• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Seiring dengan upaya pemerintah untuk memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia, pada tahun 2004, dikeluarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk di antaranya adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sistem Jaminan Sosial Nasional bidang kesehatan akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014, yang secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI), Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional). Mendukung pelaksanaan tersebut, Kementerian Kesehatan selaku pemerintah yang bertanggung jawab dalam kesehatan berkewajiban menyiapkan sarana dan prasarana termasuk SDM Kesehatan yang akan bertugas, disamping itu harus menyiapkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK). Berbagai upaya dilakukan untuk peningkatan dan pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam persiapan pelaksanaan SJSN, antara lain melalui 1) Perencanaan kebutuhan Nakes, 2) Pemenuhan dan distribusi Nakes, 3) Peningkatan Mutu kualitas Nakes, dan 4) Pembinaan dan Pengawasan Tenaga Kesehatan. (PPSDM Kesehatan, 2009)

Salah satu prioritas pembangunan adalah pembangunan daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan yang diarahkan pada kawasan timur Indonesia. Hal ini didukung berbagai kebijakan lainnya seperti Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014, Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/60/I/2010 Tahun 2010 tentang

(2)

Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, Platform Penanganan Permasalahan Tahun 2005 dari Departemen Dalam Negeri. Secara geografis Indonesia memiliki berbagai karakteristik daerah, dari 510 kabupaten/kota, sejumlah 309 kabupaten/kota merupakan daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan. Sejumlah 183 kabupaten/kota masuk dalam kategori tertinggal, 48 kabupaten/kota termasuk daerah perbatasan, 148 kabupaten/kota termasuk kepulauan dimana diantara daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan tersebut terdapat 187 kabupaten/kota yang termasuk kategori terpencil. (Ditjen Bina Upaya Kesehatan, 2012)

Dalam beberapa tahun terakhir terdapat berbagai upaya untuk mengatasi pemerataan terhadap akses pelayanan kesehatan. Upaya tersebut merupakan bagian dari inisiatif program dalam menuju Millennium Development Goals untuk memerangi beberapa penyakit yang menjadi prioritas utama seperti malaria TB dan HIV AIDS. Namun hal tersebut membutuhkan ketersediaan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien dan adil. Tenaga kesehatan telah diidentifikasi sebagai kunci untuk pelayanan kesehatan yang efektif (JLI, 2004; WHO, 2006). Pada saat yang sama kekurangan tenaga kesehatan adalah masalah yang paling sering muncul terutama di negara berkembang (Kirigia et al., 2006; Muula et al., 2006).

Negara-negara Asia yang memiliki sekitar setengah populasi dunia, hanya memiliki sekitar 30% dari tenaga profesional kesehatan dunia. Afrika dengan dominasi negara-negara miskin memiliki tenaga profesional kesehatan yang lebih rendah juga memiliki beban penyakit tertinggi dibanding benua lain, sehingga dibutuhkan distribusi tenaga kesehatan. Maldistribusi tenaga kesehatan berakar pada ketidaksetaraan global. Hal tersebut telah diperburuk oleh disintegrasi sistim kesehatan di negara berpenghasilan rendah dan oleh lingkungan kebijakan global (JLI, 2004; Sanders, 2004). Salah satu permasalahan mendasar adalah kekurangan sumber daya yaitu kesulitan dalam memproduksi, merekrut dan mempertahankan profesional kesehatan. Upah yang rendah, kondisi kerja yang buruk, kurangnya pengawasan, kurangnya sarana dan prasarana berkontribusi terhadap ketersediaan dan pemerataan personil kesehatan.

(3)

Maldistribusi profesional kesehatan ditemukan di berbagai negara, sebagian besar terdapat kesenjangan serius antara tingkat pelayanan kesehatan di daerah perkotaan dan pedesaan. Di Bangladesh misalnya, empat kabupaten di wilayah metropolitan memiliki 35% dari total dokter, walaupun hanya mempunyai 14,5% dari total penduduk (Hossain dan Begum dikutip dalam (Zurn et al., 2006). Di Ghana, pada tahun 1997, 1.087 dari 1.247 (87,2%) dokter umum bekerja di daerah perkotaan, sebaliknya sebanyak 66% penduduk tinggal di daerah pedesaan (Dussault dan Franceschini, 2006).

Tabel 1. Kebutuhan Dokter dan Dokter Gigi di Puskesmas

KEADAAN STANDAR KELEBIHAN KEKURANGAN KEBUTUHAN KEADAAN STANDAR KELEBIHAN KEKURANGAN KEBUTUHAN

1 ACEH 334 762 483 346 67 279 156 334 18 196 -178 2 SUMATERA UTARA 569 1411 733 787 109 678 522 569 180 227 -47 3 SUMATERA BARAT 261 582 349 263 30 233 286 261 71 46 25 4 RIAU 207 554 281 311 38 273 206 207 66 67 -1 5 JAMBI 176 337 244 129 36 93 105 176 11 82 -71 6 SUMATERA SELATAN 319 454 414 142 102 40 92 319 3 230 -227 7 BENGKULU 180 254 225 73 44 29 66 180 11 125 -114 8 LAMPUNG 278 512 369 194 51 143 192 278 78 164 -86

9 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 60 140 80 71 11 60 38 60 4 26 -22

10 KEPULAUAN RIAU 69 322 95 230 3 227 96 69 38 11 27 11 DKI JAKARTA 340 641 370 293 22 271 479 340 174 35 139 12 JAWA BARAT 1050 1882 1226 757 101 656 804 1050 194 440 -246 13 JAWA TENGAH 873 1929 1181 818 70 748 738 873 130 265 -135 14 DI YOGYAKARTA 121 365 163 203 1 202 177 121 58 2 56 15 JAWA TIMUR 960 1827 1464 582 219 363 941 960 217 236 -19 16 BANTEN 230 461 286 210 35 175 265 230 100 65 35 17 BALI 118 316 151 198 33 165 168 118 78 28 50

18 NUSA TENGGARA BARAT 157 254 266 63 75 -12 105 157 13 65 -52

19 NUSA TENGGARA TIMUR 353 369 481 82 194 -112 108 353 2 247 -245

20 KALIMANTAN BARAT 237 308 331 65 88 -23 78 237 3 162 -159 21 KALIMANTAN TENGAH 191 266 265 79 78 1 57 191 10 144 -134 22 KALIMANTAN SELATAN 228 423 273 201 51 150 128 228 24 124 -100 23 KALIMANTAN TIMUR 222 378 349 154 125 29 172 222 47 97 -50 24 SULAWESI UTARA 183 479 271 247 39 208 26 183 2 159 -157 25 SULAWESI TENGAH 181 242 259 65 82 -17 63 181 6 124 -118 26 SULAWESI SELATAN 432 689 656 184 151 33 386 432 96 142 -46 27 SULAWESI TENGGARA 259 265 336 74 145 -71 70 259 12 201 -189 28 GORONTALO 91 121 115 35 29 6 21 91 1 71 -70 29 SULAWESI BARAT 92 153 135 41 23 18 65 92 16 43 -27 30 MALUKU 181 218 243 63 88 -25 91 181 27 117 -90 31 MALUKU UTARA 123 145 150 38 43 -5 33 123 4 94 -90 32 PAPUA BARAT 141 59 180 10 131 -121 14 141 3 130 -127 33 PAPUA 383 389 485 22 53 -31 46 383 9 346 -337 TOTAL 9599 17507 12909 7030 2367 4663 6794 9599 1706 4511 -2805 Keterangan:

Standar adalah: tenaga sesuai dengan pola minimal ketenagaan untuk puskesmas perawatan dan non perawatan Kebutuhan adalah: Jumlah pengurangan dari kelebihan dikurangi kekurangan

DOKTER GIGI DOKTER UMUM

JUMLAH PUSKESMAS NO PROVINSI

(4)

Upaya Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di daerah antara lain dengan pengangkatan dokter dan dokter gigi sebagai PTT dimana sifatnya semi permanen dengan masa tugas 2 (dua) tahun dan bisa diperpanjang 1 (satu) kali masa penugasan. Data keberadaan dokter dan dokter gigi PTT adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Keberadaan Dokter dan Dokter Gigi PTT

Sumber: Biro Kepegawaian Setjen Kementerian Kesehatan per 1 Februari 2015

Ketidakmerataan distribusi tenaga kesehatan di Indonesia terlihat dari keberadaan dokter di puskesmas. Beberapa daerah seperti Papua, Papua Barat, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Maluku Utara memiliki kekurangan tenaga dokter yang paling tinggi, sementara daerah lain seperti Aceh, Sumatra Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat memiliki kelebihan tenaga dokter. Dalam rangka pemerataan tenaga kesehatan diperlukan penempatan tenaga kesehatan terutama tenaga dokter yang baru menyelesaikan pendidikan mereka

(5)

dari fakultas kedokteran di berbagai universitas di seluruh Indonesia. Pada era reformasi dan desentralisasi, banyak kebijakan pembangunan kesehatan memerlukan perubahan atau peningkatan prinsip-prinsipnya. Salah satu yang saat ini sedang banyak disoroti dan dibicarakan adalah kebijakan dokter PTT tersebut. Kementerian Kesehatan saat ini sedang mengolah dan mengembangkan kebijakan pengangkatan dokter PTT tersebut menjadi kebijakan penempatan tenaga medis yang lebih dapat diterima oleh semua pihak, lebih berkualitas mekanisme pelaksanaannya, lebih memperhatikan masa depan para dokter tersebut dan lebih menekankan pada prinsip pemerataan serta peningkatan kualitas pembangunan kesehatan di seluruh Indonesia. Sebagai input yang sangat penting diperlukan masukan baik dari pihak “supply“ maupun “demand” (Suwandono et al., 2003).

Distribusi tenaga kesehatan terutama tenaga medis menjadi isu penting, karena wilayah Indonesia memiliki karakteristik unik yang rentan terhadap masalah distribusi dokter. Secara geografis negara Indonesia memiliki berbagai daerah yang sulit dijangkau, terpencil, sangat terpencil, perbatasan dan kepulauan. Di sisi lain, kemampuan ekonomi di berbagai daerah di Indonesia memiliki variasi yang sangat lebar. Ada daerah dengan kemampuan keuangan yang sangat tinggi, namun ada daerah dengan kemampuan keuangan rendah. Situasi ini menyebabkan terjadinya maldistribusi dokter, pada daerah tertentu terjadi penumpukan dan pada daerah lainnya terjadi kekurangan dokter. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi masalah distribusi dokter dengan penempatan dokter pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu dalam jangka waktu tertentu dengan memperhatikan kondisi wilayah, lama penugasan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 683 tahun 2007 tentang Pengangkatan Dokter, Dokter Gigi, Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis dan Bidan PTT mengamanatkan bahwa lama penugasan untuk tenaga dokter adalah 1 tahun. Hal-hal yang mempengaruhi dokter/dokter gigi memperpanjang antara lain insentif daerah, keadaan geografis, fasilitas seperti rumah dan sekolah anak.

Ketersediaan dokter di puskesmas per provinsi terlihat masih ada puskesmas yang tidak memiliki tenaga dokter, sebagian besar Puskesmas memilki 1 dokter dan sebagain besar puskesmas di wilayah barat memiliki lebih dari 2

(6)

dokter per puskesmas. Puskesmas yang tidak memiliki tenaga dokter sebagian besar terdapat di wilayah seperti Papua, Papua Barat, Kalimantan Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah. Hal yang harus diantisipasi adalah distribusi tenaga dokter Pemenuhan kekuranga tenaga dokter telah diupayakan melalui penempatan Dokter PTT maupun pengangkatan Dokter PNS, sebagai gambaran persen Puskesmas menurut keberadaan per propinsi, dapat dilihat pada Grafik dibawah ini:

Sumber: Data Rifaskes 2011

Grafik1. Persentase puskesmas menurut keberadaan dokter

Pengembangan strategi yang tepat membutuhkan pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk menerima atau tinggal di wilayah terpencil dan yang strategi untuk meningkatkan daya tarik. Pembahasan faktor daya tarik, retensi dan strategi termasuk dalam ruang lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai pendekatan strategis untuk mengelola staf dalam suatu organisasi (Armstrong, 2007). Strategi Manajemen Sumber Daya Manusia adalah kompleks seperti yang digambarkan oleh Buchan (2002) yang menemukan bahwa: " Adanya interaksi yang kompleks dari gaji, kepuasan kerja, prospek karir dan masalah di luar pekerjaan sehingga tidak ada solusi tunggal untuk mempertahankan dan memotivasi staf keperawatan". Keberhasilan strategi dalam sektor kesehatan juga akan tergantung pada konteks sosial-ekonomi, politik dan

(7)

kelembagaan dan pasar tenaga kerja kesehatan, ketersediaan sumber daya, keterampilan manajemen, pengaruh stakeholder kunci, kemauan politik dapat memainkan peran penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan strategi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 508/Menkes/SK/IV/2007 Tentang Penetapan Lama Penugasan Dan Besaran Insentif Bagi Tenaga Medis Dan Bidan Pegawai Tidak Tetap yang Bertugas Pada Sarana Pelayanan Kesehatan diatur lama penugasan dokter dan dokter gigi PTT yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan sangat terpencil adalah 6 (enam) bulan untuk kabupaten tertentu dan untuk sarana pelayanan kesehatan terpencil adalah 1 (satu) tahun. Dalam perkembangannya melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 683/Menkes/III/2011 Tentang diamanatkan masa tugas dokter dan dokter gigi PTT di daerah terpencil dan sangat terpencil adalah 1 (tahun). Mengingat tingginya tingkat perpanjangan dokter dan dokter gigi PTT dan untuk efektifitas serta efisiensi pelaksanaan program kesehatan di puskesmas maka terdapat beberapa perubahan kebijakan pengangkatan PTT.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengangkatan Dan Penempatan Dokter Dan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap, lama penugasan dokter dan dokter gigi PTT dengan kriteria di daerah terpencil dan sangat terpencil dirubah menjadi 2 (dua) tahun dan dapat memperpanjang paling banyak 1 kali masa penugasan. Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan tersebut fungsi dokter sebagai gate keeper diharapkan dapat lebih permanen sehingga pelaksanaan program kesehatan di puskesmas dapat berjalan dengan baik dan tidak terlalu cepat terjadi penggantian.

Pengangkatan dan penempatan dokter dan dokter gigi PTT dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan kriteria biasa, terpencil dan sangat terpencil pada daerah tertinggal, kawasan perbatasan kepulauan dan daerah bermasalah kesehatan juga di provinsi dan kabupaten/kota yang berada dalam situasi konflik atau berpotensi bencana.

(8)

Berdasarkan Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Tentang Pedoman Penilaian dan Penetapan Kelulusan Pengangkatan Dokter/Dokter Gigi PTT Kementerian Kesehatan, bahwa dalam upaya mendapatkan sumber daya PTT yang berkualitas, maka pengangkatan dokter dan dokter gigi PTT dilakukan melalui tahapan seleksi administrasi dan penilaian. Dalam tahapan seleksi administrasi calon dokter dan dokter gigi PTT diharuskan melakukan registrasi secara online di website www.kemenkes.go.id, dan melengkapi persyaratan administrasi seperti surat keterangan sehat, ijazah, surat tanda registrasi dokter dan kartu tanda penduduk. Setelah calon dokter lolos pada tahap seleksi administrasi dilanjutkan ke tahap penilaian sebagai berikut:

1. Domisili (Bobot 60%)

NO DOMISILI NILAI NILAI x BOBOT NILAI AKHIR

1 Satu Kabupaten Dengan Kabupaten Peminatan 100 100 X 60% 60

2 Satu Provinsi Dengan Kabupaten Peminatan 80 80 X 60% 48

3 Provinsi Lain 60 60 X 60%0 36

2. Tahun Lulus (Bobot 40%)

Tahun lulus dihitung maksimal 3 (tiga) tahun sebelum TMT pengangkatan. Tahun lulus dibawah 3 (tiga) tahun TMT pengangkatan akan dihitung sejumlah 0 (nol) bulan, jika melampirkan pekerjaan dengan format yang telah ditentukan maka jumlah bulan dihitung sebesar 36 (tiga puluh enam)

Nilai Akhir = (Jml Bulan x 100) x 40%

36

3. Nilai Total

a. Dokter/ dokter gigi yang belum pernah melaksanakan tugas sebagai PTT:

Nilai Total = (Nilai Akhir Domisili + Nilai Akhir Tahun Lulus) x 100%

b. Dokter/dokter gigi yang sudah pernah melaksanakan tugas sebagai PTT:

Nilai total= (Nilai Akhir Domisili + Nilai Akhir Tahun Lulus) x 50%

Seiring dengan perkembangan politik, ekonomi, teknologi dan informasi, maka kebijakan pengangkatan dokter dan bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) dalam perjalanannya telah banyak mengalami berbagai perubahan pendekatan. Pendekatan kebijakan yang dilakukan adalah pendekatan geografis dengan penempatan dokter pada fasilitas pelayanan kesehatan kriteria

(9)

terpencil/sangat terpencil dengan prioritas pada daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) serta pendekatan motivasional dengan menyediakan insentif dan pengurangan lama penugasan.

B. Perumusan Masalah

Perpanjangan masa tugas dokter dan dokter gigi PTT secara nasional per propinsi untuk setiap tahun secara keseluruhan memperlihatkan pola peningkatan, walaupun ada sebagian propinsi yang mengalami penurunan. Dalam hal ini dirasa perlu dilakukan evaluasi terhadap perpanjangan masa tugas dokter dan dokter gigi PTT di kriteria terpencil dan sangat terpencil untuk dapat diperlihatkan kecenderungan perpanjangan masa tugas dokter dan dokter gigi PTT per propinsi

Permasalahan kedua adalah masih banyak ditemui dokter dan dokter gigi PTT yang memutuskan mengakhiri tugasnya di masa penugasan pertamanya. Hasil studi pendahuluan menemukan beberapa permasalahan, seperti: 1) penghasilan Pusat (gaji dan insentif) kurang memadai, alirannya tidak lancar, sedangkan insentif daerah berbeda-beda yang disesuaikan dengan kemampuan daerah (beberapa daerah tidak ada insentif atau terlalu kecil), 2) Fasilitas infrastruktur di daerah yang lemah banyak dokter yang tidak betah, 3) Pengembangan karir, pelatihan kurang/tidak ada, 4) Fasilitas professional (peralatan obat dan tim kesehatan tidak di fasilitasi secara layak), 5) Sosial budaya (dukungan nakes lain terhadap kedatangan dokter, dukungan dinkes untuk mengusulkan kebutuhan dan keberadaan). Untuk itu perlunya identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan dokter dan dokter gigi PTT untuk menerima atau memperpanjang masa tugas di puskesmas dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil. Identifikasi faktor-faktor tersebut menjadi penting untuk strategi dalam meningkatkan daya tarik dokter dan dokter gigi PTT untuk tinggal di puskesmas dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil.

(10)

C. Tujuan Penelitian

Hasil akhir yang akan dicapai adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menjadi pendorong dan daya tarik dokter dan dokter gigi PTT untuk memperpanjang masa tugasnya di puskesmas dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil.

D. Manfaat Penelitian

Dengan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya retensi dokter dan dokter gigi PTT pada suatu daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pemerintah pusat dalam pengembangan mekanisme retensi tenaga kesehatan secara keseluruhan sebagai pendekatan strategis untuk mengelola penempatan tenaga dokter dan dokter gigi PTT yang lebih sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.

Manfaat bagi pemerintah daerah adalah dapat memberikan masukan dalam penyediaan fasilitas utk pemenuhan tenaga dokter dan dokter gigi PTT di daerah terpencil dan sangat terpencil

Selain hal tersebut, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada para dokter dan dokter gigi PTT dalam peningkatan rasa kenyamanan dan penghargaan untuk bekerja di daerah terpencil dan sangat terpencil

E. KeaslianPenelitian

Beberapa penelitian yang relevan: 1. Hasil Angket Awal Dokter PTT

Suwandono et al., (2003) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengevaluasi rekruitmen dan penempatan dokter PTT, penampilan kerja dokter PTT, penerapan dan penempatan pasca PTT, dan kebijakan dokter PTT. Penelitian dilakukan melalui survey cepat dengan membagikan kuesioner kepada para responden yaitu para kepala sub dinas kesehatan. Ketenagaan dari seluruh provinsi di Indonesia yang kebetulan sedang berkumpul untuk pertemuan yang diselenggarakan oleh Badan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Yogyakarta pada tanggal 25-27 Juni 2002. Setelah

(11)

dikumpulkan kemudian hasil angket ditabulasi, diedit, diverifikasi dan akhirnya dianalisis secara diskriptif.

Hasil penelitian ini diantaranya adalah memberikan informasi ketidakmerataan dokter PTT terutama kekurangan dokter PTT di daerah terpencil antara 10-90%. Kendala sistem rekruitmen menurut responden adalah birokrasi di pusat (62,5%), lain-lain (37,5%) dan kurang adanya perencanaan yang memadai di daerah (25%). Kendala lain-lain adalah dana yang tak tersedia atau tak cukup, penolakan calon dokter untuk ditempatkan di daerah terpencil, antrian panjang waktu penempatan, banyaknya daerah yang tak terjangkau dan luas dengan penduduk yang sedikit, tidak jelasnya atau tidak adanya sistem reward, keengganan para dokter PTT melapor dan kuatnya KKN.

2. Evaluasi kebijakan Penempatan Tenaga Kesehatan di Puskesmas Sangat Terpencil di Kabupaten Buton.

Herman dan Basri (2008) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kebijakan penempatan tenaga kesehatan di puskesmas sangat terpencil di kabupaten Buton. Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif untuk mengevaluasi kebijakan penempatan tenaga kesehatan di puskesmas sangat terpencil di kabupaten Buton.

Hasil yang didapat dari hasil penelitian ini adalah kebijakan penempatan tenaga kesehatan belum dapat mengatasi kekurangan tenaga di puskesmas sangat terpencil. Tidak adanya insentif dan ketidakjelasan pengembangan karir dan penghargaan bagi mereka merupakan penyebab tenaga tidak retensi, sehingga di puskesmas sangat terpencil kekurangan tenaga. Tenaga dokter, bidan dan perawat yang ditempatkan tidak retensi tinggal dan bekerja di puskesmas sangat terpencil. Kecilnya penghasilan karena tidak tersedia insentif, pola pengembangan karir yang tidak jelas dan tidak adanya penghargaan bagi mereka yang bekerja di puskesmas sangat terpencil merupakan alasan penting untuk pindah. Perpindahan dilakukan baik antar puskesmas maupun lintas wilayah. Kebijakan penyediaan sarana penunjang

(12)

belum mampu membuat tenaga retensi tinggal dan bekerja di puskesmas sangat terpencil.

3. Implementasi kebijakan penempatan dokter sebagai pegawai tidak tetap.

Rabihamzah (2012) melakukan penelitian dengan judul ”Implementasi Kebijakan Penempatan Dokter Sebagai Pegawai Tidak Tetap”. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah ada pengaruh kewenangan penempatan dan kepatuhan serta daya tanggap pelaksana terhadap keberhasilan implementasi kebijakan penempatan dokter PTT di kabupaten Lebak. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel babas yaitu kewenangan penempatan (XI) dan kepatuhan serta daya tanggap pelaksana (X2) serta satu variabel terikat yaitu keberhasilan implementasi kebijakan penempatan dokter PTT. Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriprif dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dan sampel adalah seluruh unit organisasi pemerintah yang terlibat dalam proses implementasi kebijakan penempatan dokter PTT di kabupaten Lebak yang terdiri dari lembaga pemerintah pusat (Departemen Kesehatan) dan lembaga-lembaga pemerintah daerah (dinas kesehatan provinsi Banten, dinas kesehatan kabupaten lebak, dan seluruh puskesmas di kabupaten Lebak yang memiliki tenaga dokter PTT). Jumlah responden adalah 65 orang terdiri dari 3 orang pejabat Departemen Kesehatan, 3 orang pejabat Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 3 orang pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, 28 pejabat Puskesmas dan 28 orang dokter PTT. Pengumpulan data primer dengan penyebaran kuesioner serta melalukan wawancara tersetruktur dengan beberapa pejabat pemerintah pusat dan daerah. Pengolahan data dilakukan dengan analisis kualitatif dan untuk mencari hubungan antar variabel dengan menggunakan statistik diskriptif serta analisis kuantitatif untuk membuktikan pengaruh antar variabel.

Hasil analisis data ada pengaruh positif kewenangan penempatan (XI) terhadap keberhasilan implementasi (Y), besar nilai korelasi adalah 0,574 di atas 0,5 -berarti ada korelasi yang kuat antara variabel X1 dengan Y. Tanda (positif) dari nilai korelasi menunjukkan rendahnya skor variabel XI sehingga

(13)

rendah pula keberhasilan implementasi kebijakan penempatan dokter PTT. Ada pengaruh positif kepatuhan pelaksana (X2) terhadap keberhasilan implementasi (Y), nilai korelasi adalah 0.633 di atas 0.5 berarti ada korelasi yang kuat antara variabel XI dengan Y- Tanda + (positif) dari nilai korelasi menunjukkan semakin meningkatnya kepatuhan pelaksana akan meningkat pula keberhasilan implementasi kebijakan penempatan dokter PTT. Ada pengaruh positif antara kewenangan penempatan dan kepatuhan pelaksana (X1,X2) terhadap keberhasilan implementasi kebijakan penempatan dokter PTT (Y). Terdapat korelasi yang kuat antara (Xl+X2) terhadap (Y) dengan nilai korelasi 0.600, sehingga semakin tepatnya posisi kewenangan penempatan dan semakin meningkatnya kepatuhan pelaksana secara besama sama akan meningkatkan keberhasilan implementasi kebijakan penempatan dokter PTT.

4. Staffing remote rural areas in middle- and low-income countries: A literature review of attraction and retention.

Lehmann et al. (2008) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi daya tarik dan retensi tenaga kesehatan di pedesaan pada negara berpenghasilan menengah dan rendah, serta strategi untuk penempatan tenaga kesehatan. Penelitian dilakukan dengan literatur penelitian yang dipublikasikan antara tahun 1997 dan 2007. Penulis melakukan pencarian publikasi media sejumlah jurnal yang relevan pada negara-negara menengah dan berpenghasilan rendah. Sekitar 600 makalah yang awalnya dinilai dan 55 akhirnya dimasukkan dalam review.

Makalah ini memberikan kerangka sederhana untuk pengambil keputusan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik dan retensi tenaga kesehatan di pedesaan pada negara berpenghasilan menengah dan rendah serta mengembangkan strategi yang komprehensif.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah berkaitan dengan penempatan dan pemerataan tenaga kesehatan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: (1) obyek penelitian adalah dokter/dokter gigi PTT, (2) menjelaskan variasi masa kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan Dokter dan Dokter Gigi di Puskesmas
Tabel 2. Keberadaan Dokter dan Dokter Gigi PTT

Referensi

Dokumen terkait

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN PONOROGO TENTANG PENETAPAN REKAPITULASI HASIL PENGHITUNGAN SUARA PEMILIHAN SERENTAK LANJUTAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI

Berbeda dengan penelitian di atas, penelitian “Transformasi Hujan-Debit berdasarkan Analisis Tank Model dan GR2M di DAS Dengkeng” ini menggunakan Tank Model dan GR2M untuk

•Permintaan input pd proses produksi pertanian adlh permintaan turunan Æ fs perminataan input yg diturunkan dr permintaan produsen output.. 1.Harga output yg diproduksi 2 Harga

Bahan pengenyal tidak mempunyai pengaruh terhadap kadar air, tetapi mempunyai pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak dan kadar protein bakso daging kambing,

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah latihan hamstring curl on swissball meningkatan kekuatan otot hamstring pada pemain

Salah satu upaya meningkatkan kemampuan konsep bilangan yaitu dengan menggunakan permainan kaleng indah di dapat dari hasil pengamatan dan observasi pembelajaran bahwa

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang prevalensi dan intensitas ektoparasit pada kepiting bakau (Scylla serrata) hasil tangkapan di

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan