• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN KANDUNGAN UAP AIR DI ATMOSFIR DENGAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN KANDUNGAN UAP AIR DI ATMOSFIR DENGAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN KANDUNGAN UAP AIR DI ATMOSFIR DENGAN

GLOBAL POSITIONING SYSTEM

Agustan

Staf Dit. TISDA-BPPT

Abstrak

Selama teknologi Global Positioning System (GPS) identik dengan penentuan posisi di permukaan bumi. Berbagai metode dan teknik dikembangkan untuk meningkatkan ketelitian posisi suatu titik di permukaan bumi. Dalam perjalanannya, ternyata salah satu metode yang dikenal dengan Differential GPS dapat dikembangkan untuk mempelajari komposisi atmosfir, misalnya kandungan uap air (water vapour content) di lapisan troposfir dan kandungan electron (total electron content) di lapisan ionosfir. Dalam makalah ini akan dibahas proses penentuan kandungan uap air di troposfir dengan GPS dan kemungkinan penerapannya di Indonesia.

Kata kunci: GPS, DGPS, kandungan uap air, pelambatan troposfir, radiosonde

Pendahuluan

Teknologi Global Positioning System (GPS) selama ini dikenal hanya untuk keperluan penentuan posisi, dan navigasi secara umum. Selain untuk keperluan pemetaan dan navigasi, teknologi ini juga mempunyai keandalan untuk berbagai riset kebumian (earth science). Salah satu yang sering diulas adalah aplikasi GPS untuk pemantauan gunung berapi. Selain bidang vulkanologi, sebenarnya masih banyak yang dapat diungkap melalui teknologi GPS ini, seperti penentuan kandungan uap air (water

vapour content) di atmosfir (Bevis,

et.al., 1992; Duan, et.al., 1996; Tregoning, et.al., 1998; Ware, et.al., 2000 and Liou, et.al., 2001) yang dikenal dengan Proyek GPS Meteorologi.

Seperti yang telah sering di berbagai literatur, prinsip kerja dari teknologi GPS ini adalah pengamatan sinyal dari satelit GPS yang berada pada ketinggian kurang lebih 20.000 km di angkasa. Dengan memiliki alat

penerima sinyal (receiver), informasi tentang posisi (horisontal dan vertikal) dalam berbagai sistem koordinat akan diketahui. Hal ini merupakan fungsi dasar dari teknologi GPS dan dapat diaplikasikan untuk penentuan posisi, kegiatan konstruksi, dan survey pemetaan.

Dari fungsi dasar ini kemudian diturunkan berbagai fungsi lain yaitu penentuan arah, mengestimasi jarak dan waktu (untuk keperluan navigasi), penentuan kecepatan dan percepatan dan lain sebagainya (Abidin, 1995). Aplikasinya antara lain adalah navigasi darat, laut dan udara, penelitian tentang pergerakan lempeng bumi (studi geodinamika), pengamatan gunung berapi (studi vulkanologi).

Aspek penting dalam teknologi GPS ini adalah ketelitian (accuracy), karena berkaitan dengan ”tingkat kebenaran” informasi hasil pengamatan dengan GPS tersebut. Berbagai cara dikembangkan untuk meningkatkan ketelitian informasi dari pengamatan dengan teknologi GPS antara lain :

(2)

meningkatkan kemampuan receiver, mengembangkan metode baru dalam melakukan pengamatan (misalnya

Diffrential GPS), mengembangkan

perangkat lunak untuk pengolah data pengamatan GPS yang lebih canggih dan lain sebagainya.

Dengan berbagai kemajuan dan kombinasi dari alternatif di atas, tingkat ketelitian dari hasil pengamatan GPS tersebut dapat ditingkatkan. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat banyaknya gangguan dan kesalahan yang dipancarkan oleh satelit GPS sampai ke penerima (receiver), sehingga berbagai penelitian dilakukan untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan tersebut. Berbagai kesalahan-kesalahan yang timbul dan efeknya sudah dibahas oleh Abidin (1995). Salah satu metode yang berhasil dikembangkan adalah metode Differential GPS yaitu metode penentuan posisi suatu titik dengan bantuan titik kontrol (base point) yang berfungsi mengestimasi besarnya kesalahan-kesalahan sinyal GPS pada waktu tertentu.

Apabila metode ini dibalik, yaitu dengan membandingkan hasil pengamatan dengan koordinat titik kontrol, maka komponen kesalahan sinyal dapat diestimasi. Dengan bantuan perangkat lunak pengolah data pengamatan GPS yang canggih beserta data tambahan seperti temperatur, tekanan udara, maka kandungan uap air dapat ditentukan. Makalah ini mencoba mengulas metode penentuan kandungan uap air yang telah dilaksanakan di berbagai tempat dan kemungkinan penerapannya di Indonesia.

Komponen Troposfir dan Uap Air

Lapisan troposfir adalah lapisan yang paling dekat dengan permukaan bumi. Lapisan ini mempunyai ketebalan kurang lebih 8 – 10 km di atas permukaan bumi dengan komponen

utama gas Nitrogen (78%) dan Oksigen (21%) (Miller, et.al., 1983). Uap air yang terkandung dalam lapisan ini cukup kecil dalam kuantitas (kurang dari 4%) tapi memegang peranan penting dalam proses pelambatan perambatan gelombang eletromagnetik yang dikenal dengan tropospheric

delay.

Selain itu uap air juga memegang peranan penting dalam proses penentuan cuaca, merupakan penyerap radiasi sehingga mempengaruhi keseimbangan energi di atmosfir, dan berperan dalam pelepasan panas laten dari proses kondensasi sehingga memelihara proses-proses yang terjadi di atmosfir (Miller, et.al., 1983). Untuk itu berbagai metode dikembangkan untuk mengestimasi besaran uap air di atmosfir.

Saat ini ada beberapa metode yang dipakai dalam penentuan kandungan uap air di atmosfir yaitu:

radiosondes, water vapour radiometer, special sensor microwave imager, TIROS operational vertical sounder, SAGE II dan lain sebagainya. Yang

populer digunakan adalah radiosondes dan WVP. Tetapi kedua metode ini mempunyai kelemahan yaitu biaya tinggi, kurangnya resolusi spatial dan temporal, serta kurang bagus untuk daerah dengan curah hujan tinggi (Liou, et.al., 2001). Untuk itu dikembangkan metode dengan menggunakan GPS.

(3)

Metode GPS

Pelambatan sinyal GPS, yang merupakan salah satu jenis gelombang elektromagnetik, akibat melalui lapisan troposfir dapat diestimasi dalam memproses data pengamatan GPS. Pelambatan troposfir (tropospheric

delay) terdiri dari dua komponen yaitu

komponen kering (hydrostatic) yang berjumlah sekitar 90% dari total pelambatan, dan komponen basah yang bergantung kepada kelembaban udara. Komponen basah memberikan komponen kesalahan yang jauh lebih besar daripada komponen kering, karena lebih bervariasi secara spatial dan temporal.

Dalam rangka menentukan besarnya koreksi troposfir dalam pengolahan data GPS, biasanya digunakan model troposfir yang sudah ada misalnya Hopfield, Saastamoinen, dan Black. Dalam kasus penentuan kandungan uap air, model tersebut digunakan dengan membalik parameter dan variabel yang diketahui dan mengestimasi nilai total zenith delay (TZD) yaitu besaran pelambatan dari arah vertikal datangnya sinyal ke penerima. Nilai ini adalah gabungan dari nilai komponen basah dan komponen kering. Dalam prakteknya, komponen basah lebih sulit untuk ditentukan, sehingga yang sering dilakukan adalah mengestimasi nilai komponen kering yang dikenal dengan istilah zenith hydrostatic delay (ZHD). Sehingga diperoleh persamaan:

ZWD = TZD – ZHD ……..(1) Nilai ZHD sendiri diestimasi dengan formula (Elgered, et.al., 1991): ZHD = ) , ( * ) 0024 . 0 2779 . 2 ( H F Ps ϕ ± …… (2) Di mana:

 Ps adalah total tekanan udara di permukaan bumi,

 F adalah variasi percepatan gravitasi bumi pada titik dengan lintang ϕdan tinggi (H) dari model ellipsoid bumi.

Selanjutnya adalah menghitung nilai integrasi uap air (Integrated Water

Vapor=IWV) yaitu jumlah uap air yang

dihitung dari sinyal GPS dalam satu kolom udara. Untuk menghitung kandungan uap air (Precipitable Water

Vapor=PWV) adalah dengan membagi

nilai IWV dengan densitas dari air.

PWV = ZWD k T k R m v w * ) ( 10 ' 2 3 6       + ρ … (3) Dengan: ρw = densitas air,

Rv = konstanta untuk gas k2’= 22.1 K/hpa

k3 = 3.739*105K2/hPa

Tm = 70.2+0.72*Ts dengan Ts adalah temperatur di permukaan (Bevis, et.al., 1992).

Dari berbagai penilitian yang telah dilakukan, nilai kandungan uap air yang diperoleh dari metode GPS relatif sama dengan nilai yang diperoleh dari metode radiosondes dan microwave

radiometer. Untuk lebih jelasnya bisa

dilihat gambar di bawah ini (Tregoning, 1998) dan grafik dari hasil percobaan Texas University.

(4)

Perbandingan pengamatan uap air (Tregoning, 1998)

Dapat dilihat gambar di atas bahwa hasil yang diperoleh dari teknik GPS hampir sama dengan teknik yang sudah teruji sebelumnya yaitu radiosondes dan MWR.

Grafik perbandingan hasil penentuan kandungan uap air (Universitas Texas)

Prospek di Indonesia

Penerapan teknik penentuan kandungan uap air dengan GPS di Indonesia sangat mungkin dilakukan. Hal ini mengingat kelemahan-kelemahan dari teknik yang sudah ada sebelumnya. Seperti telah dikatakan sebelumnya, Radiosonde dan teknik lainnya sangat mahal dan rentan terhadap curah hujan. Indonesia yang mempunyai curah hujan tinggi tentunya kurang cocok dengan alat tersebut, dan tentu akan menghemat biaya.

Saat ini di Indonesia, sudah ada satu lokasi titik pengamatan GPS yang terus beroperasi selama 24 jam yaitu di titik Bakosurtanal-Cibinong, Jawa Barat. Penambahan lokasi pengamatan GPS yang real-time sangat mungkin dilakukan mengingat adanya keperluan untuk navigasi di darat dan laut yang membutuhkan titik kontrol GPS yang mungkin dapat dikembangkan oleh pihak swasta, sehingga pengadaan kerangka GPS yang real time perlu dilakukan. Badan Meteorologi dan Geofisika dapat mempelopori pengadaan kegiatan GPS meteorologi di Indonesia dengan mengajak pihak yang terkait misalnya Bakosurtanal, BPPT, ITB dan pihak survey swasta.

Kesimpulan

Dari berbagai percobaan yang telah dilakukan di berbagai tempat, GPS dapat digunakan sebagai metode penentuan uap air. Ketelitian pengamatan hampir sama dengan hasil yang diperoleh dari metode lain. Uap air memegang peranan penting dalam sistem

(5)

atmosfir karena mempengaruhi keseimbangan elemen dan energi di angkasa, sehingga hal ini patut dikembangkan.

Indonesia yang terletak di daerah tropis dan mempunyai tingkat curah hujan yang tinggi sangat cocok untuk mengembangkan sistem ini, dan juga biaya yang dibutuhkan jauh lebih murah dibanding dengan metode radiosondes, microwave radiometer, atau metode lainnya.

Kerja sama antar instansi, baik pemerintah dan swasta, dalam bidang ini sangat memungkinkan. Peralatan dan metode sebenarnya sudah dikuasai dan dimiliki, dan sekarang adalah tinggal pelaksanaannya saja.

---Riwayat singkat penulis,

Nama: Agustan.

Tempat lahir: Makassar (Ujungpandang-Red). Tanggal lahir: 18 Agustus 1974.

Laboratorium Sistem Survey Terestris Terpadu (SSTT) – TISDA – BPPT sejak tahun 1997.

SD-SMA di Ujungpandang,

Tamatan Jurusan Teknik Geodesi-Institut Teknologi Bandung 1997. Alamat email: uttank@hotmail.com

Daftar Pustaka:

Abidin, H. Z. (1995) Penentuan Posisi

dengan GPS dan Aplikasinya, PT

Pradnya Paramita, Jakarta, 110 hal.

Bevis, M., Businger, S., Herring, T.A., Rocken, C., Anthes, R.A. and Ware, R.H. (1992) GPS

Meteorology: Remote Sensing of Atmospheric Water Vapor Using the Global Positioning System,

Journal of Geophysical Research,

Vol. 97, No. D14, hal. 15787-15801.

Borbas, E. (1998) Derivation of Precipitable Water from GPS Data: An Application to Meteorology, Physics and

Chemistry of the Earth, Vol. 23,

No. 1, hal. 87-90.

Duan, J., Bevis, M., Fang, P., Bock, Y., Chiswell, S., Businger, S., Rocken, C., Solheim, F., Van Hove, T., Ware, R., McClusky, S., Herring, T.A. and King, R.W. (1996) GPS Meteorology: Direct Estimation of the Absolute Value of Precipitable Water, Journal of

Applied Meteorology, Vol. 35, hal.

830-838.

Elgered, G., Davis, J.L., Herring, T.A. and Shapiro, I. I. (1991) Geodesy by Radio Interferometry: Water Vapour Radiometry for Estimation the Wet Delay, Journal of

Geophysical and Research, Vol.

96, hal. 6541-6555.

Liou, Y-A., Teng Y-T., van Hove, T. and Liljegren, J.C. (2001) Comparison of Precipitable Water Observations in the Near Tropics by GPS, Microwave Radiometer, and Radiosondes, Journal of

Applied Meteorology, Vol. 40, hal.

5-15.

Miller, A., Thompson, J. C., Peterson, R. E. and Haragan, D. R. (1983)

Elements of Meteorology, Charles

E. Merrill Publishing Company, Fourth edition, Columbus.

Tregoning, P., Boers, R., O'Brien, D. and Hendy, M. (1998) Accuracy of Absolute Precipitable Water Vapor

(6)

Estimates from GPS Observations,

Journal of Geophysical Research,

Vol. 103, No. D2, hal. 28701-28710.

Ware, R.H., Fulker, D.W., Stein, S.A., Anderson, D.N., Avery, S.K., Clark, R.D., Droegemeier, K.K., Kuettner, J.P., Minster, J.B. and Sorooshian, S. (2000) SuomiNet: A Real-Time National GPS Network for Atmospheric Research and Education, Bulletin

of the American Meteorological Society, Vol. 81, No. 4, hal.

Gambar

Grafik perbandingan hasil penentuan kandungan uap air (Universitas Texas) Prospek di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Selasa, 16 September 2014 - Mengentry data beasiswa kartu cerdas - Melayani kepala sekolah dari berbagai kebupaten se-DIY. - Mengentry data beasiswa kartu

Dengan memprediksi peran quality work life, kepuasaan kerja, dan kebermaknaan kerja terhadap stres kerja pada karyawan yang menjalani long distance relationship, maka ada

Pada edisi Vol.8(1) kami menyajikan beragam informasi yang cukup menarik untuk disimak, antara lain: Upaya peningkataan kualitas MZB sebagai pusat informasi fauna Nusantara,

Masalah yang akan penulis bahas dalam skripsi ini adalah tinjauan gaya bahasa yang terdapat dalam lirik lagu Pink Spider karya hide untuk mengetahui pesan yang tersirat di

Sesuai ketentuan pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 54 tahun 2010, yang dimaksud dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang

Keunggulan dari penggunaan diagram yaitu dapat menggambarkan dengan baik proses dari alur kerja tersebut serta menjadikan sebuah kekuatan untuk mekanisme komunikasi antara

desain yang ditindaklanjuti pada bagian repro. Pada bagian repro menghasilkan film positif/negatif, montase film dan pelat cetak offset yang selanjutnya digunakan pada

angka 2 Yang dimaksud dengan Siaran sponsor adalah bentuk siaran yang dilakukan oleh unit kerja, perusahaan swasta, organisasi atau kemasyarakatan yang bekerjasama