• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DENGAN OTITIS MEDIA AKUT PADA ANAK BAWAH LIMA TAHUN DI PUSKESMAS KUTA ALAM KOTA BANDA ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DENGAN OTITIS MEDIA AKUT PADA ANAK BAWAH LIMA TAHUN DI PUSKESMAS KUTA ALAM KOTA BANDA ACEH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

157

OTITIS MEDIA AKUT PADA ANAK BAWAH LIMA TAHUN DI

PUSKESMAS KUTA ALAM KOTA BANDA ACEH

Teuku Husni T.R

Abstrak. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) memiliki dampak yang luar biasa pada kesehatan masyarakat dan merupakan salah satu alasan kunjungan ke pusat pelayanan primer. ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Balita lebih cenderung terpapar ISPA dan pada akhirnya berujung pada komplikasi-komplikasi seperti Otitis Media Akut (OMA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ISPA dengan OMA pada balita di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh. Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan metode cross sectional, dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 2011. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien balita yang berobat ke unit Manajemen Terpadu Balita Sakit Puskesmas (MTBS) Kuta Alam Kota Banda Aceh tahun 2011, dengan sampel sebanyak 207 orang yang dipilih secara Non Probably Sampling dengan metode Purposive Sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil observasi terhadap pemeriksaan dokter puskesmas pada pasien balita yang datang berobat ke Unit MTBS Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh yang kemudian didiagnosa ISPA. Analisis data dilakukan melalui univariat dan bivariat dengan menggunakan statistik Chi-Square. Hasil penelitian ini menunjukkan dari 207 balita yang datang berobat ke Puskesmas, didapatkan 74,88% positif ISPA dan 25,12% negatif ISPA serta didapatkan 16,43% positif OMA dan 83,57% negatif OMA. Dari hasil uji statistik Chi-square menunjukkan adanya hubungan antara ISPA dan OMA dengan p-value sebesar 0,002 (p < 0,05). Hubungan kausal antara OMA dan ISPA menyimpulkan bahwa perlu dilakukan intervensi dini selama perjalanan ISPA sehingga dapat mencegah episode OMA. (JKS 2011; 3:157-167)

Kata kunci : Infeksi saluran pernapasan akut, otitis media akut, balita

Abstract. ARI (Acute Respiratory Infection) has extraordinary effects for people’s health. It

is one of the reasons behind people’s visit to primary health service centers. ARI is a disease that often occurs in children. Children tend to be vulnerable to ARI, which usually results in such complications as Acute Otitis Media (AOM). This research aimed at identifying the relationship between ARI and AOM among toddlers in Kuta Alam Health Center, Banda Aceh. This research is an analytic-descriptive research using cross sectional method, held from November to December 2011. The study population was all patients under five who went to IMCI (Integrated Management of Childhood Illness) unit of Kuta Alam Health Center, Banda Aceh in 2011, with a sample of 207 people chosen at Non Probably Sampling by using Purposive Sampling method. The data collection in this study used primary data which was obtained directly from the observation of the doctor's examination on under-five patients who came for treatment to IMCI unit of Kuta Alam Health Center, Banda Aceh, who were then diagnosed with having ARI. The data analysis was performed by univariate and bivariate statistics by using Chi-Square. The results of this study showed that of 207 toddlers coming for treatment to the health center, 74.88% were diagnosed with positive ARI, 25.12% negative ARI, 16.43% positive AOM and 83.57% negative AOM. The results of the Chi-square statistical test showed that there was an association between ARI with AOM with p-value of 0.002 (p <0.05). The causal relationship between the AOM and ARI suggests that early intervention during the course of a respiratory infection can prevent episodes of AOM. (JKS 2011; 3:157-167)

Keywords: Acute respiratory infection, acute otitis media, toddlers

Teuku Husni adalah Dosen Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/ RSUDZA Banda Aceh

(2)

158 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyebab utama kematian pada anak dibawah lima tahun. Empat juta anak dibawah lima tahun meninggal akibat ISPA setiap tahun dan dua pertiga diantaranya berusia dibawah satu tahun. Seorang anak meninggal akibat ISPA setiap delapan detik. Lebih dari 90% kematian ini terjadi di negara berkembang. Beberapa penelitian di berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa keseluruhan insiden ISPA pada anak-anak bervariasi dari lima sampai tujuh episode per anak per tahun (UN Children’s Fund, 2011). ISPA memiliki dampak yang luar biasa pada kesehatan masyarakat. ISPA merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan ketujuh penyebab kematian di Indonesia pada tahun 2001 dengan prevalensi sebesar 4,9% (Depkes RI, 2002). Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, ini berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Sebagai kelompok penyakit, ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan berobat di Puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes RI, 2009).

Dari pola penyakit rawat jalan di RS, keseluruhan data yang masuk ternyata menunjukkan bahwa penyakit ISPA mendominasi pola penyakit pada setiap kelompok umur di Provinsi Aceh. Usia kurang dari 1 tahun sebanyak 29,45%, usia 1 sampai 4 tahun 43,55%, usia 5 sampai 14 tahun 25,71%, dan usia 15 sampai 24 tahun 23, 19% (Depkes RI, 2005).

Otitis Media Akut (OMA) adalah salah satu komplikasi ISPA yang paling sering pada anak. Baru-baru ini, pengaruh virus pernapasan ditekankan sebagai agen penyebab OMA. Telah diketahui bahwa anak-anak dengan infeksi Respiratory

Syncytial Virus (RSV) sering berkomplikasi menjadi OMA (Gooma et al., 2011). Faktor risiko berulangnya episode OMA telah digambarkan dan termasuk diantaranya ISPA yang terjadi dalam rentang waktu yang tidak lama (Froom et al., 2001). Telah ditemukan bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA berkembang menjadi OMA. Dengan pertimbangan tingginya insiden ISPA sehingga membuat insiden OMA sudah diperkirakan sebelumnya (Revai et al., 2007).

Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah, tuba eustachii, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai bayi dan anak-anak.

Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Bila terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan faring, secara alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. OMA terjadi akibat tidak berfungsinya sistem pelindung tadi. Sumbatan atau peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media. Pada anak-anak, semakin sering terserang ISPA, kemungkinan terjadinya OMA juga semakin besar. Dan pada bayi, terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba eustachii pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal (Djaafar, 2007).

Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun (Abidin, 2009).

(3)

159 Selama lebih dari 20 tahun terakhir,

insiden OMA meningkat 68% di Finlandia, sementara OMA berulang meningkat 39% di United States. OMA terjadi pada 2 kelompok umur berbeda, lebih sering pada kelompok yang lebih muda (0 sampai 5 tahun) dibandingkan pada kelompok yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan, sekitar 25% dari semua anak mendapat 1 atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun, gambaran ini meningkat menjadi 62%; pada umur 3 tahun, menjadi 81%; dan pada umur 5 tahun, menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun (Aziz, 2007).

Dari data yang didapatkan peneliti dari Unit Penyakit Infeksi Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh ketika pengambilan data awal, diperoleh data yang menyatakan bahwa angka kejadian ISPA tertinggi berada dalam wilayah kerja Puskesmas Kuta Alam (Dinkes Kota Banda Aceh, 2010).

Dari hasil survei, Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh memiliki prevalensi besar terjadinya ISPA khususnya pada balita, yang tercatat pada laporan puskesmas setempat. Jumlah kunjungan balita yang berobat jalan di Puskesmas Kuta Alam selama Januari sampai Desember 2010 adalah 429 orang. Dari total tersebut didapatkan 308 balita menderita penyakit ISPA (Laporan Puskesmas Kuta Alam, 2010).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hubungan ISPA dengan kejadian OMA, dengan melakukan penelitian berjudul: ”Hubungan Infeksi Saluran Pernapasan Akut dengan Otitis Media Akut pada Anak Bawah Lima Tahun di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh”.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah ada hubungan ISPA dengan OMA pada balita.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan ISPA dengan OMA pada balita di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh.

Manfaat Penelitian 1) Bagi Peneliti

(1) Dapat berguna bagi pengembangan, penalaran dan pengalaman peneliti dalam mengembangkan ilmu kedokteran.

(2) Menambah ilmu pengetahuan peneliti mengenai OMA dan kaitannya dengan ISPA pada balita.

(3) Menambah ilmu mengenai cara melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian.

2) Bagi Pasien dan Keluarga Pasien Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga sehingga dengan mengetahui kejadian ISPA lebih awal dapat mencegah berkembangnya ISPA menjadi OMA. 3) Bagi Puskesmas Kuta Alam Kota

Banda Aceh

Diharapkan penelitian ini menjadi masukan bagi Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh khususnya unit Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), dalam hal memberikan program pendidikan kesehatan (penyuluhan kesehatan) bagi pasien ISPA sehingga tidak berkembang menjadi OMA dan sebagai bahan evaluasi program pelayanan kesehatan di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh.

Ruang Lingkup Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada penelitian ini adalah ISPA bukan pneumonia.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan anggapan dasar yang telah dikemukakan terlebih dahulu, maka yang menjadi suatu hipotesis dalam penelitian ini adalah:

(4)

160 H0 = Tidak ada hubungan antara

ISPA dengan OMA

Ha = Ada hubungan antara ISPA

dengan OMA

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis dan Rancangan/Desain Penelitian Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan metode cross sectional dimana peneliti akan meneliti hubungan antara dua variabel pada satu situasi atau sekelompok subjek. Hal ini dilakukan untuk mencari hubungan antara suatu variabel dengan variabel yang lain (Notoatmodjo, 2005). Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di unit MTBS Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh.

Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini berlangsung dari tanggal 28 November sampai dengan tanggal 24 Desember 2011.

Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien balita yang berobat ke unit MTBS Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh tahun 2011.

Sampel Penelitian

Sehubungan dengan keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti sehingga tidak memungkinkan mengambil semua populasi terjangkau, maka dalam memilih sampel peneliti menggunakan teknik Non Probably Sampling dengan teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan pada suatu ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Arikunto, 2002). Sampel penelitian ini adalah seluruh balita yang berobat ke unit MTBS Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh dari tanggal 28 November sampai dengan 24 Desember

2011 yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Pasien anak yang berusia dibawah 5 tahun dan berkunjung ke Unit MTBS Puskesmas Kuta Alam selama masa penelitian

2) Pasien yang didiagnosa ISPA dan non-ISPA

3) Pasien yang dapat dilakukan observasi langsung oleh peneliti

Sampel yang akan dijadikan responden adalah sampel yang tersedia saat pengambilan data yaitu pada tanggal 28 November hingga 24 Desember 2011. Adapun jumlah sampelnya adalah:

n = = = = = 206,996 = 207 Keterangan: n = Jumlah sampel N= Jumlah populasi d = Derajat kemaknaan (Notoatmodjo, 2005).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jumlah sampel pada penelitian adalah sejumlah 207 balita.

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 1 Bagan Kerangka Konsep Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil observasi terhadap pemeriksaan dokter puskesmas pada pasien balita yang datang berobat ke Unit MTBS Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh yang kemudian didapatkan menderita ISPA.

Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA)

Otitis Media Akut

(5)

161 Cara Pengukuran

1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

1) Positif

Hasil positif apabila pasien didiagnosa ISPA.

2) Negatif

Hasil negatif apabila pasien tidak didiagnosa ISPA.

2 Otitis Media Akut (OMA) 1) Positif

Hasil positif apabila pasien didiagnosa OMA.

2) Negatif

Hasil negatif apabila pasien tidak didiagnosa OMA.

Pengolahan Data

Adapun tahapan yang ditempuh dalam pengolahan data meliputi:

1) Coding

Pemberian kode pada data yang diperoleh untuk memudahkan pengolahan data.

2) Editing

Memeriksa kembali data untuk menghindari kesalahan data, serta menjamin data sudah lengkap dan benar.

3) Tabulating

Memasukkan data yang diperoleh ke dalam tabel.

4) Cleaning

Mengevaluasi kembali data sehingga tidak ada kesalahan dalam pengolahan data.

Analisis Data

Dalam menganalisa data, peneliti menggunakan analisis univariat untuk menjelaskan tiap variabel, hasilnya akan ditampilkan dalam bentuk tabel data narasi. Selanjutnya peneliti melakukan analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi yaitu korelasi antara variabel independen dengan variabel dependen. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis statistik parametrik dengan

uji Chi-Square dengan derajat kemaknaan 0,05 (α = 0,05) untuk membuktikan hipotesis nol. Hipotesis nol ditolak apabila x2 hitung < x2 tabel namun sebaliknya hipotesis nol diterima apabila x2 hitung > x2 tabel.

Adapun rumusnya adalah : (Budiarto, 2001)

X2 = ∑ Keterangan:

X2= Chi-Square O = Nilai pengamatan E = Nilai yang diharapkan HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil pengumpulan data di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh terdapat 207 balita yang datang berobat dan 34 diantaranya menderita OMA. Metode pengambilan data dilakukan secara langsung dari hasil observasi terhadap pemeriksaan dokter puskesmas. Adapun hasil penelitian yang dilakukan secara lengkap adalah sebagai berikut:

1. Data Demografi 1) Umur

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Umur

Balita di Unit MTBS

Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh Tahun 2011 (n = 207)

Umur Frekuensi Persentase

(%) < 1 tahun 37 17,87

1-4 tahun 170 82,13

Total 207 100

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi terbesar penderita balita yang datang berobat di unit MTBS Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh adalah penderita balita sebanyak 170 balita (82,13%).

(6)

162 2) Jenis Kelamin

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Penderita Balita di Unit MTBS Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh Tahun 2011 (n = 207)

Umur Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 91 43,96

Perempuan 116 56,04

Total 207 100

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi terbesar penderita balita yang datang berobat di unit MTBS Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh adalah balita dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 116 balita (56,04%). 2. Analisis Univariat

1) Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Hasil penelitian terhadap ISPA di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Data Balita (sampel) yang Menderita ISPA di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh (n = 207)

ISPA Frekuensi Persentasi (%)

Positif 155 74,88

Negatif 52 25,12

Total 207 100

Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi terbesar ISPA pada balita yang berobat ke Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh adalah balita dengan kategori positif ISPA sebesar 155 balita (74,88%).

2) Otitis Media Akut (OMA)

Hasil penelitian terhadap balita yang menderita OMA (variabel dependen) di Puskesmas Kuta Alam kota Banda Aceh diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Data Balita (sampel) yang Menderita OMA di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh (n = 207)

OMA Frekuensi Persentasi (%)

Positif 34 16,43

Negatif 173 83,57

Total 207 100

Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi terbesar OMA pada balita yang berobat ke Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh adalah balita dengan kategori positif OMA sebesar 34 balita (16,43%).

3. Analisis Bivariat

Hasil pengumpulan data hubungan antara ISPA dengan OMA pada balita di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh dilakukan dengan menggolongkan OMA menjadi positif dan negatif serta ISPA menjadi positif dan negatif.

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Hubungan ISPA dengan OMA pada Balita di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh (n = 207)

ISPA OMA Jumlah α p

Positif Negatif Positif 33 122 155 0,05 0,002 Negatif 1 51 52 Jumlah 34 173 207

Keterangan : Nilai p ditentukan menggunakan uji

Chi-Square (IKA : 95%)

Tabel 5 di atas menjelaskan hasil analisa hubungan ISPA dengan OMA pada balita di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh, yaitu dengan memasukkan hasil kategori-kategori sampel ke dalam tabel kontigensi 2x2. Dimana didapatkan bahwa nilai p = 0,002, sehingga Ha diterima yang

berarti ada hubungan antara ISPA dengan OMA pada balita di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh (hasil hitungan dapat dilihat pada lampiran).

(7)

163 PEMBAHASAN

Analisis Univariat

1) Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 207 balita yang datang berobat ke Puskesmas, didapatkan 155 balita yang positif ISPA dan 52 balita yang negatif ISPA. Dimana dari jumlah balita yang berobat di unit MTBS Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh tersebut didapatkan sebagian besar menderita ISPA.

ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada balita (Depkes RI, 2000). Hal ini sesuai dengan data yang didapat dari Dirjen P2ML tahun 2000, yang menunjukkan bahwa ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40-60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA.

Beberapa penelitian pada berbagai tempat di dunia menunjukkan bahwa seluruh kejadian ISPA bervariasi dari 5 sampai 7 episode setiap anak per tahun (Revai et al., 2007). ISPA adalah penyakit paling sering yang menyebabkan kematian pada balita. Empat juta balita meninggal karena ISPA setiap tahunnya dan dua pertiga diantaranya berusia dibawah satu tahun. Anak-anak meninggal setiap 8 detik. Lebih dari 90% kematian ini terjadi di negara berkembang. Namun sejak 1987, kematian telah dapat dikurangi 50% dan ISPA ringan diobati hanya secara simptomatis tanpa penggunaan antibiotik (UN Children’s Fund, 2011). Walupun ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, tetapi dapat menyebabkan kecacatan misalnya otitis media yang merupakan penyebab ketulian (WHO, 2003).

Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran dari orang tua dalam menjaga kesehatan

anak baik lingkungan, individu, maupun perilaku anak sehingga dapat terhindar dari penyebab-penyebab penyakit terutama ISPA. Jika adanya gejala-gejala ISPA yang ditemukan pada anak agar segera membawa ke puskesmas terdekat.

2) Kejadian Otitis Media Akut (OMA) di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 207 balita yang datang berobat ke Puskesmas, didapatkan 34 balita yang positif OMA dan 173 balita yang negatif OMA. Dimana dari jumlah balita yang berobat di unit MTBS Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh sebagian besar tidak menderita OMA.

OMA adalah salah satu penyakit infeksi yang paling sering didiagnosis pada anak, tetapi frekuensinya berkurang dengan meningkatnya usia (Revai et al., 2007). Kebanyakan anak mengalami paling tidak satu episode OMA, dengan insiden puncak antara usia 6 sampai 11 bulan (Rovers et al., 2004), sementara (Woolley, 2005) menyatakan insiden puncak antara usia 6 sampai 9 bulan, dimana pada usia 3 tahun, 50-85% anak-anak didiagnosa menderita OMA (Rovers et al., 2004).

Anak-anak pada tahun ketiga kehidupan dapat memiliki insiden OMA yang lebih rendah karena memiliki imunitas parsial terhadap patogen mikrobial dan respon inflamasi yang kuat terhadap infeksi (Revai et al, 2007).

Insiden OMA setiap tahunnya berkisar antara 14 sampai 62%. Di negara berkembang dengan pengobatan yang tidak adekuat, OMA dapat berlanjut menjadi perforasi gendang telinga dan sekret telinga kronik pada anak usia lebih tua dan terancam mengalami gangguan pendengaran atau ketulian (Simoes et al., 2006).

Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan analisa tentang hubungan antara ISPA dengan OMA pada balita di

(8)

164 Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh,

yaitu dengan memasukkan hasil kategori-kategori karakteristik balita ke dalam tabel kontigensi yang selanjutnya dianalisa dengan menggunakan Chi-Square (X2), maka didapatkan dari 155 balita yang positif ISPA, 33 diantaranya menderita OMA dan dari 52 balita yang negatif ISPA, 1 diantaranya menderita OMA. Secara umum dapat dilihat bahwa balita yang positif ISPA sebagian kecil menderita OMA (21,29%) di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh.

Setelah dilakukan pengujian hipotesis menggunakan rumus Chi-Square (X2) dengan tabel kontigensi 2x2 maka didapatkan bahwa nilai p = 0,002, sehingga Ha diterima yang berarti ada

hubungan antara ISPA dengan kejadian OMA pada balita di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh (Lampiran).

Hal ini sesuai dengan penelitian Revai, dkk (2008), dari 709 episode ISPA hampir sepertiga berlanjut menjadi OMA. Penelitian tersebut dilakukan melalui pemeriksaan kultur nasofaringeal pada awal perjalanan ISPA dan secara jelas menunjukkan adanya bakteri patogenik pada nasofaring selama ISPA yang meningkatkan risiko terhadap komplikasi OMA. Hal ini juga seperti diutarakan oleh Revai, dkk (2008), yang menemukan bahwa selama ISPA, anak-anak memiliki lebih banyak tipe bakteri dan jumlah koloni bakteri yang lebih tinggi pada nasofaring, dibandingkan dengan selama periode sehat.

Untuk terjadinya OMA, bakteri yang berkolonisasi di nasofaring harus memasuki telinga tengah melalui tuba eustachii. Dalam keadaan normal, bakteri dicegah memasuki telinga tengah oleh epitel bersilia yang melapisi tuba eustachii. ISPA merusak sistem mukosiler dan mengganggu pertahanan mekanik primer telinga dari invasi bakteri. Disfungsi tuba eustachii juga pada akhirnya dapat menurunkan tekanan di dalam telinga tengah, yang mendorong mukus, sekresi nasofaring dan bakteri ke dalam telinga

tengah. Hal ini membuat kondisi ideal terhadap superinfeksi bakteri (Revai et al., 2007).

Menurut Becker, dkk (2004), bayi dan anak memiliki predisposisi OMA karena tuba eustachii yang pendek, lurus dan lebar, mukosa yang sama antara telinga tengah dan saluran pernapasan atas. Selain itu, peningkatan frekuensi ISPA, hiperplasi cincin Waldeyer, sirkulasi udara yang buruk dalam rongga telinga, perbedaan reaksi sistem imun umum dan mukosa yang ditentukan oleh genotip dan fenotip juga menjadi faktor risiko terjadinya OMA pada balita dan anak.

Penelitian ini menemukan kebanyakan anak datang tanpa keluhan yang berarti seperti adanya telinga berair, demam dan ganggan tidur. Diagnosis OMA pada umumnya dapat ditegakkan dari pemeriksaan telinga menggunakan otoskop. Hal ini seperti yang ditemukan oleh Pichicero (2000) pada penelitiannya terhadap 302 anak berusia ≤ 4 tahun, ditemukan 40% anak dengan OMA tidak pernah mengeluhkan gejala telinga berair. Demam tidak muncul pada 31% dan gangguan tidur tidak ditemukan pada separuh anak dengan OMA.

OMA biasanya mengikuti suatu ISPA virus yang berujung pada kongesti mukosa pada saluran napas. Kongesti tuba eustachii berujung pada akumulasi sekret pada telinga tengah. Patogen mikro berproliferasi pada sekresi dan berujung pada suatu OMA supuratif dan simptomatik (Oh, 1995).

Dari hasil studi literatur, peneliti menyimpulkan bahwa angka prevalensi OMA tinggi pada anak dengan usia di bawah 5 tahun dan akan semakin menurun angka prevalensi OMA seiiring dengan meningkatnya usia anak. Hal ini sesuai dengan yang ditemukan oleh Revai, dkk (2007), dalam penelitiannya yang menemukan 29-50% dari seluruh ISPA berkembang menjadi OMA. Dengan pertimbangan sangat tingginya insiden ISPA pada anak, sehingga jumlah anak yang terserang OMA pun dapat

(9)

165 diperkirakan angka kejadiannya. Rata-rata,

anak-anak usia ≤ 5 tahun memiliki 2 sampai 7 episode OMA. Insiden puncak OMA adalah antara usia 6 sampai 18 bulan. Walaupun frekuensi keduanya dan hubungan yang begitu dekat, tidak ada penelitian yang menentukan secara pasti insiden umur pasti dari OMA setelah suatu kejadian ISPA.

Lebih lanjut Revai, dkk (2007), menyatakan bahwa insiden puncak OMA adalah antara usia 6 sampai 18 bulan, dengan jelas ditunjukkan bahwa 30% episode ISPA pada anak akan berujung ke OMA, dan penyakit ini terjadi kebanyakan pada anak antara 6 sampai 11 bulan, walaupun anak-anak ini sama rentannya terhadap ISPA seperti anak pada usia kedua kehidupan. Penelitian tersebut menemukan insiden paling puncak OMA setelah ISPA antara 6 sampai 11 bulan dan data ini sesuai dengan yang ditemukan oleh Teele dkk. Peningkatan rentannya OMA pada anak-anak yang lebih muda telah dikaitkan terhadap respon imunologik yang tidak adekuat dan suatu tuba eustachii yang lebih pendek, lurus dan sempit. Ini menegaskan alasan mengapa anak-anak yang lebih tua dilindungi dari paparan untuk mengetahui faktor risiko OMA yang dapat dihindari, onset OMA lebih lanjut dan insiden paruh waktu yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Oh (1995), bahwa OMA adalah salah satu penyakit infeksi yang paling sering didiagnosa pada anak, tetapi frekuensinya berkurang dengan meningkatnya usia.

Kejadian OMA terjadi sampai dengan 30% pada ISPA. Di negara berkembang dengan pengobatan yang tidak adekuat, OMA dapat berlanjut menjadi perforasi gendang telinga dan sekret telinga kronik pada anak usia lebih tua dan terancam mengalami gangguan pendengaran atau ketulian (Simoes et al., 2002).

Hubungan kausal antara OMA dan ISPA menyarankan bahwa intervensi dini selama perjalanan suatu ISPA dapat mencegah episode OMA (Stephanie et al., 1998).

Oleh kerena itu, pencegahan yang efektif termasuk pencegahan terhadap ISPA perlu dilakukan. Pemahaman terhadap hal ini akan mengarahkan kita pada cara yang lebih baik terhadap pencegahan penyakit anak yang sangat tinggi prevalensinya ini. Sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui faktor penyebab OMA pada anak di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1) Distribusi frekuensi terbesar dari kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh adalah balita dengan kategori positif ISPA dengan jumlah 155 balita. 2) Distribusi frekuensi terbesar dari

kejadian OMA pada balita di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh adalah anak dengan kategori negatif OMA dengan jumlah 173 balita.

3) Terdapat hubungan antara ISPA dengan OMA pada balita di Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh.

Saran

1) Kepada Kepala Puskesmas Kuta Alam Kota Banda Aceh agar kiranya dapat mengoptimalkan Program Penyuluhan/Pendidikan Kesehatan terhadap masyarakat terutama mengenai penyakit infeksi, dalam hal ini khususnya ISPA. Sehingga dapat tercegah dari penyakit ISPA, dan apabila sudah menderita ISPA agar tidak berlanjut menjadi OMA.

2) Kepada dokter puskesmas agar dapat memberikan penatalaksanaan ISPA secara tepat sehingga tidak berkembang menjadi OMA dan juga dapat mendiagnosa OMA secara dini sehingga dapat mencegah berkembangnya OMA terhadap komplikasi yang tidak diharapkan. 3) Kepada masyarakat, khususnya

orangtua diharapkan dapat memantau kesehatan balitanya dan apabila ditemukan gejala-gejala infeksi

(10)

166 pernapasan akut agar segera membawa

ke puskesmas terdekat.

4) Kepada profesi kedokteran, rekan-rekan yang berminat melanjutkan penelitian ini, agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut terkait kejadian ISPA dan OMA.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abidin T. 2009. Otitis Media Akut.

Artikel. Fakultas Kedokteran Universitas

Mataram. Nusa Tenggara Barat.

2. Aboet A. 2006. Terapi pada Otitis Media Supuratif Akut. Artikel. Departemen Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran USU Sumatera Utara.

3. Albargish HJ. Hasony. 1999. Respiratory Syncytial Virus Infection Among Young Children with Acute Respiratory Tract Infection In Iraq. Eastern Mediteranean

Health Journal. 5: 941-948.

4. Arikunto S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PT. Rineka Cipta.

5. Arnold, JE. 2000. Saluran Pernapasan Atas. In: Richard EB, Robert K, Ann MA: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Ed 15. EGC. Jakarta.

6. Aziz N. 2007. Middle Ear, Inflammatory Diseases.

http//emedicine.medscape.com.htm. [diakses pada: 14 Juni 2007].

7. Becker W et al. 1994. Ear, Nose, and

Throat Diseases. Thieme Medical Publisher. USA.

8. Bluestone CD, Klein JO. 1996. Otitis

Media, Atelektasis and Eustachian tube dysfunction, in: Pediatric Otolaryngology, Second Edition, W.B. Sander Company,

233-400.

9. Budiarto E. 2001. Biostatiska Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta.

10. Depkes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Saluran Pernapasan Akut untuk Penanggualngan Pneumonia pada Balita.

http://www.depkes.go.id [diakses pada: 5

November 2011].

11. Depkes RI. 2004. Infeksi Saluran

Pernapasan Akut.

http://www.depkes.go.id [diakses pada:

26 Desember 2011].

12. Depkes RI. 2005. Profil Kesehatan

Indonesia tahun 2005.

http://www.depkes.go.id [diakses pada: 5

November 2011].

13. Depkes RI. 2006. Glosarium Data dan

Informasi Kesehatan.

http://www.depkes.go.id [diakses pada: 5

November 2011].

14. Djaafar ZA. 2007. Kelainan Telinga Tengah. In: Efiaty AS, Nurbaiti I: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher. Ed.5. Gaya Baru. Jakarta.

15. Froom J et al. 2001. A Cross-National Study of Acute Otitis Media: Risk Factors, Severity, and Treatment at Initial Visit. Disertation. Report from The International Primary Care Network (IPCN) and The Ambulatory Sentinel Practice Network (ASPN).

16. Gilany AH. 2000. Acute Respiratory Infection in Primary Health Care Centres in Northern Saudi Arabia. Eastern

Mediterranen Health Journal 5: 955-60.

17. Gooma MA et al. 2011. Risk of Acute Otitis Media in Relation to Acute Bronchiolitis in Children. Int J of

Pediatric Otorhinolaryngology 5953.

18. Hall, Colman. 1993. Acute Otitis Media. In : Colman BH. Diseases of the Nose, Throat and Ear, and Head & Neck. 14th ed. UK : Churcill Livingstone Ltd.

19. Hall CB et al. 2009. The Burden of Respiratory Syncytial Virus Infection in Young Children. N Engl J Med 360: 588-598.

20. Irianto B. 2006. Hubungan Faktor Lingkungan rumah dan Karakteristik Balita di Wilayah Kecamatan Lemah Wungkuk kota Cirebon. Tesis. Universitas Indonesia.

21. Kazi A. 2009. Risk Factors for Acute Respiratory Infections (ARI) Among Children Under Five Years in Bangladesh. J Sci Res 1: 72-81.

22. Kenna MA, Latz AD. 2006. Otitis Media

with Effusion. In: Bailey BJ, Johnson JT,

Newlands SD, editors. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th ed. Vol. 1. Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins; P.1265-74.

23. Nichols WG et al. 2008. Respiratory Viruses Other than Influenza Virus: Impact and Theurapeutik Advances.

(11)

167 Article. Clinical Microbiology Reviews 2:

274-290.

24. Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

25. Oh HML. 1995. Upper Respiratory Tract Infection-Otitis Media, Sinusitis and Pharyngitis. Departement of Infection Disease, Communicable Disease Centre, Singapore.

26. Paparella MM et al. 1997. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. In: Adams GL, Lawrence RB, Peter AH: Boies, Buku Ajar Penyakit THT. Ed 6. EGC. Jakarta.

27. Pawlinska-Chmara R, Wronka I. 2007. Assesment of The Effect of Sosioeconomic Factors on The Prevalence of respiratory Disorders in Children. Journal of Phisiology and Pharmacology 5: 523-529.

28. Pichichero ME. 2000. Acute Otitis Media: Part I. Improving Diagnostic Accuracy.

Article. University of Rochester (N.Y)

School of Medicine, Denver, USA. 29. Ramakrishnan K et al. 2007. Diagnosis

and Treatment of Otitis Media. American Academy of Family Physician. 76 (11):

1650-1658.

30. Revai K et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. Journal of The American

Academy of Pediatrics. 119: 1408-1412.

31. Revai K et al. 2008. Association of Nasopharyngeal Bacterial Colonization during Upper Respiratory Tract Infection and the Development of Acute Otitis Media. American Academy of Pediatrics. 49: 257-261.

32. Rovers M et al. 2004. Otitis Media. The

Lancet .363: 465-473.

33. Said M. 2010. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian MDG4. Buletin Jendela Epidemiologi 3: 16-21.

34. Sediaoetama AD. 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi jilid I. Dian Rakyat. Jakarta.

35. Simoes EAF et al. 2006. Acute Respiratory Infection in Children. Disease

Control Priorities in Developing Countries.

36. Snell RS. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. EGC. Jakarta.

37. Stephanie AM et al. 1998. Daily

Tympanometry in Children During The Cold Season: Association of Otitis Media with Upper Respiratory Tract Infection.

Pediatric Otorhinolaryngology. 45: 143-150.

38. Tamba R et al. 2010. Faktor Risiko Infeksi Respiratorik Akut Bawah pada Anak. Sari Pediatri. Jakarta.

39. UN Children’s Fund. 2011. The Management of Acute Respiratory Infection in Children under Five Years. In ARI Manual : Third Edition. Department of Child Health & Dept. of Surveilance Disease Control, Directorate General of Health Affairs, Darseit.

40. Woolley S. 2005. Acute Otitis Media in Children-there are Guidelines but are they followed?. The Journal of Laryngology

and Otology. 119: 524-528

41. World Health Organitation. 2003. Acute Respiratory Infection. www.who.int. [diakses pada: 26 desember 2011].

42. Yates D AS. 2008. Otitis Media. In : Lalwani AK, ed. Current Diagnosis &

Treatment in Otolaryngology - Head & Neck Surgery. USA : The McGraw-Hill

Referensi

Dokumen terkait

aktif yang di gunakan dalam tabir surya fisik yaitu titanium dioksida,. magnesium silikat, zinc oksida, kaolin (biasa digunakan pada

berpengaruh positif signifikan secara langsung terhadap faktor penghindaran hukum maupun kesempatan, dan berpengaruh tidak langsung terhadap

berjumlah 6 siswa, siswa yang mendapat nilai dalam kategori kurang berjumlah 9 siswa, dan kategori sangat kurang berjumlah 1 siswa. Hasil belajar yang dicapai

(iv) Saya mengesahkan hanya satu tuntutan sahaja yang saya kemukakan

Dan dalam hal ini guru yang akan menjadi model bagi para siswa sehingga tujuan akhir pendidikan terletak pada terlaksananya pengabdian yang penuh kepada Allah baik pada

a) Memberikan konseling kepada klien bahwa ekspulsi dapat terjadi pada pengguna KB implant karena batang implant yang rusak atau sudah berubah dari bentuk semula.. b)

Cing kumaha pipokeunana merenahkeun kecap nu hartina sarua jeung kecap “meuli”, keur ka sorangan, jeung ka batur saluhureun, ngagunakeun basa

[r]