• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah helmintologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "makalah helmintologi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ILMU KEPERAWATAN DASAR 4

HELMINTOLOGI

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 5

NOVRISKA WULANDARI

PUTRI YULIANA

PUTU ADESTA PURNAMA DEWI

PERGURUAN TINGGI MITRA LAMPUNG

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BANDAR LAMPUNG

2014

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Selama mengikuti pendidikan di Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Lampung dan dalam menyelesaikan makalah ini, kami mendapatkan banyak sekali bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu kami ingin mengucapkan terima kasih yang kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

2. Orang Tua, serta keluarga besar kami yang selalu berdoa atas kesuksesan kami, memberikan dukungan, dan nasehat-nasehat selama manjalani pendidikan. 3. Teman-teman tingkat satu dan dua semoga menjadi generasi yang baik lagi. Kami menyadari dalam penulisasan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang besifat

membangun demi sempurnanya makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua khususnya kami sendiri, sekali lagi kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak karena hanya dukungan dan bimbingan semua pihaklah kami dapat

menyelesaikan makalah ini, semoga atas dukungan dan bimbingannya kita mendapatkan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa.

Bandar Lampung, 15 Oktober 2014

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

KATA PENGANTAR... ii

DAAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penulisaan... 2

1.4 Manfaat Penulisan... 2

BAB II LANDASAN TEORI... 3

2.1 Pengertian Helmintologi... 3

2.2 Jenis Helmintologi... 4

2.3 Cacing-cacing yang penting pada manusia... 5

2.4 Daur Hidup Helmintologi... 6

BAB III PEMBAHASAN... 12

3.1 Keterkaitan kesehatan dan helmintologi... 12

BAB IV PENUTUP... 14

4.1 Kesimpulan... 14

4.2 Saran ... 14

DAFTAR PUSTAKA... 15

(4)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Berdasarkan taksonomi, helmintologi dibagi menjadi :

1. NEMATHELMINTHES (cacing gilik) (nama=benang) 2. PLATYHELMINTHES (cacing pipih).

Stadium dewasa cacing-cacing yang termasuk NEMATHELMINTHES (kelas NEMATODA) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini mempunyai alat kelamin terpisah.

Dalam parasitologi Kedokteran diadakan pembagian nematoda menjadi nematoda usus yang hidup di rongga usus dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh.

Cacing dewasa yang termasuk PLATYHELMINTES mempunyai badan pipih, tidak mempunyai rongga badan dan biasanya bersifat hemafrodit.

PLATYHELMINTHES dibagi menjadi kelas TREMATODA (cacing daun) dan kelas CESTODA (cacing pita). Cacing trematoda berbentuk daun, badannya tidak bersegmen, mempunyai alat pencernaan. Cacing CESTODA mempunyai badan yang berbentuk pita dan terdiri dari skoleks, leher dan badan (strobila) yang bersegmen (proglotid); makanan diserap melalui kulit (kutikulum) badan.

Cacing-cacing ini dapat merugikan bagi masyarakat, untuk itu masyarakat harus paham tentang cacing-cacing ini agar dapat lebih waspada.

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah 1. Apa pengertian helmintologi? 2. Apa saja jenis dari helmintologi? 3. Bagimana cara perkembangbiakannya?

4. Penyakit apa saja yang ditimbulkan dari jenis helmintologi?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah

1. Untuk mengetahui pengertian helmintologi 2. Untuk mengetahui jenis helmintoligi

3. Mengetahui cara perkembangbiakan helmintologi

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah

1. Menambah wawasan masyarakat tentang helmintologi.

2. Menambah wawasan tentang perkembangbiakan helmintologi.

BAB II

(6)

2.1 Pengertian Helmintologi

Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi :

1. NEMATHELMINTHES (cacing gilik) (nama=benang) 2. PLATYHELMINTHES (cacing pipih).

Stadium dewasa cacing-cacing yang termasuk NEMATHELMINTHES (kelas NEMATODA) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini mempunyai alat kelamin terpisah.

Dalam parasitologi Kedokteran diadakan pembagian nematoda menjadi nematoda usus yang hidup di rongga usus dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh.

Cacing dewasa yang termasuk PLATYHELMINTES mempunyai badan pipih, tidak mempunyai rongga badan dan biasanya bersifat hemafrodit.

PLATYHELMINTHES dibagi menjadi kelas TREMATODA (cacing daun) dan kelas CESTODA (cacing pita). Cacing trematoda berbentuk daun, badannya tidak bersegmen, mempunyai alat pencernaan. Cacing CESTODA mempunyai badan yang berbentuk pita dan terdiri dari skoleks, leher dan badan (strobila) yang bersegmen (proglotid); makanan diserap melalui kulit (kutikulum) badan.

(7)

Nematoda Cestoda Trematoda Bentuk Tubuh Silinder, Tidak

bersegmen

Seperti pita, bersegmen

Seperti daun, tidak bersegmen

Bagian Anterior Tanpa alat isap, tanpa kait-kait, punya mulut

Punya alat isap, kadang ada kait-kait, tanpa mulut

Punya alat isap, tanpa kait-kait, punya mulut Ronga badan Ada Tidak ada Tidak ada Anus Ada Tidak ada Tidak ada Usus Ada Tidak ada Ada

Jenis kelamin Jantan dan Betina Hermafrodit Hermafrodit, kecuali Schistosoma

(8)

2.3 Cacing-cacing yang penting pada manusia

Nematoda Cestoda Trematoda

Ascaris lumbricoides Taenia saginata Fasciolopsis buski Trichuris trichiura Taenia solium Echinostoma ilocanum Necator americanus Hymenolepis

nana

Heterophyes heterophyes Ancylostoma duodenale Hymenolepis diminuta

Metagonimus yokogawai Ancylostoma ceylanicum Dipylidium

caninum

Gastrodiscoides hominis

Ancylostoma braziliense Echinococcus granulosus

Fasciola hepatica Ancylostoma caninum Echinococcus

multilocularis

Clonorchis sinensis Strongyloides stercoralis Multiceps multiceps Opisthorchis felineus Oxyuris vermicularis Diphyllobothrium latum Opisthorchis viverrini Trichinellaspiralis

Dicrocoelium dendriticum Wuchereria bancrofti Paragonimus

westermani

Brugia malayi Schistosoms japonicum Brugia timori Schistosama mansoni Loa loa Schistosoma

haematobium Onchocerca volvolus Schistosoma mekongi Mansonella perstans Mansonella streptocerca Mansonella ozzardi Dracunculus medinensis Capillaria hepatica Angiostrongylus cantonensis Gnathostoma spinigerum Anisakis spp Toxocara cati Toxcocara canis Capillaria philippinensis

(9)

2.4 Daur hidup Helmintologi 1. Nematoda

NEMATODA mempunyai jumlah spesies yang terbesar diantara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat, daur hidup dan hubungan hospes-parasit (host-parasite relationship).

Morfologi dan Daur Hidup

Besar dan panjang cacing Nematoda beragam; ada yang panjangnya beberapa milimeter dan ada pula yang melebihi satu meter. Cacing ini mempunyai kepala, ekor, dinding dan rongga badan dan alat-alat lain yang agak lengkap.

Biasanya sistem pencernaan, ekskresi dan reproduksi terpisah. Pada umumnya cacing bertelur, tetapi ada juga yang vivipar dan yang berkembangbiak secara partetogenesis. Cacing dewasa tidak bertambah banyak di dalam badan manusia. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan ttelur atau larva sebanyak 20 sampai 200.000 butir sehari. Telur atau larva ini dikeluarkan dari badan hospes dengan tinja. Larva biasanya mengalami pertumbuhan dengan pergantian kulit. Bentuk infektif dapat memasuki badan manusia dengan berbagai cara; ada yang masuk secara aktif, ada pula yang tertelan atau

dimasukkan oleh vektor melalui gigitan. Hampir semua nematoda mampunyai daur hidup yang telah diketahui dengan pasti

(10)

2. Trematoda

Cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas TREMATODA filum PLATHYHELMINTHES dan hidup sebagai parasit.

Pada umumnya cacing ini bersifat hemafrodit cacing Schistosoma, mempunyai batil isap mulut dan batil isap perut (asetabulum). Spesies yang merupakan parasit pada manusia termasuk subkelas DIGENEA, yang hisup sebagai endoparasit.

Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitif cacing trematoda, antara lain: kucing, anjing, kambing, sapi, tikus, burung, luak, harimau, dan manusia. Menurut tempat hidup dewasa dalam tubuh hospes, maka trematoda dapat dibagi dalam :

1. Trematoda hati (liver flukes): Clonorchis sinensis, Opisthorchis felineus,

Opisthorchis viverrini dan Fasciola.

2. Trematoda usus (intestinal flukes): fasciolopsis buski, ECHINOSTOMATIDAE dan HETEROPHYLIDEA.

3. Trematoda paru (lung flukes) : paragonimus westermani.

4. Trematoda darah (blood flukes): Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni dan Schistosoma haematobium.

Distribusi Geografik

Pada umumnya cacing trematoda ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa spesies ditemukan di Indonesia seperti

(11)

fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan Sulawesi,

HETEROPHYDAE di Jakarta dan Schistosoma javanicum di Sulawesi Tengah.

Morfologi dan Daur Hidup

Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih dorsoventral dan simetris bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat beranekaragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm. Tanda khas lainnya adalah terdapatnya 2 buat butil isap genital. Saluran pencernaan enyerupai huruf Y terbalik yang dimulai dengan mulut dan berakhir buntu pada sekum. Pada umumnya Trematoda tidak mempunyai alat pernapasan khusus, karena hidupnya secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susunan saraf dimulai dengan ganglion di bagian ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat hermafrodit dengan alat reproduksi yang kompleks.

Cacing dewasa hidup di dalam tubuh definitif. Telur diletakkan di saluran hati, rongga usus, paru,pembuluh darah atau di jaringan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar besama tinja, dahak atau urin. Pada umumnya telur berisi sel telur, hanya pada beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Di dalam air telur menetas bila sudah mengandung mirasidium (telur matang). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisi sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2 – 3 minggu. Pada beberapa spesies Trematoda, telur matang menetas bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong; atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium berenang di air; dalam waktu 2 jam mirasidium harus sudah menemukan keong air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air disini berfungsi sebagai hospes perantara pertama (HP I). Dalam keong air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, disebut sporokista (S). Sporokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia (R); bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring dan sekum. Di dalam sporokista II atau redia (R), larva berkembang menjadi serkaria (SK).

(12)

Perkembangan larva dalam hospes perantara I mungkin terjadi sebagai berikut : M → S → R → SK : misalnya Clonorchis sinensis

M → S1→ S2 → SK : misalnya Schistosoma M → S →R1 → R2 → SK : misalnya trematoda lainnya

Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu dan keong air lainnya, atau dapat menginfeksi hospes definitif secara langsung seperti pada Schistosoma. Dalam hospes perantara II serkaria berubah menjadi metaserkaria perantara II serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes definitif mendapat infeksi bila makan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes definitif, yang kemudian berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes.

Patologi dan Gejala Klinis

Kelainan yang disebabkan cacing daun tergantung dari lokasi cacing di dalam tubuh hospes; selain itu juga ada pengaruh rangsangan setmpat dan zat toksin yang

dikeluarkan oleh cacing. Reaksi sistemik terjadi karena absorpsi zat toksin tersebut, sehingga menghasilkan gejala alergi, demam, sakit kepala dan lain-lain. Cacing lain. Cacing daun yang hidup di rongga usus biasanya tidak memberi gejala atau hanya gejala gastrointestinal ringan seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Bila cacing hidup di jaringan paru seperti paragonimus, mungkin menimbulkan gejala batuk, sesak napas dan mungkin terjadi batuk darah (hemoptisis). Cacing yang hidup di saluran empedu hati seperti Clonorchis, Opisthorchis dan fasciola dapat menimbulkan rangsangan dan menyebabkan peradangan saluran empedu, dapat menyebabkan penyumbatan aliran empedu sehingga menimbulkan gejala ikterus. Akibat lainnya adalah peradangan hati sehingga terjadi hematomegali. Bila ini terjadi berlarut-larut, dapat mengakibatkan sirosis hati. Cacing Schistosoma yang hidup di pembuluh darah,

(13)

ternyata terutama telurnya menimbulkan kelainan yang berupa peradangan, pseudo-abses dan akhirnya terjadi fibrosis jaringan alat yang diinfiltrasi oleh telur cacing ini, seperti dinding usus, dinding kandung kemih, hati, jantung, otak dan alat lain.

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam tinja, dahak,urin atau dalam jaringan biopsi, dapat pula dengan reaksi serologi untuk membantu menegakkan diagnosis.

Pengobatan

Obat yang terbaik untuk pencegahan cacing daun adalah prazikuantel (Biltricide,

Distocide).

Prognosis

Pada umumnya bila penyakit belum mencapai stadium lanjut dengan fibrosis alat vital seperti hati, jantung, dan lain-lain, prognosis adalah baik bila diberi pengobatan dini.

Epidemiologi

Kebiasaan memakan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik merupakan faktor penting demi transmisi penyakit; kecuali pada skistosomiasis yang infeksinya terjadi karena manusia mandi, mencuci atau masuk ke dalam air seperti kali atau parit yang mengandung serkaria

3. CESTODA

Cacing pita termasuk subkelas CESTODA, kelas CESTOIDEA, filum

PLATYHELMINTHES. Cacing dewasanya menempati saluran usus vertebrata dan larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invertebrata.

Bentuk badan cacing dewasa memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral, tidak mempunyai alat cerna atau saluran vaskular dan biasanya terbagi dalam

(14)

segmen-segmen yang disebut proglotid yang bila dewasa berisi alat reproduktif jantan dan betina.

Ujung bagian anterior berubah menjadi sebuah alat pelekat, disebut skoleks, yang dilengkapi dengan alat isap dan kait-kait. Spesies penting yang dapat menimbulkan kelainan pada manusia umumnya adalah: Diphyllobothrium latum, Hymenolepis nana,

Echinococcus granulosus, E.multilocularis, Taenia saginata dan Taenia solium.

Manusia merupakan hospes CESTODA ini dalam bentuk :

1. Cacing dewasa, untuk spesies D.latum, T.saginata, T.solium,

H.nana,H.diminuta, Dipylidium caninum.

2. Larva, untuk spesies Diphyllobothrium sp, T.solium, H.nana, E.granulosus,

Multiceps.

Sifat-sifat Umum

Badan cacing dewasa terdiri atas :

1. Skoleks, yaitu kepala yang merupakan alat untuk melekat, dilengkapi dengan batil isap atau dengan lekuk isap.

2. Leher, yaitu pertumbuhan badan.

3. Strobila, yaitu badan yang terdiri atas segmen-segmen yang disebut proglotid. Tiap proglotid dewasa mempunyai susunan alat kelamin jantan dan betina yang lengkap; keadaan ini disebut hermafrodit.

Telur dilepaskan bersama proglotid atau tersendiri melalui lubang uterus. Embrio di dalam telur disebut onkosfer berupa embrio heksakan yang tumbuh menjadi bentuk infektif dalam hospes perantara.

(15)

Infeksi terjadi dengan menelan larva bentuk infektif atau menelan telur. Pada CESTODA dikenal dua ordo :

1. PSEUDOPHYLLIDEA 2. CYCLOPYLLIDEA

BAB III PEMBAHASAAN 3.1 Keterkaitan Helmintologi dengan Kesehatan

Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi :

1. NEMATHELMINTHES (cacing gilik) (nama=benang) 2. PLATYHELMINTHES (cacing pipih).

Pada beberapa parasit yang berupa cacing ini, ada beberapa yang dapat menyebabkan penyakit yang dapat merugikan manusia.

Jenis cacing nemathelminthes (nematoda) yang dapat merugikan manusia adalah 1. Ascaris Lumbricoides dapat menyebabkan timbulnya penyakit askariasis 2. Toxocara dan Toxoara cati nama penyakit visceral larva migrans.

3. Ancylostoma branziliense dan Ancylostoma caninum nama penyakit creeping

(16)

4. Trichulis trichiula (Trichocephalus dispar, cacing cambuk) nama penyakit trikuriasis.

5. Strongyloides stercoralis nama penyakit strongilodiasis.

6. Wuchereria bancrofti nama penyakit filariasis bankrofti atau wukereriasis bancrofti

7. Brugia malayi dan Brugia timori nama penyakit filariasis malayi dan filariasis timori.

8. Occult filariasis (tropikal pulmonary eosinophilia) nama penyakit filariasis imfatik

9. Loa loa (Cacing Loa, cacing mata) nama penyakit loaiasis atau Calabar swelling 10. Onchocerca volvulus (filaria volvulus) nama penyakit onkoserkosis,

onkosersiasis, river blindness, blinding filariasis.

Jenis cacing playthelminthes yang dapat merugikan masusia adalah 1. Kelas Trematoda (cacing daun)

a. Clonorchis sinensis nama penyakit klonorkiasis. b. Opistorchis felineus nama penyakit opistorkiasis.

c. Opistorchis viverrini nama penyakit kolangiokarsinoma dan hepatoma d. Fasciola hepatica nama penyakit fasioliasis.

e. Paragonimus westermani nama penyakit paragonimiasis. f. Fasciolopsis buski nama penyakit fasiolopsiasis.

g. Echinostoma nama penyakit ekinostomiasis. h. Heterophyidae nam penyakit heterofiiasis.

i. Shistosoma atau Bilharzia nama peenyakit skistomiasis atau bilharziasis j. Schistosoma japonicum nama penyakit schistosomiasis

2. Kelas Cestoda (cacing pita)

a. Diphyllobothrium latum nama penyakit difilobotriasis

b. Sparganum nama penyakit sparganosis

c. Tania Saginata nama penyakit teniasis saginata d. Taenia solium nama penyakit Teniasis solium e. Hymenolepis nana nama penyakit himenolepiasis. f. Echinococcus granulosus nama penyakit hidatidosis g. Multiceps spp nama penyakit senurosis (coenurosis).

(17)

Dari beberapa jenis cacing ini sangat merugikan bagi kehidupan, tidak hanya menyerang manusia namun juga dapat mengerang binatang-binataang, seperti kucing, kera, tikus, anjing dan lain-lain. Cacing ini sangat berbahaya untuk itu selalu waspada dengan makanan yang kita konsumsi, barang yang kita pegang dan hal-hal kecil yang kita lakukan, karna cacing ini dapat berkembangbiak dimana saja.

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Dari makalah ini kesimpulan yang didapat adalah:

1. Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. 2. Berdasarkan taksonomi, helmintologi dibagi menjadi :

a. NEMATHELMINTHES (cacing gilik) (nama=benang) b. PLATYHELMINTHES (cacing pipih).

3. Jenis cacing-cacing ini mengakibatkan beberapa penyakit yang merugikan dan sangat bahaya untuk tubuh

4. Beberapa jenis cacing dapat menyebab kematian 5. Daur hidup dari cacing sangat cepat.

4.2 Saran

Saran dari penulis untuk pembacaa adalah

1. Selalu waspada untuk melakukan kegiatan karna tanpa kita sadari banyak macam-macam cacing yang dapat mengancam kehidupan kita

2. Menjaga pola hidup agar selalu sehat dan menjaga pola makan yang terartur 3. Selalu mencuci tangan setelah melakukan kegiatan diluar rumah, maupun

didalam rumah agar menghidari adanya mikro organisme yang masuk kedalam tubuh.

(18)

Selain itu kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://herdianaherman.wordpress.com/2012/05/29/helmintologi-termasuk-bagian-dari-perasitologi/ diakses tanggal 12 Oktober 2014

http://alzyress.wordpress.com/2012/07/10/rangkuman-parasitologi-helmintologi-protozoologi/ diakses tanggal 12 Oktober 2014

http://priyobhekti.blogspot.com/2010/12/helmintologi.html diakses tanggal 12 Oktober 2014

Referensi

Dokumen terkait

Selama masih terjadi kontaminasi badan air oleh kotoran manusia dan hewan ternak, ketika tumbuhan air dan keong air tawar yang berperan sebagai hospes perantara buski

Taenia solium merupakan spesies cacing dimana manusia merupakan hospes definitifnya sedangkan babi merupakan hospes perantara, infeksi pada manusia terjadi bila termakan

a) Pada Schistosoma: stadium infektifnya serkaria, masuk ke hospes definitif melalui kulit yg tidak terlindungi pada saat berada dalam air. b) Pada Trematoda lain:

dewasa hidup dalam usus halus, telur keluar melalui feses dan kemudian menetas dalam waktu 3 minggu dan kemudian keluar meracidium yang berenang dalam air mencari hospes intermedier

Bila ookista tertelan oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara) maka pada berbagai jaringan hospes perantara ini dibentuk kelompok trofozoit yang membelah

Manusia akan terinfeksi cacing ini apabila menelan telur matang (berisi larva dan merupakan bentuk infektif), kemudian telur ini menetas di usus halus. Setelah

Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah menjadi

Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan keluar dari telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah menjadi dewasa