• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan fisik seseorang terdapat hubungan yang erat dan saling mempengaruhi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan fisik seseorang terdapat hubungan yang erat dan saling mempengaruhi."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan merupakan anugerah terindah yang diberikan Tuhan kepada setiap insan. Manusia dilahirkan, menghirup udara, tumbuh dan bjjerkembang, mengalami hal-hal normal dalam hidup, merasakan bahagia, sedih, sakit, sehat, itu semua adalah kumpulan betapa hidup ini sebuah dinamika yang normal. Antara keadaan jiwa dan keadaan fisik seseorang terdapat hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Keadaan fisik manusia mempengaruhi keadaan psikis, sebaliknya psikis mempengaruhi keadaan fisik. Hubungan antara kesehatan fisik dengan kesehatan psikis dapat dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hall dan koleganya pada tahun 1980. Ternyata Fisik dan psikis adalah kesatuan dalam eksitensi manusia yang tak dapat terpisahkan (dalam Notosoedirdjo & Latipun, 2005). Berbagai penyakit yang disebabkan oleh kelainan organik dapat mempengaruhi keadaan psikologis dan sebaliknya gangguan emosi dapat memperburuk penyakit-penyakit yang dideritanya seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan lain-lain. Dalam hal ini gangguan emosi yang dimaksud adalah stres (National Safety Council,2004).

Menurut hasil penelitian dengan mengamati lebih dari 10.000 pekerja keras di pemerintah Inggris membuktikan bahwa penyakit jantung meningkat 68% pada orang yang mengalami stres secara kronis. Stres kronis bisa mengancam jantung, apalagi bila gaya hidup tidak sehat. Serangan jantung adalah terhentinya aliran darah, meskipun hanya sesaat yang menuju ke jantung, dan mengakibatkan sebagian sel

(2)

jantung menjadi mati. Penyakit jantung, stroke, dan penyakit periferal arterial merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup. Faktor-faktor pemicu serangan jantung ialah rokok, mengonsumsi makanan berkolestrol tinggi, kurang gerak, malas berolahraga, stres, dan kurang istirahat. Berdasarkan penelitian, stres dapat menyebabkan penyempitan arteri dan ini menurunkan aliran darah hingga 27 persen. Penyempitan yang berarti bahkan dapat terlihat pada arteri yang terkena penyakit ringan. Penelitian lain mengesankan bahwa stres berat dapat menyebabkan pecahnya dinding arteri yang memicu serangan jantung (medicine and health London).

Jantung Koroner adalah jenis penyakit yang banyak menyerang penduduk Indonesia. Kondisi ini terjadi akibat penyempitan/penyumbatan di dinding nadi koroner karena adanya endapan lemak dan kolesterol sehingga mengakibatkan suplaian darah ke jantung menjadi terganggu. Perubahan pola hidup, pola makan, dan stres juga dapat mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner. Faktor-faktor pemicu serangan jantung adalah antara lain: merokok, mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi, kurang gerak, malas berolahraga, stres, dan kurang istirahat (Soeharto, 2009).

Menurut Tarani Chandola dari University College London yang dimuat European Heart Journal tentang adanya hubungan antara stres dan jantung menyatakan bahwa 68% orang meninggal disebabkan penyakit jantung, atau terkena angin jika mereka mengalami stres kerja dalam jangka waktu lama. Masalah ini muncul karena pekerja yang stres tidak memiliki pola makan sehat serta tidak aktif secara fisik. Pekerjaan

(3)

yang menyebabkan munculnya stres ialah pekerjaan yang memiliki banyak tekanan dan sedikit kontrol. Ada pula stres sosial yang berasal dari atasan yang terlalu banyak menuntut, atau teman kerja yang tidak bisa menjalin bekerja sama. Pekerja yang kerap meninggal karena penyakit jantung, serangan jantung nonfatal, dan angina, menurut penelitian mereka berpotensi pada para pekerja muda berusia akhir 30 atau 40 tahun. Pekerja muda yang mengalami stres selama kerja dua kali memiliki resiko 68% lebih tinggi terserang jantung daripada mereka yang tidak mengalami stres akibat kerja. Stres jelas mempengaruhi tubuh secara fisik, mental, dan emosional. Stres karena kerja juga mendukung terbentuknya sindrom metabolisme, kelompok dari masalah kesehatan yang mendukung penyakit jantung dan diabetes lebih parah.

Menurut Dewi (2010), di Indonesia penyakit jantung adalah pembunuh nomor satu dan jumlah kejadiannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Data statistik menunjukkan bahwa pada tahun 1992 persentase penderita penyakit jantung di Indonesia adalah 16,5%, dan pada tahun 2000 melonjak menjadi 26,4%. Meski menjadi pembunuh utama, tetapi masih sedikit sekali orang yang tahu tentang penyakit jantung ini. Terutama tentang faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penyakit tersebut. Dalam ilmu epidemiologi, jika faktor risiko suatu penyakit telah diketahui maka akan lebih mudah untuk melakukan tindakan pencegahan. Kolesterol tinggi sebagai salah satu penyebab penyakit jantung perlu diwaspadai. Sekitar 18 persen dari total penduduk Indonesia, yakni 36 juta jiwa, menderita kolesterol tinggi (hiperkolesterolemia). Sekitar 80 persen penderita kolesterol tinggi itu meninggal akibat serangan jantung dengan perkiraan sebesar 28,8 juta jiwa, di mana 50 persen atau sekitar 14,4 juta jiwa penderita tidak menunjukkan gejala sebelumnya. Menurut Dewi, di Indonesia saat ini muncul kecenderungan usia penderita jantung semakin

(4)

hari semakin muda. Angka insiden pada para profesional muda usia 30-an juga semakin banyak. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia sebagai negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Padahal, tuntutan pekerjaan, gairah berprestasi, dan kemajuan bangsa seharusnya tidak terhambat bila setiap individu menyadari bahwa jantung adalah motor penggerak yang harus dijaga dengan baik. Rutinitas sehari-hari atau kesibukan kantor bisa mengaburkan kesadaran ini. Jadi, satu-satunya cara adalah kemampuan mengelola waktu dengan lebih baik sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan tanpa menimbulkan stres berlebih di samping tentu berprilaku hidup sehat.

Menurut Tarani, stres dapat memicu munculnya penyakit jantung. Hubungan antara stres dan jantung ini pernah diungkap oleh ahli epidemiologi dari University College London Tarani Chandola. Dalam penelitian yang melibatkan 10.000 responden itu terungkap bahwa stres memiliki peran lebih banyak terkait dengan perubahan biologis dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya. Pengelolaan stres yang kurang baik akan membuat pembuluh darah menyempit, tekanan darah meningkat, dan kadar kolesterol meningkat. Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa bila menghadapi situasi yang tegang, dapat terjadi arithmias jantung yang membahayakan jiwa. Orang yang mudah stres dua kali lipat lebih mudah terkena penyakit jantung. Pola hidup dan kerja yang penuh stres dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah yang sering dirasakan sebagai nyeri dada atau angina pectoris. Hal ini juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan cedera pada dinding arteri dan pembentukan bekuan dalam pembuluh darah.

(5)

Dalam rangka menemukan faktor risiko penyakit jantung pada masyarakat Indonesia, maka salah seorang dosen pada prodi Ilmu Gizi FKM Unhas melakukan analisis lanjut terhadap data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007. Riset ini merupakan data dasar yang memuat semua informasi kesehatan dari masyarakat Indonesia. Memang tidak mencakup seluruh masyarakat, tetapi jumlah sampel/masyarakat yang terlibat pada Riskesdas cukup besar. Sehingga dalam ilmu statistik hal tersebut dapat mewakili keadaan masyarakat Indonesia secara umum (FKM Unhas, 2007).

Di Amerika dilaporkan daftar 10 terkemuka penyebab kematian, bahwa terdapat penelitian menemukan hubungan stres dengan penyakit jantung dan stroke. Stres memiliki implikasi untuk lainnya penyakit juga. Depresi dan kecemasan, yang menimpa jutaan orang Amerika, dapat disebabkan atau diperburuk oleh stres. Hal ini juga memicu munculnya asma, rheumatoid arthritis, dan masalah gastrointestinal. Stres akan mempengaruhi seseorang secara emosional. Dalam perjalanan seumur hidup, peluang yang baik bahwa akan mengalami beberapa peristiwa yang sangat menegangkan. Nantinya, juga akan menghadapi hari-hari stres. Dalam menangani stres dengan peristiwa, besar dan kecil, akan menentukan dampak pada fisik seseorang baik dari segi kesehatan dan kesejahteraan emosional (Harvard Medical School, 2006).

Disini peneliti lebih fokus ke stres menunjukkan bahwa stres bisa memicu munculnya penyakit jantung. Tidak hanya penyakit fisik saja yang menjadi pemicu timbulnya penyakit jantung, namun penyakit yang berhubungan dengan psikis menjadi satu faktor penyebabnya, yaitu stres. Diketahui bahwa stres akan membuat pembuluh darah menyempit, tekanan darah meningkat, dan kadar kolesterol

(6)

meningkat. Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa bila menghadapi situasi yang tegang, dapat terjadi arithmias jantung yang membahayakan jiwa. Orang yang mudah stres dua kali lipat lebih mudah terkena penyakit jantung (Harvard Medical School, 2006).

Ketika semua faktor pemicu penyakit jantung bisa terkontrol, ternyata masih ada faktor lain yang bisa membuat jantung meradang. Keadaan jiwa dan fisik seseorang terdapat hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Artinya jika yang satu terganggu akan membawa pengaruh kepada bagian yang lainnya. Tentunya hal ini dapat dipicu salah satunya dengan munculnya stres. Menurut Denollet (1997) bahwa tekanan emosional dapat mempromosikan proses patofisiologi dalam penyakit jantung koroner. Secara keseluruhan, garis-garis konvergen bukti menunjukkan bahwa stres adalah terkait erat dengan mortalitas dan morbiditas pada pasien dengan penyakit jantung koroner. Terlepas dari tekanan emosional, penyakit jantung koroner juga telah dikaitkan dengan penghambatan emosi dan perilaku. Stres pada hakikatnya tidak bisa dihilangkan sama sekali akan tetapi stres hanya bisa dikelola. Manajemen stres merupakan upaya menyeluruh untuk mengendalikan stres (National Safety Council,2004).

Menurut Noi & Smith (1991) ada beberapa teknik untuk mengendalikan atau mengatasi stres, yaitu : relaksasi, senam, komunikasi, mengatur waktu, dan ketegasan. Menurut National Safety Council (2004) manajemen stres dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : keterampilan coping yang efektif, teknik relaksasi, dan gaya hidup yang lebih sehat.

Menurut Dittmann (2002) manajemen stres dan gaya hidup mengubah program dapat membantu mengurangi jumlah kematian akibat penyakit jantung sebesar 34

(7)

persen dan sekarang bahwa ada bukti ilmiah untuk menunjukkan manfaat dari manajemen stres, saatnya untuk menempatkan penelitian ke dalam praktek untuk Sub komite Alokasi Senat tentang Ketenagakerjaan, Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan, dan Pendidikan. Studi menunjukkan bahwa stres dapat menjadi faktor dalam memicu penyakit jantung, dan keparahan dapat ditingkatkan bila dikombinasikan dengan faktor-faktor risiko lain, seperti diet yang buruk dan merokok. Abrams, direktur Pusat Behavioral Medicine dan Pencegahan di Brown Medical School menekankan nilai manajemen stres serta deteksi dini dan skrining agar ditingkatkan. Intervensi dengan menggunakan manajemen stres untuk pasien penyakit jantung dapat membantu meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempromosikan perubahan gaya hidup dan kepatuhan yang lebih baik untuk perawatan medis. Dalam proses ini juga diperlukan pemahaman lebih baik tentang peran stres dalam mempercepat risiko penyakit awal dalam kehidupan dan bagaimana intervensi manajemen stres mungkin berdampak lintasan risiko dini. Manajemen Stres dapat dikombinasikan dengan mempromosikan gaya hidup sehat di masa remaja dan dewasa muda memungkinkan memiliki keuntungan jangka panjang ekonomi dan sosial (Dittmann, 2002).

Menurut Robert Allan (2001) menyatakan bahwa untuk mengurangi resiko masalah jantung lebih lanjut maka penderita penyakit jantung harus mengurangi tingkat stres yang dialaminya karena orang yang megalami sakit jantung biasanya merupakan orang yang kurang mampu mengelola stres yang datang pada dirinya dengan baik. Salah satu caranya adalah dengan memanajemen stres karena stres dapat memicu serangan jantung dan menyebabkan kematian mendadak. Dalam penelitian ini, untuk mengurangi stres yang merupakan pemicu terjadinya serangan

(8)

jantung pada pasien yang mengalami sakit jantung yaitu menggunakan 2 langkah. Langkah pertama dalam mengelola stres tersebut adalah dengan cara mengajarkan untuk belajar menghindari situasi yang menyebabkan munculnya stres dan menghindari ledakan amarah, dan kemudian menata kembali situasi yang menjadi faktor utama penyebab stres. Langkah yang kedua, yaitu diajarkannya teknik relaksasi pada pasien penyakit jantung dan berharap untuk membantu mereka mengidentifikasi tanda-tanda aritmia yang akan datang sehingga mereka dapat mempersiapkan diri untuk kejutan. Setelah diadakannya penilitian ini didapatkan hasil bahwa pasien dengan tekanan darah yang sebelumnya tidak terkendali akhirnya menjadi turun tekanan darahnya.

Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di University Medical Center dan APA yang telah menemukan bahwa pasien yang menderita penyakit jantung yang telah diajarkan untuk mengelola stres mereka dengan cara memanajemen stres mereka, maka setelah menerapkan manajemen stress mereka menikmati kesehatan yang lebih baik dengan biaya yang lebih murah daripada pasien yang berpartisipasi dalam program latihan atau pasien yang diberikan perawatan jantung yang lebih khas. Penelitian yang diterbitkan dalam The American Journal of Cardiology ini diikuti 94 orang. Para pasien dibagi menjadi tiga kelompok: Satu kelompok mengikuti program latihan aerobik empat bulan, kelompok kedua berpartisipasi dalam intervensi psikologis mingguan manajemen stres dengan teknik relaksasi untuk periode waktu yang sama, dan kelompok kontrol menerima perawatan khas untuk pasien jantung - obat dan kunjungan rutin ke dokter. Para peneliti memeriksa dengan pasien setiap tahun untuk merekam peristiwa jantung tambahan dan mengukur biaya perawatan secara keseluruhan. Para pasien

(9)

yang berpartisipasi dalam manajemen stres mempertahankan keuntungan mereka sehubungan dengan peristiwa klinis lebih sedikit selama periode lima tahun tindak lanjut dibandingkan dengan pasien yang hanya menerima perawatan medis rutin dan mereka punya tabungan yang signifikan dibandingkan dengan mereka yang rutin perawatan medis (Williams, 2005).

Menurut Becch relaksasi merupakan perpanjangan serabut otot skeletal, sedangkan ketegangan merupakan kontraksi terhadap perpindahan serabut otot (dalam Utami, 2002). Di dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Sistem saraf pusat berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang otomatis, misalnya fungsi digestif, proses kardiovaskuler dan gairah seksual. Sistem saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatetis dan sistem saraf parasimpatetis yang kerjanya saling berlawanan. Jika sistem saraf simpatetis meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu meningkatnya denyut jantung dan pernafasan, serta menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi (peripheral) dan pembesaran pembuluh darah pusat, maka sebaliknya sistem saraf parasimpatetis menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatetis dan menaikkan semua fungsi yang diturunkan oleh sistem saraf simpatetis (Utami, 2002).

Relaksasi adalah salah satu teknik dalam terapi perilaku yang dikembangkan oleh Jacobson dan Wolpe untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan (Goldfried dan Davidson, 1976). Teknik ini dapat digunakan oleh pasien tanpa bantuan terapis dan mereka dapat menggunakannya untuk mengurangi ketegangan yang dialami

(10)

sehari-hari dirumah. Terapi relaksasi dilakukan untuk mencegah dan mengurangi ketegangan pikiran dan otot-otot akibat stres (dalam Walker, 1981). Mulyono (2005) menjelaskan beberapa keuntungan yang diperoleh dari latihan relaksasi diantaranya relaksasi membuat seseorang lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stres. Keterampilan relaksasi sangat berguna untuk mengembangkan kemampuan tetap tenang atau menghindari kecemasan saat menghadapi kesulitan, selalu rileks akan membuat seseorang memegang kendali hidup. Latihan relaksasi akan banyak membantu penderita untuk dapat mengontrol kerja organ-organ tubuh, meminimalkan serangan dan menyimpan energi penderita. Inilah salah satu teknik yang dapat digunakan oleh para penderita penyakit jantung untuk mereduksi stres yang mereka alami.

Ada bemacam-macam bentuk relaksasi. Antara lain relaksasi otot progresif, pernapasan diagfrahma, imagery training, biofeedback dan hypnosis. Relaksasi otot progresif adalah teknik manajemen stres yang cukup sering digunakan untuk mereduksi stres. Hal ini dikarenakan relaksasi otot progresif merupakan jenis relaksasi termurah, tidak terdapat efek samping, mudah untuk dilakukan secara mandiri (Subandi, 2002). Selain itu relaksasi otot progresif didukung secara empiris dapat direspon ketegangan tingkat tinggi, seperti insomnia, mengurangi ketegangan sakit kepala, pengobatan tambahan pada kanker dan manajemen penyakit kronis (McCallie, 2006). Alasan ini juga yang menjadi pertimbangan peneliti menggunakan relaksasi otot progresif sebagai teknik manajemen stres dalam penelitian ini.

Relaksasi otot progresif merupakan salah satu bentuk relaksasi yang mengkombinasikan latihan nafas dalam dan serangkaian seri kontraksi dan relaksasi otot. Penegangan otot-otot tertentu, kemudian merileksasikannya. Relaksasi otot

(11)

progresif bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan. Dalam relaksasi progresif, seseorang diminta untuk menegangkan otot dengan ketegangan tertentu, dan kemudian diminta mengendorkannya (Mulyono, 2005). Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Fakultas kedokteran Universitas Tarbiat Modares Iran yaitu meneliti tentang efektifitas pelatihan relaksasi progresif otot untuk meningkatkan kesehatan psikologis dan kualitas hidup pada 110 pasien penyakit jantung di klinik rehabilitasi jantung Teheran, Iran Heart Center. Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa pelatihan relaksasi progresif otot merupakan terapi yang efektif untuk meningkatkan kesehatan psikologis dan kualitas hidup pada pasien penyakit jantung (Heidarnia, 2007).

Selain itu, di Universitas Ilmu Kesehatan, Bethesda, Maryland juga mengadakan penelitian tentang perbandingan efektifitas relaksasi otot progresif dengan musik klasik juga telah yang digunakan sebagai alat untuk mengurangi stres yang diujikan kepada 67 orang. Dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa bahwa musik dapat berfungsi sebagai selingan bermanfaat dari stresor dan dapat mengakibatkan efek fisiologis menguntungkan konsisten dengan mengurangi stres. Hasil ini juga menggaris bawahi titik bahwa gangguan dan relaksasi mungkin berbeda tetapi proses membantu untuk manajemen stres. Karena mendengarkan musik adalah umumnya terlibat-dalam kegiatan yang tidak memerlukan pelatihan atau khusus peralatan, penting untuk mendefinisikan lebih lanjut mekanisme yang dan keadaan di mana musik dapat menghasilkan efek menguntungkan. Meskipun demikian, teknik relaksasi otot progresif yang memiliki skor tertinggi yang lebih efektif daripada relaksasi musik klasik untuk mengurangi stres (Scheufele, 1999).

(12)

Fungsi relaksasi otot progresif pada pasien penyakit jantung adalah pengaktifan dari saraf parasimpatetis yang menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikan oleh sistem saraf simpatetis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatetis. Masing-masing saraf parasimpatetis dan simpatetis saling berpengaruh maka dengan bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan fungsi lain. Kerja sistem saraf simpatetis menjadi normal sehingga pacuan organ-organ tubuh, denyut jantung dan pernafasan menjadi stabil dan sistem saraf parasimpatetis menstimulasi dengan baik semua fungsi. Oleh karena itu relaksasi dengan teknik relaksasi otot progresif bagi pasien penderita penyakit jantung ini sangatlah penting karena upaya ini bersifat menyeluruh, dalam artian melibatkan baik mental maupun fisik bahkan spirit. Selain itu, teknik relaksasi progresif juga menyangkut sisi pencegahan maupun upaya penanganan. Apabila stres pada penderita jantung dapat dicegah atau dikelola secara baik maka akan meminimalisir bahkan mencegah keparahan atau kekambuhan kondisi penyakitnya.

Mengingat adanya keterkaitan antara penyakit jantung dan stres, ada 2 orang subyek yang bernama HR (39 tahun) dan AS (41 tahun) yang mempunyai penyakit jantung koroner. AS tidak bekerja dan HR merupakan kepala rumah tangga yang bekerja sebagai PNS. HR sudah divonis mempunyai penyakit jantung koroner sejak 1 tahun 6 bulan yang lalu dan HR mengatakan bahwa sakitnya sering kambuh apabila ia banyak pikiran. Selain pola makan HR yang kurang terkontrol dengan memakan makanan yang mengandung kolesterol tinggi, dalam mengelola stresnya pun HR kurang mampu mengelolanya dengan baik karena jika ia mempunyai suatu masalah maka penyakit jantung yang dideritanya akan kambuh. Dalam kehidupan sehari-harinya HR sering mendapat tekanan dari atasannya dan tekanan dari

(13)

lingkungannya. Apabila penyakit jantung yang dialami oleh HR kambuh, maka HR akan merasakan nyeri yang sangat pada dadanya, jantungnya berdebar-debar, sesak nafas, bahkan sampai pingsan sehingga membuat HR harus segera dibawa ke rumah sakit. Usaha yang dilakukan oleh HR untuk menghindari kekambuhan sakitnya HR rutin minum obat dan apabila ia merasakan badannya lelah maka ia langsung beristirahat.

Begitu juga dengan AS yang sudah 6 bulan yang lalu divonis oleh dokter menderita penyakit jantung. Selain kurang dapat mengatur pola kehidupannya yang kurang berolahraga dan makan makanan yang mengandung kolesterol tinggi, ia juga kurang dapat mengelola stresnya dengan baik sehingga apabila ia mempunyai masalah dan terlalu lelah maka sakitnya akan kambuh dan ia akan merasakan nyeri di dadanya bahkan sampai pingsan. Untuk menghindari kekambuhan sakitnya, AS juga melakukan hal yang sama seperti HR yaitu minum obat secara teratur dan beristirahat yang cukup. Mengingat adanya keterkaitan antara stres dan penyakit jantung yang sangat erat serta teknik relaksasi dapat mengurangi stres maka peneliti tertarik untuk mengangkat masalah tersebut untuk diteliti lebih lanjut dan peneliti mengambil judul “Teknik Relaksasi Otot Progresif untuk mengurangi strers Pada Penderita Penyakit Jantung ”.

(14)

B. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah teknik relaksasi otot progresif dapat mengurangi stres pada penderita penyakit jantung?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah teknik relaksasi otot progresif dapat mengurangi stres pada penderita penyakit jantung.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis dan psikologi kesehatan

2. Manfaat praktis

- Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang stres yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit jantung dan cara mengelola stres kepada pasien dan keluarganya.

- Diharapkan dapat memberikan informasi dan pendampingan oleh pihak Rumah Sakit khususnya bagian penyakit dalam sebagai dasar pertimbangan untuk memberikan terapi psikologis kepada penderita penyakit jantung.

Referensi

Dokumen terkait

1) Para migran cenderung memilih tempat tinggal terdekat dengan daerah tujuan.. 2) Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigrasi adalah

2.06 2.06.01 15 03 Implementasi Sistem Administrasi kependudukan (membangun, updating dan pemeliharaan) Terwujudnya peningkatan pelayanan masyarakat dan kelancaran

Sifat penata yang senang menyendiri, tidak percaya diri dan suka memendam perasaan merupakaan watak yang terdapat pada watak melankolis yang sempurna dan

Pencegahan preventif yang dilakukan oleh Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pelaku penyebaran Berita Hoax adalah dengan cara membentuk Satuan Tugas

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tri Tunggal Maha Kudus, Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus karena atas berkat, hikmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat

Dengan menerapkan metode pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi komputer (seperti SPC) akan memberikan suatu model yang berbasis unjuk kerja, hal ini

Simpangan baku(S) adalah nilai yang menunjukan tingkat variasi kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari nilai rata-ratanya... X = nilai rata-rata data n = jumlah data

I-2 : Citra CP Prima yang sedang menurun memang membutuhkan proses atau waktu yang tidak singkat untuk mengembalikannya seperti sebelumnya tetapi saya sangat yakin bahwa