• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan

Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi

NOVRI HASAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni bersifat people centered, participatory, empowering, dan sustainable. Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan (Chambers dalam Kartasasmita, 1996).

Sektor pertanian sesungguhnya dapat menjadi strategi untuk recovery sekaligus memberikan landasan bagi perkembangan sektor riil dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia semenjak tahun 1997. Hal ini dibuktikan oleh daya hidupnya yang tinggi, ketika sektor-sektor lain ambruk. Salah satu ciri khas usaha pada sektor pertanian adalah melibatkan begitu banyak orang dengan pemilikan sumber daya dan keterampilan yang rendah, serta social network yang kurang mendukung, khususnya untuk memasuki ekonomi modern saat ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pengembangan network tersebut adalah melalui strategi pendekatan kelembagaan (Syahyuti, 2003).

Secara umum, kinerja ekonomi pedesaan yang didominasi usaha pertanian dan peternakan cenderung lemah, salah satunya, diindikasikan oleh rendahnya kapasitas kelembagaannya. Hal ini disebabkan antara lain oleh pelaksanaan program pembangunan pertanian yang tidak berbasiskan kelembagaan lokal yang telah ada, sehingga kondisinya semakin memudar. Introduksi kelembagaan dari luar yang terasa asing bagi masyarakat berimplikasi kepada lemahnya partisipasi masyarakat dalam kelembagaan tersebut. Akibatnya, partisipasi masyarakat secara keseluruhan lemah dalam aktifitas pembangunan (Syahyuti, 2003).

Dalam pengembangan pertanian, diperlukan kelembagaan petani yang kuat, yang bisa dibina dengan memperkuat kelembagaan ekonomi petani di pedesaan. Untuk itu diperlukan pendekatan yang efektif agar para petani dapat memanfaatkan program pembangunan yang ada secara berkelanjutan, melalui penumbuhan rasa memiliki, partisipasi, dan pengembangan kreativitas, yang disertai dukungan masyarakat lainnya sehingga dapat berkembang dan dikembangkan oleh seluruh masyarakat di pedesaan. Pengembangan ini diarahkan pada terbentuknya kelompok-kelompok, dan kerjasama

(3)

antar kelompok tani, sehingga terbentuk kelompok-kelompok produktif yang terintegrasi dalam kelembagaan koperasi (Bappenas, 2004).

Kelompok-kelompok di pedesaaan terbentuk karena adanya ikatan yang didasarkan pada kesamaan usaha, mempunyai tujuan mengelola usaha taninya atas dasar kebersamaan dan pemenuhan sarana usaha. Pembentukan kelompok ini mampu mendorong tumbuhnya kepekaan, kreativitas, inovasi, motivasi, solidaritas dan rasa tanggungjawab serta partisipasi anggota. Hal ini sejalan dengan pernyataan Lala dan Tonny (2007) kelompok tani merupakan kelembagaan masyarakat di pedesaan yang terbentuk karena adanya interaksi komunitas serta adanya pola kehidupan yang sejenis.

Gambaran keberadaan kelompok tani yang ada di Kabupaten Tebo umumnya mempunyai kegiatan disektor perkebunan, peternakan sapi, dan tanaman pangan. Sektor perkebunan dan peternakan untuk wilayah Kabupaten Tebo tidak dapat dipisahkan karena kedua kegiatan ini merupakan kegiatan yang saling mendukung dalam memberikan manfaat pendapatan keluarga kelompok tani.

Pada tahun 2006 Kabupaten Tebo memiliki jumlah lahan perkebunan karet 108.440 hektar dan kelapa sawit 30.917 hektar sedangkan populasi ternak besar di Kabupaten Tebo menurut jenisnya yaitu, sapi 21.767 ekor dengan jumlah produksi daging sebanyak 478.509 kg dan kerbau sebanyak 14.147 ekor dengan jumlah produksi daging sebanyak 268.874 kg (BPS Kabupaten Tebo, 2006). Data ini menunjukkan aktivitas usahatani kebun dan ternak banyak dilakukan masyarakat, dalam menjalankan aktivitas petani tergabung melalui wadah kelompok-kelompok tani.

Usaha yang dilakukan kelompok-kelompok tani di Kabupaten Tebo pada umumya terkendala oleh beberapa hal, seperti manajemen kelompok, penyediaan sarana produksi, modal usaha, jaringan kerjasama anggota kelompok dan sumberdaya manusia. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi kelompok tani adalah keterbatasan mereka dalam manajemen usahatani. Untuk itu diperlukan upaya dari seluruh komunitas dan stakeholder untuk menjadikan kelompok tani memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada.

Pembangunan ekonomi lokal merupakan kerjasama seluruh komponen masyarakat di suatu daerah (lokal) untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (sustainable economic growth) yang akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi (economic welfare) dan kualitas hidup (quality of life) seluruh masyarakat dalam komunitas (Syaukat, 2007).

(4)

Masyarakat Desa sebagai pelaku utama proses pemberdayaan dan pengembangan ditingkat lokal diharapkan lebih memahami kebutuhan dan permasalahan yang mereka hadapi sehingga mereka lebih mampu mengenali kebutuhan-kebutuhannya, merumuskan rencana-rencananya serta melaksanakan penanggulangan sosial-ekonomi secara mandiri dan berkelanjutan dengan menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi dan sumber daya lokal.

Berdasarkan hasil pemetaan sosial di Desa Giriwinangun Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo, lokasi ini merupakan daerah yang terbentuk berasal dari warga transmigrasi dari Jawa tepatnya Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1979. Petani di Desa ini dalam melaksanakan aktivitasnya tergabung dalam wadah kelompok tani. Pada awalnya usahatani masyarakat Desa Giriwinangun adalah dibidang perkebunan karet dan tanaman pangan. Kondisi kebun yang baru ditanami saat itu, membuat banyaknya tersedia rumput di lahan perkebunan hingga kemudian melalui bantuan pemerintah turut dikembangkan usaha ternak sapi yang digulirkan kepada anggota kelompok tani.

Pengembangan kebun karet masyarakat kini berhasil baik menjadi sumber pendapatan petani, terlebih telah tersedianya akses pemasaran berupa pasar lelang karet desa yang dikelola oleh koperasi Sumber Jaya. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap hasil pendapatan kaum petani kebun dengan bersaingnya harga jual kadar karet kering masyarakat.

Hingga sekarang selain dari kebun karet, kelompok tani Desa Giriwinangun juga mempunyai usaha ternak Sapi sebagai produk unggulan dalam peningkatan ekonomi keluarga. Pola pengembangan peternakan di Desa Giriwinangun adalah peternakan tradisional, tanpa mempelajari keterampilan dan belajar dari pengalaman. Hampir 75 persen masyarakat pekebun juga memelihara ternak yang tersebar di lima dusun yakni Dusun Pulung Jati Rejo, Dusun Karang Widodo, Dusun Wonoharjo, Dusun Tegal Ombo dan Dusun Sendang Sari. Namun para peternak yang ada di Desa masih melakukan pemeliharaan ternak secara perorangan dan dalam skala kecil (2 – 6 ekor), dan belum ada usaha dari kelompok untuk melakukan pengorganisasian anggota dalam pembibitan dan penggemukan ternak hingga dapat menjadi usaha yang menguntungkan.

Pembangunan dan pengembangan pertanian dan peternakan yang di lakukan masyarakat di Desa Giriwinangun, perlu mengidentifikasi alternatif pola-pola

(5)

pengembangan tani rakyat yang mempunyai skala usaha yang ekonomis yang mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga yang cukup memadai. Dalam perspektif kedepan, usaha tani ternak rakyat harus dapat lebih terarah dalam pengembangan agribisnis, sehingga ternak tidak hanya sebagai usaha sampingan tetapi hendaknya juga mengarah pada usaha pokok dalam perekonomian keluarga. Dengan kata lain, usaha ternak rakyat diharapkan menjadi pendapatan utama rakyat dan dapat memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga tani, seperti pada kegiatan ekonomi keluarga di sektor kebun karet.

Dengan demikian bertitik tolak dari kenyataan dan harapan diatas, bagaimana kelompok tani seharusnya menjadi solusi dari permasalahan bagi anggota, menjadi topik yang menarik untuk dikaji. Berdasarkan kondisi tersebut yang menjadi kajian “Bagaimana langkah-langkah strategis untuk penguatan kelompok tani dalam pemanfaatan sumberdaya dan upaya apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan praktek lapangan 1 pemetaan sosial dan praktek lapangan 2 evaluasi program pengembangan masyarakat, menunjukkan bahwa potensi sumberdaya lokal di Desa Giriwinangun berpeluang besar untuk dikembangkan jika pengelolaannya lebih baik dan kelembagaan kelompok tani dapat lebih diberdayakan. Salah satu kelompok yang ada adalah kelompok tani Karya Agung dengan aktivitas anggotanya bergerak di bidang usaha tani pada sektor perkebunan karet dan ternak sapi.

Kondisi perkebunan karet anggota kelompok tani Karya Agung relatif baik, ini dapat dilihat dari kondisi kebun yang telah berhasil selama 25 tahun menjadi andalan pendapatan keluarga kelompok tani. Namun dengan usia kebun yang sudah mulai tua sekitar 25 – 28 tahun, menjadi permasalahan tersendiri oleh masyarakat dengan mulai menurunnya produksi karena kondisi tanaman karet tersebut, hingga membutuhkan peremajaan. Selain memerlukan dana yang relatif besar dengan pengadaan bibit, pupuk dan perawatan, juga akan berimbas penurunan pendapatan secara drastis akibat peremajaan. Untuk itu perlu disiasati dengan penguatan penghasilan lain selain kebun. Potensi yang dimiliki anggota kelompok yaitu ternak sapi yang juga diusahakan masyarakat melalui wadah kelompok tani, melalui sub usaha ternak.

(6)

Kelompok tani Karya Agung memiliki anggota 50 orang, yang bertempat tinggal masih dalam satu jalan jalur (dusun) yang sama. Pada tahun 2008 kegiatan anggota kelompok yang masih berjalan yaitu pertemuan anggota yang tidak rutin, hanya bersifat kalau ada kebutuhan. misalnya, pertemuan pembicaraan penanggulangan pencurian ternak dan langkah-langkahnya. Selain itu di bidang perkebunan mereka juga melakukan pertemuan untuk membahas masalah kebutuhan peremajaan karet. Selain pertemuan, dalam masalah pencarian rumput untuk pakan ternak keluar desa terkadang para anggota kelompok secara bersama mencari rumput demi persediaan pakan ternak, mengorganisasi anggota saat penanggulangan penyakit ternak melalui vaksin.

Keterikatan antara anggota terhadap kelompoknya dirasakan lemah, ini terlihat dari : 1) Pengelolaan kebun dan ternak cenderung para anggota individual; 2) Kurangnya diskusi tentang pengetahuan, ketrampilan serta pengalaman dalam menghadapi masalah baik pada usaha kebun maupun ternak; 3) Tidak ada pembagian tugas baik pengurus maupun anggota kelompok; 4) Administrasi kelompok lemah dengan kurang jelasnya catatan pertemuan, invetarisasi kekayaan kelompok dan hasil pertemuan. Keterikatan anggota dan kelompok terlihat bila ada program pemerintah. Kelompok memfasilitasi pemberitahuan pada anggota dan sebagai wadah mengumpulkan anggota bila ada pembicaraan masalah bantuan.

Kendala yang dihadapi dalam berkebun karet selain kebutuhan peremajaan adalah sumberdaya manusia. Dalam menghasilkan produksi kadar karet kering (K3) seringkali petani kurang memperhatikan kualitas karet yang di hasilkan dengan banyaknya campuran kulit kayu karet (tatal) dan kandungan air yang banyak hingga berpengaruh terhadap harga karet yang dihasilkan. Akibatnya karet dibeli dengan harga murah oleh ‘toke’ (tengkulak pengumpul) dan penawar/pembeli karet di pasar lelang karet desa.

Kendala yang dihadapi dalam pengembangan ternak oleh kelompok tani Karya Agung adalah kurangnya minat anggota untuk menanam rumput pakan ternak pada lahan mereka. Ini dilatarbelakangi kurangnya pengetahuan anggota kelompok, dan penanaman rumput dinilai kurang mendatangkan keuntungan atau kurang bernilai ekonomis, lebih untung bila ditanami tanaman karet. Padahal keduanya bisa sejalan misalnya, dengan menanam rumput dipinggiran kebun dan pekarangan mereka. Petani lebih memilih mencari rumput jauh ke wilayah desa tetangga. Dampaknya mereka harus meluangkan waktu dan biaya transportasi tambahan untuk itu, yang berakibat

(7)

pada berkurangnya keuntungan usaha. Anggota kelompok menganggap ternak sebagai simpanan (tabungan) bila memerlukan dana, kurang berorientasi produksi karena hasil yang dapat dinikmati memerlukan waktu sampai ternak siap dijual. Kondisi ini sangat berbeda dengan usaha kebun karet yang mendatangkan penghasilan cepat dan terhitung bisa setiap minggu.

Kelompok tani Karya Agung seharusnya dapat berperan merumuskan suatu program kegiatan pemecahan masalah yang dihadapi secara berkelanjutan yang menimbulkan nilai tambah ekonomi dari kegiatan yang saling mendukung antara kebun dan ternak melalui program pengembangan. Dengan begitu tercipta pola hubungan yang saling menguntungkan berdasarkan prinsip “simbiosis mutualisme” dimana kebun dan ternak mendapatkan keuntungan, karena saling membutuhkan. Ternak membutuhkan rumput yang disediakan lahan kebun sedangkan kebun membutuhkan kompos yang dihasikan ternak sapi.

Kelembagaan kelompok tani Karya Agung kurang berfungsi, akibat design by top down approach, belum bersifat kolektif, kurangnya kerjasama, kurang inovasi dan kurang bersifat aktif mengorganisasikan anggota dalam memecahkan masalah yang ada. Kelemahan kelompok tani ini dapat dilihat dari lemahnya kepemimpinan pengurus, tidak ada pertemuan rutin dan kelemahan manajemen usahatani. Akibatnya kelompok belum berjalan sesuai dengan kaidah pemberdayaan masyarakat, belum memperhatikan sisi kemandirian dan keberlanjutan.

Potensi lahan di Desa Giriwinangun seluas 3.600 hektar, sebagian besar di manfaatkan untuk lahan Perkebunan seluas 3.286 hektar (91%). Lahan yang dimiliki oleh anggota dan pengurus kelompok tani Karya Agung sebanyak 588 hektar (16,3%). Bila dimanfaatkan secara efektif dan pola yang lebih terpadu, seharusnya lahan kebun dan ternak sapi dapat lebih berkembang menjadi andalan penghasilan untuk meningkatkan kesejahteraan.

Idealnya, kelompok tani seperti Karya Agung harus kuat dan bersifat aktif. Dengan kuatnya kelompok akan menghasilkan jaringan kerjasama yang baik sehingga anggota dapat menjadikan kelompok sebagai wadah saling tukar informasi, saling asah asih asuh dalam menghadapi permasalahan yang timbul pada pengembangan usaha kebun dan ternak. Kelompok dapat menjadi solusi dengan menggerakkan penanaman rumput, menggunakan pola pembagian kerja diantara anggota, berwawasan produksi untuk memaksimalkan usaha ternak yang berujung pada peningkatan pendapatan.

(8)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, rumusan masalah kajian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana masalah yang dihadapi oleh kelompok tani Karya Agung dalam mengembangkan usaha tani anggota ?

2. Potensi apa saja yang dimiliki kelompok tani Karya Agung dalam mengatasi permasalahan ?

3. Strategi apa yang dapat dikembangkan dalam penguatan kelompok untuk mengembangkan usahatani kelompok tani Karya Agung di Desa Giriwinangun Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo ?

1.3. Tujuan Kajian

Kajian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi kelompok tani Karya Agung dalam mengembangkan usaha kebun karet dan ternak sapi.

2. Mengidentifikasi potensi penguatan kelompok tani Karya Agung dalam rangka pengembangan usahatani anggotanya

3. Merumuskan strategi penguatan kelompok dan menyusun program pengembangan usahatani kelompok tani Karya Agung di Desa Giriwinangun Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo.

1.4. Kegunaan Kajian

Kegunaan dan manfaat yang diharapkan dari kajian ini adalah :

1. Untuk dapat menjadi bahan masukan bagi penguatan kelompok dan peningkatan ekonomi petani dalam kerangka pemberdayaan masyarakat oleh Pemerintah Kabupaten Tebo Provinsi Jambi.

2. Kajian ini dapat dijadikan model penguatan kelompok tani dalam meningkatkan pendapatan usaha oleh Kelompok tani Karya Agung Desa Giriwinangun Kabupaten Tebo.

3. bagi penulis, kajian ini dapat menambah pengetahuan tentang kondisi kelompok di pedesaan, permasalahan-permasalahan kelompok dan strategi yang dapat dilakukan untuk membantu penguatan kelompok tani.

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

Pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif, dan jika memungkinkan berdasarkan prakarsa komunitas (Gunardi dkk, 2007). Selain itu menurut Nasdian dan Dharmawan (2007) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat juga merupakan suatu perubahan yang terencana dan relevan dengan persoalan-persoalan lokal yang dihadapi oleh para anggota komunitas yang dilaksanakan secara khas dengan cara-cara yang sesuai dengan kapasitas, norma, nilai, persepsi dan keyakinan anggota komunitas setempat, dimana prinsip-prinsip recident participation dijunjung tinggi.

Program pengembangan masyarakat disusun secara partisipatif bersama masyarakat yang bertujuan memberdayakan masyarakat lokal. Prinsip pengembangan masyarakat dalam pelaksanaannya saling terkait, antara lain meliputi kemandirian, berkelanjutan, pembangunan terpadu, pemberdayaan, menghargai nilai-nilai lokal, serta partisipasi (Ife, 2002). Dengan demikian pemberdayaan masyarakat merupakan prinsip dari pengembangan masyarakat yang harus dilaksanakan.

Dalam terminologi pekerjaan sosial, menurut Dubois dan Milley (1992) pemberdayaan masyarakat merupakan suatu strategi dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan keberfungsian sosial. Keberfungsian sosial diartikan sebagai suatu situasi dimana orang bisa melaksanakan peran sesuai dengan status yang dimilikinya untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupannya sebagai individu, anggota kelompok maupun anggota masyarakat secara luas. Salah satu upaya untuk mengatasi disfungsi sosial adalah melalui strategi pemberdayaan.

Menurut kartasasmita (1996) salah satu strategi pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan sektor ekonomi bagi rakyat yang masih tertinggal. Hal ini dilakukan dengan cara pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang, pemberdayaan adalah upaya membangun daya itu dengan mendorong, memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya, kedua memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering) dengan menerapkan langkah-langkah nyata, penyediaan

(10)

berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya dan memanfaatkan peluang, ketiga melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah, pemberdayaan disini tidak hanya menyangkut pendanaan tetapi juga peningkatan kemampuan sumberdaya manusia.

Pemberdayan merupakan gerakan yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui partisipasi aktif atas dasar prakarsa komunitas. Strategi pemberdayaan masyarakat secara partisipatif merupakan strategi yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan karena kegagalan pembangunan seringkali terkait dengan kurangnya partisipasi masyarakat. Dalam kondisi yang demikian itu maka upaya peningkatan kemampuan dan kapasitas masyarakat merupakan strategi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif dalam peran yang tidak hanya terbatas sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai pengupaya, penilai dan pemelihara keberlanjutan pembangunan.

Dalam pemberdayan masyarakat, pendekatan kelompok merupakan pendekatan yang lazim digunakan. Kelompok dapat berperan dalam mengontrol suatu keputusan maupun kebijakan yang berpengaruh langsung kepada kehidupan komunitas. Pendekatan kelompok mempunyai kelebihan antara lain dapat mempercepat proses adopsi, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain (Vitayala 1986). Sedangkan Soekanto (2005), mengemukakan bahwa dalam kelompok terjadi hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan kesadaran untuk saling tolong-menolong berdasarkan kesamaan nasib, kepentingan dan tujuan sehingga hubungan antara anggota bertambah erat.

Berdasarkan konsep-konsep diatas, maka pengembangan komunitas petani juga perlu menggunakan pendekatan kelompok tani, agar terjadi hubungan timbal balik sesama anggota kelompok dan saling menolong berdasarkan kesamaan kebutuhan, kepentingan dan tujuan untuk mengembangkan potensi masyarakat.

2.2. Penguatan Kelembagaan

Penguatan kelembagaan dipandang perlu dimuat dalam tinjauan pustaka kajian ini, untuk memberikan pengertian bahwa kelompok tani merupakan bagian dari apa yang disebut dengan kelembagaan. Kelompok tani memiliki aturan yang disepakati, adanya struktur dan adanya tujuan yang mencirikan kelembagaan. Kelompok tani

(11)

merupakan kelembagaan yang terbentuk karena pengaruh luar komunitas atau terbentuk atas dorongan pemerintah, sehingga kondisi kelembagaan kelompok tani cenderung lemah. Untuk itu perlu penguatan dan pengembangan kelembagaan.

Pola pengembangan kelembagaan masyarakat agar semakin kuat perlu memperhatikan beberapa aspek, yaitu (1) Perbaikan struktur dan fungsi kelembagaan masyarakat, (2) Pemanfaatan informasi dan teknologi yang berimbang, (3) peningkatan program-program pendidikan dan pelatihan secara berkelompok, (4) meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana aktivitas kelembagaan, (5) memberdayakan dan memfasilitasi kelembagaan masyarakat informal, (6) Menciptakan pemimpin kelembagaan yang transformasional (Daryanto, 2004). Berdasarkan pemahaman tersebut, maka penguatan kelembagaan menurut Saharuddin (2000) adalah mencakup pengembangan kapasitas institusi dan kapasitas sumber daya manusia.

Penguatan kelembagaan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan dengan teknik-teknik sosial yang diturunkan dari penerapan teknologi partisipatif. Menurut Lala dan Tonny (2007), Penguatan kelembagaan pada aras komunitas di dalam satuan desa (community based development) merupakan upaya mengembangkan kelembagaan usaha-usaha produktif yang bersumber dari sinergi beragam kelembagaan di komunitas yang secara konsepsi disebut bonding strategy.

Proses ini berlanjut dengan upaya melakukan sinergi beragam kelembagaan antar komunitas yang dikonsepsikan sebagai bridging strategy dalam satuan kelembagaan antar komunitas. Demikian selanjutnya, proses itu perlu berkait dengan kerjasama pada aras pengembangan kelembagaan secara vertikal antar kelembagaan komunitas dengan kelembagaan pemerintah yang fokus untuk pelayanan dan keuangan publik. Proses ini menjadi media pula pengembangan kerjasama dengan beragam pihak. Strategi pada tahap ini disebut sebagai creating strategy.

Penguatan kapasitas kelembagaan kelompok tani dapat dilakukan dengan pendekatan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata. Seperti kekuatan sumber daya alam, sumber daya ekonomi, dan sumber daya manusia sehingga menjadi suatu kapasitas lokal. Dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi tantangan pengembangan potensi alam dan ekonomi setempat. Karena itu kebutuhan penting di sini adalah bagaimana mengembangkan kapasitas kelompok tani yang mencakup kelembagaan dan kapasitas sumberdaya manusia. Dalam konteks seperti itu pemerintah memiliki fungsi menciptakan strategi kebijakan

(12)

sebagai landasan bagi kelembagaan kelompok petani untuk mengembangkan kreativitasnya.

Kapasitas lokal yang dapat dikembangkan dalam penguatan kelompok tani Karya Agung di Desa Giriwinangun adalah sumberdaya ekonomi berupa kegiatan berkebun karet dan sumberdaya manusia (petani). Kebutuhan penting disini adalah bagaimana mengembangkan kapasitas kelompok yang mencakup kapasitas institusi dan sumberdaya manusia.

2.3. Kelembagaan dan Modal Sosial

Kelembagaan sosial merupakan terjemahan langsung dari istilah “social institution”. Akan tetapi ada pula yang menggunakan istilah pranata sosial untuk istilah “social institution” tersebut, yang menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat. Koentjaraningrat (1997) menyatakan bahwa kelembagaan sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya Polak (1966) mengungkapkan bahwa kelembagaan sosial merupakan suatu kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai yang penting. Kelembagaan itu memiliki tujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting.

Menurut Lala dan Tonny (2007) yang dikonsepkan sebagai kelembagaan sosial yaitu aktivitas manusia baik sadar maupun tidak dalam memenuhi kebutuhan hidup selalu diulang-ulang. Akhirnya aktivitas tersebut melekat dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan serta mengatur aktivitas manusia itu sendiri (menjadi norma yang dilandasi nilai-nilai budaya tertentu). Dalam arti aktivitas berulang ini menjadi bagian dari manusia dan masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup, prosesnya kemudian menjadi kerangka pengaturan untuk memenuhi kebutuhan yang terbentuk-tumbuh – berkembang – berubah – mati – berganti bentuk yang baru demikian seterusnya.

Dalam kelembagaan sosial tidak terlepas dari konsep modal sosial (Kapital sosial), yang secara umum dipahami sebagai bentuk institusi, relasi, dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas dari interaksi sosial dalam masyarakat.

(13)

Kapital sosial merupakan suatu sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world view), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan (Colletta dan Cullen, 2000).

Pandangan tersebut memberikan gambaran bahwa modal sosial dapat dilihat dari organisasi sosial ekonomi yang dapat mewujudkan pengembangan kapasitas lokal (locality capacity). Suatu kelompok akan menjadi modal sosial suatu komunitas yang dapat diandalkan sebagai suatu kekuatan sosial dalam bentuk energi yang tidak pernah habis dalam suatu komunitas (Rubin dan Rubin, 1992). Modal sosial yang merupakan suatu kesatuan sistem dalam organisasi atau kelompok mengandung empat dimensi sebagai berikut : Pertama, interaksi (integration) yaitu merupakan ikatan yang kuat antar anggota komunitas. Kedua, pertalian (linkage) merupakan ikatan dengan komunitas di luar komunitas asal. Ketiga, integrasi organisasional (organizational integrity) yang merupakan keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. Keempat adalah sinergi (sinergy) yang merupakan relasi antara pemimpin dan institusi pemerintah dengan komunitas (state community relations).

Dengan demikian modal sosial merujuk pada seperangkat norma, jaringan, dan organisasi yang orang akan memperoleh akses pada kekuasaan (power) dan sumber daya yang merupakan sarana yang memungkinkan pengambilan keputusan dan formulasi kebijakan. Modal sosial memfokuskan pada relasi antar agen-agen ekonomi dan cara-cara di mana organisasi formal dan informal dapat meningkatkan efisiensi ekonomi. Modal sosial mengimplikasikan bahwa relasi-relasi dan institusi-institusi sosial memiliki pengaruh eksternal yang bersifat positif.

Saat ini konsep modal sosial kemudian ditawarkan untuk memperkuat pengembangan usaha ekonomi rakyat termasuk dalam pengembangan usaha petani peternak. Modal sosial sebagai suatu sistem dalam masyarakat memegang peranan penting dalam maju atau mundurnya perekonomian masyarakat. Dengan demikian pada kajian strategi penguatan kelompok tani, modal sosial dianggap sebagai modal yang

(14)

sangat penting dan mendukung penguatan kelompok bagi sektor usaha kebun dan ternak di pedesaan dalam skala kecil dan rumah tangga.

2.4. Kelompok Tani

Kelompok dalam suatu komunitas mencerminkan adanya dinamika tindakan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Darmajanti (2004) menjelaskan bahwa kelompok sebagai gambaran kehidupan berorganisasi suatu komunitas merupakan refleksi dinamika tindakan kolektif warga dalam mengatasi masalah bersama, termasuk peningkatan pendapatan rumah tangga di komunitas.

Pemberdayaan masyarakat akan lebih efektif jika dilakukan dengan pendekatan kelompok karena dalam kelompok ada kebersamaan, kesamaan kepentingan serta tujuan sehingga keinginan yang diharapkan lebih cepat tercapai. Adanya kekuatan dalam menolak keputusan serta kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan lebih baik jika dilakukan dalam kelompok. Keputusan yang diambil akan lebih menyeluruh sehingga mengurangi tingkat kesenjangan antara masyarakat dengan pengambil kebijakan. Salah satu kelompok yang dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat adalah kelompok tani.

Kelompok diartikan sebagai suatu sistem yang diorganisasikan dari dua orang atau lebih yang saling berhubungan sehingga sistem tersebut melakukan beberapa fungsi, memiliki seperangkat standar hukum, peranan antara anggotanya dan mempunyai seperangkat norma yang mengatur fungsi kelompok dan masing-masing anggotanya (Mc. David dan Karari dalam Effendi, 2001). Di dalam kelompok terjadi suatu dialogical encounter yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan solidaritas kelompok. Anggota kelompok menumbuhkan identitas seragam dan mengenali kepentingan mereka bersama.

Pemahaman terhadap kelompok bila diterapkan kepada kelompok tani memberikan pengertian bahwa kelompok tani adalah sejumlah petani yang mempunyai kaitan antar hubungan satu dengan yang lainnya atas dasar keserasian dan kebutuhan yang sama, terikat secara informal dalam suatu wadah kelompok, dan mempunyai aktifitas sama dalam hal tani, umpamanya dalam hal kebun dan pemeliharaan ternak .

Kelompok tani bisa dikategorikan sebagai wujud kelembagaan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini dapat dilihat dari aspek produksi, distribusi dan

(15)

pengolahan hasil. Walaupun aspek distribusi dan pengolahan hasil biasanya dilakukan oleh pihak lain, namun untuk memperkuat posisi tawar petani di dalam mengembangkan kemandiriannya maka kedua aspek tersebut selayaknya dikelola melalui kelompok.

Interaksi kelompok tani tidak terlepas dari komunikasi yang terbangun dari kelompok itu dan seharusnya kelompok dijadikan wadah untuk memecahkan masalah yang dirasakan para anggotanya. komunikasi kelompok harus berfungsi dalam situasi-situasi pemecahan masalah dan pengambilan keputusan untuk dapat merumuskan atau mengungkapkan suatu penilaian.

Salah satu model dalam upaya pemberdayaan kelompok perlu dilakukan melalui tiga hal yaitu: pertama rekayasa sosial dengan penguatan kelembagaan tani, kelembagaan penyuluh dan pengembangan sumberdaya manusia; kedua rekayasa ekonomi dengan pengembangan akses permodalan, sarana produksi dan pasar; dan

ketiga rekayasa teknologi melalui kesepakatan gabungan antara teknologi anjuran dan kebiasaan petani.

2.5. Analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, and Threats)

Subroto (2001) menjelaskan bahwa SWOT adalah sebuah teknik yang sederhana, mudah dipahami, dan juga bisa digunakan dalam merumuskan strategi-strategi dan kebijakan-kebijakan untuk pengelolaan pegawai administrasi (administrator). Berdasarkan pengertian tersebut, SWOT dalam konteks pengembangan masyarakat merupakan sebuah teknik yang sederhana, mudah dipahami dan juga bisa digunakan dalam merumuskan strategi-strategi dan kebijakan untuk melakukan pengembangan masyarakat.

Analisis SWOT dilakukan dengan mengidentifikasi Kekuatan dan kelemahan yang berasal dari faktor internal kelembagaan kelompok petani peternak, serta mengindentifikasi kesempatan dan ancaman yang berasal dari faktor eksternal yaitu dari pihak luar.

Lebih lanjut menurut Subroto (2001) berdasarkan analisis SWOT tersebut cara-cara serta tindakan yang diambil, proses pembuatan keputusan harus mendukung dan mempunyai prinsip berikut ini, kembangkan kekuatan, minimalkan kelemahan, tangkap kesempatan dan peluang, dan hilangkan ancaman.

(16)

Menurut Rangkuti (2002) analisis SWOT, adalah proses identifikasi berbagai aktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengambilan keputusan. Dalam analisis SWOT ini dilakukan dengan wawancara kepada petani dan aparat pertanian serta orang yang dianggap mengetahui penelitian, untuk mengumpulkan berbagai informasi yang selanjutnya dilakukan diskusi untuk merumuskan strategi pengembangan. Analisis SWOT yang digunakan meliputi faktor internal strenghts

(kekuatan) dan weaknesses (kelemahan) serta faktor eksternal opportunities (peluang)

dan threats (ancaman) yang dihadapi daerah yang bersangkutan.

2.6. Indikator Kemandirian Kelompok

Indikator keberhasilan perlu digunakan, menurut syaukat dan sutara (2007) indikator keberhasilan adalah dengan cara membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilaksanakannya upaya pembangunan. Bila terdapat perbaikan yang cukup berarti dalam indikator-indikator tersebut maka dapat dikatakan bahwa telah terdapat hasil yang positif. Dalam proses pemberdayaan dan pengembangan masyarakat juga memerlukan indikator keberhasilan.

Menurut Suharto (2006) untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang/kelompok itu berdaya atau tidak. Hingga segenap upaya dapat dikosentrasikan pada aspek apa saja dari sasaran perubahan.

Sumodiningrat (1999) juga mengemukakan indikator meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi sosial dengan kelompok lain. Keberhasilan kelompok dalam melaksanakan usahanya dapat disebabkan adanya kesadaran atas permasalahan yang dihadapi kelompok, adanya pengetahuan tentang potensi dan kelemahan yang dimiliki kelompok dan adanya kemampuan untuk menentukan pilihan terhadap alternatif usaha yang ada.

Peningkatan pendapatan dan penghasilan kelompok tani tidak terlepas dari faktor pengaruh kekuatan yang dimiliki kelompok. Bila kelompok dalam kondisi yang kuat maka akan berdampak pada peningkatan produktifitas anggota. Menurut Bappenas (2004) indikator yang bisa digunakan untuk mengukur suatu kelompok berhasil yaitu :

(17)

a. Dalam meningkatkan ketrampilan yaitu orientasi kegiatan berdasarkan kebutuhan dan mengadakan pertemuan rutin yang berkelanjutan untuk mendiskusikan pengetahuan dan ketrampilan, serta pengalaman dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan teknologi, budidaya, penyediaan sarana produksi, pemasaran, dan analisis usaha. mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AD/ART, administrasi, dan kerjasama yang baik secara berkelompok. b. Pengembangan sebagai unit produksi yaitu merencanakan dan menentukan pola

usaha yang menguntungkan berdasarkan informasi yang tersedia dalam bidang teknologi, sosial, pemasaran, sarana produksi, dan sumberdaya alam. Menyusun rencana usaha seperti: Rencana Definitif Kelompok (RDK), dan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), termasuk rencana permodalan, gerakan bersama. c. Melaksanakan kegiatan untuk kepentingan bersama seperti menerapkan teknologi

tepat guna yang telah disepakati, pengadaan sarana produksi, pemasaran, pemberantasan hama penyakit, pelestarian sumberdaya alam, dan lain sebagainya. d. Sebagai Wahana Kerjasama yaitu mengadakan pembagian tugas, baik pengurus

maupun anggota kelompok, sehingga seluruh anggota kelompok bisa berperan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompoknya. Dan menjalankan administrasi kelompok secara tertib, meliputi catatan anggota kelompok, inventarisasi kekayaan kelompok, hasil-hasil pertemuan, keuangan, surat-menyurat, buku tamu.

e. Sebagai kelompok usaha yaitu menganalisis potensi pasar dan peluang untuk mengembangkan komoditas dan meningkatkan kelompok menjadi kelompok usaha bersama agribisnis (KUBA).

Berdasarkan praktek lapangan pemetaan sosial dan evaluasi program, kondisi kelompok tani Karya Agung ialah juga berorientasi pada kebutuhan, namun belum ada pertemuan rutin. Dalam menghadapi masalah, anggota menyelesaikan secara individu. Belum pada tahapan merencanakan dan menentukan pola usaha yang menguntungkan, kurang terjalin kerjasama dalam menerapkan teknologi tepat guna untuk memanfaatkan sumberdaya dan pemasaran serta tidak tampak pembagian tugas antara pengurus dan anggotanya.

2.7. Manajemen Kelompok

Manajemen mempunyai pengertian yang luas, terutama cara mengelola sumberdaya manusia. Handoko (1987) mengemukakan bahwa manajemen mencakup fungsi-fungsi perencanaan (penetapan apa yang akan dilakukan), pengorganisasian (perancangan dan penugasan kelompok kerja), penyusunan personalia (penarikan, seleksi, pengembangan, pemberian kompensasi dan penilaian prestasi kerja), pengarahan (motivasi, kepemimpinan, integrasi, dan pengelolaan konflik), dan pengawasan.

(18)

Menurut Flippo dalam Handoko (1987) yang dimaksud dengan manajemen sumberdaya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumberdaya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat.

Pemahaman manajemen sumberdaya manusia dapat digunakan sebagai pengembangan sumberdaya manusia oleh kelompok tani Karya Agung, agar tercapai tujuan-tujuan anggota untuk dapat menguatkan kelompok tani Karya Agung. Keberhasilan pengelolaan organisasi kelompok tani sangat ditentukan kegiatan pendayagunaan sumberdaya manusia.

Penguatan kelompok itu sendiri selain mencarikan program dan strategi pemecahan masalah usaha kebun dan ternak yang dihadapi anggota, juga dapat melakukan pengembangan sumberdaya manusia melalui pembinaan, pendampingan maupun pelatihan manajemen kelompok. Pelaksanaan pengembangan harus sesuai dengan situasi dan kondisi anggota kelompok tani Karya Agung.

2.8. Kerangka Pemikiran

Untuk kepentingan kajian ini, pengertian penguatan kelompok merujuk pada konsep yang diutarakan Sumpeno dan Darmajanti. Maka defenisi penguatan kelompok dapat diartikan pengembangan kapasitas mencakup peningkatan pengetahuan, membangun kerja kelompok, jaringan dan kemampuan individu serta organisasi agar terbangun sinergi antar pelaku untuk mengatasi masalah secara bersama, sehingga tujuan dapat dicapai lebih efektif dan efisien yang berdampak pada peningkatan penghasilan.

Pengembangan masyarakat merupakan suatu perubahan yang terencana dan relevan dengan persoalan dan masalah lokal yang dihadapi oleh para anggota kelompok Tani Karya Agung yang dilaksanakan secara khas dengan cara-cara yang sesuai dengan kapasitas, norma, nilai, persepsi dan keyakinan anggota kelompok dimana prinsip partisipasi dikedepankan.

Masalah yang dihadapi kelompok tani Karya Agung adalah permasalahan kelemahan kelompok dalam pengembangan manajemen dan usaha anggota kelompok tani, kwalitas sumberdaya manusia yang rendah dan jaringan kerjasama anggota

(19)

kelompok. Untuk dapat memecahkan masalah harus diketahui potensi yang dimiliki kelompok agar dapat digunakan untuk menyusun langkah-langkah penguatan kelompok. langkah-langkah dilakukan melalui perumusan strategi yang dapat dikembangkan dalam penguatan kelompok untuk mengembangkan usaha. Kajian ini tidak terlepas dari langkah-langkah pengembangan kapasitas kelompok yang berkelanjutan dalam upaya meningkatkan pendapatan yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yang mempengaruhi penguatan kelompok tani meliputi potensi lahan atau sumberdaya alam yang tersedia, kapasitas kelompok baik pengurus dan anggota dalam melaksanakan fungsi dan juga mencakup partisipasi anggota dan pengurus. Modal sosial yang ada antara para anggota, pengurus dan masyarakat berupa kepercayaan, jejaring yang terbangun dan nilai/norma yang berlaku. Karakteristik anggota yaitu pengetahuan yang dimiliki komunitas petani, ketrampilan dalam menjalankan kegiatan usaha ternak.

Faktor eksternal yang mempengaruhi Kelompok tani meliputi faktor-faktor yang datang dari luar yaitu Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan dan perikanan berikut jajaran dibawahnya termasuk petugas peternakan di Kecamatan, pendidikan dan pelatihan tentang usaha peningkatan kapasitas kelompok, bimbingan PPL, kelembagaan lain atau dinas terkait yang mempunyai hubungan pengembangan kapasitas kelompok serta dunia usaha (swasta) yang terlibat dalam usaha tani (kebun dan ternak) dan pola kerjasama yang berlaku pada komunitas desa, serta akses pemasaran hasil kebun dan ternak yang dimanfaatkan oleh kelompok tani Karya Agung Desa Giriwinangun.

Potensi kelompok, faktor internal dan eksternal mempengaruhi strategi penguatan kelompok tani Karya Agung hingga dapat mencapai kelompok tani yang dikategorikan berhasil dengan ukuran indikator yang dipakai yaitu manajemen usahatani yang baik, meningkatnya ketrampilan kelompok tani, perencanaan pola usaha yang menguntungkan, meningkatnya kerjasama, mampu menganalisis potensi dan peluang.

Faktor-faktor eksternal dan internal, berpengaruh terhadap permasalahan yang dihadapi oleh kelompok tani. Dari beberapa permasalahan yang diidentifikasi kemudian dipilih masalah prioritas yang paling mendesak dan paling memungkinkan yang ditangani sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki oleh petani peternak. Faktor-faktor

(20)

tersebut akan dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT kualitatif bersama komunitas kelompok tani sehingga menghasilkan alternatif rancangan strategi hingga menghasilkan strategi penguatan kelompok tani.

Penguatan kelompok tani diharapkan akan mencapai suatu keadaan kelompok yang berhasil dengan indikator manajemen usahatani yang baik, meningkatnya ketrampilan kelompok tani, melakukan perencanaan pola usaha yang menguntungkan, meningkatnya kerjasama antara anggota kelompok dan dengan pihak luar kelompok, untuk pengembangan usaha serta mampu menganalisis potensi dan peluang yang ada pada kelompok tani itu sendiri.

Tujuannya dari rancangan program strategi penguatan kelompok tani adalah terwujudnya peningkatan pendapatan dan penghasilan anggota melalui usahatani, yang ditandai dengan peningkatan dan pengembangan manajemen usahatani, jaringan kerjasama anggota kelompok, serta peningkatan pengetahuan sumberdaya manusia dalam proses produksi yang efektif. Usahatani yang dikembangkan adalah usahatani yang terintegrasi antara kebun karet dan ternak sapi kedua usaha ini saling mendukung sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal. Dengan dampak yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, khususnya anggota kelompok tani Karya Agung. Secara lebih ringkas, kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

(21)

Gambar 1 : Kerangka berpikir Penguatan Kelompok Tani Karya Agung kelompok tani yang berhasil,

indikator :

- Manajemen usahatani baik - Meningkatnya ketrampilan

kelompok tani

- Perencanaan pola usaha yang menguntungkan - Meningkatnya kerjasama - Mampu menganalisis

potensi dan peluang

Peningkatan penghasilan dan kesejahteraan Integrasi usahatani Kebun dan Ternak Strategi penguatan

kelompok tani Masalah

1.Pengembangan manajemen dan usaha anggota kelompok tani

2.Sumberdaya Manusia 3.Jaringan kerjasama anggota

Faktor Internal - Lahan/SDA - Modal sosial - Kepercayaan - Jejaring - Nilai/norma - Kapasitas kelompok - Karakteristik anggota - Pengetahuan - ketrampilan Faktor Eksternal - Dinas Perkebunan - Dinas Peternakan dan Perikanan - Bimbingan PPL - Kelembagaan lain :

Dinas terkait, bank, Swasta. - Pendidikan dan pelatihan - Akses pemasaran -Potensi yang dimiliki kelompok

(22)

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Strategi Kajian

Batas-batas kajian atau penelitian menurut Spradly (dalam Sugiyono, 2005) terdiri dari yang paling kecil, yaitu situasi sosial (single social situation) sampai masyarakat luas yang paling kompleks. Adapun yang menjadi batas-batas kajian ini adalah sekelompok masyarakat, yaitu kelompok tani Karya Agung yang bertempat tinggal di Desa Giriwinangun Kabupaten Tebo.

Rancangan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan pilihan strategi studi kasus. Menurut Moleong (2005) penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, tindakan secara holistik. Kajian ini bersifat deskripsi evaluasi sumatif yaitu berupaya untuk memahami ciri-ciri dan sumber masalah. Pertama, kajian ini berupaya menjelaskan bagaimana kelompok tani di Desa Giriwinangun dalam pengembangan manajemen dan usaha anggota kelompok tani, meningkatkan pengetahuan anggota melalui peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, dan jaringan kerjasama anggota kelompok yang baik, serta mengidentifikasi faktor dan peluang pemecahan masalah yang berhubungan dengan penguatan kelompok tani. Langkah berikutnya berusaha menemukan rancangan strategi dalam penguatan kelembagaan kelompok tani.

Alasan menggunaan penelitian kualitatif karena studi ini membahas aspek perilaku dan dinamika kelompok yang sangat kompleks. Penelitian terhadap kesatuan sosial dipilih sebagai bahan kajian terhadap agregat sosial yang lebih luas, tetapi hubungan antara kesatuan sosial tersebut dengan total populasi tidak dapat ditaksir. Kesimpulan yang dihasilkan dalam kajian ini hanya akan berlaku pada komunitas desa yang dikaji atau lokasi yang memiliki kondisi yang sama dengan lokasi kajian. Walaupun demikian diharapkan kesimpulan-kesimpulan yang akan dihasilkan dapat memberikan arti penting dalam pengembangan kelompok tani baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat.

(23)

3.2. Lokasi dan Waktu

Lokasi kajian pengembangan masyarakat dilakukan di Desa Giriwinangun Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo Provinsi Jambi, dengan komunitas subjek kelompok tani Karya Agung. Pemilihan terhadap desa tersebut dilakukan secara ”purposive” yakni pemilihan secara sengaja dengan maksud menemukan desa yang relevan dengan tujuan penelitian, pemilihan lokasi dilatari pertimbangan sangat cocok dengan pengembangan masyarakat karena kondisi kelompok tani Karya Agung yang lemah. Walau mempunyai komoditas unggulan lahan perkebunan karet relatif luas dan ternak sapi, namun belum mampu untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga petani.

Kajian pengembangan masyarakat dilakukan dalam serangkaian kegiatan yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama dilakukan pada saat Praktek Lapangan I (Pemetaan Sosial) pada bulan Februari 2008, tahap kedua dilakukan pada saat Praktek Lapangan II (Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat) pada bulan Juni 2008, dan tahap ketiga kegiatan Kajian mendalam Pengembangan Masyarakat. Jadwal kegiatan pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 : Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat

2008 2009

NO. JENIS KEGIATAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 1. Pemetaan Sosial Desa (PL 1)

2. Evaluassi Program (PL 2) 3. Penyusunan Proposal Kajian 4. Seminar Proposal Kajian 5. Penulisan Laporan

6. Pengumpulan Data di Lapangan 7. Analisis Data

8. Bimbingan Penulisan 9. Seminar dan Ujian 10. Perbaikan Laporan

(24)

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam kajian adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari responden dan informan, yaitu pengurus, anggota kelompok tani Karya Agung, masyarakat Desa, dan informan baik formal maupun informal. Informan dimaksud adalah kepala desa dan perangkatnya, PPL Kecamatan, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD), dan Tokoh Masyarakat. Data dan informasi dikumpulkan melalui hasil pengamatan lapangan, observasi, wawancara dan FGD. Data sekunder, ialah data yang diperoleh dari data statistik, litetarur dan laporan data base yang diperoleh dari instansi terkait dan data pendukung di tingkat desa maupun kecamatan.

Peneliti juga melakukan pengamatan berperan serta mengamati prilaku anggota kelompok tani dalam melakukan kegiatan berkebun dan pemeliharaan ternak sapi potong. Tujuannya untuk mengetahui kapasitas kelompok dan kinerja kelompok. Wawancara mendalam dilakukan dengan responden dan informan untuk menjaring data tentang profil kelompok dan usaha tani serta permasalahan yang dihadapi.

Teknik pengumpulan data primer secara lebih rinci dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Observasi dan Pengamatan Berperan Serta.

Merupakan metode perolehan informasi yang mengandalkan pengamatan langsung dilapangan, baik yang menyangkut obyek, kejadian, proses, hubungan maupun kondisi masyarakat. Tujuannya untuk mengetahui secara nyata aktivitas pengelolaan kebun karet dan pemeliharaan ternak sapi yang dilakukan anggota kelompok tani Karya Agung di Desa Giriwinangun.

2. Wawancara Mendalam

Menggali informasi dari kelompok tani, PPL, aparat desa untuk digunakan sebagai kajian. Pencarian responden dan informan bertujuan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi yang diperlukan. Wawancara dilakukan dengan 12 orang anggota kelompok tani yang diambil dari kelompok tani Karya Agung mengenai permasalahan yang dihadapi dan upaya yang telah lakukan. Selain itu kepada responden juga diberikan pertanyaan dalam bentuk kuisioner tertutup. Informan adalah pihak luar subjek kajian yang mempunyai informasi tentang usaha tani ternak.

(25)

3. Focus Group Discussion (FGD)

FGD merupakan suatu forum yang dibentuk untuk saling membagi informasi dan pengalaman diantara para peserta diskusi dalam kelompok tani Karya Agung untuk membahas satu masalah yang telah terdefenisikan sebelumnya. Secara metodologis dilakukan karena ada keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami oleh metode survey atau wawancara individu saja dan untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam relatif singkat. FGD bertujuan untuk membahas rancangan strategi dan rancangan program penguatan kelompok tani Karya Agung berdasarkan masalah dan kebutuhan yang diidentifikasi bersama oleh para peserta. Selama diskusi, para peserta yang terdiri dari PPL Pertanian perkebunan, PPL Peternakan, perwakilan aparat desa, pengurus beserta Anggota Kelompok tani Karya Agung mengungkapkan permasalahan dari sudut pandang masing-masing untuk diidentifikasi. Selanjutnya dibuat kesepakatan bersama mengenai prioritas masalah kemudian dicarikan alternatif strategi pemecahannya dan dengan kesepakatan bersama pula ditentukan strategi prioritas. Data dan teknik pengumpulannya tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 : Tujuan, Jenis Data, Sumber Data dan Metode Analisis Lapangan di Desa Giriwinangun Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo

No. Tujuan Jenis Data Sumber Data Metode Analisis

1. Mengidentifikasi Data peta sosial desa, Laporan PL 1, - Deskriptif dan menganalisis Sistem ekonomi lokal, observasi, wawancara - FGD permasalahan yang dan masalah-masalah dengan anggota dan

dihadapi kelompok pengembangan usaha pengurus kelompok tani Karya Agung tani ternak, sumber- tani Karya Agung. dalam mengembang daya lahan

kan usaha kebun Dan ternak sapi

2. Mengidentifikasi Lingkungan usaha Anggota kelompok tani

potensi pengembang faktor internal dan Karya Agung, perang- SWOT kualitatif an usaha kelompok eksternal, monografi kat desa, Dinas

Tani Karya Agung desa, data perkebunan, terkait, PPL, laporan dalam rangka me- peternakan PL 2, wawancara,

nguatkan kelompok observasi.

tani.

3. Menyusun strategi Permasalahan yang di- Kelompok tani Karya - SWOT kualitatif penguatan kelompok hadapi anggota kelom- Agung, aparat desa, - FGD

dan menyusun pro- pok tani, kebutuhan masyarakat, dinas gram pengembangan petani, Program yang terkait, PPL. Usahatani kelompok di inginkan kelompok

tani Karya Agung tani, faktor internal Desa Giriwinangun dan eksternal.

(26)

3.4. Metode Analisis Data

Untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi Kelompok tani Karya Agung dalam pengembangan manajemen dan usaha anggota kelompok tani, sumberdaya manusia, jaringan kerjasama anggota kelompok, digunakan analisis deskriptif secara kualitatif dan Focus Group Discussion (FGD). Dengan metode tersebut diharapkan permasalahan yang ada pada kelompok tani Karya Agung Desa Giriwinangun dapat diketahui dengan jelas dan yang benar-benar dirasakan anggota kelompok. Sedangkan untuk mengidentifikasi potensi pengembangan usaha kelompok tani Karya Agung dalam rangka menguatkan kelompok tani dan mengatasi permasalahan menggunakan analisis SWOT kualitatif yaitu dengan mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) agar diketahui potensi yang dimiliki kelompok tani Karya Agung.

Data yang telah dikumpulkan menggunakan teknik diatas di analisis. Data tersebut terlebih dahulu dipilah, dikategorikan, dan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan analisis. Cara penyajian melalui tabel dan gambar digunakan untuk membantu penyajian hasil analisis data tersebut. Pemilahan data dilakukan dengan cara melengkapi dan mentransformasi data mentah yang ditulis dalam catatan lapangan sehingga menjadi laporan yang sistematis, dan melengkapi informasi yang terkumpul dengan sumber-sumber lain yang mendukung.

Penyusunan rancangan strategi penguatan kelompok dan penyusunan program pengembangan usaha kelompok tani Karya Agung menggunakan analisis SWOT kualitatif dengan unit analisis sistim kelembagaan kelompok dalam usaha kebun dan ternak sapi. Langkah yang ditempuh dengan mengindentifikasi lingkungan komunitas kelembagaan kelompok tani Karya Agung yang terdiri dari faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan ancaman) dalam pengembangan usaha melalui penguatan kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi ini digali melalui panduan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada responden.

Hasilnya, dibahas dalam FGD untuk mendapatkan tanggapan dari peserta FGD dengan bentuk penolakan, persetujuan maupun penambahan. Selanjutnya disusun alternatif rancangan strategi yang memungkinkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh kelompok tani Karya Agung.

(27)

3.5. Rancangan Program Pengembangan Masyarakat

Penyusunan rancangan program pengembangan masyarakat dilaksanakan secara partisipatif yang dihasilkan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan mengutamakan peran serta Kelompok tani Karya Agung sebagai subjek pengembangan masyarakat.

Penyusunan rencana program dengan menentukan tujuan, sasaran kegiatan, waktu, pelaksana, penanggung jawab, sistem sumber dan peran yang bisa dilakukan. Program yang dirancang meliputi jenis kegiatan, tujuan, indikator, sasaran dan pelaksana program. Program tersebut harus sesuai dengan potensi yang ada serta disesuaikan dengan tujuan utama yaitu peningkatan ekonomi melalui penguatan kelompok tani. Penulis bertindak sebagai fasilitator FGD, bertugas untuk mengarahkan dan membangun pastisipasi dari komunitas sehingga berjalan pastisipatif.

(28)

IV. PETA SOSIAL DESA GIRIWINANGUN

4.1. Lokasi

Desa Giriwinangun terletak di ketinggian antara 100 sampai dengan 499 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan tanah 72 Ha 0 - 2%, 531 Ha 3 - 15% dan 2.986 Ha dengan kemiringan 16 – 40%. Desa Giriwinangun secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo Provinsi Jambi. Jarak terdekat ke Ibukota kecamatan Karang Dadi adalah 17 kilometer dengan waktu tempuh + 20 menit, menggunakan kendaraan ojeg dengan biaya + Rp. 5000,-. Jarak terdekat ke Ibukota kabupaten Muara Tebo sejauh 31 kilometer dengan waktu + 30 menit dengan menggunakan kendaraan umum (Angdes) dengan biaya + Rp. 5.000,-. Jarak tempuh ke Ibukota Provinsi sejauh 241 kilometer dengan waktu + 5 jam dengan menggunakan kendaraan Umum (Travel) dengan biaya + Rp. 60.000,-. Jarak desa dengan Ibukota kecamatan, Kabupaten dan Provinsi disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 : Jarak Desa Giriwinangun Dengan Pusat Kota

No Posisi dengan Jarak (Km) Waktu Tempuh

(menit) Sarana Transportasi 1. Ibukota kecamatan 17 Km 20 ojek

2. Ibukota Kabupaten 31 Km 30 Angdes

3. Ibukota Provinsi 241 Km 300 Bus AKDP, Travel

Batas Desa Giriwinangun meliputi, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Jambu Kecamatan Tebo Ulu, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sumber Agung Kecamatan Rimbo Ilir, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Rantau Kembang Kecamatan Rimbo Ilir sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sari Mulya Kecamatan Rimbo Ilir. Secara administratif, Desa Giriwinangun terbagi dalam 5 dusun meliputi: Dusun Pulung Jati Rejo, Dusun Karang Widodo, Dusun Wonoharjo, Dusun Tegal Ombo dan Dusun Sendang Sari serta terbagi dalam 10 wilayah RW dan 27 RT. Sedangkan lokasi kajian pengembangan masyarakat berada di Dusun Sendang Sari.

Melihat kondisi Desa Giriwinangun akses untuk menuju wilayah dusun-dusun yang ada sangat terjangkau karena dilalui jalan jalur desa dengan sarana transportasi

(29)

umum berupa motor (ojeg) sedangkan jalan utama adalah jalan poros yang membelah desa dilalui oleh angkutan desa maupun Travel yang akan menuju Kecamatan Rimbo Bujang dan sebaliknya menuju ke pusat Pemerintahan Kabupaten, hingga secara umum dapat dikatakan wilayah Desa Giriwinangun sangat mudah dijangkau.

Berdasarkan data dalam buku “Potensi Desa dan Kecamatan Rimbo Ilir dalam Angka 2007” yang didasarkan pada laporan monografi desa-desa di seluruh Kecamatan Rimbo Ilir, maka luas lahan Desa Giriwinangun yaitu + 3.600 hektar. Komposisi penggunaan lahan tersebut secara umum dapat dibagi atas lahan Perkebunan seluas 3.286 hektar (91 %), tanah tegalan/ladang seluas 81 hektar (2,25 %), untuk pekarangan/perumahan penduduk 218 hektar (6 %) dan 15 hektar (0,41 %) untuk Pasar dan lain-lain.

Berdasarkan komposisi penggunaan lahan, maka sebagian besar wilayah Desa Giriwinangun dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan karet dan untuk beternak sapi potong. Dalam proses pengelolaan kebun Karet di Desa Giriwinangun sebagian besar penduduk mengelola sendiri dengan menyadap getah karet (deres) dan mengumpulkan mangkok-mangkok karet untuk kemudian disatukan menjadi bantalan getah karet. Namun bagi sebagian warga yang tergolong kaya di desa, lahan kebun karet tersebut di serahkan untuk dikelola kepada para penderes untuk menggarap lahan kebun karet dengan sistem Bagi Duo (Karet yang terkumpul 50% untuk pemilik kebun, 50% untuk penggarap/Penderes). Kemudian hasil Karet yang terkumpul dijual kepada tengkulak ataupun ke Pasar lelang Karet Desa, dengan sistem pembagian hasil sangat merata, dan biasanya yang berlaku di Desa Giriwinangun Penderes karet menerima dalam bentuk uang.

4.2. Kependudukan

Penduduk Desa Giriwinangun adalah homogen karena mayoritas berasal dari para transmigrasi dari Wonogiri Jawa Tengah yang datang pada tahun 1979, jadi perubahan komposisi penduduk relatif tidak jauh berbeda dari tahun ke tahun. Berdasarkan Monografi Desa pada Bulan November 2007, penduduk Desa Giriwinangun sebanyak 4.511 jiwa yang terdiri dari 1.433 KK, dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.352 jiwa (52,13 %) dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 2.159 jiwa (47,86 %), tingkat kepadatan penduduk adalah 125 jiwa per Km2.

(30)

Untuk lebih jelasnya Komposisi penduduk dilihat dari penggolongan umur dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 : Penduduk Desa Giriwinangun Menurut Umur dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persen (%)

No. Komposisi Umur

L 1 0 – 4 159 142 301 6,67 2 5 – 9 163 144 307 6,80 3 10 – 14 168 146 314 6,97 4 15 – 19 172 161 333 7,38 5 20 – 24 171 166 337 7,47 6 25 – 29 169 173 342 7,58 7 30 – 34 178 165 343 7,60 8 35 – 39 175 164 339 7,51 9 40 – 44 169 158 327 7,25 10 45 – 49 179 164 343 7,60 11 50 – 54 184 167 351 7,78 12 55 – 59 163 146 309 6,85 13 60 – 64 162 142 304 6,74 14 65 tahun keatas 140 121 261 5,78 Jumlah 2352 2159 4511 100

Sumber : Monografi Desa Giriwinangun 2007.

Berdasarkan golongan umur diketahui bahwa struktur usia penduduk Desa Giriwinangun yang berada pada usia angkatan kerja (Usia 15 s/d 64 tahun) adalah sebesar 3.328 orang. Di Desa Giriwinangun kaum perempuan selain sebagai Ibu rumah tangga, mereka pada umumnya juga ikut bekerja di kebun dan memelihara ternak sapi dalam membantu suami menjalankan usaha tani keluarga. Begitu juga dengan anak-anak mereka yang telah dewasa berusia lebih dari 15 tahun umumnya turut membantu bekerja, seperti menyadap karet dan mencari rumput pakan ternak sapi. Laju perkembangan penduduk terkait langsung dengan pengembangan ketenagakerjaan dan pengembangan pendidikan. Meningkatnya jumlah penduduk usia kerja berpengaruh terhadap besarnya angkatan kerja di suatu wilayah.

(31)

Berdasarkan informasi dari Sekretaris Desa Giriwinangun, sumber data untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan penduduk didasarkan pada sistem registrasi penduduk. Berdasarkan sistem ini, informasi yang dikumpulkan hanya terbatas pada peristiwa atau kejadian pertambahan atau pertumbuhan penduduk sesuai dengan yang dilaporkan ke aparat desa. Informasi yang dikumpulkan tersebut terbatas kepada terjadinya kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, laporan kepindahan, permohonan surat jalan untuk pergi ke luar desa.

Dari data yang diperoleh, mulai bulan Januari 2007 sampai terhitung Januari 2008 jumlah kelahiran di Desa Giriwinangun adalah 55 jiwa, kematian 18 jiwa. Terdapat penduduk masuk/datang sebanyak 5 jiwa yang hampir semua yang datang untuk bekerja sebagai penderes Karet di Kebun, penduduk ke luar/pindah dari Desa sebanyak 9 jiwa, dikarenakan melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi yang ada di Padang dan Jambi, jadi mereka bisa dikatakan keluar dari desa.

Data penduduk menurut tingkat pendidikan menunjukkan bahwa penduduk Desa Giriwinangun Tidak atau Belum Tamat SD sebanyak 182 jiwa (4,03 %) dan sebanyak 1892 jiwa (41,94 %) penduduk Desa Giriwinangun hanya berpendidikan tamat SD. Hal ini berpengaruh pada jenis mata pencaharian penduduk, dimana karena tingkat pendidikan dan keterampilan rendah sebagian besar penduduk hanya bekerja di sektor perkebunan dan menjadi Peternak Sapi. Sejumlah 1783 jiwa berpendidikan tamat SLTP, 605 berpendidikan tamat SLTA dan hanya 49 jiwa yang mempunyai pendidikan relatif baik tamat diploma tiga ataupun sarjana S1. Komposisi penduduk Desa Giriwinangun menurut tingkat pendidikan dapat di lihat pada Tabel 5.

Tabel 5 : Penduduk Desa Giriwinangun Menurut Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. Tidak/belum tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Diploma/Sarjana 182 1892 1783 605 49 4,03 41,94 39,52 13,41 1,08 Jumlah 4.511 100

(32)

4.3. Perekonomian

Perekonomian masyarakat Desa Giriwinangun sebagian besar memiliki mata pencaharian pokok pada bidang perkebunan karet dan beternak sapi. Dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada Perkebunan dan Peternakan berjalan seiring, selain lebih berpihak pada alam juga mendatangkan hasil yang baik untuk meningkatkan perekonomian penduduk. Lahan perkebunan karet di dapat saat pengalokasian transmigrasi pada tahun 1979 saat itu tiap masing-masing KK mendapatkan lahan 5 hektar kemudian dikelola dijadikan kebun karet. Sedangkan ternak sapi pada mulanya juga berasal dari bantuan pemeliharaan (gaduh) dari pemerintah pada tahun 1984.

Sebagian kecil mempunyai usaha peningkatan ekonomi keluarga seperti usaha kecil keripik tempe, usaha pembuatan tahu, cincau dan pembuatan emping Melinjo. Hasil produksi usaha kecil ini kebanyakan dipasarkan disekitar desa dan sekitar Kabupaten. Pada Tabel 6 ditampilkan jumlah penduduk Desa Giriwinangun berdasarkan mata pencaharian.

Tabel 6 : Penduduk Desa Giriwinangun Menurut Jenis Mata Pencaharian No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)

1. Perkebunan/Peternakan 1472 80,17 2. Industri kecil/ Kerajinan 51 2,77

3. Buruh Kebun 136 7,40

4. PNS/TNI/POLRI 56 3,05

5. Jasa Perdagangan 35 1,90

6. Jasa Angkutan 15 0,81

7. Tukang (batu dan kayu) 52 2,83 8. Petani/perikanan 19 1,03

Jumlah 1.836 100

Sumber : Data Dasar Profil Desa 2005.

Tabel 6 mengambarkan bahwa mata pencaharian penduduk tergantung kepada sektor Perkebunan dan Peternakan sebesar 1472 orang atau 80,17 persen, sedangkan sisanya 19,83 persen mempunyai sumber penghasilan beragam seperti industri kecil, buruh kebun, PNS/TNI/Polri, perdagangan, angkutan, tukang dan petani/perikanan.

(33)

Peliharaan ternak Sapi bagi penduduk Desa Giriwinangun khususnya kelompok tani Karya Agung, masih dengan cara tradisional belum menggunakan teknologi seperti peningkatan mutu jumlah, ini terlihat dari kurangnya ketersediaan hijauan pakan ternak terlebih bila musin kemarau, hingga tidak mencukupi dibanding populasi ternak yang ada. Pemasaran hasil ternak sapi dilakukan oleh penduduk langsung ke konsumen dan tengkulak (blantik) yang datang membeli ternak sapi penduduk, mengenai harga dilihat dari besar bobot badan ternak yang akan diperjualbelikan dan harga pasaran yang berlaku di Kabupaten Tebo. Biasanya masyarakat menjual ternak sapinya pada saat sapi telah besar, gemuk dan siap untuk dijual hingga dapat mendatangkan keuntungan.

Pemasaran hasil karet masyarakat menggunakan dua cara yaitu dipasarkan melalui Tengkulak pengumpul (toke) yang mendatangi petani pekebun, dan melalui Pasar lelang Karet desa yang dikelola oleh KUD Sumber Jaya. Harga Kadar Karet Kering (K3) yang berlaku di Pasar lelang Karet jauh lebih tinggi di banding pada tengkulak, dan terjadi persaingan harga yang sehat dengan adanya lebih dari satu penawar/pembeli. Proses pelelangan karet di pasar lelang karet desa dilakukan per 2 minggu setiap hari selasa, hingga tiap waktu lelang yang ditentukan masyarakat sekitar Desa Giriwinangun yang hendak menjual karetnya akan membawa ke pasar lelang kemudian akan diadakan proses lelang karet oleh 5 orang penawar/pembeli terhadap karet masyarakat. Tiap pelelangan, harga yang berlaku di pasar lelang mengikuti sesuai yang berlaku menurut GAPKINDO (Gabungan Pengusaha Karet Indonesia) dan kualitas karet masyarakat itu sendiri. Kadar karet kering masyarakat Desa Giriwinangun berkisar antara 80 persen s/d 90 persen.

Dari hasil wawancara dan pengamatan, sebagian masyarakat termasuk sebagian anggota kelompok tani Karya Agung masih melakukan penjualan karet pada tengkulak (toke), walau harga Kadar Karet Kering (K3) yang ditetapkan tengkulak lebih rendah dari harga K3 Pasar lelang Karet desa, ini disebabkan petani pernah merasa dibantu dan tertolong saat mereka membutuhkan uang. Seperti yang dituturkan Ytn salah seorang anggota kelompok tani Karya Agung.

Kita sudah lama berhubungan dengan toke, saat kita butuh uang ya toke itu yang menolong meminjamkan uang, tidak perlu syarat-syarat dan permohonan, uang langsung dikasih. Pembayaran hutang dicicil dari penjualan karet kita. Jadi untuk pindah menjual ke pasar lelang kita merasa tidak enak, kalau harga memang lebih tinggi pasar lelang tapi kan harus nunggu sore baru pembayaran. Lagi pula kita ingin terus membina hubungan baik agar bila memerlukan uang sewaktu-waktu dapat meminjam kembali pada toke.

Gambar

Gambar 1 : Kerangka berpikir Penguatan Kelompok Tani Karya Agung
Tabel 1   : Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat
Tabel 2 :   Tujuan, Jenis Data, Sumber Data dan Metode Analisis Lapangan di  Desa Giriwinangun Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo
Tabel 3 : Jarak Desa Giriwinangun Dengan Pusat Kota
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisa tersebut, diketahui bahwa sampel batuan intrusi, lava dan breksi autoklastika yang diduga insitu di Perbukitan Sepuluhribu kurang mengalami diferensiasi yang

Tabulasi data kelimpahan populasi dapat dilakukan dengan dua cara, pertama ranking kelimpahan populasi, ini digunakan untuk komunitas yang hanya terdiri dari

Rajah 2 menjelaskan dua impak terjemahan kata kerja berjurang leksikal yang dikemukakan oleh TPR dan QMMT terhadap mesej al-Quran, iaitu (1) terjemahan yang berjaya

Sesuai pernyataan Arham (2013) bahwa tingginya komposisi jenis ikan mayor tersebut merupakan sesuatu yang umum karena pada daerah terumbu karang kelompok

Pada sistem pemesanan makanan dan minuman yang akan dibangun pada Ketty Resto memerlukan koneksi wireless sebagai penghubung antara pesanan pelanggan yang

Berdasarkan hasil penelitian dari 63 ibu rumah tangga yang mengalami keputihan patologi sebanyak 8 (36,7%) dan tidak melakukan perilaku eksternal douching vagina

Berdasarkan tampilan gambar 4.4 di atas, dapat dijelaskan bahwa pada tampilan about me tidak terdapat perintah apapun, hanya berupa informasi tentang penulis