ini faktor pemakaian pada hari maksimum ditentukan 1,1 kali kebutuhan rata-rata.

Pemakaian pada jam puncak diartikan sebagai pemakaian tertinggi pada jam-jam tertentu selama periode 1 (satu) hari, ditentukan 1,5 kali kebutuhan rata-rata.

Kebutuhan Air Rata-rata,

Q average = Standar Konsumsi Air Bersih (m3/dt) (2) (lt/jiwa/hari x Jumlah Penduduk jiwa) x Safety factor

Kebutuhan Air Harian Maksimum,

Q maxday = Qaverage x Faktor maxday (m3/dt) (3)

Kebutuhan jam puncak,

(29)

15

2.6 Bangunan Penyadap Air Baku (Intake)

Intake adalah konstruksi yang dibangun di sumber air baku untuk menganbil sejumlah air yang direncanakan.Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam peletakan intake adalah :

a. Memperoleh kualitas air yang terbaik;

b. Ketinggian tanah berhubungan dengan sistem pengaliran air baku; c. Sedekat mungkin dengan daerah pelayanan;

d. Dibangun pada tempat yang anam, arus aliran tidak terlalu besar, dan pada daerah sungai yang landai dan lurus;

e. Tanah disekitar intake harus stabil;

f. Mempertimbangkan debit di masa mendatang;

g. Posisi inlet harus benar-benar tepat dimana titik penyadapan dapat optimum; h. Jaun dari sumber kontaminan; dan

i. Dilengkapi dengan screening.

River intake merupakan intake untuk menyadap air baku yang berasal dari sungai atau danau. Tipe ini biasanya dilengkapi dengan screen dan bak enampung dengan pintu air. River intake dapat diterapkan pada sungai relatif dangkal dengan memodifikasi bangunan penampungnya.

Screen digunakan untuk mentisihkan material kasar/sampah yang terbawa aliran air untuk mencegah kerusakan pompa dan unit pengolahan berikutnya. Persamaan yang digunakan adalah :

hL =  (w/b)4/3 hv sin  (5)

dimana :

hL = headlosssaat melewati batang screen (m)

= faktor bentuk batang

w = tebal batang (m) b = jarak antar batang (m)

 = kemiringan batang dari horizontal

(30)

16

Pintu air digunakan untuk mengatur aliran air dari sumber air baku ke saluran intakesehingga diperoleh debit pengaliran yang diinginkan. Pengaturan aliran air ini juga dilakukan pada saat pemeliharaan (pembersihan dan perbaikan). Persamaan yang digunakan menurut Triadmojo, 1995 :

gh

BH

Q

0

,

6

2

(6)

dimana :

Q = debit yang dilewati pintu (m3/dt) B = lebar pintu (m)

H = tinggi bukaan pintu (m) h = headloss pada pintu (m)

Saluran pembawa berfungsi untuk menyalurkan air dari intakeke bak pengumpul. Saluran ini dapat menggunakan pipa atau berupa saluran terbuka. Persamaan yang digunakan adalah menurut Hazen-Williams, yaitu :

167 , 1 85 , 1 82 , 6 D L C v h        (7) dimana :

h = headloss pipa/saluran pembawa (m)

v = kecepatan aliran pada pipa/saluran pembawa (m/dt) L = panjang pipa (m)

D = diameter pipa/saluran pembawa (m) C = koefisien kekasaran Hazen-Williams

2.7 Bak Pengumpul

Bak pengumpul berfungsi untuk menampung air dari intake untuk diolah oleh unit pengolahan berikutnya. Bak pengumpul dilengkapi dengan pompa intake dan pengukur debit. Persamaan yang digunakan menurut (JWWA, 1978) adalah :

td V Q (8) H A V   (9) l p A  (10) dimana :

(31)

17

Q = Debit yang masuk bak pengumpul (m3/dt) V = Volume air yang masuk bak pengumpul (m3) td = Waktu detensi (dt)

A = Luas bak pengumpul (m2) H = Kedalaman bak pengumpul (m) p = Panjang bak pengumpul (m)

2.8 Koagulasi

Koagulasi didefinisikan sebagai destabilisasi muatan pada koloid dan pertikel tersuspensi, termasuk bakteri dan virus, oleh suatu koagulan. Destabilisasi partikel dapet diperoleh melalui mekanisme :

1. Pemanfaatan lapisan ganda elektrik; 2. Netralisasi muatan;

3. Penjaringan partikel koloid dalam presipitat; 4. Pengikatan antar partikel.

Secara umum proses koagulasi berfungsi untuk :

1. Mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid organik maupun anorganik di dalam air;

2. Mengurangi kadar warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air; 3. Mengurangi bakteri-bakteri patogen dalam partikel koloid, algae, dan

organisme plankton lainnya;

4. Mengurangi kadar rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air.

Pada proses koagulasi, zat kimia koagulan dicampur dengan air baku selama beberapa saat hingga merata di suatu reaktor koagulator. Setelah pencampuran ini akan terjadi destabilisasi dari koloid zat padat yang ada di air baku. Keadaan ini menyebabkan koloid-koloid mengalami saling tarik menarik dan menggumpal menjadi ukuran yang lebih besar. Proses koagulasi ini dilaksanakan dalam satu tahap dan dalam waktu yang relatif cepat, yaitu kurang dari 1 menit, sehingga koagulator juga disebut sebagai pengaduk cepat (Darmawan, 2001). Proses

(32)

18

koagulasi dapat menurunkan kekeruhan, warna, bau, rasa, dan bakteri yang ada di dalam air baku.

Ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu proses koagulasi, yaitu :

1. Jenis bahan kimia koagulan yang dipakai 2. Dosis pembubuhan bahan kimia koagulan 3. Pengadukan dari bahan kimia dengan air baku

Jenis bahan kimia koagulan ada 2 (dua) jenis yang umum dipakai yaitu : 1. Koagulan garam logam

Bahan kimia koagulan logam seperti :

 Alluminium Sulfat atau tawas (Al3(SO4)2.I4H2O)  Natrium karbonat atau soda ash (Na2CO3)

 Kalsium hipoklorit atau Kaporit (Kaporit) Ca(ClO)2. 2. Koagulan polimer kationik

Dosis Pembubuhan Koagulan

Untuk mengetahui dosis pembubuhan koagulan yang optimal, dilakukan di laboratorium dengan menggunakan penelitian Jar-test. Prosedur Jar-test pada prinsipnya merupakan replika dari proses pengolahan koagulasi dan flokulasi dalam skla kecil.

Pengadukan Cepat (Rapid Mixing)

Tipe alat yang biasanya digunakan untuk memperoleh intensitas pengadukan dan gradien kecepatan yang tepat bisa diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Pengadukan Mekanis

Pengadukan secara mekanis adalah metode yang paling umum digunakan karena metode ini dapat diandalkan, sangat efektif dan flesibel pada pengoperasiannya. Biasanya pengadukan cepat menggunakan turbine impeller, Paddle impleiir atau propeler untuk menghabiskan turbulensi (Reynold, 1982. Unit Operations and Processes In Environmental Engineering).Pengadukan tipe

(33)

19

ini tidak terpengaruh oleh variasi debit aliran dan meliliki kehilangan tekanan yang sangan kecil.

b. Pengadukan Pneumatis

Pengadukan tipe ini mempergunakan tangki dan peralatan aerasi yang mirip dengan peralatan yang digunakan pada proses lumpur aktif. Rentang waktu detensi dan gradien kecepatan yang digunakan sam dengan pengadukan mekanis. Variasi gradien kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasikan debit aliran udara. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi debit dan memiliki kehilangan tekanan tang relatif kecil.

c. Pengadukan Hidrolis

Pengadukan secara hidrolis dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain dengan menggunakan buffle basins, weir, flume, dan loncatan hidrolis. Hal ini dapat dilakukan karena masing-masing alat tersebut menghasilkan aliran yang turbulen karena terjadinya perubahan arah aliran secara tiba-tiba. Sistem ini lebih banyak dipergunakan di negara berkembang terutama daerah yang jauh dari kota besar, sebab pengadukan jenis ini memanfaatkan energi dalam aliran yang menghasilkan nilai gradien (G) yang tinggi, serta tidak perlu mengimpor peralatan, mdah dioperasikan dan pemeliharaannya yang minimal (Okun, 1971).

Pada desain instalasi pengolahan air ini, sistem pengadukan yang diaplikasikan pada proses koagulasi adalah sistem pengadukan hidrolis dengan menggunakan terjunan. Pengadukan dengan sistem ini memberikan hasil yang cukup memuaskan dengan biaya konstruksi, operasional dan pemeliharaan yang relatif rendah. Mengenai keterbatasan fleksibilitas yang dimiliki oleh tipe ini dapat diatasi dengan melakukan pengolahan pada debit yang spesifik.

Pengadukan dengan terjunan adalah pengadukan yang umum dipakai pada instalasi pengolahan air dengan kapasitas yang besar diatas 50 liter/detik (Darmasetiawan, 2006). Pembubuhan koagulan dilakukan dengan cara injeksi secara otomatis pada pipa air baku dengan kadar koagulan yang sudah disesuaikan dan diatur pada ruang kimia sesaat sebelum air di terjunkan, dengan demikian air yang terjun sudah mengandung koagulan. Persamaan-persamaan yang digunakan untuk dedain unit koagulasi hidrolis adalah :

(34)

20

 Persamaan gradien kecepatan yang digunakan untuk koagulasi hidrolis adalah sebagai berikut :

2 . . g G TD v h (11) atau, 2 1 . .      Td h g G (12) Dimana : G = gradien kecepatan (dt) g = percepatan gravitasi (m/s2) h = tinggi terjunan (m)  = viskositas kinematis (m2/s2)

Proses koagulasi adalah proses pertama yang mana pada proses ini air baku yang akan diolah dicampur dengan bahan koagulan yaitu alum sulfat (tawas) dan diharapkan proses ini terjadi pencampuran yang sempurna antara air baku dengan bahan koagulan. Hal ini sangat diperlukan karena bahan yang terlarut didalam air baku (tersuspensi) akan dirubah bentuk fisiknya menjadi partikel-partikel yang cukup berat (koloidal), dan bilamana pH air baku turun akibat pencampuran alum sulfat maka ditambahkan soda ash agar pH kembali normal. Dalam proses ini dapat dikatakan pengadukan secara cepat dan dapat bekerja secara gravitasi.

Tabel 2.1. Spesifikasi Unit Koagulan IPA 100 l/dt

U r a i a n S p e s i f i k a s

i

T y p e Hidrolis (pipe line mixing/pengaduk statis). Waktu Pengadukan 1 – 4 detik

Nilai Gradient Kecepatan > 750 /detik Kecepatan Aliran 1,0 ‐ 3,0 m/detik

Bentuk Pipa yang di dalamnya terdapat sekat atau bafflel dan terdapat lubang injeksi untuk pompa dosing sebanyak tiga buah Sumber: SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA

(35)

21

2.9 Flokulasi

Proses Flokulasi adalah proses pengaduk lambat yang bertujuan untuk membentuk partikel yang dihasilkan oleh proses koagulasi menjadi berat dan besar.

Flokulasi merupakan pengadukan lambat untuk menggabungkan partikel-partikel padat yang telah terdestabilisasi menjadi flok-flok yang dapat diendapkan pada unit pengolahan berikutnya dengan cepat. (Reynolds, 1982). Flokulasi dapat dilakukan dengan cara pengadukan hidrolis, mekanik, dan pneumatik.

Flokulasi yang baik dicapai dengan mengaplikasikan pengadukan yang tepat untuk memperbesar flok-flok hasil koagulasi. Pengadukan pada bak flokulasi harus diatur sehingga kecepatan pengadukan semakin ke hilir semakin lambat, serta pada umumnya waktu detensi pada bak ini adalah 20 menit sampai 40 menit. Hal tersebut dilakukan karena flok yang telah mencapai ukuran tertentu tidak bisa menahan gaya tarik dari aliran air dan menyebabkan flok pecah kembali, oleh sebab itu kecepatan pengadukan dan eaktu detensi dibatasi. Hal ini yang harus diperhatikan pula adalah konstruksi dari unit flokulasi harus bisa menghindari aliran mati pada bak.

Terdapat beberapa kategori sistem pengadukan untuk melakukan flokulasi yaitu :

1. Pengadukan mekanis

2. Pengadukan menggunakan buffle channel basins

Pengadukan hidrolis dengan buffle channel vertical menitikberatkan pada konstruksi pada celah antar buffle dengan tingkat pengadukannya diatur dengan pintu antar buffle. Gradien kecepatan yang terjadi dapat dihitung dengan cara :

2 1 . . .      A H h Q G  (13) dimana :

h = beda tinggi muka air (m) H = tinggi muka air di bak (m) A = luas dasar kompartemen (m2)

(36)

22

 = viskositas kinematis (m2/det) Sumber : Darmasetiawan (2006).

Kehilangan tekanan pada bak flokulasi menggunakan persamaan berikut :

g

td

v

G

Hf

2

(14) Dimana :

Hf = Kehilangan tekanan air, (m) G = gradien kecepatan aliran air, (det-1) td = Waktu detensi, (detik)

g = Percepatan gravitasi, (m/det2)

Debit aliran dalam pintu air :

(15)

Dimana:

Q = Debit aliran, (m3/det) µ = Koefisien debit

a = Tinggi bukaan pintu air, (m) b = Lebar bukaan pintu air, (m) g = Percepatan gravitasi, (m/det2) h1 = Kedalaman air di depan pintu, (m)

Nilai gradien kecepatan (G) dapat diatur besarannya dengan mengatur hidrolisnya. Tetapi pengaturan waktud etensi (Td) sulit untuk dilakukan karena menyangkut rancangan volume reactor. Untuk itu perencanaan Td suatu instalasi pengolahan air terutama untuk flokulasi sangatlah penting. Flokulasi yang terlalu cepat akan menghasilkan flok yang kurang besar untukd iendapkan secara sempurna, sedangkan flokulasi yang terlalu lama akan menghancurkan kembali flok yang sudah jadi. (Darmasetiawan, 2006).

h g b Q.. . 2. .

(37)

23

Tabel 2.2. Spesifikasi Unit Flokulasi IPA 100 l/dt

Sumber: SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA

2.10 Sedimentasi

Proses sedimentasi adalah pemisahan partikel yang larut dalam air secara gravitasi. Partikel yang larut dalam air tersebut keberadaannya dapat dilihat dari kekeruhan atau dilakukan pengukuran berat zat padat yang terlarut.

Pada instalasi air bersih, proses pengendapan dilakukan pada bak sedimentasi. Secara umum yang perlu direncanakan dalam sistem bak pengendap adalah :

 Perencanaan bidang pengendap  Perencanaan inlet dan outlet  Perencanaan ruang lumpur (Darmasetyawan, 2006)

Jenis bak pengendap terdiri dari :

1. Bak pengendap dengan aliran batch

2. Bak pengendap dengan aliran kontinyu, yang terdiri dari :  Aliran horizontal

 Aliran vertikal  Aliran miring

Suatu bak sedimentasi secara ideal dengan proses kontinyu dibagi menjadi empat daerah (zona), yaitu :

U r a i a n

T y p e

Bentuk Kompartemen ‐ Nilai Gradient Kecepatan

Waktu Tinggal

S p e s i f i k a s i

Hidrolis / Up and Down Flow / Helicoidal.

Hexagonal yang dibawahnya terdapat katup penguras

lumpur, terdapat 6 buah bak Hexagonal.

100 – 20 /detik (Tiap bak berbeda nilai gradiennya dengan maksud untuk memperlambat aliran) 20 ‐ 40 menit

(38)

24

1. Daerah masuk (inlet zone) yang berfungsi untuk mendistribusikan aliran secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk.

2. Daerah pengendapan (settling zone) yang berfungsi untuk mengalirkan air secara perlahan arah horizontal menuju outlet zone dan didalam zona ini terjadi proses pengendapan.

3. Daerah lumpur (sludge zone) yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan partikel-partikel yang terendap dan juga tempat pengeluaran lumpur.

4. Daerah pengeluaran air (outlet zone) berfungsi sebagai tempat keluaran air yang telah bersih dari proses pengendapan melalui pelimpah.

Untuk memperluas permukaan bidang pengendapan dapat dilakukan dengan memasang keping pengendap (plate settler). Plate settler merupakan keping pengendap yang dipasang pada settling zone (zona pengendapan) di bak sedimentasi dengan kemiringan tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan memperluas bidang pengendapan sehingga proses fisika dari sedimentasi dapat berlangsung lebih effektif dan menghemat luas bahan yang diperlukan. Adapun tiga macam aliran yang melalui plate settler yaitu (Hendricks, 2005) :

1. Upflow (aliran keatas), yaitu dimana lumpur (sludge) yang mengendap turun ke dasar bak melalui plate, ketika aliran air mengalir ke atas menuju outlet zone.

2. Downflow (aliran ke bawah), yaitu dimana lumpur yang mengendap turun ke dasar bak melalui plate bersamaan dengan aliran air yang mengalir ke bawah.

3. Crossflow (aliran silang), yaitu dimana lumpur yang mengendap turun ke dasar bak, sedangkan aliran air menyilang (crossing) di masing-masing plate.

(39)

25

Lintas suatu partikel yang mengendap pada plate merupakan hasil penjumlahan 2 vektor yaitu vektor kecepatan aliran pada plate dan vector kecepatan pengendapan partikel. Kedua hubungan vektor tersebut seperti ditungjukan pada gambar dibawah ini.

Gambar. 2.2 Hubungan vektor aliran pada plate settler. Sumber: Qasim, S.R., Motley, E.M., dan Zhu, G., 2002

Pada gambaar di atas, dapat dilihat bahwa bila permukaan pengendapan dimiringkan ke atas searah aliran, maka lintasan partikelnya pun akan berubah. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan pada komponen kecepatan dari partikel. Secara geometrik dapat dijelaskan sebagai berikut sseperti pada persamaan (a) dan (b). Jika jarak pengendapan pada permukaan plate adalah AC dan CD, makan :

𝐴𝐶 =𝑆𝑖𝑛 𝛼ℎ +𝑇𝑎𝑛 𝛼𝑤 = 𝑉𝑜 × 𝑡𝑑 (16)

(40)

26

Dari persamaan (11) dan (12) dapat digabungkan menjadi persamaan berikut :

𝑆𝑜 𝑉𝑜

=

𝑤.𝑆𝑖𝑛𝛼 𝐻.𝐶𝑜𝑠 𝛼+𝑤.𝐶𝑜𝑠2 𝛼 (18)

Jika A adalah surface area pada zona pengendapan (settling zone) dan Q adalah debit, maka dari persamaan (13) dapat menjadi persamaan berikut :

𝑉𝑜 =𝐴.𝑆𝑖𝑛 𝛼𝑄 (19)

disubtitusikan menjadi:

𝑆𝑜 =𝑄𝐴×𝐻.𝐶𝑜𝑠𝛼+𝑊.𝐶𝑜𝑠𝑊 2 𝛼 (20)

dimana :

Vo = Kecepatan pengendapan partikel desain (m2/s) Td = Waktu pengendapan dari partikel (s)

So = Kecepatan horizontal partikel (m2/s) W = Jarak antar partikel (m)

ɑ = Sudut kemiringan plate

Plate settler dapat dibuat dari jenis bahan yang tidak mudah pecah, berserat, semacam polythylene, kayu, fiber, baja tipis dan sebagainya. Jenis polythylene yang banyak digunakan adalah berupa plastik yang keras dan betal.

Kelebihan-kelebihan dari penggunaan polythylene ini dibandingkan yang lainnya adalah :

1. Mudah dalam perawatannya, karena dari jenis bahan yang ringan dan tidak berserat.

2. Bahan baku tidak terlalu sulit dipasaran.

3. Lebih lama dapat bertahan untuk tidak dibersihkan karena jenis bahan bakunya sulit untuk dapat ditumbuhi oleh tanaman sejenis ganggang dan lumut.

4. Tidak mudah pecah dan relatif lebih lama mengalami kerusakan akibat adanya penguraian efek mikroba.

(41)

27

Proses pengendapan terjadi pada zone bidang pengendapan, dimana flok yang sudah terbentuk dapat mengendap. Secara ideal bidang pengendapan ini drus memenuhi asumsi bahwa aliran harus merata dan mempunyai kecepatan sama diseluruh area potongan melintang.

Keseragaman dan turbulensi air pada bidang pengendapan sangat menentukan tingkat keberhasilan proses pengendapan. Untuk menggambarkan tingkat keseragaman dan turbulensi aliran ditentukan oleh bidang Froude (Fr) dan Reynold (Re) sebagai berikut :

- Bilangan Froude, Fr >10-5 - Bilangan Reynold, Re <500 Persamaan bilangan Froude dan Reynold :

𝐹𝑟 =

𝑉𝑜𝑔.𝑅2 (21)

𝑅𝑒 =

𝑉𝑜.𝑅𝑣 (22)

Dimana :

Vo = Kecepatan horizontal, (m/det) R = Radius hidrolis, (m)

v = Viskositas kinematik, (m2/det)

Proses sedimentasi adalah proses pengendapan partikel‐partikel yang sudah dihasilkan oleh unit flokulasi (berat dan besar) diharapkan pada proses ini sudah terlihat perbedaan kualitas air baku yang diolah. Hal ini disebabkan adanya pengendapan dari hasil proses flokulasi sehingga sudah ada pemisah antara air dengan partikel. Untuk mempercepat pengendapan dibantu dengan tube settler yang dipasang berlawanan dengan aliran dan dipasang dengan kemiringan 60º

(42)

28

Tabel 2.3. Spesifikasi Unit Sedimentasi IPA 100 l/dt

U r a i an S p e s i f i k a s i

Type dan Bentuk Hidrolis/Aliran masuk

vertikal./PersegiPanjang

horizontal, aliran keluar

Media penyambung antara proses flokulasi dan proses sedimentasi

Manifold pipe yang disisi kiri dan kanannya terdapat lubang, dengan kriteria luas lubang di sisi kiri dan kanan pipa manifold harus lebih dari luas 2 kali dari pipa manifold, ini dimaksudkan agar aliran tetap laminar dan tidak turbulen dengan kecepatan aliran di dalam pipa manifold 0,1 – 0,25 m/dt.

Beban permukaan 1,0 – 4,0 m3/m2/jam

Kemiringan tube settler 60º

Jarak antara tube settler 2,5 ‐ 5 cm Jarak minimum antara atas settler dengan tinggi

air di unit Sedimentasi 25 ‐ 40 cm

Jarak minimum antara bawah settler dgn ruang

Lumpur 100 cm

Tinggi tube settler setelah dimiringkan 60 – 100 cm

Bilangan Reynold (Re) < 500

Bilangan Freud (Fr) > 10-5

Pelimpah Gutter dengan deretan V‐notch

Pengurasan Lumpur Hidrostatik dengan daya tampung Lumpur diruang lumpurnya 2‐3 menit dari kapasitas produksi paket IPA Waktu tinggal tidak termasuk ruang Lumpur

Tinggi Paket IPA

> 25 menit 2 – 6 M Periode antara waktu pengurasan 12 – 24 jam Sumber: SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA

2.10 Filtrasi

Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida yang membawanya menggunakan suatu medium berpori atau bahan berpori lain untuk menghilangkan sebanyak mungkin zat padat yang tersuspensi dan koloid. Pada pengolahan air bersih, filtrasi digunakan untuk menyaring air dari proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi sehingga dihasilkan air bersih yang berkualitas baik. Selain mereduksi kandungan zat padat, filtrasi dapat juga mereduksi kandungan bakteri, menghilangkan warna, rasa, bau, besi dan mangan. Proses filtrasi dibutuhkan untuk sebagian besar pengolahan air permukaan sebagai

(43)

29

pencegah transmisi dari water diseases. Walaupun dewasa ini desinfeksi merupakan cara yang lebih utama untuk mencegah transmisi tersebut, filtrasi dapat membantu mengurangi proses desinfeksi secara signifikan dan meningkatkan efisiensi dari proses desinfeksi.

Secara umum filtrasi berdasarkan kecepatan penyaringan, dibagi menjadi : 1. Saringan Pasir Lambar (Slow Sand Filter)

Saringan pasir lambat (Slow Sand Filter) merupakan penyaringan yang menggunakan media pasir dengan kecepatan penyaringan 1-5 m3/m2/jam. Air baku dialirkan ke bak penerima, kemudian dialirkan ke bak pengendap tanpa memakai zat kimia, selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan saringan pasir lambar. Untuk merancang saringan pasir lambat perlu memperhatikan kriteria saringan pasir lambat. Saringan pasir lambat bekerja dengan cara kombinasi antara penyaringan, absorpsi (penyerapan) dan flokulasi biologi. Saringan pasir lambat cukup efektif untuk menurunkan kadar bakteri, turbiditas (kekeruhan), dan warna pada kekeruhan < 50 mg/lr. Unit ini memerlukan tempat yang luas untuk bangunan filter, dan tidak cocok untuk kekeruhan yang tinggi.

2. Saringan Pasir Cepat (Rapid Sand Filter)

Saringan pasir cepat (Rapid Sand Filter) dapat digunakan untuk penyaringan dengan kecepatan 40 kali lebih besar dari pada saringan pasir lambat. Saringan pasir cepat ini berfungsi untuk menyaring partikel flok hasil proses koagulasi dan flokulasi, sehingga sebelum proses penyaringan dengan saringan pasir cepat ini, terlebih dahulu harus dilakukan proses kogulasi dan flokulasi dengan pembubuhan bahan kimia.

Persamaan-persamaan yang diperlukan pada perencanaan unit saringan pasir cepat ini adalah :

Dimensi Bak filter  Jumlah bak (N) :

N = 1,2. (Q)0,5 (23)

dimana :

(44)

30

Sistem Inlet dan Oulet :

 Kehilangan tekanan sepanjang pipa inlet dan outlet : 85 . 1 63 . 2 54 . 0

.

.

2785

,

0

.

D

C

L

Q

H

mayor (24) Dimana :

Hmayor = kehilangan tekanan seanjang pipa, (m)

Q = debit pengolahan, (m3/det) L = panjang pipa, (m)

C = koefisien Hazen Williams D = diameter pipa, (m)

 Kehilangan tekanan akibat aksesoris pipa, (hminor) :

2 min . 2 . g V k H or  (25) Dimana :

hminor = Kehilangan tekanan akibat aksesoris pipa, (m) V = Kecepatan aliran, (m)

g = Percepatan gravitasi (m/det2) k = Koefisien konstraksi

Sistem filtrasi dan backwash :

 Persamaan pada saat filtrasi berlangsung : Kehilangan tekanan pada media penyaringan :

ℎ𝑓 = (1−𝑒𝑒3) × 𝑣2 𝜑.𝑔× 𝐿 × ∑ 𝑓𝑖 ( 𝑥𝑖 𝑑𝑖) (26) 𝑓𝑖 = 150 (1−𝑒𝑅𝑒) + 1,75 (27) 𝑅𝑒 = 𝜌.𝑉𝑠.𝜑.𝑑𝜇 (28) Dimana :

Hf = Kehilangan tekanan pada media filter, (m) e = Porositas media filter

V = Kecepatan aliran filtrasi, (m/det) Φ = Faktor bentuk

g = Percepatan grafitasi, (m/det2) L = Ketebalan lapisan media filter, (m) fi = Faktor gesekan

(45)

31

xi = Fraksi berat pertikel

di = Ukuran tengah geometrik butir media filter, (m) Re = Bilangan Reynold

ρ = Berat jenis air, (kg/m3)

µ = Viskositas dinamik, (N.det/m2)

 Persamaan pada saat pencucian (backwash) : Kehilangan tekanan pada saat backwash, (He) :

𝐻𝑒 = 𝐿𝑒× (1 − 𝑒𝑒) × (𝜌𝑚−𝜌𝑤𝜌𝑤 ) (29)

Ketebalan media terekspansi, (Le) :

𝐿𝑒 = (1 − 𝑒) × 𝐿 × ∑ [1−𝑒𝑥𝑖𝑒] (30)

Dimana :

He = Kehilangan tekanan pada media filter saat backwash, (m) Le = Ketebalan media saat teekspansi, (m)

L = Ketebalan media saat awal sebelum backwash, (m) ee = Porositas terekspansi

e = Porositas media filter saat awal

ρm = Berat jenis spesifik media filter, (kg/m3) ρw = Berat jenis spesifik air, (kg/m3)

xi = Fraksi tebal lapisan media

𝐶

𝐷

=

𝑅𝑒24

+

√𝑅𝑒3

+ 0,34

(31) 𝑉𝑆 = [3.𝐶4.𝑔 𝐷× (𝜌𝑚 − 1) × 𝑑] 0,5 (32)

𝑒

𝑒

= (

𝑉𝑏𝑉𝑠

)

0.22 (33) 𝑉𝑠 = 177,76 × (𝑑)1.143 (34) Dimana : CD = Koefisien drag

Vs = Kecepatan mengendap butir filter, (m/det) Vb = Kecepatan aliran pencucian (backwaash), (m/det)

(46)

32

Sistem underdrain

Kehilangan tekanan pada orifice :

ℎ𝑓

𝑜𝑟

= 𝑘

𝑉2.𝑔𝑜𝑟 (35)

Kehilangan tekanan pada pipa lateral dan manifold:

𝐻

1

=

13

𝑓

𝐷𝐿2.𝑔𝑉 (36) Dimana : H1 = Kehilangan tekanan, (m) f = Koefisien friksi L = Panjang pipa, (m) D = Diameter pipa, (m)

g = Percepatan gravitasi, (m/det2)

Proses ini adalah proses terakhir, diharapkan pada proses sedimentasi semua partikel dapat diendapkan, akan tetapi ada beberapa partikel yang lolos karena terlalu ringan dan melayang dengan adanya partikel tersebut perlu adanya proses filtrasi untuk menjaga hasil air olahan memenuhi standard. Karena aliran gravitasi maka proses filtrasi ini menggunakan saringan pasir cepat terbuka dengan dua media, yaitu : media antrasit dan media pasir silica.

(47)

33

Tabel 2.4. Spesifikasi Unit Filtrasi IPA 100 l/dt

Sumber: SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA

Proses filtrasi ini apabila berjalan terus menerus dengan menyaring partikel yang ringan dan halus maka pori‐pori media filter akan tersumbat, oleh sebab itu diproses filtrasi perlu dilakukan pencucian media pasir. Pada proses pencucian ini tidak memerlukan pompa backwash karena memakai system Bejana

Berhubungan yang mana air hasil olahan ditampung dulu pada bak yang saling

berhubungan dengan unit Filtrasi, pencuian akan berlangsung dengan sendirinya apabila aliran yang masuk keunit filtrasi ditutup katubnya dan katup penguras dibuka, karena adanya perbedaan muka air di unit Filtrasi dengan di unit bak penampungan maka pencucian akan berlangsung, untuk hal tersebut.

Muka air di dalam bak penampung harus lebing tinggi 1,5 m dari atas media filter dan harus tersedia volume air bersih untuk mencuci 5 M3 untuk luas 1 M2media filter yang akan dicuci.

(48)

34

Tabel 3.5. Spesifikasi Proses Pencucian Filter IPA l/dt

Sumber: SNI 19-6774-2008 Tata Cara Perencana Unit Paket IPA

2.11 Reservoir

Reservoir mempunyai fungsi penting bagi penyediaan air bersih di suatu kota. Perbedaan kapasitas pada jaringan transmisi yang menggunakan kebutuhan maksimum per hari dengan kebutuhan pada jam puncak untuk sistem distribusi, menyebabkan dibutuhkannnya reservoir. Saat pemakaiaan air dibawah rata-rata, reservoir akan menampung kelebihan air untuk digunakan saat pemakaian maksimum. Beberapa fungsi reservoir yang lain diantaranya yaitu :

a. Mengumpulkan air bersih.

b. Menyimpan air untuk mengatasi fluktuasi pemakaian air yang berubah tiap jam.

c. Meratakan aliran dan tekanan air bila pemakaian air pelayanan bervariasi. d. Mendistribusikan air ke daerah pelayanan.

e. Menyimpan cadangan air untuk pemadam kebakaran.

Kapasitas reservoir ditentukan dari fluktuasi pemakaian air selama sehari penuh (24 jam) dengan mengambil jumlah presentase dari surplus maksimum dan defisit minimum. Dari grafik fluktuasi pemakaian air per hari yang mungkin sering kita lupakan. Perilaku pemakaian air masyarakat ikut menentukan kapasitas reservoir.

Volume defisit = ∑(𝑓 𝑑𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑡 − 1 ) × 𝑄𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 (37) Volume surplus = ∑(𝑓 𝑠𝑢𝑟𝑝𝑙𝑢𝑠 − 1 ) × 𝑄𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 (38) Volume surplus dan defisit dalam m3 sedangkan Q rata-rata dalam m3/jam. Volume surplus adalah volume pada saat jam dibawah rata-rata, sedangkan volume defisit adlah volume pada daat jam puncak.

Namun bila data fluktuasi pemakaian air tidak tersedia, perhitungan kapasitas reservoir dapat langsung dihitung dengan memperkirakannya sebesar

Gambar

Gambar 2.1 Skematik Sistem Penyediaan Air Minum  Sumber: Data Penelitian,2018
Tabel 2.1. Spesifikasi Unit Koagulan IPA 100 l/dt
Gambar  3.2. Peta Administrasi Kec. Baamang,   Kotawaringin Timur
Tabel 3.5. Kriteria perencanaan unit flokulasi (pengaduk lambat)
+7

Referensi

Dokumen terkait

e) untuk kebutuhan operasi dan pemeliharaan paket unit instalasi pengolahan air harus dilengkapi dengan lantai pemeriksaan... . e) jalan masuk dari jalan besar menuju ke

adalah unit paket yang dapat mengolah air baku melalui proses fisik, kimia dan. atau biologi tertentu dalam bentuk yang kompak sehingga menghasilkan

Tujuan dari perencanaan evaluasi ini adalah mengkaji ulang kinerja sistem pengolahan air minum Legundi unit III yang berkapasitas 50 liter/detik dari aspek kualitas dan

Merancang instalasi pengolahan air limbah untuk mengolah efluen cair tangki septik dengan menentukan unit pengolahan yang tepat agar dapat memenuhi baku mutu

Air baku yang dapat diolah dengan Unit Paket Air baku yang dapat diolah dengan Unit Paket instalasi pengolahan air harus memenuhic. instalasi pengolahan air harus memenuhi

Topik bahasan ini dititikberatkan pada proses pengolahan air baku menjadi air bersih dan konstruksi bangunan pada IPA (Instalasi Pengolahan Air) PDAM Tirta Silaupiasa

adalah pipa yang digunakan untuk mengalirkan air baku ke unit pengolahan atau mengantarkan air bersih, dari unit pengolahan atau mengantarkan air bersih, dari

Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air