• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II RANKING TASK EXERCISE, MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE, KEMAMPUAN ANALISIS, DAN TINGKAT PENALARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II RANKING TASK EXERCISE, MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE, KEMAMPUAN ANALISIS, DAN TINGKAT PENALARAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

RANKING TASK EXERCISE, MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE, KEMAMPUAN ANALISIS, DAN TINGKAT PENALARAN

A. Ranking Task exercise (RTE)

Ranking Task adalah format latihan konseptual yang pertama kali dicetuskan oleh David. P Maloney sebagai salah satu cara untuk membantu mengembangkan pemahaman konsep dan keterampilan berfikir siswa. Ranking Task menggambarkan bagaimana siswa membangun pengetahuannya secara terstruktur sehingga guru dapat mengidentifikasi pola berfikir siswa. Hal ini didasarkan pada “model pembelajaran kontruktivisme dimana siswa membangun pengetahuan barunya dengan cara mengaitkan pengetahuan barunya tersebut dengan kebutuhan dan kapasitasnya serta mengintegrasikannya pada struktur kognitif yang dimilikinya” (Yeager, 1991). Salah satu model kontruktifisme yang dapat digunakan dalam pembelajaran dikelas dengan menggunakan format pembelajaran RTE adalah model pembelajaran Kooperatif. Format dari Ranking Task biasanya menyajikan empat hingga delapan seri gambar kepada peserta didik yang menunjukan perbedaan yang sangat kecil diantara satu gambar dengan yang lainnya dari suatu keadaan kemudian siswa diminta untuk melakukan penilaian secara komparatif untuk selanjutnya mengurutkan tingkatan (ranking) hasil atau fenomena yang akan muncul atau terjadi berdasarkan bermacam situasi tersebut. Ranking task ini dapat digunakan sebagai tugas mandiri seperti pekerjaan rumah

(2)

dan kuis atau ujian. Sedangkan dalam tugas kelompok ranking task ini dapat digunakan sebagai lembar diskusi saat pembelajaran di kelas. Siswa dibagi kedalam empat sampai delapan kelompok, setiap kelompok harus memikirkan, menganalisis dan mendiskusikan solusi untuk permasalahan yang ada kemudian menuliskan alasan mengapa mereka memilih solusi atau jawaban tersebut secara ilmiah.

Terdapat empat unsur dasar dalam format Ranking Task, yaitu: 1) adanya deskripsi situasi, 2) petunjuk penyusunan dasar untuk pengaturan peringkat serta sebuah set angka untuk menunjukkan pengaturan peringkat tersebut, 3) tempat untuk mengidentifikasi urutan solusi yang dipilih untuk menunjukkan pengaturan peringkat, 4) tempat untuk menjelaskan alasan jawaban yang dipilihnya secara ilmiah.

Wijaya (2009) mengemukakan bahwa, “terdapat empat karakteristik yang perlu diperhatikan dalam mendesain RTE, yaitu : 1. Karakteristik materi; 2. Kemampuan siswa yang sesuai dengan tingkatannya; 3. Pendekatan pembelajaran yang akan digunakan; 4. Pengetahuan praktis yang dimiliki oleh siswa dan lingkungan belajarnya. Berdasarkan keempat jenis karakteristik tersebut, pengembangan maupun penerapan RTE ini dapat disesuaikan dengan model pembelajaran seperti apa yang akan digunakan di dalam kelas”. Dalam proses pembelajarannya, penerapan RTE ini mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Berikut merupakan beberapa kelebihan dari RTE:

1. Latihan konseptual yang dapat digunakan sebagai model pembelajaran sekaligus instrumen assessmen tingkat penalaran siswa

(3)

2. Menggali lebih banyak ranah kemampuan dan keterampilan sehingga dapat melatih dan membangun skema mental berpikir mereka lebih fleksibel dan kuat

3. Fleksibel untuk dikombinasikan dengan jenis pendekatan lain (dapat digunakan sebagai LKS)

Adapun beberapa kelemahannya ialah:

1. Jika tidak digabungkan dengan jenis pendekatan lain, maka ranah psikomotor siswa kurang terasah

2. Membutuhkan waktu yang relative lebih lama dalam proses belajarnya dibandingkan dengan pembelajaran klasikal.

B. Model Pembelajaran Kooperatif

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk menciptakan suatu pembelajaran yang efektif dan berpusat pada siswa atau student center adalah cooperative learning atau pembelajaran kooperatif. Lie dalam Puspita (2011:11) menyebukan “cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur”. “Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan kepada siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil terdiri dari sejumlah siswa yang heterogen untuk mencapai tujuan tertentu” (Puspita, 2011:11).

(4)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang efektif dalam mengaktifkan siswa dalam bekerjasama dengan siswa lainnya dalam kelompok-kelompok yang heterogen untuk mencapai tujuan tertentu. Ada banyak tipe model pembelajaran kooperatif diantaranya model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, Teams Games Tournament (TGT), Numbered Heads Together (NHT), Think Pair Square (TPS), Group Investigation (GI), Think Talk Write (TTW) dan lain-lain.

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW)

Ada beberapa alternative model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan di sekolah salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe think-talk-write (TTW). Think artinya berpikir (Kamus Inggris-Indonesia). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Menurut Sardiman (Kartika, 2010:16) „berpikir adalah aktivitas mental untuk dapat merumuskan pengertian, mensintesis dan menarik kesimpulan‟. Berdasarkan pengertian-pengetian di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir (think) adalah aktivitas mental untuk menarik kesimpulan atau memutuskan sesuatu melalui proses mempertimbangkan. Talk artinya berbicara (Kamus Inggris-Indonesia), sedangkan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia bicara adalah pertimbangan, pikiran, pendapat. Write artinya menulis (Kamus Inggris-Indonesia), sedangkan menurut Kamus Basar Bahasa Indonesia menulis adalah membuat huruf (angka,dsb) dengan pena (pensil, kapur, dsb).

(5)

Sehingga pembelajaran think-talk-write merupakan perencanaan dan tindakan yang cermat mengenai kegiatan pembelajaran yaitu melalui kegiatan berpikir (think), berbicara/berdiskusi (talk) dan menulis hasil diskusi (write) agar kompetensi yang diharapkan dapat tercapai.

“Pembelajaran think-talk-write ini menekankan siswa untuk aktif dalam kegiatan belajarnya, yaitu melakukan interaksi dalam kelompok kecil (terdiri dari 4-6 orang). Interaksi yang diharapkan adalah siswa dalam kelomponya berpikir (think) baik dalam mempelajari materi maupun dalam memecahkan masalah yang dihadapi, saling berdiskusi (talk) dan menuliskan hasil diskusi (write)” (Kartika, 2010:17).

Lebih lanjut, Pratama (2010) mengungkapkan bahwa:

“Metode pembelajaran TTW berpengaruh besar terhadap belajar siswa dikarenakan terdapat unsur think yang mampu menjadikan siswa aktif dan memahami materi sehingga siswa tidak hanya mengacu terhadap guru tetapi guru disini hanya sebagai motifator didalam belajar.

2. Penerapan RTE dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW Dalam pelaksanaan pembelajarannya ranking task dapat digunakan sebagai tugas mandiri maupun tugas kelompok. Jika digunakan sebagai tugas kelompok maka ranking task ini perlu dipadukan dengan model pembelajaran yang dapat membuat siswa interaktif dalam pembelajarannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk menciptakan suatu pembelajaran yang efektif dan berpusat pada siswa atau student center adalah pembelajaran kooperatif tipe TTW. Dalam penelitian ini RTE akan diterapkan pada model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan sintaks model pembelajaran yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.

(6)

Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) dengan Menerapkan Ranking Task Exercise (RTE)

Tahapan Pembelajaran Aktivitas Guru/Siswa Tahap 1

Pikir (Think)

 Guru atau siswa melakukan demonstrasi, pengamatan gejala fisis, membaca buku paket atau artikel fisika yang berkaitan dengan pokok bahasan atau peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.

 Siswa mulai memikirkan kemungkinan jawaban atau solusi dari permasalahan pada lembar RTE dengan cara siswa mencatat atau mengingat bagian mana yang dipahami atau yang tidak dipahaminya.

Tahap 2 Bicara (Talk)

 Siswa melakukan diskusi dengan teman sekelompokya untuk membahas kemungkinan jawaban atau solusi dari permasalahan yang ada sehingga diperoleh solusi kelompok.  Solusi yang didapatkan oleh setiap kelompok

kemudian didiskusikan kembali dalam diskusi kelas dalam bentuk presentasi masing-masing kelompok. Satiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa.

 Setiap kelompok diminta untuk memberikan komentar atau sanggahan terhadap jawaban kelompok yang melakukan presentasi.

Tahap 3 Tulis (Write)

 Siswa menuliskan hasil diskusi itu dalam LKS (lembar RTE) baik berupa ranking jawaban, alasan jawaban yang dipilih, definisi istilah maupun kejadian fisis yang terkait dengan pemilihan kalimat secara ilmiah.

Sintaks pembelajaran kooperatif tipe TTW ini dilihat akan sejalan dengan tahapan pengerjaan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam lembar

(7)

RTE yang akan dijadikan LKS dalam pembelajaran. Format latihan konseptual dalam RTE ini melatih siswa untuk memikirkan kemungkinan jawaban yang muncul kemudian menuliskan sebuah alasan dipilihnya jawaban tersebut secara ilmiah. Hal ini sejalan dengan sintaks model pembelajaran TTW yang melatihkan siswa untuk memikirkan jawaban terhadap suatu permasalahan dalam LKS yang diberikan, kemudian mendiskusikan permasalahan tersebut dengan teman kelompok kecilnya untuk sama-sama memecahkan permasalahan tersebut, setelah itu mereka diminta untuk menuliskan alasan jawaban yang dipilihnya secara ilmiah.

C. Kemampuan Analisis

Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan susunannya.

“Analisis merupakan kecakapan yang kompleks yang memanfaatkan kecakapan dari tipe pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. Bila kecakapan analisis telah dapat berkembang pada seseorang, maka ia akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif” (Sudjana, 2005:27).

Selanjutnya Sudrajat (2011) mengungkapkan bahwa:

“kemampuan menganalisis dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen yang menyokong suatu pernyataan”.

Kemampuan menganalisis merupakan salah satu kemampuan kognitif tingkat tinggi yang penting untuk dikuasai siswa dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini kemampuan analisis mengacu pada ranah kognitif tingkatan ke empat taksonomi bloom yaitu “kemampuan menguraikan informasi serta hubungan

(8)

antara komponen-komponen sehingga struktur informasi serta hubungan antara komponen informasi tersebut menjadi jelas” (Bloom, 1979 : 144). Terdapat tiga jenis kemampuan analisis yaitu analisis elemen, analisis hubungan, dan analisis prinsip organisasi. Secara rinci Bloom (1979) mengemukakan,

“at analysis of elements the student is expected to break down the material into its constituen parts, to identify or classify the elements of the communication. At analysis of relashionships he is required to make explicit the relashionships among the elements to determine their connections and interactions. A analysis of organizational principles involves recognition of the organizational principles, the arrangement and structure, which hold together the communication as a whole”.

1. Analisis Elemen

a. Kemampuan melihat asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan secara eksplisit pada suatu pernyataan.

b. Kemampuan untuk membedakan fakta dengan hipotesa.

c. Kemampuan untuk membedakan pernyataan faktual dengan pernyataan normatif.

d. Kemampuan untuk mengidentifikasi motif-motif dan membedakan mekanisme perilaku antara individu dan kelompok.

e. Kemampuan untuk memisahkan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang mendukungnya.

2. Analisis hubungan

a. Kemampuan untuk melihat secara komprehensif interrelasi antar ide dengan ide.

(9)

b. Kemampuan untuk mengenal unsur-unsur khusus yang membenarkan suatu pernyataan.

c. Kemampuan untuk mengenal fakta atau asumsi yang esensial yang mendasari suatu pendapat atau tesis atau argumen-argumen yang mendukungnya.

d. Kemampuan untuk memastikan konsistensinya hipotesis dengan informasi atau asumsi yang ada.

e. Kemampuan untuk menganalisis hubungan di antara pernyataan dan argumen guna membedakan mana pernyataan yang relevan mana yang tidak.

f. Kemampuan untuk mendeteksi hal-hal yang tidak logis di dalam suatu argumen.

g. Kemampuan untuk mengenal hubungan kausal dan unsur-unsur yang penting dan yang tidak penting di dalam perhitungan historis.

3. Analisis Prinsip Organisasi

a. Kemampuan untuk menguraikan antara bahan dan alat

b. Kemampuan untuk mengenal bentuk dan pola karya seni dalam rangka memahami maknanya.

c. Kemampuan untuk mengetahui maksud dari pengarang suatu karya tulis, sudut pandang atau ciri berfikirnya dan perasaan yang dapat diperoleh dalam karyanya.

d. Kemampuan untuk melihat teknik yang digunakan dalam meyusun suatu materi yang bersifat persuasif seperti advertensi dan propaganda.

(10)

Bila dilihat dari indikator setiap tipe analisisnya, analisis prinsip organisasi mempunyai indikator yang lebih kompleks dalam menganalisis suatu permasalahan. “Analysis of Organization Prinsiple at an even more complex and difficult is likely to be the task of analyzing the structure and organization of a communication” Bloom (1979:147). Kata kerja operasional yang termasuk kemampuan analisis yaitu memecahkan, memperinci, menguraikan, membedakan, mengidentifikasi, menggambarkan, membuat diagram, menarik kesimpulan, menunjukan hubungan antara, membandingkan, membuat garis besar, memisahkan dan menghubungkan, dan lain-lain.

D. Profil Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang lebih tinggi dari pemahaman dimana berbagai aspek ditinjau secara kompleks yaitu proses yang lebih cermat. Penalaran sering pula diartikan proses berpikir yang berupaya menjelaskan atau memperlihatkan hubungan antar dua hal atau lebih dengan langkah-lagkah tertentu berdasarkan prinsip atau hukum tertentu yang telah diakui kebenarannya dan berakhir dengan penarikan kesimpulan. Lebih lanjut Sukartinah (2003) menyebutkan bahwa “penalaran adalah suatu proses berpikir untuk menghubung-hubungkan data atau fakta-fakta yang ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan”. Sedangkan Wilantara (2003) menyebutkan “penalaran (reasoning) merupakan suatu konsep umum yang menunjuk pada salah satu proses berpikir untuk sampai kepada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui”.

(11)

Dalam penelitian ini penalaran siswa akan ditentukan berdasarkan rubrik tingkat penalaran siswa menurut Hudgins. Terdapat lima level tingkat penalaran yaitu level expert, functional, near functional, subfunctional, dan level unstructure/ alternative. Lebih jelas Hudgins (2005) memaparkan kriteria pada setiap level sebagai berikut,

1. Unstructure/ Alternative

Siswa dapat mengidentifikasi satu variabel yang relevan, akan tetapi mereka tidak dapat menggambarkan atau menunjukkannya saat mengenali komponen konsep tersebut. Atau, siswa menggambarkan model alternative yang tidak dilandasi oleh studi ilmiah.

2. Subfunctional

Penjelasan siswa dapat mengidentifikasi secara benar paling tidak satu variabel yang relevan, akan tetapi hanya komponen konsepnya saja yang diungkapkan. Hubungan antar variabel yang penting justru tidak diungkapkan secara naratif olehnya, dan deskripsi siswa biasanya mengandung misaplikasi yang signifikan dalam hal bahasa, kontradiksi, atau penyederhanaan logika.

3. Near Functional

Deskripsi siswa berisikan identifikasi dua atau lebih variabel yang terkait dan hubungan dari konsep yang relevan akan tetapi tidak mengungkapkan satu atau lebih pengetahuan dari elemen yang sangat esensial. Penjelasannya terkadang menunjukkan sedikit kebingungan dalam penyajian bahasa atau konteks, namun pada umumnya tetap mengahasilkan solusi yang benar. Bagaimanapun, deskripsi siswa menyarankan penguasaan konseptual yang terbatas serta tidak memiliki kedalaman atau fleksibilitas yang cukup untuk menjelaskan jika konsep yang sama dibuat perubahan kecil dalam penyajian bentuk atau presentasi pada masalah konseptual yang lain.

4. Functional

Dapat menyajikan solusi secara tepat, namun mendeskripsikan lebih singkat (secara umum benar) garis besar variabel-variabel dan interaksi. Dapat pula dilengkapi oleh penjelasan proses secara umum.

(12)

Kompleks dan akurat, siswa dapat mengemukakan seluruh konsep yang terkait. Termasuk menamai variabelvariabel kritis yang ada dan menggambarkan secara tepat esensi variabel tersebut serta aturan yang menghubungkannya dengan fenomena yang teramati. Proses secara umum dapat diungkapkan secara gamblang dengan bahasa ilmiah yang tepat.

E. Hubungan TTW, RTE dan Kemampuan Analisis

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa pembelajaran TTW ini akan menggunakan RTE yang diterapkan sebagai LKS dalam pembelajarannya. RTE akan muncul disetiap tahapan pembelajaran TTW baik dalam kegiatan think, talk maupun write. Dengan diterapkannya RTE dalam pembelajaran TTW diharapkan dapat melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan analisisnya terhadap suatu permasalahan. Hubungan TTW, RTE dan kemampuan analisis ditunjukan oleh tabel 2.2 di bawah ini,

Tabel 2.2 Hubungan Pembelajaran TTW, RTE, dan Kemampuan Analisis

No. Tahapan TTW

RTE Kemampuan Analisis

yang muncul

1 Think Dengan membaca deskripsi masalah,

melihat gambar, dan membaca permasalahan yang harus dipecahkan, siswa mulai memikirkan solusi permasalahan pada lembar RTE dengan cara melihat data hasil eksperimen atau mencari informasi lewat buku.

 Analisis Elemen  Analisi Hubungan

2 Talk Dalam mengambil keputusan untuk

menentukan jawaban yang akan diambil, siswa mendiskusikan solusi permasalahan dalam lembar RTE dengan teman sekelompoknya dengan cara mengungkapkan pendapat dan sanggahannya terhadap konsep yang berkaitan dengan

 Analisi Hubungan  Analisis Prinsip

(13)

permasalahan dalam lembar RTE.

3 Write Setelah menentukan solusi yang akan

diambil, siswa menuliskan hasil diskusi kelompoknya dengan mengisi urutan peringkat dan alasan jawabannya dengan pemilihan kata yang ilmiah.

 Analisis Elemen  Analisi Hubungan  Analisis Prinsip

Dalam mengerjakan permasalahan pada lembar RTE, pada tahap think kemampuan analisis yang dilatihkan pada siswa adalah analisis elemen dan analisis hubungan. dengan membaca deskripsi masalah, melihat gambar, dan membaca permasalahan yang perlu dipecahkan siswa akan menganalisis variabel-variabel konsep apa saja yang muncul dalam permasalahan, kemudian siswa akan mulai memikirkan solusi permasalahan dengan menganalisis hubungan anatar variabel. Selanjutnya pada tahap talk, siswa dilatihkan untuk menganalisis hubungan dan prinsip karena pada saat berdiskusi siswa akan menganalisis permasalahan secara lebih kompleks dan tidak lagi menganalisis variabel yang mungkin muncul. Sedangkan pada tahap write, semua tipe kemampuan analisis akan muncul karena siswa akan menuliskan semua hasil diskusi dan analisisnya terhadap suatu permasalahan dari awal hingga akhir. Tetapi analisis prinsip akan lebih dominan pada tahap write karena siswa menguraikan atau menuliskan alasan jawaban pada lembar RTE dimana siswa harus mengklasifikasikan, atau memilah konsep terkait yang perlu dituangkan dalam alasan jawaban dengan pemilihan kata yang ilmiah.

Gambar

Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk  Write (TTW) dengan Menerapkan Ranking Task Exercise (RTE)
Tabel 2.2 Hubungan Pembelajaran TTW, RTE, dan Kemampuan  Analisis

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Penerapan Model

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diberi model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. © Luqman Nur Hikmatullah Eka

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa, apakah terdapat perbedaan nilai sebelum dan sesudah penggunaan model pembelajaran, dan respon

Oleh karena itu, setelah pengujian rata-rata skor pascates kemampuan berpikir kritis kedua kelas memperoleh nilai signifikan 0,000 lebih kecil dari nilai signifikan alpha

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan pada penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1) Ada atau tidaknya perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika

perbedaan hasil belajar fisika antara peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) dan peserta didik yang tidak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan apakah kemampuan komunikasi matematis peserta didik di kelas XI SMA PGRI 1 Padang yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran