• Tidak ada hasil yang ditemukan

November 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010;

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "November 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010;"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Putusan Nomor : Put-73888/PP/M.XIB/16/2016 Jenis Pajak : PPN

Tahun Pajak : 2010

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa Banding ini adalah koreksi Terbanding terhadap Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Masa Pajak September 2010 sebesar Rp68.738.270,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;

Menurut

Terbanding : bahwa koreksi Terbanding adalah karena Pajak Masukan atas perolehan BKP atau JKP yang nyata-nyatadigunakan untuk menghasilkan barang pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (TBS) tidak dapat dikreditkan sesuai dasar hukum Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-90/PJ/2011 tanggal 23 November 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010; Menurut

Pemohon Banding

: bahwa dasar koreksi yang digunakan Pemeriksa dan Penelaah Keberatan yaitu PMK Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak menurut Wajib Pajak sangat tidak tepat karena Pemohon Banding merupakan perusahaan perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit yang mengolah Tandan Buah Segar dengan hasil akhir berupa CPO dan Kernel dan melakukan

penjualan/penyerahan produk akhir berupa minyak kelapa sawit (CPO) dan inti sawit (Kernel) dan jelas-jelas tidak ada melakukan penjualan/penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) selama tahun 2010;

Menurut majelis : bahwa Terbanding melakukan koreksi Pajak Masukan atas perolehan BKP atau JKP yang nyata-nyata digunakan untuk menghasilkan barang pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (TBS) tidak dapat dikreditkan sesuai dasar hukum Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-90/PJ/2011 tanggal 23 November 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010;

bahwa Koreksi atas PPN Masukan tetap ditolak dan diajukan banding oleh Pemohon Banding dengan alasan sebagai berikut:

bahwa Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding atas PPN Masukan karena dasar koreksi yang digunakan Terbanding yaitu PMK Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak menurut Wajib Pajak sangat tidak tepat karena Pemohon Banding merupakan perusahaan perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit yang mengolah Tandan Buah Segar dengan hasil akhir berupa CPO dan Kernel dan melakukan penjualan/penyerahan produk akhir berupa minyak kelapa sawit (CPO) dan inti sawit (Kernel) dan jelas-jelas tidak ada melakukan penjualan/penyerahan Tandan Buah Segar (TBS) selama tahun 2010;

bahwa Pemohon Banding memang ada melakukan penyerahan sebagian kecil barang strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN yaitu berupa Cangkang tetapi Pemohon Banding telah melakukan penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang sesuai dengan PMK Nomor 78/PMK.03/2010 tanggal 05 April 2010;

bahwa menurut Majelis sengketa Pajak Masukan yang diajukan banding oleh Pemohon Banding adalah sengketa yang memerlukan pembuktian;

bahwa Pemohon Banding dan Terbanding dalam persidangan melakukan uji bukti kebenaran materi dengan hasil sebagai berikut :

Bukti yang disampaikan Pemohon Banding:

- Bank Voucher untuk Masa September (sengketa nomor 16-077520-2010) dengan nilai PPN Rp68.738.270,00 yaitu bank voucher nomor 8F-000893, 8F-000939, 8F-000827

- Faktur Pajak - Invoice

- Purchase Order

- Rekening Koran Pemohon Banding Tahun 2010 yang berhubungan dengan pembayaran PPN

SEKRETARIAT

PENGADILAN

(2)

bahwa Terbanding dalam uji bukti kebenaran materi menyampaikan hal-hal sebagai berikut :

bahwa berdasarkan LPP, KKP, dan LPK diketahui bahwa PM terkait kebun sebesar Rp68.738.270,00 sebagai berikut:

1 PT. AGRO MITRA LESTARI 31.191.273.7-122.000 010-000-1000000022 03/09/2010 56.270 2 PT. AGRO MITRA LESTARI 31.191.273.7-122.000 010-000-1000000036 28/09/2010 1.705.200 3 PT. SENTANA ADIDAYA PRATAMA 01.907.041.6-092.000 010-000-1000012882 17/09/2010 62.160.800 4 PT. SENTANA ADIDAYA PRATAMA 01.907.041.6-092.000 010-000-1000012883 17/09/2010 4.816.000 68.738.270

Jumlah PPN No. Nama PKP Penjual NPWP No. FP Tanggal FP

bahwa Pemohon Banding pada saat dilakukan uji bukti menyampaikan data dengan rincian sebagai berikut:

Transfer Bank Kwitansi 1 PT. AGRO MITRA LESTARI 31.191.273.7-122.000 010-000-1000000022 03/09/2010 56.270 v v v v v 2 PT. AGRO MITRA LESTARI 31.191.273.7-122.000 010-000-1000000036 28/09/2010 1.705.200 v v v v v 3 PT. SENTANA ADIDAYA PRATAMA 01.907.041.6-092.000 010-000-1000012882 17/09/2010 62.160.800 v v v v v 4 PT. SENTANA ADIDAYA PRATAMA 01.907.041.6-092.000 010-000-1000012883 17/09/2010 4.816.000 v v v v v

68.738.270

Jumlah PPN No. Nama PKP Penjual NPWP No. FP Tanggal FP

Bukti yang disampaikan FP Invoice PO DO

Bukti Bayar

bahwa data yang ditunjukkan Pemohon Banding dapat diajukan uji arus uang dan uji arus barang. Tapi transaksi dengan PT AAA terkait dengan arus barangnya Terbanding tidak meyakini mengingat ada dokumen yang menunjukkan barangnya melalui PT BBB;

bahwa Pajak Masukan tersebut diketahui merupakan pajak masukan yang berkaitan dengan kebun yang nyata-nyata digunakan untuk menghasilkan TBS yang atas penyerahannya dibebaskan sehingga atas pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan sesuai Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang PPN jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000;

bahwa Terbanding memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk menolak banding Pemohon Banding dan mempertahankan koreksi Terbanding;

bahwa Pemohon Banding dalam uji bukti kebenaran materi menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

bahwa telah dilakukan uji bukti untuk bank voucher, faktur pajak, purchase order dan rekening koran untuk masing-masing koreksi PPN Masa;

bahwa benar adanya arus kas keluar untuk pembayaran PPN yang dikoreksi yang ditunjukkan dengan adanya pengeluaran kas di rekening koran Pemohon Banding;

bahwa benar adanya arus barang yaitu spare part kendaraan kebun (roller bearing, tightener, v-belt, cutting

edge mid mounted, plough bolt, oil filter), dan pupuk MOP serta jasa pengangkutannya, yang pembeliannya

berdasarkan purchase order, invoice, dan bukti penerimaan barang;

bahwa berdasarkan pembuktian tersebut, Pemohon Banding berpendapat bahwa PPN Masukan tersebut dapat dikreditkan;

bahwa berdasarkan Pemeriksaan dan penelitian Majelis dalam persidangan terhadap uji kebenaran materi, bukti pendukung dan keterangan yang disampaikan Terbanding dan Pemohon Banding, diuraikan fakta hukum sebagai berikut :

bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit terpadu (integrated)

SEKRETARIAT

PENGADILAN

(3)

yang mengelola unit Perkebunan yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit, dan unit Pengolahan Kelapa Sawit yang terdiri dari Pabrik Kelapa Sawit yang menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK);

bahwa berdasarkan data dan bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding diketahui bahwa TBS berasal dari hasil produksi kebun Pemohon Banding, kas desa dan TBS dari petani;

bahwa atas TBS tersebut selanjutnya diolah sebagian di pabrik Pemohon Banding dan sebagian lagi dimaklonkan kepada PT BBB sehingga diperoleh CPO dan Kernel;

bahwa sengketa yang diajukan banding adalah keputusan Terbanding tentang keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa pada Tahun 2010, dengan demikian dasar hukum Terbanding yaitu Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 90/PJ/2011 tanggal 23 Nopember 2011 tidak dapat diperlakukan untuk sengketa Tahun 2010;

bahwa kegiatan usaha Pemohon Banding meliputi perkebunan kelapa sawit dan pengolahan kelapa sawit; bahwa produk yang dihasilkan dari usaha perkebunan kelapa sawit adalah Tandan Buah Segar kelapa sawit, sedangkan produk dari usaha pengolahan kelapa sawit adalah minyak kelapa sawit (CPO) dan inti kelapa sawit (kernel) serta jasa olah Tandan Buah Segar menjadi CPO dan kernel;

bahwa Tandan Buah Segar kelapa sawit merupakan barang hasil pertanian yang termasuk Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis dimana atas penyerahannya mendapat fasilitas PPN dibebaskan;

bahwa memperhatikan Pasal 16 B ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 bahwa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan; bahwa memperhatikan Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN, disebutkan bahwa pajak masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;

bahwa menurut Majelis, sengketa ini juga bersifat yuridis; bahwa ketentuan yang berlaku :

A. Pasal 16B Ayat (3) Undang-Undang PPN.

bahwa berdasarkan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 dinyatakan bahwa:

"Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak

yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;"

bahwa di dalam memori penjelasannya dijelaskan sebagai berikut:

"....adanya perlakuan khusus berupa pembebasan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai mengakibatkan

tidak adanya Pajak Keluaran sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan;”

B.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000.

bahwa Pasal 2 ayat (1) dinyatakan Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang:

1. nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan;

2. digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang PPN, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang PPN terhadap peredaran seluruhnya;

3. nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut

SEKRETARIAT

PENGADILAN

(4)

terutang PPN, dapat dikreditkan;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Surat Persetujan Menteri Negara Penggerak Dana Inventasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 56/J/PMA/1996 tanggal 3 Juli 1996 pada bagian lampiran disebutkan “Bidang Usaha” adalah Perkebunan Kelapa Sawit;

bahwa berdasarkan Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor 166/1/IU/PMA/Pertanian/Industri/2011 yang ditetapkan pada tanggal 24 Maret 2011 disebutkan “Bidang Usaha”, adalah Perkebunan kelapa sawit dan industri minyak kasar (minyak makan) dari nabati, dengan demikian kegiatan usaha Pemohon Banding adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit terpadu (intergrated) yang mengelola unit Perkebunan yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit, dan unit Pengolahan Kelapa Sawit yang terdiri dari Pabrik Kelapa Sawit yang menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK);

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas Keputusan Bupati Bengkulu Utara Nomor 41/ IMB/Tahun/2009 tentang Pemberian Izin Mendirikan Bangunan diketahui bahwa pendirian pabrik kelapa sawit ditetapkan tanggal 9 Juni 2009;

bahwa menurut Majelis, kegiatan Pemohon Banding di atas merupakan kegiatan yang terintegrasi dalam arti oleh satu entity/badan yaitu Pemohon Banding, dan tidak terbukti bahwa kegiatan menghasilkan CPO dan kernel dihasilkan oleh entity/badan yang terpisah dari Pemohon Banding, dengan demikian penggunaan unit tidak berarti adanya entity/badan yang terpisah;

bahwa Majelis berpendapat bahwa pemindahan Tandan Buah Segar dari unit/divisi perkebunan ke unit/divisi pengolahan bukan merupakan penyerahan, oleh karenanya Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan yang dibebaskan/tidak terutang pajak;

bahwa menurut Majelis, dalam persidangan Terbanding tidak dapat membuktikan adanya penjualan TBS yang dilakukan oleh Pemohon Banding dalam masa tersebut;

bahwa dari bukti-bukti dan fakta-fakta dalam persidangan maka Majelis berpendapat : 1. untuk masa pajak tersebut tidak ada penjualan Tandan Buah Segar (TBS); 2. sesuai dengan Pasal 16B ayat (3) UU PPN tersebut di atas bahwa :

“Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan”,

terbukti bahwa tidak ada penjualan/penyerahan yang dibebaskan atau tidak dikenakan PPN; 3. bahwa penyerahan yang dilakukan Pemohon Banding adalah berupa CPO, kernel, dan jasa olah;

bahwa atas dalil Terbanding tentang prinsip/filosofi/jiwa perlakuan yang sama (equal treatment), Majelis berpendapat bahwa prinsip equal treatment dan prinsip keadilan harus diterapkan dengan dasar kepada orang/badan yang dalam kondisi atau situasi yang sama harus diperlakukan sama dan kepada orang/badan yang tidak pada kondisi atau situasi yang sama harus diperlakukan tidak sama pula, sehingga prinsip umum perpajakan bisa diterapkan dimana pajak harus mengenakan beban yang setara untuk wajip pajak yang berada pada kondisi atau situasi yang sama dan pajak harus mengenakan beban yang berbeda untuk wajib pajak yang berada pada kondisi atau situasi yang berbeda, sehingga prinsip pajak yang adil dapat tercapai. Dengan memperhatikan equal treatment dan prinsip keadilan seperti tersebut di atas, maka Majelis berkeyakinan dan berpendapat bahwa beban wajib pajak yang bergerak dibidang usaha perkebunan kelapa sawit dengan produk akhirnya berupa penyerahan produk kelapa sawit (Tandan Buah Segar(TBS)) tidak dapat dipersamakan perlakuannya dengan wajib pajak yang bergerak dibidang usaha terintegrasi antara perkebunan dengan pengolahan kelapa sawit (TBS) yang produk akhirnya berupa Cruide Palm Oil (CPO), Palm Kernel (PK) ataupun produk-produk turunannya yang lain karena tidak pada situasi dan kondisi yang sama/setara, sehingga dengan demikian untuk pengusaha perkebunan yang terintegrasi tersebut di atas Pajak Masukannya secara keseluruhan (berkenaan dengan kebun dan pabrik pengolahan) dapat dikreditkan;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terdapat TBS yang dititip olah oleh Pemohon Banding dimana menurut Pemohon Banding hal tersebut semata-mata karena alasan efesiensi bisnis dan tidak terdapat bukti

SEKRETARIAT

PENGADILAN

(5)

yang disampaikan oleh Pemohon Banding terdapat penjualan TBS;

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap kontrak Pemohon Banding dengan PT BBB, diketahui bahwa sortasi, standar buah sawit, rendemen dan syarat lainnya ditentukan oleh PT BBB;

bahwa berdasarkan kontrak tersebut Majelis berpendapat syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh PT BBB layaknya penentuan jenis dan kualitas TBS yang bisa dibeli dalam transaksi jual-beli TBS;

bahwa berdasarkan fakta persidangan diketahui bahwa atas hasil TBS yang dititip olah kepada PT MPS yaitu CPO dan PK disimpan dalam tanki PT BBB sampai diambil oleh pembeli;

bahwa berdasarkan penjelasan dan fakta di atas, Majelis berpendapat kegiatan titip olah yang dilakukan Pemohon Banding tidak dapat dikategorikan sebagai PKP yang bersifat integrated sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000;

bahwa oleh karena itu, maka kegiatan Pemohon Banding dalam rangka menghasilkan TBS dan kegiatan Pemohon Banding melakukan penyerahan CPO hasil titip olah bukan merupakan satu kegiatan melainkan dua kegiatan yang tidak berhubungan secara langsung karena Pemohon Banding tidak memproduksi CPO sendiri melainkan dititip olah ke perusahaan lain, sehingga Pajak Masukan atas TBS yang ditip olah tidak dapat dikreditkan dan dihitung kembali sebagai berikut :

X = Jumlah CPO yang diolah sendiri = Rp 1.830.530,00

Y = Jumlah seluruh produksi CPO = Rp 3.338.810,00

PM = Pajak Masukan = Rp 68.738.270,00

1.830.530,00 x 68.738.270,00 = 37.686.321,00 3.338.810,00

bahwa berdasarkan perhitungan Majelis di atas, maka Majelis berpendapat atas koreksi Pajak Masukan sebesar Rp 68.738.270,00 tidak dapat dipertahankan sebesar Rp 37.686.321,00 dan tetap mempertahankan koreksi Terbanding sebesar Rp 31.051.949,00;

bahwa dalam musyawarah Majelis, Hakim Anggota Masdi menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dengan uraian sebagai berikut:

Dasar Hukum

1. Undang-Undang Dasar 1945;

a. Pasal 27 ayat (1) menentukan : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

b. Pasal 28 D ayat (1) menentukan : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.’’

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan sebagai berikut:

a. Pasal 9 ayat (5) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak;

b. Pasal 9 ayat (6) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan

SEKRETARIAT

PENGADILAN

(6)

penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan;

c. Pasal 16 B ayat (1), “Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan

dari pengenaan pajak,baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:

a) kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;

b) penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu; c) impor Barang Kena Pajak tertentu;

d) pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan

e) pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean diatur dengan Peraturan Pemerintah.

d. Pasal 16 B ayat (2) “Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan”.

e. Pasal 16 B ayat (3), “Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan

atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan”.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007, antara lain diatur sebagai berikut:

 Pasal 1 ayat (1c), Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis adalah: barang hasil pertanian;

 Pasal 1 ayat (2), Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:

a. pertanian, perkebunan, dan kehutanan;

b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya;

yang dipetik langsung, diambil langsung, atau disadap langsung dari sumbernya termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini;  Pasal 2 ayat (2c), Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis

berupa: barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c; dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

 Pasal 3, Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan;

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, menyatakan :

SEKRETARIAT

PENGADILAN

(7)

Pasal 2 ayat (1), Bagi Pengusaha Kena Pajak yang:

a. Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang

menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang PPN; atau

b. Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang

Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau

c. Melakukan kegiatan menghasilkan atau memperdagangkan barang dan usaha jasa yang atas

penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau

d. Melakukan kegiatan usaha yang penyerahannya sebagian terutang PPN dan sebagian lainnya

dibebaskan dari pengenaan PPN;

maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak

yang:

1) nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan;

2) digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya; 3) nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau

kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan;

bahwa Terbanding mengkoreksi Pajak Masukan atas pembelian Barang Kena Pajak berupa pupuk dan non pupuk karena Barang Kena Pajak tersebut digunakan untuk perkebunan sawit yang menghasilkan Barang Kena Pajak Strategis yang penyerahannya dibebaskan dari PPN sesuai dengan sesuai dengan ketentuan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 tanggal 1 Mei 2007; bahwa Pemohon Banding tidak setuju atas koreksi Pajak Masukan Barang Kena Pajak berupa pupuk dan non pupuk yang “digunakan” untuk perkebunan sawit yang menghasilkan barang kena pajak strategis TBS yang penyerahannya dibebaskan PPN karena Pemohon Banding tidak melakukan penyerahan TBS melainkan melakukan penyerahan CPO (Crude Palm Oil) dan PK (Palm Kernel) yang penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa pokok sengketa dalam banding ini adalah koreksi Pajak Masukan atas pembelian pupuk yang digunakan untuk memupuk tanaman yang menghasilkan Tanaman Buah Segar (TBS) yang merupakan barang strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 16B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyatakan bahwa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan jo. PP Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 31 Tahun 2007 tanggal 01 Mei 2007 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak;

bahwa untuk menguatkan dalil yang dikemukakan oleh para pihak, maka majelis memerintahkan kepada para

SEKRETARIAT

PENGADILAN

(8)

pihak untuk menyerahkan data dan dokumen sesuai dengan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak “ Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian

beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 (1)“

bahwa untuk menguji kebenaran material atas koreksi Pajak Masukan atas pembelian Barang Kena Pajak berupa pupuk dan non pupuk yang tidak disetujui Pemohon Banding, maka Pemohon Banding telah menyerahkan dokumen pendukung;

bahwa Terbanding menyatakan Pajak Masukan atas pembelian pupuk yang digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak “yang penyerahannya“ dibebaskan dari PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak yakni: Pemohon Banding melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang PPN, maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan;

bahwa menurut Terbanding, pemakaian sendiri baik untuk produksi atau bukan untuk produksi atau pemberian Cuma Cuma termasuk penyerahan BKP sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN yaitu: “Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak”;

bahwa menurut Terbanding, penyerahan TBS dari unit perkebunan kepada unit pabrik dalam suatu kegiatan usaha terpadu (integrated) termasuk dalam pengertian penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dalam UU PPN. Atas penyerahan TBS yang termasuk BKP Strategis dibebaskan dari pengenaan PPN dan atas Pajak Masukan yang berhubungan langsung dengan menghasilkan TBS tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan PP Nomor 31 Tahun 2007;

bahwa menurut Pemohon Banding Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002;

bahwa yang menjadi sengketa antara Terbanding dengan Pemohon Banding adalah penafsiran Pemakaian sendiri BKP/JKP untuk tujuan produksi, undang-undang mengatur dengan jelas pemakaian sendiri baik untuk produksi atau bukan untuk produksi atau pemberian Cuma-Cuma termasuk penyerahan BKP sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN yaitu: “Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak”;

Disamping Undang-undang PPN juga terdapat aturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-87/PJ./2002 yang menyatakan : "Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif belum merupakan penyerahan

SEKRETARIAT

PENGADILAN

(9)

Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah";

bahwa menurut Hakim Masdi, bila terdapat dua peraturan yang mangandung penafsiran yang berbeda-beda atau peraturan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka peraturan yang lebih tinggi yang harus dilaksanakan sesuai dengan azas “Lex superior derogat legi inferior” yaitu peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Atas perbedaan pendapat antara Terbanding dengan Pemohon Banding tentang apakah pemakaian sendiri untuk produksi termasuk penyerahan Barang Kena Pajak atau bukan, maka Majelis berpendapat bahwa Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak termasuk dalam pengertian “Penyerahan Barang Kena Pajak” sesuai dengan ketentuan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa menurut Hakim Masdi, Yang dimaksud dengan "pemakaian sendiri" adalah pemakaian untuk

kepentingan pengusaha sendiri yaitu untuk dikonsumsi atau untuk produksi lanjutan termasuk Penyerahan

Barang Kena Pajak (BKP) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1A ayat (1) huruf d UU Pajak Pertambahan Nilai;

bahwa menurut pendapat Hakim Masdi, seluruh Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak Strategis “yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN”, tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 16 B ayat (3) UU PPN;

bahwa menurut Hakim Masdi, (TBS) Tandan Buah Segar adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan di bidang perkebunan yang merupakan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis “yang penyerahannya” dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai ketentuan Pasal 16 B ayat (1) UU PPN jo. Pasal 2 ayat 2.c Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007;

bahwa Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan Pasal 16 B ayat (1) UU PPN jo. Pasal 1 ayat 1.c, Pasal 1 ayat 2 dan Pasal 2 ayat 2.c sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007;

bahwa Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 16 B ayat (3) UU PPN jo. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007;

SEKRETARIAT

PENGADILAN

(10)

Bahwa Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, maka seluruh Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan atau memproduksi BKP tertentu yang bersifat strategis tersebut seluruhnya tidak dapat dikreditkan karena tidak ada Pajak Keluarannya dan tidak tergantung dari ada atau tidaknya penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sesuai dengan ketentuan Pasal 16 B ayat (3) UU PPN;

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (6) UU PPN “apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan”;

bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, menyatakan :

 Pasal 2 ayat (1), Bagi Pengusaha Kena Pajak yang:

a. Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang

menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang PPN; atau

b. Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang

Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau

c. Melakukan kegiatan menghasilkan atau memperdagangkan barang dan usaha jasa yang atas

penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau

d. Melakukan kegiatan usaha yang penyerahannya sebagian terutang PPN dan sebagian lainnya

dibebaskan dari pengenaan PPN;

maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak

yang:

1) nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan;

2) digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, maupun untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai terhadap peredaran seluruhnya; 3) nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau

kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan;

bahwa Pajak Masukan yang dikoreksi oleh Terbanding adalah Pajak Masukan atas pembelian Barang Kena Pajak berupa pupuk yang digunakan langsung untuk menghasilkan Tanaman Buah Segar (TBS) “yang penyerahannya” dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 16 B ayat (3) UU PPN jo. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007;

bahwa Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut termasuk barang strategis yang dibebaskan PPN, maka Pajak Masukan dari BKP/JKP tersebut seluruhnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) butir 1 Keputusan Menteri Keuangan

SEKRETARIAT

PENGADILAN

(11)

Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak;

bahwa Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang digunakan baik untuk unit perkebunan sawit dan unit pabrikan seperti; a) pengeluaran untuk barang modal yakni biaya penyusutan traktor, truk yang digunakan untuk kedua unit kegiatan dan/atau untuk b) pengeluaran bukan Barang Modal yakni biaya solar/bensin kendaraan truk yang digunakan untuk kedua unit kegiatan, maka Pajak Masukan atas BKP/JKP tersebut dikreditkan secara proporsional dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) butir 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak;

bahwa Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Masukan dari BKP/JKP tersebut seluruhnya dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) butir 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak;

bahwa Barang Kena Pajak TBS (Tandan Buah Segar) yang merupakan barang kena pajak yang mendapat fasilitas dari Negara, yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut “dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai”, maka Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak, meskipun dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (8) UU PPN, namun karena tidak ada Pajak Keluaran berhubung diberikannya fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 B ayat (1) dan (3) UU PPN, “Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan” sesuai dengan ketentuan Pasal 16 B ayat (2) dan (3) UU PPN;

bahwa berdasarkan Pasal 16B UU PPN harus diterapkan sama (equal treatment) kepada seluruh Pengusaha Kena Pajak baik PKP yang melakukan usaha terintegrasi seperti Pemohon Banding, ataupun PKP yang melakukan usaha tidak terintegrasi agar asas keadilan dalam hukum dapat ditegakkan, atau dengan kata lain, Pajak Masukan yang dibayar untuk kegiatan yang digunakan untuk menghasilkan TBS, tidak dapat dikreditkan baik oleh pengusaha terintegrasi yang akan mengolah lebih lanjut TBS tersebut menjadi minyak sawit pada unit usaha Iainnya seperti Pemohon Banding, maupun oleh pengusaha tidak terintegrasi yang hanya memiliki satu unit usaha misalnya perkebunan kelapa sawit saja tanpa memperhatikan realisasi penyerahan sebagaimana diargumenkan Pemohon Banding;

bahwa menurut Hakim Masdi, misalnya sebagaimana digambarkan dibawah, apabila Pajak Masukan atas pembelian BKP Pupuk untuk perusahaan Non Integrated Rp5 tidak dapat dikreditkan, sedangkan Pajak Masukan atas pembelian BKP Pupuk untuk perusahaan Integrated Rp5 dapat dikreditkan, maka akan menimbulkan ketidakadilan bagi perusahaan non-Integrated yang akan

SEKRETARIAT

PENGADILAN

(12)

membayar PPN Rp20 yaitu perusahaan perkebunan Rp0 dan Perusahaan Pengolahan Rp20, sedangkan perusahaan Integrated hanya membayar Rp15 atau lebih kecil Rp5 dari perusahaan non-integrated. Dengan demikian perlakuan yang tidak sama terhadap kedua bentuk perusahaan tersebut khususnya menimbulkan ketidakadilan bagi perusahaan non-integrated dan umumnya ketidakadilan bagi perusahaan sejenis lainnya yang bertentangan dengan prinsip “equality before the law” dan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 16 B UU PPN dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dengan gambaran sebagai berikut :

(dalam Rp.)

Uraian Non Integrated Integrated

PT Perkebunan PT Pengolahan Unit Perkebunan

Unit Pengolahan Gabungan

DPP PPN DPP PPN DPP PPN DPP PPN DPP PP N CPO 0 0 200 20 0 0 200 20 200 20 TBS 100 0 100 0 100 0 100 0 100 0 Pupuk dll 50 0 0 0 50 5 0 0 50 5 Net 50 0 100 20 50 -5 100 20 50 15

bahwa salah satu prinsip hukum yang dianut oleh Indonesia adalah “equality before the law” yakni tidak membedakan status orang atau perusahaan (apakah orang/perusahaan kecil atau besar), jenis kegiatan usaha (apakah usaha perdagangan, pabrikan, operasi dll), kepemilikan (apakah orang/perusahaan adalah pribumi/domestic atau orang/perusahaan asing). Semuanya harus mendapat dan memperoleh perlakukan yang sama dan adil di hadapan hukum yaitu hukum yang berlaku di Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yakni “Segala

warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

bahwa Negara wajib melindungi setiap warga Negara dari segala bentuk diskriminasi, baik dalam soal ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, sikap politik, kebangsaan, kepemilikan, maupun kelahiran harus mendapat perlakuan yang sama dan adil dihadapan hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yakni: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,

dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

bahwa Pajak Masukan a quo berhubungan dengan pengeluaran untuk kegiatan di kebun “yang menghasilkan” Tanaman Buah Segar (TBS) yang penyerahannya dibebaskan dari PPN sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah N0.31 Tahun 2007 jo. Pasal 16 B ayat (1) UU PPN, sehingga Pajak Masukan a quo tidak dapat dikreditkan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah N0.31 Tahun 2007 jo. Pasal 16 B ayat (3) UU PPN;

bahwa sesuai Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa "Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim";

SEKRETARIAT

PENGADILAN

(13)

bahwa berdasarkan dokumen dan data yang diserahkan Pemohon Banding untuk menguji kebenaran materil atas Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak berupa pupuk dan non pupuk tersebut, Hakim Masdi berpendapat koreksi Terbanding atas Pajak Masukan “dipertahankan” atau “Menolak” permohonan banding Pemohon Banding dengan uraian sebagai berikut :

1) bahwa koreksi Pajak Masukan atas pembelian Barang Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) yang atas penyerahannya dibebaskan dari

pengenaan Pajak Pertambahan Nilai “tidak dapat dikreditkan” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16B (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 jo. Pasal (3) PP Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 31 Tahun 2007 tanggal 01 Mei 2007 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak.

2) bahwa ketentuan Pasal 16 B ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 jo. Pasal (3) PP Nomor 12 Tahun 2001 tanggal 22 Maret 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP 31 Tahun 2007 tanggal 01 Mei 2007 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak berlaku untuk seluruh Wajib Pajak baik yang Non-Integrated maupun yang Integrated sesuai dengan prinsip hukum “equality before the law” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945; “Segala warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”

3) bahwa terbanding telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan Pasal 28 D ayat (1) menentukan : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.’’

menimbang : bahwa sesuai dengan Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diatur: “Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak”;

menimbang : bahwa karena salah satu Hakim berpendapat lain, maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak, dengan demikian pendapat berdasarkan suara terbanyak Majelis Hakim adalah berketetapan mengabulkan banding Pemohon Banding sebesar Rp 37.686.321,00 dan tetap mempertahankan koreksi Terbanding sebesar Rp 31.051.949,00;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, rekapitulasi pendapat Majelis atas pokok sengketa adalah sebagai berikut :

No

Uraian Koreksi Total Sengketa (Rp) Tidak Dipertahankan (Rp) Dipertahankan (Rp) 1 Pajak Masukan 68.738.270,00 37.686.321,00 31.051.949,00

SEKRETARIAT

PENGADILAN

PAJAK

(14)

menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksi administrasi kecuali besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya;

menimbang : bahwa berdasarkan kesimpulan Majelis terhadap sengketa di atas, maka Pajak Masukan dihitung kembali sebagai berikut :

Pajak Masukan menurut Terbanding sebesar Rp 2.382.457.562,00 Pajak Masukan menurut Pemohon Banding sebesar Rp 2.451.195.832,00

koreksi Pajak Masukan sebesar Rp 68.738.270,00

Pajak Masukan yang tidak dapat dipertahankan sebesar Rp 37.686.321,00 Pajak Masukan menurut Majelis sebesar Rp 2.420.143.883,00

Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;

Memutuskan : Menyatakan mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-2526/WPJ.07/2013 tanggal 2 Desember 2013 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2010 Nomor 00305/207/10/058/12 tanggal 19 September 2012, atas nama Pemohon Banding sehingga dihitung kembali menjadi sebagai berikut :

Dasar Pengenaan Pajak : - Ekspor

- Penyerahan yg PPN-nya harus dipungut sendiri - Penyerahan yg PPN-nya tidak dipungut

- Penyerahan yg dibebaskan dari pengenaan PPN

Rp Rp Rp Rp 0,00 24.511.958.339,00 877.600.0000,00 0,00

Jumlah Seluruh Penyerahan Rp 25.389.558.339,00

Pajak Keluaran yg harus dipungut/dibayar sendiri Rp 2.451.195.832,00

Pajak yg dapat diperhitungkan Rp 2.420.143.883,00

Jumlah Perhitungan PPN yang kurang / (Lebih) dibayar Rp 31.051.949,00

Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya Rp 0,00

PPN yang kurang / (lebih) dibayar Rp 31.051.949,00

Sanksi Administrasi : Bunga Pasal 13 (2) UU KUP Rp 14.904.936,00

Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp 45.956.885,00

Demikian diputus di Jakarta pada hari Rabu, tanggal 21 Januari 2015 berdasarkan musyawarah Majelis XI B Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Arif Subekti sebagai Hakim Ketua,

M. Zaenal Arifin sebagai Hakim Anggota,

Masdi sebagai Hakim Anggota,

Dibantu oleh Esti Cahya Inteni sebagai Panitera Pengganti,

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim ketua pada hari Rabu, tanggal 31 Agustus 2015, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidak dihadiri oleh Terbanding dan tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.

SEKRETARIAT

PENGADILAN

Referensi

Dokumen terkait

Berikut adalah gambar contoh diagram tekanan tanah yang terjadi pada sebuah.

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar

Media informasi yang digunakan adalah poster yang dapat mempengaruhi masyarakat (Public Persuasion) dengan menggunakan kampanye sosial untuk mengubah pola pikir

Nutrisi Parenteral (NP) merupakan cara pemberian nutrisi dan energi secara intravena yang bertujuan untuk memberikan kecukupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin

Taman kota tidak hanya harus tersedia dalam jumlah yang memadai yang sebanding dengan kebutuhannya, tetapi juga dirancang sesuai dengan peruntukan dan fungsinya dan

Paradigma sehat tersebut merupakan modal pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan mereka

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 620/PMK.03/2004 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAKAN PAJAK PENJUALAN

Penelitian yang dilakukan Sukriah (2009) pada seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja pada Inspektorat sepulau Lombok sebagai populasi penelitian,