• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA PEMERINTAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA (Studi Kasus Untuk Tahun Anggaran 2011)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA PEMERINTAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA (Studi Kasus Untuk Tahun Anggaran 2011)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENERAPAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA PEMERINTAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA

(Studi Kasus Untuk Tahun Anggaran 2011) Mirna Tri Mulihartanti

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakaarta

ABSTRAK

Studi kasus ini bertujuan untuk memahami penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja di Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara.Materi studi kasus ini terdiri dari proses-proses penganggaran termasuk perencanaan, implementasi, pengukuran dan evaluasi kinerja serta pelaporan. Disamping itu studi kasus ini juga menggambarkan kendala-kendala yang dihadapi dalam proses penganggaran.

Oleh karena merupakan penelitian kualitatif, data diperoleh dengan setting alamiah.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi dokumentasi.Hasil pengumpulan data dianalisis dengan metode kualitatif menggunakan paradikma diskriptif.

Setelah dilakukan analisa seluruh data, informasi dan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa dalam praktek penyusunan anggaran masih banyak ditemukan gejala penggunaan pendekatan traditional budget atau line item, terutama dalam perencanaan anggaran. Selain itu, terdapat beberapa kendala dan hambatan dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja antara lain (1) kurangnya pengetahuan, pemahaman dan juga motivasi dari para pegawai untuk menerapkan anggaran kinerja secara optimal; (2) tidak adanya sistem pengukuran kinerja terhadap outcome yang dihasilkan.

Kata kunci:

Kualitatif, Penganggaran Berbasis Kinerja

ANALYSIS OF THE IMPLEMENTATION OF PERFORMANCE-BASED BUDGETING AT LOCAL GOVERNMENT OF NORTH JAKARTA

(CASE STUDY) ABSTRACT

This study aims to understand the implementation of Performance Based Budgeting at Local Government of North Jakarta. The subjects of this study report consist of budgeting process included planning, implementation, performance measurement and evaluation, and reporting. Besides, this study also describes problems in budgeting process.

Because of qualitative research, data was set by natural condition. The technique of collecting data was done by observation, interview and

(2)

documentation study. The result of data collection was analyzed by using qualitative methods that developed based on descriptive paradigm.

After to analyze data information and observe in the spot, the result of this research are found traditional budgeting approach or line item budgeting, especially at the budgeting-planning. There are found many problem in performance budgeting implementation such as (1) official knowing, comprehension and motivation to practice performance budgeting are low and; (2) performance measurement of outcomes are nothing.

Keywords:

Qualitative, Performance-Based Budgeting

1. Pendahuluan

Penganggaran pada organisasi sektor publik merupakan suatu proses yang cukup rumit. Karakteristik penganggaran sektor publik berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta. Pada sektor swasta anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dievaluasi, dikritik dan didiskusikan untuk mendapat masukan (Sri Rahayu, 2007). Hal ini sangat berguna bagi perbaikan kinerja instansi pemerintah.

Kinerja instansi pemerintah banyak menjadi kritikan akhir-akhir ini terutama dalam hal pencapaian kinerja pemerintah secara konkret. Masyarakat selalu mengharapkan penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dan berkeadilan serta produk dan jasa lainnya yang berkualitas. Hanya saja dalam prakteknya, harapan ini tidak selalu dapat dipenuhi oleh pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Hingga kini, masih banyak ditemukan kasus-kasus pelayanan publik yang jauh dari

harapan masyarakat (Local Governance Support Program, 2009). Rakyat mulai kritis mempertanyakan akan nilai yang mereka peroleh atas pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Tuntutan baru muncul agar organisasi sektor publik menerapkan suatu paradigma baru yaitu prinsip-prinsip good governance (kepemerintahan yang baik).

Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Pengelolaan administrasi publik mengalami reformasi sistem penganggaran (budgeting reform) yaitu penerapan Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting). Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada outcome organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi (Bastian, 2006).

‘Performance budgeting’

mengalokasikan sumber daya pada program, bukan pada unit organisasi semata dan memakai

(3)

‘output measurement’ sebagai indikator kinerja organisasi. Penganggaran dengan pendekatan kinerja menekankan pada konsep

value for money dan pengawasan atas kinerja output.

Berdasarkan pengertian anggaran berbasis kinerja menurut Bastian (2006), komponen-komponen visi, misi dan rencana strategis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari anggaran berbasis kinerja. Dengan demikian penyusunan anggaran berbasis kinerja membutuhkan suatu penetapan sasaran strategis dan indikator kinerja terlebih dahulu sehingga kinerja anggaran dapat dicapai berdasarkan ukuran-ukuran yang telah ditetapkan. Melalui pengukuran kinerja, manajemen dapat menentukan keberhasilan dan kegagalan suatu unit organisasi dalam pencapaian sasaran dan tujuan untuk selanjutnya memberikan penghargaan untuk keberhasilan atau hukuman untuk kegagalan. Anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun. Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik, sehingga upaya perbaikan secara terus menerus akan mencapai keberhasilan di masa mendatang (Bastian, 2006).

Pemikiran pertama ketika menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja adalah berfokus terhadap target yang ingin dicapai. Jika berfokus kepada ‘output’, berarti pemikiran tentang tujuan kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain

efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Tolak ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Jadi, Penganggaran Berbasis Kinerja dapat diartikan sebagai penyusunan anggaran yang didasarkan pada target kinerja tertentu, dimana anggaran yang disusun sesuai dengan beban target kinerja, yang artinya target kinerja bersifat tetap dan menjadi dasar dari penyusunan anggaran.

Pemerintah Indonesia telah mengamanatkan anggaran berbasis kinerja untuk semua satuan kerja yang ada di Indonesia dimana penerapan anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah di Indonesia dicanangkan melalui pemberlakuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan diterapkan secara bertahap mulai tahun anggaran 2005. Dalam penjelasan PP nomor 58 tahun 2005 dinyatakan bahwa anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Berdasarkan pengertian tersebut, setiap input yang ditetapkan dalam anggaran harus dapat diukur hasilnya dan pengukuran hasil bukan pada besarnya dana yang telah dihabiskan sebagaimana yang

(4)

dilaksanakan pada sistem penganggaran tradisional (line-item

& incremental budget) tetapi berdasarkan pada tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan.

Menurut Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja instansi Pemerintah menyatakan bahwa kinerja adalah

keluaran/hasil dari

kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Kinerja ditunjukkan oleh hubungan antara input (masukan) dengan

output (keluaran). Dalam kajian beberapa pendapat, diperoleh hasil bahwa dalam kaitannya dengan struktur, anggaran berbasis kinerja harus memuat komponen tolak ukur dan target kinerja, standard biaya, dan klasifikasi anggaran. Kinerja dapat dinilai dengan ukuran penilaian yang didasarkan pada indikator berikut (Sancoko, 2008) :

a. Masukan (input), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program dan atau kegiatan.

b. Keluaran (output), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan produk (barang atau jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan.

c. Hasil (outcome), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program atau kegiatan yang sudah dilaksanakan.

d. Manfaat (benefit), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi masyarakat dan pemerintah daerah dari hasil.

e. Dampak (impact), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat.

Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, metode penganggaran yang digunakan adalah metode tradisional atau item line budget. Cara penyusunan anggaran ini tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran dan sistem pertanggungjawabannya tidak diperiksa dan diteliti apakah dana tersebut telah digunakan secara efektif dan efisien atau tidak. Tolak ukur keberhasilan hanya ditunjukkan dengan adanya keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja namun jika anggaran tersebut defisit atau surplus berarti pelaksanaan anggaran tersebut gagal. Metode tradisional mempunyai kelemahan yaitu tidak adanya muatan indikator (ukuran) kinerja dalam anggaran, untuk mencapai tujuan dan sasaran layanan public (Haryanto, 2007). Metode ini, penetapan kinerjanya didasarkan pada ketersediaan anggaran, dimana kinerja yang diubah-ubah sesuai dengan jumlah anggaran tertentu, yang artinya anggaran bersifat tetap dan menjadi dasar dari penentuan target kinerja.

(5)

tradisional, jika anggaran tahun x adalah Rp A, maka anggaran tahun x +1 adalah Rp A ditambah 10%. Demikian pula di tingkat SKPD, jika ada anggaran untuk suatu belanja adalah Rp A, maka dalam merencanakan anggaran tahun berikutnya, biasanya Rp A + 5%, 10%, atau berdasarkan trend kenaikan pendapatan daerah yang diprediksikan. Dengan kata lain pada penganggaran sistem ini, aparat tidak berpikir pada pencapaian kinerja, yaitu bahwa untuk mencapai kinerja x, maka dibutuhkan dana Rp. A. Dari contoh yang sebagaimana dijabarkan, sistem ini tidaklah efektif dan efisien lagi jika digunakan untuk penyusunan anggaran, karena kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan

(spending wisely).

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini diberi judul sebagai berikut “Analisis Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja Pada Kota Administrasi Jakarta Utara (Studi Kasus Untuk Tahun Anggaran 2011)”. Pertimbangan penelitian ini dilakukan pada Kota Administrasi Jakarta Utara karena Kota Administrasi Jakarta Utara merupakan salah satu wilayah administratif dari pemerintah DKI Jakarta yang melakukan pengelolaan keuangan daerah setiap tahunnya. Selama ini masyarakat mengetahui bahwa semua pengelola keuangan daerah diharuskan merubah sistem penganggarannya menjadi penganggaran berbasis kinerja. Begitu juga dengan Kota Administrasi Jakarta Utara yang

Diharuskan melakukan penganggaran berbasis kinerja sehingga penelitian ini ingin mengungkapkan sejauh mana penerapan penganggaran yang diterapkan oleh Kota Administrasi Jakarta Utara dalam menerapakan

sistem ABK pada

penganggarannya. 1.1. Anggaran

Penganggaran (budgeting)

merupakan aktifitas

mengalokasikan sumberdaya keuangan yang terbatas untuk pembiayaan belanja organisasi yang cenderung tidak terbatas (Haryanto, 2007). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan suatu alat penting dalam perencanaan yang dinyatakan dalam satu ukuran tertentu untuk mencapai tujuan organisasi dalam kurun waktu yang relatif singkat.

Suatu sistem penganggaran memiliki banyak fungsi dan fungsi-fungsi tersebut bisa saja saling terkait. Sangat sulit menemukan suatu sistem penganggaran yang dapat memenuhi seluruh fungsinya dengan baik dan dapat memuaskan seluruh pihak yang berkepentingan. Secara umum fungsi penganggaran adalah sebagai berikut: (Haryanto, 2007)

a. Perencanaan (Planing)

Dalam arti luas, perencanaan meliputi pemprograman (menentukan aktivitas yang akan dilakukan), perolehan sumber daya dan alokasi sumber daya. Hal ini berkaitan dengan menentukan jenis, kuantitas dan kualitas jasa yang akan disediakan untuk konstituen, memperkirakan biaya atas jasa-jasa tersebut,

(6)

dan menentukan bagaimana pembayaran untuk jasa tersebut. b. Pengendalian dan Pengelolaan

(Controlling and Administering) Anggaran membantu memastikan bahwa sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan rencana. Manajer menggunakan anggaran untuk memonitor aliran sumber daya dan menunjukkan kebutuhan untuk penyesuaian operasional. Badan legislatif menggunakan anggaran untuk menentukan otoritas pengeluaran terhadap eksekutif yang akhirnya menggunakannya untuk menentukan otoritasnya terhadap unit kerja dibawahnya (Departemen atau Lembaga). c. Pelaporan dan Evaluasi

(Reporting and Evaluating) Anggaran menjadi dasar

untuk pelaporan,

pengevaluasian pada akhir priode. Perbandingan realisasi dengan anggaran menunjukkan apakah mandat penerimaan dan

pengeluaran sudah

dilaksanakan. Lebih penting lagi, jika dikaitkan dengan tujuan organisasi, anggaran dapat memfasilitasi penilaian efisiensi dan efektifvitas.

1.2. Kinerja

Berdasarkan UU No.17 tahun 2003, maka penyusunan APBD dilakukan dengan mengintegrasikan program dan kegiatan masing-masing satuan kerja di lingkungan pemerintah daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian tercipta sinergi dan rasionalitas yang tinggi dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas. Hal tersebut juga untuk menghindari duplikasi rencana kerja serta bertujuan untuk meminimalisasi kesenjangan antara target dengan hasil yang dicapai berdasarkan tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan.

Kinerja (Bastian, 2006) adalah gambaran pencapaian

pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Setiap kegiatan organisasi harus diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan visi dan misi organisasi. Produk dan jasa akan kehilangan nilai apabila kontribusi produk dan jasa tersebut tidak dikaitkan dengan pencapaian visi dan misi organisasi.

Ukuran kinerja dalam anggaran memberikan dorongan kepada para pelaksana anggaran untuk dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai ukuran kinerja yang ditetapkan. Kegagalan dalam pencapaian kinerja menjadi satu ukuran untuk melakukan perbaikan pada masa yang akan datang. Sementara keberhasilan atas kinerja membutuhkan suatu penghargaan untuk dapat meningkatkan produktivias serta untuk mendapatkan dukungan publik terhadap pemerintah (Bastian, 2006).

1.3. Anggaran Berbasis Kinerja Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran negara telah mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran negara pada saat ini telah mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan dinamika manajemen sektor publik dan

(7)

tuntutan yang muncul di masyarakat, yaitu sistem penganggaran dengan pendekatan berbasis kinerja (Performance

Based Budgeting). Munculnya konsep Penganggaran Berbasis Kinerja berpengaruh langsung terhadap konsep anggaran negara pada umumnya. Salah satu pengaruh itu adalah terjadinya perubahan sistem anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja.

Anggaran berbasis kinerja (Mardiasmo, 2006) adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan pada upaya pencapaian hasil kinerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep ekonomis, efisien, efektif, dan pengawasan atas kinerja output, dan mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematis dan rasional dalam proses pengambilan keputusan.

Dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, berdasarkan Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (2009), terdapat elemen-elemen utama yang harus harus ditetapkan terlebih dahulu yaitu:

a. Visi dan Misi yang hendak dicapai

Visi mengacu kepada hal yang ingin dicapai dalam jangka panjang sedangkan misi adalah kerangka yang menggambarkan bagaimana visi akan dicapai. b. Tujuan

Tujuan merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi

dan misi. Tujuan tergambar dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang menunjukkan tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam rangka mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Tujuan harus menggambarkan arah yang jelas serta tantangan yang realisitis. Tujuan yang baik bercirikan, antara lain memberikan gambaran pelayanan utama yang akan disediakan, secara jelas menggambarkan arah organisasi dan program-programnya, menantang namun realistis, mengidentifikasikan obyek yang akan dilayani serta apa yang hendak dicapai.

c. Sasaran

Sasaran menggambarkan langkah-langkah yang spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan. Sasaran akan membantu penyusun anggaran untuk mencapai tujuan dengan menetapkan target tertentu dan terukur. Kriteria sasaran yang baik adalah dilakukan dengan menggunakan kriteria spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan ada batasan waktu (specific,

measurable, achievable, relevant, timely/ SMART) dan yang tidak kalah penting bahwa sasaran tersebut harus mendukung tujuan (support

goal). d. Program

Program adalah

sekumpulan kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai bagian dari usaha untuk mencapai serangkaian tujuan dan sasaran. Program dibagi menjadi kegiatan dan harus disertai dengan target sasaran output

(8)

dan outcome. Program yang baik harus mempunyai keterkaitan dengan tujuan dan sasaran serta masuk akal dan dapat dicapai.

e. Kegiatan

Kegiatan adalah serangkaian pelayanan yang

mempunyai maksud

menghasilkan output dan hasil yang penting untuk pencapaian program. Kegiatan yang baik kriterianya adalah harus dapat mendukung pencapaian program. Dalam menyusun anggaran berdasarkan kinerja, organisasi ataupun unit organisasi tidak hanya diwajibkan menyusun anggaran atas dasar fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja tetapi juga menetapkan kinerja yang ingin dicapai. Kinerja tersebut antara lain dalam bentuk keluaran (output) dari kegiatan yang akan dilaksanakan dan hasil (outcome) dari program yang telah ditetapkan. Apabila telah ditetapkan prestasi (kinerja) yang hendak dicapai, baru kemudian dihitung pendanaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran atau hasil yang ditargetkan sesuai rencana kinerja.

2. Pembahasan

Anggaran berbasis kinerja mulai disosialisasikan oleh

pemerintah kepada

Kementerian/Lembaga pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dengan dikeluarkannya UU 17/2003 ini, berarti seluruh Kementerian/Lembaga pemerintah harus menaatinya dengan melakukan reformasi keuangan

terutama sistem anggarannya menjadi anggaran berbasis kinerja. Dengan dikeluarkan PP 58/2005, maka mempertegas himbauan kepada seluruh unit/satuan kerja Pemerintah DKI Jakarta untuk menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja secara keseluruhan dan baik, termasuk wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara. Penerapan sistem anggaran berbasis kinerja ini diterapkan sejak tahun 2005, tetapi pada kenyataannya penerapan penganggaran berbasis kinerja di lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara belum diterapkan secara benar hingga sekarang.

Pemaparan di bawah ini merupakan hasil observasi peneliti, baik dari hasil wawancara maupun hasil telaah dokumentasi selama beberapa bulan terakhir dengan berbagai pihak yang terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan anggaran di Kantor Walikota Jakarta Utara. Peneliti akan menjelaskan dan menganalisis penerapan anggaran berbasis kinerja baik dari segi perencanaan dan penyusunan program/kegiatan, pelaksanaan program/kegiatan, dan menganalisis pengukuran kinerja yang menjadi salah satu elemen penting dalam penerapan sistem anggaran berbasis kinerja.

2.1. Analisis Penganggaran

Pemerintah Kota Administasi Jakarta Utara

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, kajian teori dan metodologi penelitian yang telah diuraikan terdahulu, maka pada subbab ini akan disajikan hasil penelitian melalui wawancara langsung dengan informan yang telah dipilih. Informan tersebut

(9)

adalah para pimpinan maupun staf yang terkait langsung dengan penganggaran di lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara. Hal ini untuk menjamin validitas informasi yang disampaikan.

a. Analisis Perencanaan Anggaran Dari analisis penulis di atas, maka terdapat kesenjangan pelaksanaan perencanaan anggaran yang diterapkan di lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara dengan prinsip penganggaran berbasis kinerja yang semestinya (Tabel 1):

Tabel 1

Kesenjangan Antara Prinsip ABK dengan Pelaksanaan Perencanaan Anggaran Kota Administrasi Jakarta Utara

No Keterangan Prinsip ABK Pelaksanaan

1 Perencanaan Program/Kegiatan

Program/kegiatan

direncanakan terlebih dahulu secara memadai dan matang dengan menetapkan sasaran strategis, indikator kinerja, dan target kinerja sehingga terdapat kepastian dan kejelasan pelaksanaan program/kegiatan yang akan dilaksanakan di tahun pelaksanaan anggaran..

Penetapan sasaran strategis, indikator kinerja, dan target kinerja dilakukan setelah anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah, sehingga sering terdapat perubahan program/kegiatan di pertengahan tahun

pelaksanaan anggaran yang mengakibatkan ketidak-konsistenan.

2 Dasar dan Tujuan Anggaran

Anggaran yang diajukan seharusnya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan sesuai dengan visi dan misi yang dirancang sebelumnya.

Tidak ada penetepan output dan outcome terlebih dahulu sebelum anggaran diajukan. Penetapan output dan

outcome dilakukan setelah anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah, sehingga pengajuan usulan

program/kegiatan tidak mengacu pada pencapaian kinerja yang hendak dicapai. 3 Alokasi Anggaran Anggaran berbasis kinerja

mengisyaratkan bahwa anggaran yang disetujui seharusnya sesuai dengan penetapan kinerja yang memadai.

Lebih mengacu kepada sistem kinerja berbasis anggaran (tradisional), dimana alokasi biaya pada anggaran untuk tiap kegiatan sesuai dengan anggaran yang telah

ditetapkan oleh Kepala Daerah sehingga kinerja yang dilakukan sesuai dengan anggaran yang ditetapkan.

(10)

No Keterangan Prinsip ABK Pelaksanaan 4 Penetapan Kinerja

dan Indikator Kinerja Utama (IKU)

Penetapan kinerja dan Indikator Kinerja Utama (IKU) disusun sebelum pagu anggaran ditetapkan dan IKU memberikan informasi berapa alokasi anggaran yang

dibutuhkan untuk setiap program/kegiatan.

Penetapan kinerja dan IKU disusun setelah ada kejelasan mengenai alokasi anggaran agar dokumen tersebut lebih realistis dengan

mempertimbangkan ketersediaan sumber dana yang nyata sudah akan diperoleh.

b. Analisis Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) di lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara disusun setelah pagu anggaran untuk setiap kegiatan ditetapkan oleh Kepala Daerah

Terdapat kesenjangan

penyusunan RAB yang diterapkan di lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara dengan prinsip penganggaran berbasis kinerja yang semestinya (Tabel 2):

Tabel 2

Kesenjangan Antara Prinsip ABK dengan Pelaksanaan Penyusunan RAB Kota Administrasi Jakarta Utara

No Keterangan Prinsip ABK Pelaksanaan

1 Penyusunan RAB RAB disusun sebelum menyampaikan usulan program/kegiatan kepada bagian perencanaan.

RAB disusun setelah usulan program/kegiatan

disampaikan dan pagu anggaran ditetapkan serta Dolumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) diterbitkan. 2 Standar yang

digunakan

Penyusunan anggaran harus dilakukan penetapan SPM dan tolak ukur kinerja terlebih dahulu berdasarkan peraturan perundang-undangan.

SPM tidak pernah dirancang selama ini di lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara.

3 Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)

Pada prinsip ABK, seharusnya RKA tidak diberlakukan karena fenomena yang selama ini terjadi adalah RKA disusun selalu mengikuti besarnya pagu anggaran yang ditetapkan.

Selama ini penyusunan RKA di lingkungan Kota

Administrasi Jakarta Utara selalu disusun setelah pagu anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah. Kinerja yang mengikuti besarnya anggaran.

(11)

No Keterangan Prinsip ABK Pelaksanaan 4 Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Renja mendiskripsikan rencana program/kegiatan yang ingin dilaksanakan berdasarkan jadwal pelaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Terdapat beberapa

program/kegiatan yang tidak berjalan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang telah ditetapkan pada Renja Kota Administrasi Jakarta Utara.

c. Analisis Standar Biaya

Selain penentuan indikator kinerja, hal yang diperlukan dalam penganggaran berbasis kinerja adalah menentukan standar biaya. Standar biaya merupakan komponen lainnya yang harus dikembangkan untuk dasar pengukuran kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja. Standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku bagi masing-masing daerah. Penetapan standar biaya akan membantu penyusunan anggaran belanja suatu program atau kegiatan bagi daerah yang bersangkutan.

Pada Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara, penentuan standar biaya terbagi dua yaitu Standar Biaya Umum (SBU) dan Standar Biaya Khusus (SBK).

Kota Administrasi Jakarta Utara umumnya menggunakan Standar Biaya Umum (SBU) sebagai sarana penentuan batasan alokasi sumber daya/anggaran dalam suatu program/kegiatan. SBU dilakukan dengan menentukan satuan biaya paling tinggi yang ditetapkan sebagai biaya masukan dan indeks satuan biaya keluaran ketika menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB). Dengan angka maksimum tersebut, diharapkan agar pelaksanaan program/kegiatan dapat didukung dengan ketersediaan dana yang memadai.

Berikut beberapa kesenjangan penerapan standar biaya yang diterapkan Kota Administrasi Jakarta Utara dengan prinsip penganggaran berbasis kinerja yang semestinya (Tabel 3): Tabel 3

Kesenjangan Antara Prinsip ABK dengan Penentuan Standar Biaya Pada Kota Administrasi Jakarta Utara

No Keterangan Prinsip ABK Pelaksanaan

1 Standar biaya yang digunakan

SBU dan SBK yang ditetapkan oleh

Kementerian Keuangan.

Standar biaya yang digunakan cenderung menggunakan SBU dan terdapat estimasi satuan biaya yang diperkirakan sendiri.

(12)

No Keterangan Prinsip ABK Pelaksanaan 2 Penetapan standar

biaya

Analisa Standar Biaya (ASB) perlu dilakukan untuk menilai kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan.

Bagian keuangan maupun perencanaan tidak pernah melakukan Analisa Standar Biaya (ASB).

d. Analisis Pelaksanaan Anggaran Menurut hasil telaah dokumen dan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa proses pelaksanaan anggaran pada Kota Administrasi Jakarta Utara sudah berjalan dengan lancar sesuai prosedur yang ada, walaupun pada tahap perencanaan anggaran Kota Administrasi Jakarta Utara tidak diterapkannya sistem anggaran berbasis kinerja yang semestinya. Lancarnya pelaksanaan anggaran terjadi karena efektifnya komunikasi antara bagian keuangan, bagian perencanaan, dan juga bagian-bagian Setko Jakarta Utara. Proses pelaksanaan anggaran tidak semata-mata langsung mencairkan dana yang tersedia, namun membutuhkan prosedur yang sangat detail. Prosedur akan mengatur tentang tata cara pengajuan dana, pembukuan, dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran. Tidak hanya itu, prosedur yang dilakukan juga harus sesuai dengan Renja yang disusun sebelumnya terutama mengenai jadwal pelaksanaan anggaran yang terkait. Terdapat pula beberapa program/kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan

jadwal pelaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya,yang tertuang dalam dokumen Renja atau keterlambatan dalam pelaksanaan anggaran. Tidak hanya itu, beberapa program/kegiatan yang telah diusulkan sebelumnya juga terdapat beberapa perubahan yang mengakibatkan ketidak-konsistenan pelaksanaan anggaran di lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara.

Sebenarnya hal ini tidak diperbolehkan dan telah menyalahi aturan pelaksanaan anggaran yang semestinya karena akan menghambat pencapaian kinerja yang hendak dicapai. Masalah ini terus menjadi masalah yang berkelanjutan karena setiap tahunnya selalu ada pelaksanaan anggaran yang tidak sesuai dengan jadwal pelaksanaan anggaran, tidak terlaksananya program/kegiatan dan terdapat perubahan program/kegiatan yang telah ditetapkan di tahun pelaksanaan anggaran. Hal ini juga tidak adanya

punishment atas terjadinya masalah tersebut. Berikut tabel 4 analisa secara umum dari pelaksanaan anggaran di lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara:

(13)

Tabel 4

Analisa Pelaksanaan Anggaran

No Keterangan Prinsip ABK Pelaksanaan

1 Jadwal pelaksanaan anggaran

Pelaksanaan anggaran seharusnya sesuai dengan jadwal pelaksanaan pada Renja agar mencapai kinerja yang maksimal.

Terdapat beberapa program/kegiatan yang tidak sesuai dengan jadwal pelaksanaan pada Renja. 2 Pelaksanaan

program/kegiatan

Program/kegiatan dan alokasi anggaran yang telah ditetapkan seharusnya dilaksanakan sesuai dengan target kinerja yang

direncanakan.

Terdapat beberapa program/kegiatan yang tidak diserap atau tidak dilaksanakan karena keterbatasan waktu dan SDM.

3 Konsistensi penetapan

program/kegiatan

Program/kegiatan yang telah ditetapkan sebelum tahun pelaksanaan anggaran harus jelas, pasti, konsisten dan tidak berubah-ubah pada saat tahun pelaksanaan anggaran.

Terdapat perubahan program/kegiatan di tahun pelaksanaan anggaran. Hal ini terjadi karena

penetapan program/ kegiatan tidak konsisten dengan kinerja yang hendak dicapai dan lebih memperhatikan

keselarasan dengan penetapan alokasi anggaran.

e. Analisis Pengukuran dan

Pengevaluasian Pencapaian Kinerja

Setelah melaksanakan program/kegiatan, hal yang menjadi titik penting dalam penganggaran berbasis kinerja

adalah mengukur dan

mengevaluasi pencapaian kinerja selama setahun. Setiap tahunnya, Kota Administrasi Jakarta Utara sudah melakukan proses pengukuran dan pengevaluasian pencapaian kinerja sesuai dengan prosedur yang memadai. Pengevaluasian dan pengukuran kinerja akan memberikan informasi tentang keberhasilan atau

kegagalan program/kegiatan yang telah dilaksanakan oleh suatu unit kerja. Idealnya sebuah keberhasilan atau kegagalan diberikan

rewards/punishment untuk meningkatkan kinerja satuan unit kerja. Dalam hal ini, Inspektorat Jakarta Utara tidak memberikan sistem rewards atau punishment untuk Kota Administrasi Jakarta Utara mengenai ketercapaian kinerja selama setahun.

Kekurangan dari evaluasi kinerja pada Kota Administrasi Jakarta Utara tidak hanya itu saja. Penerapan penganggaran berbasis kinerja pada Kota Administrasi Jakarta Utara ditemukan bahwa

(14)

berjalan optimal. Inspektorat Jakarta Utara sebenarnya memiliki kewenangan penuh terhadap pengevaluasian dan pengawasan pencapaian kinerja Kota

Administrasi Jakarta Utara.

Inspektorat Jakarta Utara juga bisa menentukan apakah program/ kegiatan telah dilaksanakan dengan terdapat sistem kontrol yang belum

semestinya dan outcome yang ditetapkan telah berhasil dicapai atau tidak. Tetapi dalam prakteknya, Inspektorat Jakarta Utara hanya mengevaluasi keterlaksanaan program/kegiatan secara kuantitatif tanpa mengevaluasi keefektifitasan dan efisiensi outcome yang dicapai.

Tabel 5

Analisa Pengukuran dan Pengevaluasian Pencapaian Kinerja

No Keterangan Prinsip ABK Pelaksanaan

1 Landasan alat ukur kinerja

Pencapaian kinerja diukur dan dievaluasi berdasarkan

outcome yang ingin dicapai.

Pencapaian kinerja berdasarkan persentase penyerapan anggaran saja dan tidak ada pengukuran pencapaian outcomeatas terlaksananya program/kegiatan tersebut. 2 Control pelaksanaan program/kegiatan Pengevaluasian pelaksanaan program/kegiatan

seharusnya sesuai dengan target kinerja yang direncanakan.

Sistem control yang belum berjalan optimal. Pengevaluasian keterlaksanaan program/kegiatan hanya secara kuantitatif. 2.2. Kendala Penerapan

Penganggaran Berbasis Kinerja Periode saat ini merupakan masa transisi dari single entry ke

double entry (orang menjurnal ke

computer base accounting) untuk mendukung sistem pengelolaan keuangan daerah baru, khususnya untuk Kantor Walikota Jakarta Utara. Hal ini memerlukan kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Di samping itu, menyiapkan SDM memerlukan dana yang tidak sedikit. Pengukuran prestasi sistem anggaran lama dilihat dari bagaimana memanfaatkan

anggaran. Hal ini sangat berbeda dengan sistem anggaran yang baru dimana prestasi diukur dengan pencapaian sasaran kegiatan dari program-program yang dianggarkan.

Kondisi ini menghadapkan sistem yang baru pada bagaimana mengubah perilaku SDM dari bagaimana menggunakan dana yang dianggarkan ke perilaku bagaimana mencapai sasaran dengan efisien, efektif, dan mempunyai nilai ekonomis. Sistem anggaran yang baru akan menghadapi masalah perumusan alat ukur/parameter kinerja. Dalam

(15)

sistem anggaran baru dilakukan pengukuran kinerja bukan laporan keuangan. Pengukuran kinerja dalam sistem anggaran berbasis kinerja menggunakan konsep 3E (efisiensi, efektif, dan ekonomis). Kinerja setiap program/kegiatan tidak semuanya dapat diukur dengan ukuran kuantitatif (dalam satuan moneter atau satuan lain).

Namun kendala ini terus menerus tidak dapat teratasi hingga sekarang. Paradigma pola pikir SDM di lingkungan Kota Administrasi Jakarta Utara masih menerapkan penganggaran dengan sistem terdahulu, walaupun melalui proses wawancara mereka mengakui bahwa penganggaran pada Kantor Walikota Jakarta Utara sudah menerapkan penganggaran berbasis kinerja. Perubahan pola pikir semua SDM pemerintah daerah khususnya pemerintah Kota Administrasi Jakarta merupakan hal pertama yang harus dilakukan. Hal ini untuk menjamin ketercapaian kinerja secara maksimal.

Kendala lain dalam penerapan penganggaran berbasis kinerja di Kantor Walikota Jakarta Utara adalah kendala dalam memastikan hubungan antara input dan output. Di pihak lain penentuan ukuran kinerja merupakan hal penting sebagai alat motivator. Contoh, salah satu akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah akuntabilitas program. Fokus kinerja akuntabilitas program adalah pada pencapaian hasil kegiatan instansi apakah sudah memberikan kepuasan/kenyamanan kepada pelanggan (customer) dan

stakeholders serta memberikan dampak positif kepada kemajuan

masyarakat. Alat ukur untuk kinerja ini sangat sulit dirumuskan. Hal ini juga yang menjadi kendala pemerintah daerah terutama dalam pengukuran pencapaian kinerja dan belum teratasi hingga saat ini. 3. Kesimpulan

Instansi pemerintahan daerah merupakan instansi yang

berhubungan dan

bertanggungjawab langsung kepada negara dan masyarakatnya. Akuntabilitas instansi pemerintah merupakan perwujudan kewajiban instansi bersangkutan untuk mempertanggungjawabkan, baik keberhasilan maupun kegagalan dalam melaksanakan misi instansi meraih tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan. Kota Administrasi Jakarta Utara yang dipimpin oleh seorang Walikota merupakan salah satu Satuan Kerja Pemerintahan

Daerah (SKPD) yang

bertanggungjawab mengenai kinerja yang dilakukan kepada negara pada umumnya dan masyarakat serta lingkungan DKI Jakarta pada khususnya sebagai bentuk akuntabilitas Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara.

Sistem pengelolaan keuangan daerah yang baru menunjukkan adanya kewajiban Pemerintah Daerah memberikan pertanggungjawaban yang meliputi menyajikan, melaporkan, mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang terkait dengan penerimaan dan penggunaan uang publik kepada yang berhak dan

berwenang meminta

pertanggungjawaban (DPRD dan masyarakat luas). Sebelumnya, Kota Administrasi Jakarta Utara melakukan penganggaran terlebih dahulu untuk melaksanakan

(16)

program atau kegiatannya. Penganggaran dilakukan dengan pendekatan berbasis kinerja yang menitikberatkan sebuah program/kegiatan pada hasil dan manfaat dari penyelenggaraan kegiatan tersebut. Penganggaran berbasis kinerja sebagai bentuk reformasi penganggaran yang merupakan perubahan paradigma anggaran daerah.

Mekanisme ini

memungkinkan pihak terkait memperoleh informasi sebagai

dasar evaluasi dan

mengidentifikasi masalah kritis yang dihadapi dan memberi alternatif pemecahan masalah. Mekanisme ini dapat menghasilkan dan memberikan informasi sebagai dasar pembuatan keputusan yang rasional dan memungkinkan dilaksanakan

pembangunan yang

berkesinambungan dalam jangka panjang.

Berdasarkan analisis penerapan penganggaran berbasis kinerja pada Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Kota Administrasi Jakarta Utara belum menerapkan penganggaran berbasis kinerja dengan semestinya. Penganggaran yang dilakukan selama ini masih menerapkan sistem terdahulu yaitu sistem anggaran tradisional walaupun penganggaran Kota Administrasi Jakarta Utara tahun 2011 sudah mencoba mengarah ke sistem Anggaran Berbasis Kinerja. Dari hasil penelitian yang diungkapkan pada bab 4, penganggaran pada Kota Administrasi Jakarta Utara mengacu pada pagu anggaran yang ditetapkan sebelumnya oleh

Kepala Daerah. Setelah pagu anggaran ditetapkan, maka program/kegiatan beserta Rencana Anggaran Biaya baru disusun menyesuaikan alokasi anggaran yang disediakan. Hal ini jelas menyimpang dari sistem Anggaran Berbasis Kinerja yang semestinya.

Penulis juga menganalisis kendala-kendala yang terjadi pada penganggaran berbasis kinerja di Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara. Kendala yang terjadi antara lain:

• Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara memerlukan SDM yang memadai untuk mendukung sistem pengelolaan keuangan daerah yang baru dan hal itu memerlukan dana yang tidak sedikit.

• Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara tidak mempunyai sistem pengukuran kinerja yang dapat mengukur keberhasilan sebuah program atau kegiatan, karena kinerja setiap progam/kegiatan tidak semuanya dapat diukur dengan ukuran kuantitatif (dalam satuan moneter atau satuan lain). 4. Saran

Penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui apakah Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara sudah menerapkan penganggaran berbasis kinerja dengan semestinya. Namun pada kenyataannya penganggaran Kota Administrasi Jakarta Utara masih tidak berdasarkan prinsip penganggaran berbasis kinerja. Hal ini diharapkan untuk Kota Administrasi Jakarta Utara dapat

mengubah sistem

(17)

ABK agar dapat mencapai kinerjanya secara maksimal dan memberikan manfaat yang optimal sebagai acuan pelaksanaan kegiatan dan anggaran serta juga pada saat evaluasi anggaran di akhir periode. Hal ini juga harus disertai oleh SDM yang berkompeten. Maka saran penulis kepada Kantor Walikota Jakarta Utara pada khususnya dan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta pada umumnya adalah: • Melakukan requirement SDM

yang berkompeten terutama dalam urusan penganggaran untuk semua satuan/unit kerja di Pemerintah DKI Jakarta, • Melakukan bimbingan teknis

terkait penganggaran berbasis kinerja kepada seluruh pegawai Pemerintah DKI Jakarta, dan • Mengubah pola pikir para

pimpinan baik tingkat pusat maupun tingkat wilayah untuk memahami prinsip Anggaran Berbasis Kinerja dan mulai menerapkannya di satuan/unit kerja masing-masing.

Selain itu, karena keterbatasan waktu tidak dapat memungkinkan bagi penulis melakukan review kembali atas efektivitas rancangan sistem pengukuran riil pada tahap pengukuran dan evaluasi pencapaian kinerja. Penulis mengharapkan akan ada penelitian lanjutan dari penelitian yang penulis buat saat ini untuk melakukan review atas tahap pengukuran dan evaluasi pencapaian kinerja pada Kota Administrasi Jakarta Utara yang dirasa belum mempunyai sistem pengukuran riil dalam mengukur keberhasilan suatu program/

kegiatan sebagai bentuk akuntabilitas terhadap publik.

Demikian saran yang dapat penulis sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan Kantor Walikota Jakarta Utara pada khususnya untuk menjadi bahan pertimbangan penyusunan anggaran pada tahun-tahun berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

---. Bastian, I. (2006). Akuntansi

Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

---. Bastian, I. (2006). Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

---. Haryanto, S., dan Arifuddin, (2007). Akuntansi Sektor Publik,. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

---. Mardiasmo.(2006). “Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik melalui Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance”, Jurnal Akuntansi

Pemerintah, Vol.2 No.1 Mei 2006. ---. Rakyat Local Governance Support Program kerjasama dengan USAID, 2009, Pengawasan DPRD terhadap Pelayanan Publik (Seri Penguatan Legislatif).

---. Sancoko, B. (2008). Kajian terhadap Penganggaran Berbasis Kinerja di Indonesia. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Departemen Keuangan RI.

---. UU No. 17, Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

---. PP No. 58, Tahun 2009 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara penganggaran berbasis kinerja, kejelasan sasaran anggaran dan partisipasi anggaran

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja, Kejelasan Sasaran anggaran, Partisipasi Anggaran Terhadap akuntabilitas Kinerja

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan layanan teknis di Perpustakaan dan Arsip Kota Administrasi Jakarta Barat yang meliputi

Pemeliharaan saluran tepi jalan, saluran penghubung dan kelengkapannya di Wilayah Kota Administrasi Jakarta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh signifikan dalam meningkatkan kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kota Cimahi sebesar 59,7%

menyetujui untuk dilakukan pengesahan atas dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah Pemerintah Kota Magelang sebagai dasar pelaksanaan anggaran daerah

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan pemeriksaan pajak restoran yang dilakukan dan dampak pemeriksaan terhadap tingkat penerimaa pajak restoran di Kota Administrasi

Sasaran Strategis yang ditetapkan pada perjanjian Kinerja Walikota Kota Administrasi Jakarta Pusat adalah peningkatan kualitas penyelenggaraaan pelayanan publik dengan