• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN PENDIDIKAN AGAMA (Studi Pemikiran Imam Al-Ghazali Dan Syed Muhammad Nauqib Al-Athas)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMIKIRAN PENDIDIKAN AGAMA (Studi Pemikiran Imam Al-Ghazali Dan Syed Muhammad Nauqib Al-Athas)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN Jurnal Tawadhu:

PEMIKIRAN PENDIDIKAN AGAMA

(Studi Pemikiran Imam Al-Ghazali Dan Syed Muhammad Nauqib Al-Athas) Dodo Suhada

Dosen Pendidikan Agama Islam

Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Huda Al-Azhar (STAIMA) Kota Banjar Email: 01dodosuhada@gmail.com

Abstact

Education is a learning process carried out for students so that they have a good understanding and understanding of something and later grow into a person who likes to think critically and become better, both in terms of affective, cognitive and psychomotor. Religion is an organized collection of beliefs, cultural systems, and worldviews that connect humans to the orders / orders of life.Many religions have narratives, symbols, and sacred histories intended to explain the meaning of life and / or explain the origin of life or the universe. From their beliefs about the cosmos and human nature, people derive morality, ethics, religious law or a preferred lifestyle. Religious practices can also include rituals, sermons, memorials or worship of gods, gods or goddesses, sacrifices, festivals, parties, trances, initiation, funeral services, wedding services, meditation, prayer, music, art, dance, community service or any other aspect of human culture. Religion may also contain mythology. Religious education is a key that cannot be ignored because religious education is one of the supporting factors in moral education. Humans who have faith and devotion to God cannot come into being suddenly, but through a long and long educational process. The educational process lasts for a lifetime both in the family, school, and community. The school environment itself is a good place for us to explore religious knowledge, because it is in the school environment that we can receive education that can affect the development of a human personality. Talk about religious education too, from time to time religious education has no change. The point of not having a change here is that religious education remains as it was in the beginning. In this case also the development of the era / era here, we need to know from it. This will make the way of thinking in the religious process not narrow and will always develop from both classical and modern philosophical thoughts.

Keywords: Education, Religion, Philosopher's Thought, Classical, Modern

Abstrak

Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan kepada peserta didik supaya yang bersangkutan memiliki pengertian dan pemahaman yang baik mengenai sesuatu dan nantinya tumbuh menjadi pribadi yang gemar berpikir kritis dan menjadi lebih baik lagi, baik itu dari segi afektif, kognitif maupun psikomotoriknya. Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan /atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam

(2)

ISSN Jurnal Tawadhu: semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai.. Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari kebudayaan manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi. Pendidikan agama merupakan kunci yang tidak bisa diabaikan karena Pendidikan Agama merupakan salah satu faktor penunjang dalam pendidikan moral. Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan tidak dapat terwujud secara tiba-tiba, melainkan melalui proses pendidikan yang panjang dan lama. Proses pendidikan itu berlangsung seumur hidup manusia baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Lingkungan sekolah sendiri merupakan tempat yang baik untuk kita mendalami ilmu agama, karena di lingkungan sekolahlah kita dapat menerima pendidikan yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian seorang manusia. Bicara tentang Pendidikan agama juga, dari perkembangan masa ke masa Pendidkan agama tidak memiliki perubahan. Maksudnya tidak memiliki perubahan disini adalah Pendidikan agama itu tetap seperti semula yang pada awalnya. Dalam hal ini juga perkembangan zaman/era disini, hal yang perlu kita ketehaui darinya. Hal itu akan membuat cara berfikir dalam proses beragama tidak sempit dan akan selalu berkembang juga dari pemikiran filosuf baik dari klasik maupun modren.

Kata Kunci : Pendidikan, Agama, Pemikiran Filosuf, Klasik, Modren

A. Pendahuluan

Dijelaskan pengertan agama oleh Fuad dan Hamid dalam bukunya yang berjudul Cara mudah belajar filsafat (Barat dan Islam). Disana menerangkan Agama adalah satu bentuk ketetapan Ilahi yang mengarahkan mereka (manusia) yang berakal dengan pilihan-pilihan mereka sendiri terhadap ketetapan Ilahi tersebut kepada kebaikan hidup didunia dan kebaikan hidup diakhirat1.

Dalam pengertian Agama di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah ajaran, sistem yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yg berhubungan dng pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.2

Bicara tentang agama juga, dari perkembangan masa ke masa agama tidak memiliki perubahan. Maksudnya tidak memiliki perubahan disini adalah agama itu tetap seperti semula yang pada awalnya. Dalam hal ini perlu digaris bawahi. Dari perkembangan zaman/era disini, ada hal yang perlu kita ketehaui darinya. Hal itu

1 Fu’ad Farid Ismail dan Abd Hamid Mutawalli, Cara Mudah Belajar Filsafat (Islam dan Barat), (Yogyakarta, IRCiSoD, Cetakan Pertama, 2012), hlm. 26

(3)

ISSN Jurnal Tawadhu: adalah cara berfikirnya dalam beragama. Hal itu yang perlu kita ketahui lebih dalam. Karena pemikiran antar insan itu tidak sama apalagi terkait pengaruh zaman. Bagaimana Agama dalam pemikirannya dimasanya pula.

Pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Pendidikan adalah suatu pondasi dalam hidup yang harus dibangun dengan sebaik mungkin. Secara umum pendidikan adalah proses pembelajaran pengetahuan, keterampilan serta kebiasaan yang dilakukan suatu individu dari satu generasi ke generasi lainnya. Proses pembelajaran ini melalui pengajaran, pelatihan dan penelitian. Adanya pendidikan juga dapat meningkatkan kecerdasan, akhlak mulia, kepribadian serta keterampilan yang bermanfaat baik itu untuk diri sendiri maupun masyarakat umum.

Dalam artikel ini, penulis akan membahas tentang pemikiran-pemikaran filosuf pada pemikiran filosuf masa klasik dan pemikirin filosuf masa modren. Dalam hal ini penulis mengangkat pemikirannya Imam Ghazali (Klasik) dan Nauqib A-Athas (Modren).

B. Pembahasaan

1. Pendidikan Agama dalam pemikiran Imam Ghazali (Klasik). a. Biografi Imam Ghazali.

Nama asli dari Al-Ghazali adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Akan tetapi beliau lebih lazim dipanggil dengan nama Ghazali karena nama itu diambil dari kata Ghazalah nama kampung kelahirannya.

Al-Ghazali lahir pada tahun 450 H/ 1058 M, didesa Thus, diwilawah Khurusan Iran. Beliau adalah pemikir Islam yang menyandang gelar “Hujjatul Islam” (Pembela Islam), “Zainudin” (Hiasan Agama), “Bahrun Muqhriq”, dan lain-lain. Masa muda beliau bertepatan dengan

(4)

ISSN Jurnal Tawadhu: bermunculannya para cendikiawan, baik dari golongan bawah, menengah, sampai dari golongan elit.3

Walaupun ayah al-Ghazali seorang yang buta huruf dan miskin, beliau memperhatiakan masalah pendidikan anaknya. Sesaat sebelum ayahnya meninggal, beliau berwasiat kepada seorang sahabatnya yang sufi agar memberikan pendidikan kepada anaknya, ahmad dan al-Ghazali.4

Kesempatan emas ini dimanfaatkan oleh al-Ghazali untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Mula-mula beliau belajar agama, sebagai pendidikan dasar, kepada seorang ustad setempat, yang bernama Ahmad bin Muhammad Razkafi. Kemudian al-Ghazali pergi ke Jurjan dan menjadi santri Abu Nasr Al-Ismaili.5

Pada awal studinya, al-Ghazali mengalami suatu peristiwa menarik, yang kemudian mendorong kemajuan dalam pendidikan. Suatu hari, dalam perjalanan menuju ketempat asalnya, al-Ghazali dihadang oleh segerombongan perampok. Mereka merampas semua bawaan al-Ghazali, termasuk catatan kuliahnya. Al-Ghazali meminta kepada perampok itu agar mengembalikan catatan, yang sangat bernilai. Kepala perampok itu tersebut malah mentertawakan dan mengejeknya, sebagai penghinaan terhadap al-Ghazali yang ilmunya hanya tergantung pada beberapa helai kertas saja. Tanggapan al-Ghazali al-Ghazali terhadap pristiwa itu positif. Ejekan itu digunakan untuk mencambuk dirinya dan menajamkan ingatan dengan menghapalan semua catatan kuliahnya selama tiga tahun.6

Beliau belajar agama, sebagai pendidikan dasar, kepada seorang ustad setempat, yang bernama Ahmad bin Muhammad Razkafi. Kemudian al-Ghazali pergi ke jurjan dan menjadi santri Abu Nasr Ismail. Tidak beberapa lama mulailah beliau mengaji kepada Al-Juwany, salah seorang pemuka agama yang terkenal dengan sebuatan Imamul Haramain.

3 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Belajar, 1998), hlm. 09-13.

4 Ibid, hlm. 09-13. 5

Ibid, hlm ;09-13. 6 Ibid, hlm ;09-13.

(5)

ISSN Jurnal Tawadhu: Kepadanya al-Ghazali belajar ilmu kalam, ilmu ushul, mazhan fiqih, retorika, logika, tasawawuf dan filsafat.7

Ketika Imam Haramain wafat, al-Ghazali kemudian pergi ke Askar dekat Naisabur untuk menemui Nizham al-Mulk yang mempunyai majelis ulama dan ia memperoleh sambutan dan penghormatan untuk berdebat dengan para ulama sehingga mereka dapat dikalahkan semua berkat keluasan ilmu al-Ghazali. Oleh karena itu nama al-Ghazali makin masyhur sehingga Nizam al-Mulk memintanya pindah ke baghdad untuk mengajar di madrasah Nizhamiyah. Al-Ghazali pindah ke baghdad pada awal tahun 484 H setelah bermukim lima (5) tahun di Askar, saat itu beliau berusia 34 tahun.8

Kemudian pada tahun 1091 M/ 484 H, al-Ghazali diangkat menjadi dosen pada Universitas Nidhamiyah Bagdad. Atas prestasi kian meningkat, pada uisa 34 al-Ghazali diangkat menjadi pemimpin (Rektor) Universitas tersebut. Hanya 4 tahun al-Ghazali menjadi rektor di Universitas Nidhamiyah. Setelah itu, beliau mulai mengalami krisis rohani, krisis keraguan yang meliputi akidah dan sejenis ma’rifat. Secara diam-diam al-Ghazali meninggalkan Bagdad ke Syam, agar tidak ada yang menghalangi kepergiannya, baik dari pihak penguasa maupun sebagai sahat dosen. Al-Ghazali berdalih akan pergi ke mekkah untuk melaksanakan ibadah haji dengan demikian amanlah dari tuduhan bahwa kepergiannya untuk mencari pangkat lebih tinggi ke Syam. Pekerjaan mengajar ditinggalkan, dan mulailah al-Ghazali hidup jauh dari lingkungan manusia, zuhud yang ia tempuh.9

Selama hampir dua tahun, al-Ghazali menjadi hamba Allah yang betul-betul mampu mengendalikan gejolak hawa nafsu. Ia menghabiskan waktu untuk khalwat, ibadah dan i’tikaf di sebuah masjid damaskus. Setelah melalang buana antara Syam-Baitul Maqdis-Hijaz selama kurang lebih 10 tahun. Atas dasar fahrul muluk, pada tahun 499 H/106 M.al-Ghazali

7 Ibid, hlm ;09-13.

8 Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pindidikan Islam, telaah sistem pendidikan dan pemikiran para tokohnya, (Jakarta : Kalam Mulia, 2009), hlm: 271-272.

9

Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Belajar, 1998), hlm. 09-13.

(6)

ISSN Jurnal Tawadhu: kembali ke naisabur untuk melanjutkan kegiatan mengajar di Universitas Nidhamiyah. Kali ini beliau tampil sebagai tokoh pendidik yang betul mewarisi dan mengerti ajaran Rasulallah SAW.10

Tidak diketahui secara pasti berapa lama al-Ghazali memberikan kuliah di Midhamiyah setelah sembuh dari kritis rohaninya. Dan lama setelah fahrul muluk mati terbunuh pada tahun 500 H/1107 M, al-Ghazali kembali ketempat asalnya di thus. Beliau menghabiskan sisa umurnya untuk membaca Al-Qur’an dan Hadits serta mengajar. Disamping rumahnya, didirikan sebuah madrasah untuk para santri yang mengaji dan sebagai tempat berkhalawat bagi para sufi. Pada hari senin tanggal 14 jumadatsaniyah 505 H/18 desember 1111 M al-Ghazali wafat. Beliau wafat pada usia 55 tahun, dan beliau dimakamkan disebelah tempat khalwatnya.11 b. Karya-karya Imam Ghazali

Khudori Soleh menerangkan dalam bukunya yang berjudul Filsafat Islam : Dari Klasik Hingga Kontemporer yang dikutip dari bukunya Osman Bakar yang berjudul Hierarki Ilmu dan bukunya Mahmud Hamdi Zaqauq yang berjudul Al-Ghazali Sang Sufi Sang Filosof12. Adapun keterangan adalah Dalam masa hidupnya beliau banyak meninggalkan karya tulis, menurut penelitian Saiful Anwar, setidaknya ada tujuh puluh dua (72) karya tulis yang diwariskan al-Ghazali yang secara umum dapat dibagi dalam beberapa tema. Adapun karya beliau yang dianggap paling monumental adalah Ihya Ulum al-Din ( Minghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Religius), sebuah kitab yang ditulis untuk memulihkan peseimbangan dan keselaraan antara dimensi eksoterik dan esoterik Islam. Karya-karya beliau yang, yakni dalam bidang Filsafat dan logika; Mi’yar al-Ilm (Standar Pengetahuan),

Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filsuf), dan Mihak Nadzar fi al-Manthiq ( Batu Uji Pemikiran Logis); dalam bidang teologi adalah Qawa’id al-Aqa’id (Prinsip-Prinsip Keimanan), dan al-Iqtishad fi al-tiqaid (Muara Kepercayaan); dalam bidang usul fikih adalah Mustashfa min ‘Iim

10 Ibid, hlm. 09-13. 11 Ibid, hlm. 09-13. 12

Khudori Soleh, Filsafat Islam ; Dari Klasik Hingga Kontemporer, (Yogyakarta, AR_RUZZ MEDIA, 2013), hlm.136

(7)

ISSN Jurnal Tawadhu: Ushul (Ikhtisar Ilmu tentang Prinsip-Prinsip); dalam bidang tasawuf adalah Al-Kimia al-Sa’adah (Kimia Kebahagian), Misykat al-anwar (Ceruk Cahaya-Cahaya); dalam kebatilan adalah Qisthas al-Mustaqim ( Neraca yang Lurus) dan AI-Mustadzhir.13

Masih terkait dengan karya-karya beliau yakni Zainudin dan Kawan-kawan (DKK) menerangkan dalam bukunya yang berjudul Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali dan disini Zainudin dkk mengelompokkan karya-karya imam al-Ghazali yakni terbagi menjadi empat kelompok (4) yakni;

pertama, Filsafat dan Ilmu Kalam. Kedua, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh.

Ketiga, Ilmu Akhlak dan Tasawuf. Keempat, Ilmu Tafsir. Adapun kitab-kitabnya antara lain meliputi Pertama (Filsafat dan Ilmu Kalam), 1).

Maqashid Al Falsafah (Tujuan para filosuf). 2). Tahafut al Falasifah ( kerancuan para filosuf). 3). Al Iqtishot fi-I’tiqad (moderasi dalam aqidah). 4). Al Munqid Min Al-Dhalal (pembebasan dan kesesatan). 5). Al Maqoshidul asna fi ma’ani asmillah al husna (arti nama-nama tuhan Allah yang hasan) dan sebagainya. Kedua (Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh), 1). Al Basith (pembahasan yang mendalam). 2). Al Wasith (perentara). 3). Al Wajiz (surat-surat wasiat). 4). Khulashatul Mukhtahashar (Intisari ringkasan karangan) dan sebagainya. Ketiga (Akhlak dan Tasawuf), 1). Ihya ‘Ulumudin (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama). 2). Mizanul amal

(timbangan amal). 3). Kimayaus sa’adah (kimia kebahagian). 4). Misykatul anwar (reling-relung cahaya) dan sebagainya. Keempat (Ilmu Tafsir), 1). Yaaquutut ta’wil fi tafsirit tanzil (metodologi ta’wil didalam tafsir yang diturunkan) dan 2). Jawahir Qur’an (rahasia yang terkandung dalam al-qu’an).14

c. Pemikiran Imam Ghazali tentang Pendidikan Agama

Dijelaskan oleh Atang Abd Hakim dan Beni Ahmad Saebani dalam bukunya yang berjudul Filsafat Umum; dari metodologi sampai teofilosofi yakni Al-Ghazali sejak kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, dan kecerdasannya mendorong diri bekerja keras untuk mencari ilmu

13

Ibid, Hlm. 136.

(8)

ISSN Jurnal Tawadhu: pengetahuan dan mencari hakikat kebenaran sekalipun harus ditempuh dengan kedukan dan kesengsaraan. Usaha ini dimaksudkan untuk melepaskan diri dari belenggu keyakinan yang diduga menyesatkan yang didasarkan kepada taqlid. Menurut pengakuan beliau, sejak remaja beliau sudah memiliki jiwa skiptis dan kritis. Sehingga beliau terdorong untuk menuntut ilmu ke berbagai kota untuk mengetahui berbagai paham dan aliran agama yang tersebar pada masa itu. Al-Ghazali telah melepaskan diri dari taqlid sejak usia muda, karena menurut beliau, taqlidlah yang mendasari keberagaman umat manusia pada mulanya. Oleh karena itu anak yahudi cenderung menjadi penganut agama yahudi, anak keristen menjadi keristen dan seterusnya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi yang artinya “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikan seseorang yahudi, nasrani, dan majusi”. Dengan jiwanya yang krisis, Al-Ghazali terdorong untuk meneliti sehingga dalam keyakinan beragama seseorang, yang mana termasuk unsur esensial (Fitrah) dan mana yang termasuk unsur kultur, sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang batil.15

Sudah dijelaskan sedikit dibiografi beliau diawal, bahwasanya beliau mempelajari ilmu-ilmu agama atau memperdalam agama sejak beliau masih kecil. Dan beliu semakin meranjak dewasa terus memperdalam agama.16 dan pada akhirnya beliau menulis sebuah kita yang berjudul Ihya ‘Ulumudin (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama). dan sebagain ulam sekarang mengatakan, “Jika tidak ada Al-Qur’an yang sebagai pedoman hidup, maka kita Ihya inilah yang akan menjadi pedoman hidup umat muslim”.17

Dijelaskan juga oleh Ahmad Syadali dan Mudzakir dalam buku merekanya yang berjudul Filsafat Umum ; untukm IAIN, STAIN, PTAIS yaitu Krisis agama sudah menimpa banyak orang, dan mereka hampir binasa, sedangkan dokter pengobatan tidak ada. Maka keperluan akan

15 Atang Abd Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum; dari metodologi sampai teofilosofi, (Bandung, CV PUSTAKA SETIA, 2008), hlm. 472

16 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Belajar, 1998), hlm. 09-13.

17 Lihat selengkapnya di Misbahus surur dkk, Agenda Santri PP. Al-Ihya ‘Ulumaddin (seputar biografi muasis, profl pesantren, kitab niat ingsun ngaji, dan kumpulan doa-doa) Jawa tengah (jateng) cetakan kedua, 2012.

(9)

ISSN Jurnal Tawadhu: pembaharuan agama mendesak sekali, yaitu yang dapat memberikan nilai-nilai rohaniah serta moral terhadap perbuatan-perbuatan lahir. Pembaharuan tersebut tidak lain adalah Al-Ghazali.18

Dijelaskan juga dalam sebuah website lebih dari itu al-Ghazali melihat bahwa setan telah menguasahi kebanyakan masyarakat. Agama dalam pandangan ulama’nya apalagi yang lain hanya merupakan fatwa pemerintah atau perdebatan untuk menyerang dan mencari menang atau merupakan ungkapan –ungkapan yang indah yang dijadikan sarana para dai dan muballigh untuk menarik perhatian masyarakat. Pada sisi lain al-Ghazali ingin mengembangkan keikhlasan kedalam kalbu-kalbu masyarakat dan menjadikannya sebagai asas dan syiar sebagaimana yang telah dilakukan generasi awal Islam. Tidak syah lagi bahwa keikhlasan beragama kepada Allah SWT, semata adalah tauhid dan tauhid adalah inti agama Islam. Karakteristik, tujuannya dan sasarannya.

2. Pendidikan Agama dalam pemikiran Syed Nauqib al-Athas (Modren). a. Biografi Syed Nauqib al-Athas

Syed Muhammad Nauqib al-Attas dilahirkan disebuah keluarga bangsawan, dan beliau Syed Muhammad Nauqib al-Attas dilahirkan pada tanggal 5 September tahun 1931 dibogor, Jawa Barat, Indonesia. Latar belakang keluarganya, dari kedua pihak baik dari pihak ayah dan maupun dari pihak ibu merupakan orang-orang dari berdarah biru. Dari pihak sebelah ibu, ibunya asli berasal dari bogor dan dilahirkan dari keturunan bangsawan sunda. Sedangkan dari pihak sebelah ayah, diterangkan oleh Ramayulis dan Samsul Nizar dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pra Tokohnya yang dikutip dari bukunya Hasan Muarif Ambary yang berjudul Suplemen Ensiklopedi Islam yakni ayahnya berasal dari johor dan ayahnya juga dilahirkan dari bangsawan dijohor.19 Disisi lain, Silsilah keluarganya bisa dilacak hingga ribuan tahun kebelakang melalui silsilah sayyid dalam

18 Ahmad Syadali dan Mudzakir dalam buku merekanya yang berjudul Filsafat Umum ; untukm IAIN, STAIN, PTAIS, (Bandung, CV PUSTAKA SETIA, 2004), hlm. 182.

(10)

ISSN Jurnal Tawadhu: keluarga Ba’Alawi di Hadramaut dengan silsilah yang sampai kepada Imam Hussein, cucu Nabi Muhammad Saw.

Diantara leluhurnya menjadi wali dan ulama. Salah seorang diantaranya adalah Syekh Muhammad Al-‘Aydarus (dari pihak ibu), guru dan pembimbing ruhani Syekh Abu Hafs ‘Umar ba Syaiban dari Hadramaut, yang mengantarkan Nur Al-din Al-Raniri, salah seorang Alim ulama terkemuka di dunia Melayu, ke tarekat Rifa’iyyah. Ibunda Syekh M. Naquib, yaitu Syarifah Raquan Al-‘aydarus, yang bersal dari Bogor, Jawa Barat, dan merupakan keturunan ningrat Sunda di Sukapura.

Dari pihak bapak, kakek Syekh Naquib yang bernama Syekh Abdullah ibn Muhsin ibn Muhammad Al-Attas adalah seorang wali yang pengaruhnya tidak hanya dirasakan di Indonesia , tapi sampai juga ke negeri Arab. Muridnya, Syekh Hasan Fad’ak, kawan Laurence of Arabiyah, dilantik menjadi penasehat agama Amir Faisal, saudara Raja Abdullah dari Yordania.

Neneknya, Ruqaiyah Hanum, adalah wanita Turki berdarah aristocrat yang menikah dengann Ungku Abdul Majid, adik Sultan Abu Bakar Johor (w. 1895) yang menikah dengan adik Ruqayah Hanum, Khdijah, yang kemudian menjadi Ratu Johor. Setelah Ungkul Abdullah Majid wafat (meninggalkan dua orang anak), Ruqayah menikah untuk yang kedua kalinya dengan Syekh Abdullah Al-Attas dan dikaruniakan seorang anak, Syekh Ali Al-Attas, yaitu bapaknya Muhammad Naquib.

Al-Attas adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Yang sulung bernama Syekh Hussein, seorang ahli sosiologi dan mantan Wakil Rektor Universitas Malaya, sedangkan yang bungsu bernama Syekh Zaid, seorang Insinyur kimia dan mantan dosen Institut Teknologi MARA. Syed Muhammad Nauqib Nauqib al-Attas adalah merupakan “bibit unggul” dilihat dari garis keturunya. Selama lima tahun pertama beliau dibimbing oleh kedua orang tuanya dan itu adalah merupakan penanaman sifat dasar didalam dirinya bagi kelanjutan hidupnya. Disamping itu, orang tuanya sangat religious dalam memberikan pendidikan dasar islam yang kuat kepadanya.

(11)

ISSN Jurnal Tawadhu: Syed Muhammad Nauqib al-Attas diajak orang tuanya migrasi ke malaysia ketika beliau berusia 5 tahun. Ngee Heng Primary School adalah sebuah sekolah atau sebuah lembaga pendidikan dasar dimalaysia dimana tempat beliau disekolahkan oleh keduaa orangnya dan beliau belajar disekolah ini dari usia 5 tahun sampai 10 tahun. Setelah belajar selama lima tahun disekolah tersebut, beliau kembali ke Indonesia dengan alasan Jepang menguasai Malaysia dan dilihat perkara itu juga, hal tersebut tidak menguntungkan terhadap perkembangannya.

Sekembalinya dari kota Jiran (Malaysia) beliau melanjutkan studinya dinegara kelahirannya di Indonesia yakni tepatnya di Sukabumi Jawa Barat. Beliau belajar disini selama 5 tahun dan disini pula beliau mulai mendalami dan beliau mendapatkan pemahaman tradisi Islam yang kuat, terutama tarekat. Hal ini didapatkan beliau karena pada saat itu sebuah tarekat sedang berkembang. Adapun nama sebuah tarekat yang sedang berkembang tersebut adalah tarekat Naqsabandiyah.

Syed Muhammad Nauqib al-Attas pernah belajar di sekolah meliter yakni sekembalinya dari Indonesia ke Malaysia karena disisi lain, beliau terusik untuk mengamalkan ilmu yang telah beliau dapatkan disukabumi Indonesia dimalaysia sebelum masuk kesekolah meliter. Beliau belajar sekolah meliter disebuah sekolah meliter yang bergensi di Inggris.

Pada tahun 1957 setelah Malaysia merdeka, al-Attas mengudurkan dirinya dari dunia meliter untuk beliau bisa melanjutkan studinya di Universitas Malaya. Beliau belajar disana kurang lebih selama 2 tahun. Selama 2 tahun belajar disana dan Berkat kecerdasan dan ketekunannya, beliau dikirim oleh pemerintah Malaysia untuk melanjutkan studinya di Institute of Islamic Studies, MacGiil, Canada. Dalam waktu yang singkat beliau berhasil menamatkan studinya dan mendapatkan gelar master. Serasa belum cukup dalam pendidikannya, beliau melanjutkan studinya di School of Oriental and African Studies Universitas London dan beliau menyelesaikannya salama 2 tahun.

Setelah menyelesaikan semua studinya, beliau kembali kemalaysia untuk pengabdian. Dengan memulai pada jabatan dijurusan Kajian Melayu

(12)

ISSN Jurnal Tawadhu: pada Universitas Malaya. Syed Muhammad Nauqib al-Attas juga berperan dalam Berdirinya sebuah Universitas Kebangsaan Malaysia karena beliau sangat intens dalam memasyarakatkan budaya melayu sehingga bahasa pengantar yang digunakan dalam Universitas tersebut adalah bahasa melayu. Dalam hal ini beliau bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai keislaman juga menggali tradisi Intelektual Melayu yang sarat dengan nilai Isalm.

b. Karya-karya Syed Nauqib al-Athas

Sepanjang pengembaraan intelektualnya, beliau sudah banyak mengeluarkan karya-karyanya. Antara lain karya-karyanya adalah :

1. Al-Raniry and the Wujudiyyah of 17th Century Aceh.

2. The Origin of the Malay Sha’ir in the History and Culture of the Malays dan Comments on the Re-examination of Raniri’s Hujjat al-Shiddiq: A Refutation The Mysticism of Hamzah Fansuri.

3. Islam the Concept of Religion and the Foundation of Ethics and Morality.

4. Prelimanary Thoughts on the Nature of Knowledge and the Definition and Aims of Education.

5. The Concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Education.20

c. Pemikiran Syed Nauqib al-Athas tentang Agama.

Dijelaskan oleh Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pindidikan Islam, telaah sistem pendidikan dan pemikiran para tokohnya bahwasanya Sumber dan metode ilmu Al Attas mengatakan bahwa ilmu datang dari Allah dan diperoleh melalui sejumlah saluran; indera yang sehat, laporan yang benar yang disandarkan pada otoritas, akal yang sehat dan intuisi.21

Dalam hal ini, penulis belum menemukan pembahasan langsung yang mengenai pokok pembahasan penulis yakni pemikiran beliau tentang agama. tapi disini penulis ingin menguraikan hal-hal yang terkait dengan pokok pembahasan tersebut. Dalam hal ini, dijelasakn oleh Ramayulis dan

20 Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pindidikan Islam, telaah sistem pendidikan dan pemikiran para tokohnya, (Jakarta : Kalam Mulia, 2009), hlm: 302.

(13)

ISSN Jurnal Tawadhu: Samsul Nizar, Filsafat Pindidikan Islam, telaah sistem pendidikan dan pemikiran para tokohnya yakni lima (5) hal yang terkait dalam agama khususnya agama Islam. Adapun lima hal tersebut adalah sebagai sumber dan metodologi islam (Agama) yakni 1). Indera-indera lahir dan batin. 2). Akal dan Intuisi. 3). Otoritas. 4). Proses epistemologi pencapaian makna.22

Penjelasannya Pertama, Indera-indera lahir dan batin. Dengan menyebutkan istilah “indera yang sehat” maka yang dimaksud adalah indera lahiriah yang meliputi perasa tubuh, pencium, perasa lidah, penglihatan dan pendengaran yang semua berfungsi untuk mempersepsi hal-hal partikular. Disamping itu diperkenalkan juga oleh Al Attas yakni dengan sebutan indera batin yang juga terdiri dari lima perangkat yaitu. Pertama, indera batin yang berhubungan dan menangkap segala yang ditangkap kelima indera lahir. Kedua, indera batin yang menyimpan hasil abstraksi indera bersama;estemasi. Ketiga, indera batin yang mampu membentuk opini tetapi hanya didasarkan pada penafsiran instinktif, sehingga amat mungkin salah, rekoleksi. Keempat, indera batin yang menyimpan hal-hal abstrak yang telah diterima oleh estimasi. Dan yang terakhir atau kelima, indera batin yang menjadi serana penghubung antara jiwa binatang.23

Kedua, Akal dan Intuisi. Intrigritas antara akal dan intuisi dalam epistemologi Islam merupakan sebuah keharusan. Sebab, diantara dua unsur diatas walaupun mempunyai karakteristrik berbeda, yaitu bila akal mengarah pada hal-hal intelligible yang diupayakan sedangkan intuisi mengarah pada hal-hal sensible yang dianugrahkan, akan tetapi merupakan unsur yang sama. Maksudnya bila akal merupakan salah satu sarana aktivitas jiwa yang tentunya berkaitan dengan ruh dan kalbu, maka intuisi juga merupakan hal yang sama. Dijelaskan juga, Tapi al- Attas disini tidak membatasi akal pada unsur-unsur inderawi, dan juga tidak membatasi intuisi pada pengenalan langsung, tampa perentara, oleh subjek yang mengenali tentang dirinya sendiri, keadaan sadarnya, diri-diri lain yang seperti dirinya, dunia lahiriah, hal-hal universal, nilai-nilai atau kebenaran-kebeneran

22

Ibid, hlm. 111-113 23 Ibid, hlm. 111-112

(14)

ISSN Jurnal Tawadhu: rasional. Intuisi juga sebagai pemahaman langsung akan kebenaran-kebenaran sebagai lawan dari ensensi. Dalam tingkatan yang lebih tinggi intuisi adalah intuisi terhadap eksistensi itu sendiri.24

Ketiga, Otoritas. Diterangkan bahwasanya Otoritas jenis pertama yang termasuk didalamnya sarjana,ilmuan dan orang-orang berilmu yang pada umumnya dapat dipersoalkan oleh nalar dan pengalaman. Tetapi otoritas jenis kedua bersifat mutlak. Otoritas pada akhirnya didasarkan pada pengalaman intuitif, yaitu baik yang terkait dengan tatananindera dan realitas inderawi, maupun yang dapat dalam realitas transendental, seperti intuisi pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi. Otoritas yang tertinggi dalam paradigma islam adalah Al-Qur’an kemudian al sunnah yang terbukti keabsahannya. Dengan demikian, paradigma islam memiliki ototitas yang bertingkat. Tentunya tingkat transidental dan mutlaknya yang menjadi posisi utuma dan selanjutnya menuju pada yang bersifat imanen relatif.25

Keempat, Proses epistemologi pencapaian makna. Makna adalah suatu bentuk citra aqliah yang ditunjukan oleh pengunaan suatu kata ungkapan atau lambang. Dijelaskan lagi, ketika kata, ungkapan atau lambang itu menjadi suatu gagasan dalam pikiran, maka ia disebut “sesuatu yang telah dipahami”. Masih terkait dangan pencapaian makna, unsur manusia adalah elemen yang menjadi titik sentral didalamnya. Karea itu manusia oleh Al-Attas didefinisikan sebagai “hewan rasional”. Rasional diambil dari kata nathiq, yang mengacu pada fakultas mengetahui, bawaan yang mampu memahami makna hal-hal universal dan yang merumuskan makna.26

C. Kesimpulan

1. Imam Al-Ghazali.

Nama asli dari Al-Ghazali adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Akan tetapi beliau lebih lazim dipanggil dengan nama Ghazali karena nama itu diambil dari kata Ghazalah nama

24 Ibid, hlm. 113 25

Ibid, hlm. 115 26 Ibid, hlm. 115-116

(15)

ISSN Jurnal Tawadhu: kampung kelahirannya. Al-Ghazali lahir pada tahun 450 H/ 1058 M, didesa Thus, diwilawah Khurusan Iran.. Pada hari senin tanggal 14 jumadatsaniyah 505 H/ 18 desember 1111 M al-Ghazali wafat. Beliau wafat pada usia 55 tahun, dan beliau dimakamkan disebelah tempat khalwatnya. Beliau adalah pemikir Islam yang menyandang gelar “Hujjatul Islam” (Pembela Islam), “Zainudin

(Hiasan Agama), “Bahrun Muqhriq”, dan lain-lain. Masa muda beliau

bertepatan dengan bermunculannya para cendikiawan, baik dari golongan bawah, menengah, sampai dari golongan elit. Sesama hidup beliau, beliu sudah banyak menulis buku, dan salah satu buku beliau yang terkenal dikalangan semua masyarakat yakni kitab Ihya Ulum al-Din ( Minghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Religius). Beliau mempelajari agama sejak beliu masih kecil dengan guru dikampung beliau. Setalah itu beliau hijrah ke jurjan dan menjadi santri Abu Nasr Ismail. Tidak beberapa lama mulailah beliau mengaji kepada Al-Juwany, salah seorang pemuka agama yang terkenal dengan sebuatan Imamul Haramain. Ditengah proses dalam hidupnya, beliau mengalami kebimbangan sehingga beliau mengasingkan diri. Dan singkatnya atas sekembalinya, beliau prihatin melihat keadaan masyarakat dan akhirnya beliau menulis kita Ihya untuk membantu masyarakat.

2. Syed Muhammad Naquib Al-Attas.

Syed Muhammad Nauqib al-Attas dilahirkan disebuah keluarga bangsawan, dan beliau Syed Muhammad Nauqib al-Attas dilahirkan pada tanggal 5 September tahun 1931 dibogor, Jawa Barat, Indonesia. Latar belakang keluarganya, dari kedua pihak baik dari pihak ayah dan maupun dari pihak ibu merupakan orang-orang dari berdarah biru. Masa proses dalam menuntut ilmu, beliau pindah-pindah. Awal mulai beliau menuntut ilmu didalam negeri, setalah itu diluar negeri, dan pulang kedalam negeri lagi. Karena ada ketidak sesuaian kondisi sehingga membuat beliau pulang ketanah asal. Setelah perkara atau masalah itu selesai, beliau kembali lagi keluar negeri untuk melanjutkan studynya dan sampai sekarang.

Di sini juga, penulis belum menemukan pembahasan langsung yang mengenai pokok pembahasan penulis yakni pemikiran beliau tentang Pendidikan agama. akan tapi disini penulis hanya menguraikan atau menyumpul

(16)

ISSN Jurnal Tawadhu: secara garis umum Pendidikan agama merupakan kunci yang tidak bisa diabaikan karena Pendidikan Agama merupakan salah satu faktor penunjang dalam pendidikan moral. Manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan tidak dapat terwujud secara tiba-tiba, melainkan melalui proses pendidikan yang panjang dan lama. Proses pendidikan itu berlangsung seumur hidup manusia baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Lingkungan sekolah sendiri merupakan tempat yang baik untuk kita mendalami ilmu agama, karena di lingkungan sekolahlah kita dapat menerima pendidikan yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian seorang manusia.

Daftar Pustaka

Hakim Abd Atang dan Saebani Ahmad Beni, Filsafat Umum; dari metodologi sampai teofilosofi, Bandung, CV PUSTAKA SETIA, 2008.

Ibnu Rusn Abidin, Pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Belajar, 1998.

Ismail Farid Fu’ad dan Mutawalli Hamid Abd, Cara Mudah Belajar Filsafat (Islam dan Barat),Yogyakarta, IRCiSoD, Cetakan Pertama, 2012.

Ramayulis dan Ali, Nizar, Filsafat Pindidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2009. Ramayulis dan Nizar Samsul, Filsafat Pindidikan Islam, telaah sistem pendidikan dan

pemikiran para tokohnya, Jakarta : Kalam Mulia, 2009.

Soleh Khudori, Filsafat Islam; Dari Klasik Hingga Kontemporer, Yogyakarta, AR_RUZZ MEDIA, 2013.

Surur Misbahus dkk, Agenda Santri PP. Al-Ihya ‘Ulumaddin (seputar biografi muasis, profil pesantren, kitab niat ingsun ngaji, dan kumpulan doa-doa) Jawa tengah (jateng) cetakan kedua, 2012.

Syadali Ahmad dan Mudzakir dalam buku merekanya yang berjudul Filsafat Umum; untukm IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung, CV PUSTAKA SETIA, 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Näin ollen tuomioistuimen näkemyksen mukaan on myös selvää, että näissä tapauksissa valtion toimiessa kolmannen valtion alueella, on sen taattava henkilölle

Kom selaku dosen pembimbing II, yang telah mendukung peneliti, memberikan motivasi kepada peneliti dan membantu memberikan arahan serta pendapat dalam proses

e) Kelurahan Koya Barat, Kelurahan Koya Timur, Kampung Koya Tengah, Kampung Holtekamp, dan Kampung Skouw Mabo terletak di Distrik Muara Tami. Kawasan peruntukan perumahan

Melaksanakan pencatatan dan pelaporan kegiatan kesling. Dokumen Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan 1)  Hasil Kerja : Tulis Hasil Kerja sesuai dengan uraian tugas.

diperkenalkan dalam buku ini sangat sesuai untuk digunakan pembelajar asing, terutama pembelajar Indonesia. Sebagian besar ungkapan dapat dipahami dengan mudah oleh

Terdapatnya faktor individual terapi, masing-masing individu berbeda dalam pengobatannya Tidak terdapatnya produk yang sesuai dengan yang diperlukan Terdapat perawatan dan

Dalam penelitian ini kenaikan minat dari tingkat sedang ketingkat tinggi hanya sebanyak 7 responden (46,7%) hal ini disebabkan hambatan WUS dalam menggunakan

Berdasa hasil penelitian metode bimbingan teman sejawat yang diterapkan dalam mata kuliah Praktik proses produksi I tidak memberikan hasil yang lebih baik dari pada