• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN PENILAIAN PROYEK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERBICARA DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN PENILAIAN PROYEK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERBICARA DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN PENILAIAN PROYEK UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERBICARA

DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

Sagung Dewi Gandhari Kusuma Ningrat

1

, Ni Nyoman Ganing

2

,

I Ketut Adnyana Putra

3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail

:

sagungdewi53@yahoo.co.id

1

, ninyomanganing@yahoo.co.id

2

,

adnyanaundiksha@gmail.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan (1) untuk meningkatkan hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan (2) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah tema cita-citaku setelah menerapkan pendekatan saintifik dengan penilaian proyek di kelas IVC SDN 2 Dangin Puri tahun ajaran 2014/2015. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IVC SDN 2 Dangin Puri sebanyak 29 orang siswa dengan 22 orang siswa laki-laki dan 7 orang siswa perempuan. Pengumpulan data hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) tema cita-citaku menggunakan metode tes perbuatan, sedangkan pengumpulan data kemampuan pemecahan masalah menggunakan metode observasi. Data yang didapatkan selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian ini adalah (1) terjadi peningkatan hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) tema cita-citaku melalui penerapan pendekatan saintifik dengan penilaian proyek pada siswa kelas IVC SDN 2 Dangin Puri. Ketuntasan klasikal siklus I sebesar 31,03% dan siklus II sebesar 89,66% dengan peningkatan mencapai 58,63% dan (2) terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah tema cita-citaku melalui penerapan pendekatan saintifik dengan penilaian proyek pada siswa kelas IVC SDN 2 Dangin Puri. Ketuntasan klasikal siklus I sebesar 34,48% dan siklus II sebesar 93,10% dengan peningkatan mencapai 58,65%. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan saintifik dengan penilaian proyek dapat meningkatkan hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah tema cita-citaku siswa kelas IVC SDN 2 Dangin Puri tahun ajaran 2014/2015.

Kata Kunci: saintifik, penilaian proyek, hasil belajar, keterampilan berbicara, pemecahan masalah.

Abstract

Research aimed at (1) to improve the knowledge in Indonesia language (conversational skills) and (2) to improve the ability to problem solving the theme cita-citaku after applying the approach of scientific rendering with assessment of the project in class IVC of SDN 2 Dangin Puri in the academic year 2014/2015. Type of research is research of class action carried out in two cycles. The subject of this study is the 29 students with 22 male students and 7 female students. The collection of data learning out comes knowledge in Indonesian language (conversational skills) the theme cita-citaku using test method, while the collection of data the ability of problem solving using the method of observation. The data obtained the next analysis by descriptive quantitative technique.The results of research shows that learning out comes knowledge in Indonesian language (conversational skills) the theme cita-citaku and ability to problem solving students class IVC SDN 2 Dangin Puri the castle can be improved through the application of the scientific rendering with the assessment of the

(2)

project. The result of this research is (1) an increase in the knowledge in Indonesia language (conversational skills) theme cita-citaku trough the application of approach scientific with the assessment of the project on students class IVC of SDN 2 Dangin Puri. Exhaustiveness classical cycle I to 31,03% and cycle II of 89,66% with the increase 58,63% and (2) increase in the ability to problem solving theme cita-citaku trough the implementation of the scientific rendering with assessment of the project of students class IVC of SDN 2 Dangin Puri. Exhaustiveness classical cycle I to 34,48% and cycle II of 93,10% with the increase 58,65%. Based on the result of this study then can be concluded that the application of the scientific rendering with the assessment of the project can increase the knowledge in Indonesian language (conversational skills) and the ability to problem solving theme cita-citaku r on students class IVC of SDN 2 Dangin Puri the academic year 2014/2015.

Keywords: scientific rendering, the assessment of the project, learning outcomes, conversational skill, problem solving.

PENDAHULUAN

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 Bab VI pasal 17 ayat 1 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa, “Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah”. Apabila dimaknai isi dari pasal 17 ayat 1 dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tersebut, pendidikan dasar termasuk sekolah dasar dianggap sebagai fondasi yang memegang peranan penting untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan perlu diletakkan sebagai dasar yang kokoh bagi tegaknya bangunan pendidikan yang menyeluruh dengan memberikan pendidikan yang berkualitas dan berguna bagi siswa di masa mendepan. Untuk itu, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Mulyasa, 2014: 20).

Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah melakukan perubahan kurikulum agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Perlu diterapkan kurikulum berbasis kompetensi dan karakter yang dapat membekali siswa dengan berbagai sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tuntunan perkembangan zaman dan teknologi. Kurikulum 2013 lebih menekankan pada pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar yang menjadi pondasi bagi tingkat berikutnya. Pendidikan dasar merupakan pendidikan umum yang

wajib diikuti oleh setiap warga negara agar memperoleh bekal kemampuan dasar untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah. Dalam implementasinya, pendidikan karakter dapat diintegrasi dalam seluruh pembelajaran pada setiap mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum.

Mata pelajaran yang berkaitan dengan norma-norma yang terdapat di lingkungan dan di kehidupan sehari-hari siswa. Keberhasilan kurikulum 2013 dalam membentuk kompetensi dan karakter di sekolah dapat diketahui dari berbagai perilaku sehari-hari yang tampak dalam setiap aktivitas siswa dan warga sekolah lainnya.

Pembelajaran merupakan proses ilmiah. Karena itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik atau ilmiah dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan” (Kurniasih dan Berlin, 2014: 29).

(3)

Menurut BNSP (2006:120) mengatakan bahwa, “Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa yang meliputi aspek menyimak, berbicara, membaca dan menulis”. Berbicara merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang berorientasi pada bahasa lisan. Wendra (2005: 4) mengemukakan bahwa, “Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan”. Selain itu, keberhasilan belajar siswa juga disebabkan oleh berbagai faktor sehingga seorang guru hendaknya membantu kesulitan belajar siswa dan berpedoman pada faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah siswa. Akan tetapi, masih terdapat keluhan dari berbagai pihak terhadap hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah yang dicapai siswa. Dari gambaran tersebut sudah sewajarnya Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah memperoleh perhatian yang lebih serius dari pendidik sehingga dapat lebih diminati oleh siswa.

Dari hasil observasi awal yang dilakukan pada Jumat, 12 Desember 2014 di SDN 2 Dangin Puri dengan wali kelas I Ketut Darmawan, A. Ma menunjukkan bahwa, kualitas proses dan hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas IVC rendah yaitu 13 orang mendapat nilai B, 14 orang mendapat nilai C dan 2 orang mendapat nilai D dari 29 siswa. Dikatakan rendah karena banyak siswa mendapat nilai yang kurang dari skala penilaian sesuai ketentuan penilaian Permendikbud No. 81 A Tahun 2013 yaitu KKM 2,66 (B-) dan KKM di SDN 2 Dangin Puri pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yaitu 70 serta hampir sebagian siswa belum mampu dikategorikan baik.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan wali kelas IVC diperoleh fakta bahwa, (a) kegiatan belajar mengajar siswa cenderung pasif, tertutup, dan kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran,

(b) kegiatan pembelajaran lebih banyak didominasi oleh guru dan siswa lebih sering pasif, (c) siswa hanya mendengarkan, mencatat, dan menghapal materi, (d) kegiatan pembelajaran seperti ini cenderung mengakibatkan pengetahuan dan pemahaman siswa terbatas pada informasi yang diberikan dan diketahui oleh guru, (e) guru belum banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari suatu alternatif dalam menentukan solusi terhadap suatu masalah, (f) saat diberikan soal oleh guru dan menyelesaikan soal yang diberikan guru, siswa jarang diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil yang diperoleh dan memberikan argumentasi secara lisan jika ada jawaban yang kurang tepat dan (g) selain itu, guru tidak pernah memberikan tugas yang mengembangkan kreatifitas, pemahaman, keterampilan dan sikap siswa.

Siswa belum dapat dikatakan baik dalam menguasai materi pelajaran, terutama pada keterampilan berbicara dalam melakukan suatu proyek dan kemampuan pemecahan masalah siswa perlu ditingkatkan. Guru menyadari masih belum efektif dalam menerapkan pendekatan saintifik saat melakukan pembelajaran. Guru masih dibayangi oleh pembelajaran pada KTSP yang setiap mata pelajaran dipisahkan sehingga menyebabkan guru belum bisa menciptakan alur pembelajaran yang bertema. Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung pembelajaran juga menghambat proses pembelajaran. Karena kurikulum 2013 memerlukan sarana dan prasarana yang lengkap agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Keadaan siswa kelas IVC SDN 2 Dangin Puri yang beragam dalam hal minat, bakat, karakteristik, kemampuan awal, kecerdasan, motivasi, dan kecepatan belajar. Guru kurang memperhatikan keanekaragaman tersebut, sehingga hanya siswa yang memiliki kemampuan lebih saja yang dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Hal inilah yang mengakibatkan rendahnya hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas IVC SDN 2 Dangin Puri.

(4)

Permasalahan-permasalahan tersebut terlihat bahwa siswa memiliki kesulitan untuk memahami aspek-aspek dalam Bahasa Indonesia dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Pendekatan saintifik dengan penilaian proyek merupakan salah satu pendekatan/model pembelajaran yang dapat membantu guru untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi siswa. Dilihat dari segi proses belajar, aspek-aspek dalam Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah memang memerlukan pemahaman yang lebih agar dapat dikuasai. Pembelajaran hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga siswa merasa nyaman mengikuti kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya siswa diajak untuk berinteraksi secara dua arah, baik guru dengan siswa, siswa dengan siswa maupun siswa dengan lingkungannya. Interaksi ini harus berlangsung secara berkesinambungan sehingga guru tidak terlalu mendominasi kegiatan pembelajaran yang berlangsung.

Menurut Jihad dan Haris (2013: 109) bahwa penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.

Penilaian proyek dapat digunakan untuk memahami pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan, dan kemampuan menginformasikan (berkomunikasi) peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas (Sunarti dan Selly, 2014: 42).

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Penilaian Proyek untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pengetahuan Bahasa Indonesia (Keterampilan Berbicara) dan Kemampuan

Pemecahan Masalah Tema Cita-citaku Siswa Kelas IVC SDN 2 Dangin Puri”. METODE

Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom

action research). Menurut Iskandar (2012:

21), penelitian tindakan kelas (PTK) adalah suatu kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan secara rasional, sistematis dan empiris reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan pembelajaran untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK (Penelitian Tindakan Kelas), diantaranya: untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan atau pengajaran yang diselenggarakan oleh guru dan dosen/pengajar serta peneliti itu sendiri yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal dalam proses pembelajaran di kelas. Sementara itu menurut Agung (2010: 24), Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom

Action Research (CAR) merupakan penelitian yang bersifat aplikasi (terapan), terbatas, segera dan hasilnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan program pembelajaran yang sedang berjalan.

PTK ini memiliki ciri-ciri antara lain: (a) problema (permasalahan) yang diangkat untuk dipecahkan melalui PTK harus dari persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru, (b) adanya tindakan-tindakan (action) tertentu untuk memperbaiki proses pembelajaran yang sedang berlangsung di kelas. Oleh karena ciri PTK seperti itu, maka tujuan PTK adalah untuk pengembangan keterampilan-keterampilan baru atau cara pendekatan baru dalam pemecahan masalah secara langsung pada program pembelajaran yang sedang berjalan. Dalam penelitian ini, jenis penelitian tindakan yang akan digunakan adalah penelitian tindakan kolaboratif, yaitu kolaborasi atau kerjasama antara guru dan peneliti.

Peneliti dan guru menyiapkan instrumen evaluasi/observasi, ikut terlibat dalam pembelajaran dan dalam

(5)

perencanaan tindakan yang akan dilaksanakan serta melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario yang sudah disiapkan bersama. Penelitian ini berlangsung dalam dua siklus kegiatan. Setiap siklus dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan. Masing-masing siklus kegiatan dalam penelitian ini terbagi dalam 4 tahapan, yaitu: perencanaan, tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi.

Terdapat satu variabel bebas yaitu pendekatan saintifik dengan penilaian proyek dan dua variabel terikat yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini yaitu hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah.

Hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) diukur dengan metode tes perbuatan. Tes perbuatan digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar dalam bentuk kemampuan mengemukakan hasil dari proyek yang dibuat secara lisan. Dalam pelaksanaan tes perbuatan diperlukan instrumen berupa rubrik penilaian keterampilan berbicara. Adapun kompetensi yang diukur dalam hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara adalah pelafalan, intonasi, pemahaman berpikir, struktur kalimat, dan kelancaran. Tes perbuatan digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara siswa melalui tugas proyek yang diberikan. Dengan cara demikian, maka data tentang hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) yang diperoleh bersifat interval (skor), sedangkan untuk kemampuan pemecahan masalah diukur dengan metode observasi. Dalam pelaksanaan observasi diperlukan instrumen berupa rubrik observasi kemampuan pemecahan masalah.

Adapun kompetensi yang diukur dalam kemampuan memecahkan masalah tersebut adalah memahami masalah, memahami rencana penyelesaian masalah, melaksanakan rencana penyelesaian dan mengecek kembali. Data yang dihasilkan dijabarkan melalui instrumen yang telah disiapkan dan bersifat interval (skor).

Rubrik adalah sebuah skala penyekoran (scoring scale) yang dipergunakan untuk menilai kinerja subyek

didik untuk tiap kriteria terhadap tugas-tugas tertentu (Nurgiyantoro, 2011: 143). Dalam penilaian yang menggunakan skala rating (skala berjenjang), setiap indikator yang akan diukur dibuatkan skala tertentu. Untuk setiap kategori dalam rubrik memiliki deskripsi verbal yang diwakili. Bunyi deskripsi verbal harus sesuai dengan rubrik yang akan diukur. Penilaian tingkat capaian siswa dilakukan dengan menandai angka-angka yang sesuai.

Setelah data dalam penelitian ini terkumpul maka selanjutnya dilakukan analisis data. Dalam menganalisis data ini digunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Metode analisis deskriptif kuantitatif ini digunakan untuk menentukan tingkatan tinggi rendahnya hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah siswa yang dikonversikan ke dalam penilaian hasil belajar sesuai dengan kriteria penilaian Permendikbud No. 81 A Tahun 2013.

Setelah diperoleh skor dengan pedoman skor maka, ditentukan nilai masing-masing siswa dengan rumus: NA = 𝑺𝑯𝑻

𝐒𝐌𝐈 𝐱 𝟏𝟎𝟎 (1) (Sumber: Surwandi, 2011: 158)

Keterangan:

NA = Nilai Akhir SHT = Skor Hasil Tes SMI = Skor Maksimal Ideal

Mencari mean atau skor rata-rata digunakan rumus sebagai berikut.

M = 𝑿

𝑵 (2)

(Sumber: Riduwan dan Sunarto, 2012:38)

Keterangan :

M = Mean (rata-rata)

X = Jumlah skor N = Banyaknya siswa

Menghitung presentase rata-rata 𝑴% = 𝑴 𝑺𝑴𝑰 𝑿 𝟏𝟎𝟎% (3) (Sumber: Agung, 2010:78) Keterangan: M% = Presentase rata-rata M = Mean

SMI = Skor Maksimal Ideal

Setelah diperoleh persentase rata-rata, maka masing-masing hasilnya

(6)

dikonversikan ke dalam PAP skala 5 dengan kriteria pada tabel berikut.

Tabel 3.5. Kriteria Hasil Belajar Pengetahuan Bahasa Indonesia

Presentase (%) Kriteria Hasil Belajar Pengetahuan Bahasa Indonesia

90-100 Sangat tinggi

80-89 Tinggi

65-79 Sedang

55-64 Rendah

0-54 Sangat rendah

(Sumber: Adaptasi dari Agung, 2005: 97)

Tabel 3.6. Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah

Presentase (%) Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah

90-100 Sangat tinggi

80-89 Tinggi

65-79 Sedang

55-64 Rendah

0-54 Sangat rendah

(Sumber: Adaptasi dari Agung, 2005: 97) Menentukan persentase ketuntasan klasikal untuk hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah siswa menggunakan rumus sebagai berikut.

(4) Keterangan :

KB = Ketuntasan belajar

Jika dikonversikan ke dalam ketuntasan minimal untuk seluruh kompetensi dasar pada kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan dilihat dari penilaian kurikulum 2013 yaitu 2.66 (B-) dan KKM di SDN 2 Dangin Puri pada mata pelajaran Bahasa Indonesia

yaitu 70 serta pencapaian minimal untuk kompetensi sikap adalah B.

Pengaturan mengenai penilaian, penentuan indeks prestasi, dan kelulusan adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini sesuai dengan Permendikbud No. 81 A Tahun 2013. Penilaian setiap mata pelajaran meliputi kompetensi pengetahuan, kompetensi keterampilan, dan kompetensi sikap. Kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan menggunakan skala 1–4 (kelipatan 0.33), sedangkan kompetensi sikap menggunakan skala sangat baik (SB), baik (B), cukup (C), dan kurang (K), yang dapat dikonversi ke dalam predikat A-D seperti pada tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7. Konversi Kompetensi Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap Sesuai dengan Kurikulum 2013 Permendikbud No. 81 A Tahun 2013

Interval Predikat Nilai Kompetisi

Pengetahuan Keterampilan Sikap

(7)

81-85 A- 3.66 3.66 76-80 B+ 3.33 3.33 Baik 71-75 B 3 3 66-70 B- 2.66 2.66 61-65 C+ 2.33 2.33 Cukup 56-60 C 2 2 51-55 C- 1.66 1.66 46-50 D+ 1.33 1.33 Kurang ≤45 D 1 1

(Sumber : Sunarti dan Selly, 2014: 213) Sebagai tolak ukur keberhasilan dalam penilaian ini, maka ditetapkan indikator keberhasilan, yaitu: ketuntasan klasikal yang diharapkan yaitu: 75% dan siswa dapat memenuhi penguasaan materi dengan kategori baik - sangat baik.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap refleksi awal, peneliti melakukan observasi awal selama 2 minggu untuk mengetahui hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara dan kemampuan pemecahan masalah siswa serta cara mengajar guru dalam pembelajaran di kelas. Observasi awal ini dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara dan kemampuan pemecahan masalah siswa sebelum tindakan dan sebagai skor awal. Data ini digunakan untuk lebih menguatkan hasil wawancara dengan wali kelas IVC yang telah dilakukan, bahwa di kelas tersebut hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara dan kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah. Data nilai rapot siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia semester ganjil digunakan untuk mengetahui skor kemajuan individu dan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa pengetahuan Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara dan kemampuan pemecahan masalah siswa. Berdasarkan hasil rapot pada mata pelajaran Bahasa Indonesia semester 1, diketahui bahwa 23 orang siswa mendapat predikat < B- atau nilai < 70 dan 6 orang siswa mendapat predikat > B- atau nilai ≥ 70. Artinya, sebagian besar siswa belum mencapai skala penilaian sesuai ketentuan penilaian Permendikbud No. 81 A Tahun

2013 yaitu KKM 2,66 (B-) dan KKM di SDN 2 Dangin Puri pada mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah 70. Berdasarkan penjelasan di atas maka, persentase mean hasil belajar pengetahuan (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah siswa pada refleksi awal adalah 63,83%. Selanjutnya, persentase mean tersebut dikonversikan dengan kriteria PAP skala lima bahwa persentase hasil belajar pengetahuan (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah siswa pada refleksi awal berada pada kategori rendah antara 55-64%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar pengetahuan (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah siswa secara klasikal dalam refleksi awal berada pada kategori rendah. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal yang menjadi tolak ukur penelitian ini adalah 75%. Dengan melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal kelas IVC yaitu 20,69%, maka skor hasil belajar siswa pengetahuan Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara dan kemampuan pemecahan masalah siswa sebelum tindakan kurang dari yang diharapkan oleh peneliti.

Pada siklus I, hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara), siswa kelas IVC di SDN 2 Dangin Puri, dalam skala penilaian Permendikbud No. 81 A Tahun 2013 yaitu KKM 2,66 (B-) dan KKM di SDN 2 Dangin Puri pada mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah 70 adalah 9 orang siswa telah mendapat nilai ≥ 70. Artinya, siswa tersebut telah mencapai kriteria ketuntasan minimal dan 20 orang siswa belum dinyatakan tuntas atau < 70. Berdasarkan penjelasan di atas maka, persentase mean hasil belajar pengetahuan (keterampilan berbicara) pada siklus I adalah 63,31%.

(8)

Selanjutnya, persentase mean tersebut dikonversikan dengan kriteria PAP skala lima berada pada kategori rendah antara 55-64%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar pengetahuan (keterampilan berbicara) siswa secara klasikal dalam siklus I berada pada kategori rendah. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal yang menjadi tolak ukur penelitian ini adalah 75%. Dengan melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal kelas IVC yaitu 41,38%, maka skor hasil belajar siswa pengetahuan Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara siswa pada siklus I kurang dari yang diharapkan oleh peneliti.

Pada siklus I, peneliti melakukan observasi terhadap siswa untuk melihat kemampuan pemecahan masalah siswa. Sebelum menghitung hasil yang diperoleh siswa, terlebih dahulu menghitung skor yang diperoleh. Berdasarkan perhitungan di atas, maka mean kemampuan pemecahan masalah siklus I adalah 56,72 dan persentase mean kemampuan pemecahan masalah pada siklus I adalah 56,72%. Selanjutnya, persentase mean tersebut dikonversikan dengan kriteria PAP skala lima berada pada kategori rendah antara 55-64%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa secara klasikal dalam siklus I berada pada kategori rendah. Dalam konversi kompetensi penilaian Permendikbud No. 81 A Tahun 2013 yang menjadi tolak ukur untuk kemampuan pemecahan masalah adalah baik sampai sangat baik. Dengan membaca lampiran 14 dapat diketahui bahwa siswa kelas IVC di SDN 2 Dangin Puri, maka kemampuan pemecahan masalah pada siklus I, ada 10 orang siswa telah mampu memecahan masalah dengan kriteria baik, 8 orang siswa dengan kriteria cukup dan 11 orang siswa dengan kriteria kurang. Sebanyak 19 orang siswa belum mampu memecahan masalah dengan kriteria baik. Berdasarkan lampiran 14, maka siswa kelas IVC di SDN 2 Dangin Puri belum mampu memecahkan masalah yang diberikan. Dengan melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal kelas IVC yaitu 34,48%, maka skor kemampuan pemecahan masalah siswa pada siklus I kurang dari yang diharapkan oleh peneliti.

Pada siklus II, hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara), siswa kelas IVC di SDN 2 Dangin Puri, dalam skala penilaian Permendikbud No. 81 A Tahun 2013 yaitu KKM 2,66 (B-) dan KKM di SDN 2 Dangin Puri pada mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah 70 adalah 26 orang siswa telah mendapat nilai ≥ 70. Artinya, siswa tersebut telah mencapai criteria ketuntasan minimal dan 3 orang siswa belum dinyatakan tuntas atau < 70. Berdasarkan perhitungan di atas maka, persentase mean hasil belajar pengetahuan (keterampilan berbicara) pada siklus I adalah 82,48%. Selanjutnya, persentase mean tersebut dikonversikan dengan kriteria PAP skala lima berada pada kategori tinggi antara 80-89%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar pengetahuan (keterampilan berbicara) siswa secara klasikal dalam siklus II berada pada kategori tinggi. Ketuntasan belajar siswa secara klasikal yang menjadi tolak ukur penelitian ini adalah 75%. Dengan melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal kelas IVC yaitu 89,66%, maka skor hasil belajar siswa pengetahuan Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara siswa pada siklus II sudah meningkat dari yang diharapkan oleh peneliti.

Pada siklus II, peneliti melakukan observasi terhadap siswa untuk melihat kemampuan pemecahan masalah siswa. Sebelum menghitung hasil yang diperoleh siswa, terlebih dahulu menghitung skor yang diperoleh. Berdasarkan perhitungan di atas maka, mean kemampuan pemecahan masalah siklus II adalah 80,86 dan persentase mean kemampuan pemecahan masalah pada siklus II adalah 80,86%. Selanjutnya, persentase mean tersebut dikonversikan dengan kriteria PAP skala lima berada pada kategori tinggi antara 80-89%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa secara klasikal dalam siklus II berada pada kategori tinggi. Dalam konversi kompetensi penilaian Permendikbud No. 81 A Tahun 2013 yang menjadi tolak ukur untuk kemampuan pemecahan masalah adalah baik sampai sangat baik. Dengan membaca lampiran 16 dapat diketahui bahwa siswa kelas IVC di SDN 2 Dangin Puri, maka

(9)

kemampuan pemecahan masalah pada siklus II, ada 11 orang siswa telah mampu memecahan masalah dengan kriteria sangat baik, 16 orang siswa telah mampu memecahan masalah dengan kriteria baik dan 2 orang belum mampu memecahan masalah. Dengan melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal kelas IVC yaitu 93,10%, maka skor kemampuan pemecahan masalah siswa pada siklus II sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti.

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan saintifik dengan penilai proyek dapat meningkatkan hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara dan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas IVC SDN 2 Dangin Puri pada tema cita-citaku, maka penelitian ini dapat dihentikan. Keseluruhan siswa kelas IVC SDN 2 Dangin Puri yang berjumlah 29 orang siswa yang mengikuti observasi kemampuan pemecahan masalah dan tes hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara ditemukan bahwa nilai semua siswa meningkat pada siklus II. Ada beberapa siswa pada siklus I mengalami penurunan nilai namun, pada siklus II siswa tersebut mengalami peningkatan kembali. Namun dari 29 orang siswa tersebut, ada 3 orang siswa belum mencapai target kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan yaitu 70. Siswa yang belum mencapai ketuntasan dalam penelitian ini akan diberi perhatian serta bimbingan oleh sekaligus wali kelas IVC. Peningkatan persentase ketuntasan hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah siswa meningkat melalui penerapan pendekatan saintifik dengan penilaian proyek. Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IVC SDN 2 Dangin Puri sebanyak 29 orang siswa.

Penelitian ini sudah dilakukan dalam dua siklus dan setiap siklusnya terdiri atas tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama dan kedua digunakan untuk proses pembelajaran dan pertemuan ketiga digunakan untuk tes akhir siklus untuk menilai hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan

kemampuan pemecahan masalah siswa. Guru bersama peneliti menilai hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) menggunakan tes perlakuan dimana siswa diberikan tugas proyek untuk menilai keterampilan berbicara siswa, sedangkan untuk menilai kemampuan pemecahan masalah siswa, peneliti menggunakan observasi.

Pada refleksi awal, peneliti melakukan wawancara pada wali kelas IVC, yaitu I Ketut Darmawan, A.Ma mengenai keadaan kelas IVC sebelum tindakan. Selain melakukan wawancara, peneliti juga melihat dari nilai rapot pada semester sebelumnya. Akan tetapi, persentase ketuntasan klasikal hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah siswa rendah mencapai 20,68%. Guru bersama peneliti menganalisis apa yang menyebabkan hal tersebut. Pada siklus I, persentase ketuntasan klasikal hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) siswa mencapai 41,38%, sedangkan persentase ketuntasan klasikal kemampuan pemecahan masalah siswa mencapai 34,48%. Hasil yang diperoleh tentu saja belum memenuhi target yang diharapkan, yaitu ketuntasan klasikal 75%. Hal ini disebabkan karena adanya kendala-kendala yang dihadapi pada siklus I. Adapun kendala-kendala tersebut, yaitu: (a) Dalam menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan penilaian proyek memerlukan waktu lebih banyak, karena usaha siswa untuk mengerjakan tugas yang diberikan dengan baik memerlukan waktu yang banyak, (b) Siswa belum mampu memahami tugas proyek yang diberikan, sehingga guru harus memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai tugas yang akan diberikan. (c) Karena menggunakan penilaian proyek, maka pengerjaan tugas ini membutuhkan waktu di luar pembelajaran di kelas, sehingga siswa ada yang tidak mengerjakan tugas yang diberikan dengan berbagai alasan. (d) Siswa tidak mampu untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi saat mengerjakan tugas, (e) Sulit untuk mengubah kebiasaan belajar siswa dari

(10)

biasa mendapat pemecahan masalah yang dihadapi dari guru ke memecahkan permasalahan yang dihadapi kegiatan pembelajaran dari diri sendiri, (f) Sangat sulit memotivasi anak yang kurang pandai, merasa rendah diri dan hanya menggantungkan diri pada teman yang pandai, (g) Dalam diskusi kelompok untuk memecahkan masalah yang diberikan guru siswa yang pandai saja mau bekerja sedangkan siswa yang kurang pandai hanya menonton dan tidak mau mencoba, (h) Dalam menilai hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara, siswa masih kurang dalam pelafalan kata, intonasi pada kalimat, pemahaman berpikir berdasarkan isi laporan yang dibuat, struktur kalimat yang digunakan saat berbicara dan kelancaran saat berbicara.

Bertolak dari kekurangan-kekurangan yang dihadapi pada siklus I, peneliti bersama dengan guru mendiskusikan perbaikan tindakan untuk selanjutnya diterapkan pada siklus II. Perbaikan yang dilakukan diantaranya: (a) Memberikan tugas proyek wawancara yang bertema (dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa yaitu: pariwisata), (b) Dengan memberikan tema yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa pada tugas proyek wawancara ini, maka siswa akan lebih mudah dan memerlukan waktu yang lebih cepat untuk mengerjakannya, (c) Menghimbau kepada siswa untuk mengerjakan tugas proyek wawancara di rumah dan membawa tugasnya setiap pertemuan pembelajaran berlangsung. Jika tidak membawa tugas tersebut, maka akan diberikan tugas tambahan. (d) Siswa diberikan kata kunci agar bisa memecahkan permasalahan yang dihadapi. (e) Guru jangan langsung menjawab pertanyaan yang tanyakan oleh siswa agar siswa dapat terbiasa menjawab setiap permasalahan yang dihadapi oleh siswa. (f) Meningkatkan motivasi dan bimbingan kepada siswa yang kurang pandai, merasa rendah diri dan hanya menggantungkan diri pada pada teman yang pandai agar lebih menonjol dibandingkan teman yang pandai dilakukan oleh guru mengenai materi wawancara, (g) Mengerjakan hasil proyek ini secara individu walaupun pada saat proses

pembelajaran siswa membentuk kelompok dan berdiskusi, (h) Guru membelajarkan dan lebih menekankan pada apa yang akan dinilai pada proses pembelajaran.

Hasil refleksi pada siklus I di atas digunakan untuk menentukan tindakan yang dilakukan pada siklus II. Pada siklus II, persentase ketuntasan klasikal hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) siswa mencapai 89,66%, sedangkan persentase ketuntasan klasikal kemampuan pemecahan masalah siswa mencapai 93,10%. Hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 48,28%. Peningkatan juga terjadi pada kemampuan pemecahan masalah siswa sebesar 61,62%. Dengan demikian, secara klasikal hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) tema cita-citaku dan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas IVC SDN 2 Dangin Puri sudah sesuai dengan kriteria yang diharapkan, yaitu ketuntasan klasikal mencapai 75%. Berdasarkan penjelasan di atas, secara umum pelaksanaan tindakan pada siklus II sudah berhasil dan kendala-kendala yang dihadapi pada siklus I sudah dapat diatasi dengan baik. Siswa sudah mampu mengikuti pembelajaran di kelas melalui pendekatan saintifik dengan penilaian proyek dengan sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes dan observasi yang telah dilakukan sudah meningkat serta kemantapan siswa saat mengikuti pembelajaran di kelas.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penerapan pendekatan saintifik dengan penilaian proyek secara efektif dapat meningkatkan hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah tema cita-citaku siswa kelas IVC SDN 2 Dangin Puri.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan simpulan di atas, maka penerapan pendekatan saintifik dengan penilaian proyek dapat meningkatkan hasil belajar pengetahuan Bahasa Indonesia (keterampilan berbicara) dan kemampuan pemecahan masalah tema cita-citaku siswa kelas IVC SDN 2 Dangin Puri.

(11)

Memperhatikan simpulan sebelumnya, maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut: (1) Kepada guru khususnya di sekolah dasar disarankan dapat menerapkan pendekatan saintifik dengan penilaian proyek dan sebagai acuan untuk mengoptimalkan pembelajaran di kelas, (2) Kepada siswa disarankan dapat belajar dengan baik dalam melaksanakan pembelajaran, dapat percaya diri tampil di depan kelas dan mampu memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru, (3) Kepada kepala SDN 2 Dangin Puri disarankan agar informasi hasil penelitian dapat dijadikan dasar pijakan dalam mengelola kegiatan belajar mengajar sehingga lebih efektif, dan (4) Kepada peneliti lain disarankan untuk mencoba penerapan pendekatan santifik dengan penilaian proyek pada tema lain sehingga hasilnya lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Gede. 2010a. Evaluasi Pendidikan. Singaraja: Jurusan Teknologi Pendidikan IKIP Singaraja

. 2010b. Metodologi Penelitian

Pendidikan Suatu Pengantar.

Singaraja: Jurusan Teknologi Pendidikan IKIP Singaraja

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP

Iskandar. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta Selatan: Gp Press Group.

Jihad, Asep dan A. Haris. 2013. Evaluasi

Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014.

Sukses Mengimplementasi Kurikulum 2014. Jakarta: Kata Pena

Mulyasa, H.E. 2014. Pengembangan dan

Implementasi Kurikulum 2013.

Bandung: PT. Rosda Karya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian

Otentik dalam Pembelajaran Bahasa.Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Riduwan dan Sunarto. 2012. Pengantar

Statistika untuk Penelitian. Bandung

Alfabeta.

Sunarti dan Selly Rahmawati. 2014.

Penilaian dalam Kurikulum 2013-Membantu Guru dan Calon Guru Mengetahui Langkah-langkah Penilaian Pembelajaran. Yogyakarta:

Andi.

Surwandi, Sarwiji. 2011. Model-model

Asesmen dalam Pembelajaran.

Surakarta: Yuma Pustaka.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kencana Predana

Media Group.

Wendra. 2005. Keterampilan Berbicara. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitan ini meyimpulkan bahwa Peran guru PAI tingkat SD dalam pendidikan informal pada wilayah pesisir utara memiliki keunikan tersendiri yang mengombinasikan

BUKIT APIT DR IKHSAN BIN OTHMAN KETUA PESERTA HJ AMIRUDIN BIN OTHMAN AJKKP HJH RAHIMAH BTE HJ ABU AJKKP HJ MOHD HUSSIN BIN AHMAD AJKKP ABD HAMID BIN HASSAN AJKKP ZON 5. PAYA RUMPUT 2

Manakala dalam kajian Fisher 1998 di Madagascar, beliau mendapati bahawa kekayaan spesies semut daun sarap adalah tertinggi pada altitud ketinggian pertengahan.. Ini

Aaker, 1991 ; Gupta,1988 dalam kutipan jurnal N Joji Alex (2012) menyatakan bahwa Promosi penjualan bukanlah cara yang diinginkan untuk membangun ekuitas merek

Dalam melakukan identifikasi faktor-faktor penentu pengembangan kawasan wisata Tanjung Lesung berbasis partisipasi masyarakat di Desa Tanjung Jaya Kecamatan

mencari jawapan kepada soalan yang muncul dalam otak mereka, contohnya semasa murid merasakan jenis tanih yang berlainan, mereka mungkin akan menanya kenapa ia berbeza. •

● Membuat resume (CREATIVITY) dengan bimbingan guru tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran tentang materi Ciri syair yang baru dilakukan. ●

Keunggulan teknik ini ialah siswa akan belajar mengenai suatu konsep dalam suasana yang menyenangkan dan dan mudah, anak hanya menganalisa banyak lobang dan menjawab