PEMODELAN ENHANCED OIL RECOVERY LAPANGAN ‘S’ DENGAN
INJEKSI KOMBINASI SURFACTANT DAN POLYMER
Tugas Akhir
Oleh:
ELDIAS ANJAR PERDANA PUTRA
NIM 12206070
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNIK PERMINYAKAN
Institut Teknologi Bandung
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
PEMODELAN ENHANCED OIL RECOVERY LAPANGAN ‘S’ DENGAN
INJEKSI KOMBINASI SURFACTANT DAN POLYMER
Tugas Akhir
Oleh:
ELDIAS ANJAR PERDANA PUTRA
NIM 12206070
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNIK PERMINYAKAN
Institut Teknologi Bandung
Disetujui oleh:
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sudjati Rachmat DEA
NIP. 195509021980101001
1
Pemodelan Enhanced Oil Recovery Lapangan ‘S’ dengan Injeksi Kombinasi
Surfactant dan Polymer
Oleh :
Eldias Anjar Perdana Putra Dr. Ir. Sudjati Rachmat DEA Sari
Pemodelan Enhanced Oil Recovery (EOR) merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan lapangan yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah perolehan minyak. Perencanaan yang matang dan analisis yang mendalam diperlukan untuk mendapatkan model yang tepat dari rencana pengembangan lapangan menggunakan EOR. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat digunakan simulasi reservoir yang dapat meramalkan kinerja reservoir kedepan.
Lapangan S mempunyai jumlah cadangan tersisa dan karakteristik yang potensial untuk dilakukan proses EOR. Ada beberapa metode EOR yang bisa diaplikasikan pada lapangan ini. Namun ruang lingkup pembahasan hanya terbatas pada injeksi kimia yang terdiri dari polymer dan surfactant.
Pemodelan EOR dilakukan dengan analisis sensitivitas terhadap parameter-parameter yang terdapat di dalam polymer dan surfactant. Setelah didapatkan nilai yang optimum dari parameter-parameter tersebut dilakukan penyusunan pola injeksi yang kemudian disimulasikan sehingga didapat performa reservoir dan jumlah penambahan perolehan minyak dari hasil EOR.
Kata kunci : Enhanced Oil Recovery, surfactant, polymer, pemodelan, simulasi
Abstract
Enhanced Oil Recovery (EOR) modeling is very important in field development to increase the amount of oil recovery. A ripe planning and an intensive analysis is needed to get an appropriate EOR model development program. The reservoir simulation usage is to achieve more accurate results that could forecast reservoir performance.
S field has a potential remaining reserve with a suitable reservoir characteristic which is likely to be performed with an EOR process. There are several EOR methods that can be performed in this field. But the scope of this study is only for chemical injection usage only which it consists of polymer and surfactant.
EOR modeling itself is performed with sensitivity analysis for several chemical properties in polymer and surfactant. Injection pattern arranged after the optimum value of those properties achieved and then simulate it. So, at the end, the reservoir performance can be constructed and the incremental oil recovery from EOR can be generated. Keywords : Enhanced Oil Recovery, surfactant, polymer, modeling, simulation
I. PENDAHULUAN
Lapangan S merupakan lapangan minyak unconsolidated shaly sands dengan kandungan shale yang menyebar. Lapangan ini memiliki porositas yang cukup tinggi yaitu sekitar 25-30 % dan permeabilitas diatas 110 mD. Lapangan ini terdiri dari empat kompartemen yaitu Northwest, Main, South dan Southeast dimana pada paper ini hanya difokuskan pada kompartemen utama yaitu Main dan South. Formasi utama yang menyusun lapangan ini adalah formasi batu pasir Sihapas yang terdiri dari Upper Sihapas dan Lower Sihapas.
Beberapa karakteristik utama dari lapangan S yang menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan metode EOR ditampilkan dalam tabel 1.1.
Tabel 1.1 : Karakteristik Utama Lapangan S
Parameter Harga Satuan
SG minyak Viskositas minyak Porositas Saturasi minyak Kedalaman reservoir Tekanan reservoir Kandungan lempung 22 – 26 8 – 12 30 40 900 300 10 API cp % % ft psi %
2
Berdasarkan karakteristik diatas maka ada beberapa metode EOR yang mungkin diaplikasikan pada lapangan ini yaitu steam flood dan chemical (polymer, alkaline, surfactant) flood. Pembahasan pada paper ini hanya difokuskan pada injeksi polymer dan surfactant. Pada paper ini akan dibahas proses pemodelan EOR yang terdiri dari studi analisis dan pemodelan reservoir. Hasil dari pemodelan ini akan dievaluasi
dengan membandingkan jumlah penambahan
perolehan minyak.
II. TEORI DASAR
Pada dasarnya Enhanced Oil Recovery (EOR) bertujuan untuk memberikan tambahan perolehan minyak dari suatu lapangan. Tingkat keberhasilan suatu metode EOR salah satunya ditentukan oleh jumlah perolehan minyak tambahan yang bisa dihasilkan dari metode tersebut. Ada satu parameter yang paling mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu metode EOR yaitu efisiensi. Ada tiga jenis efisiensi yang dikenal dalam teori pendesakan dan ketiganya merupakan parameter penting dalam proses pemodelan EOR yaitu displacement efficiency, areal efficiency dan vertical efficiency.
Displacement efficiency menunjukkan jumlah minyak yang berhasil didesak pada proses injeksi. Dirumuskan dalam persamaan :
𝐸𝐷 = 1 − 𝑆𝑆𝑜𝐵𝑜𝑖
𝑜𝑖𝐵𝑜 (2.1)
Dimana nilai 𝑆𝑜 diperoleh dari persamaan :
𝑆𝑜 = 1 − 𝑆 𝑤 (2.2)
𝑆𝑤
merupakan saturasi air rata-rata setelah breakthrough dan nilainya didapat dari plot grafik 𝑆𝑤 𝑣𝑠 𝑓𝑤 seperti pada grafik dibawah :
Gambar 2.1 : grafik 𝑆𝑤 𝑣𝑠 𝑓𝑤
Areal efficiency menunjukkan area yang tersapu dibandingkan dengan total area pendesakan. Fassihi (1986) menyusun suatu korelasi untuk mencari nilai areal efficiency dengan persamaan :
𝐸𝐴=1+𝐴1 (2.3) dimana 𝐴 = 𝑎1 𝑙𝑛 𝑀 + 𝑎2 + 𝑎3 𝑓𝑤+ 𝑎4 𝑙𝑛 𝑀 + 𝑎5 + 𝑎6 (2.4) 𝑀 =𝑘𝑟𝑤 𝜇𝑜 𝑘𝑟𝑜 𝜇𝑤 (2.5)
Untuk pola injeksi lima titik, nilai-nilai koefisien 𝑎1
sampai 𝑎6 adalah :
Tabel 2.1 : Koefisien five spot EA
Koefisien Nilai 𝑎1 𝑎2 𝑎3 𝑎4 𝑎5 𝑎6 -0.2062 -0.0712 -0.511 0.3048 0.123 0.4394
Vertical efficiency menunjukkan area yang tersapu dibandingkan dengan total area pendesakan dalam penampang vertikal. Fassihi (1986) juga menyusun korelasi untuk vertical efficiency dengan persamaan : 𝐸𝑉= 𝑎1+ 𝑎2ln 𝑌 + 𝑎3ln 𝑌2+ 𝑎4ln 𝑌3+ln 𝑌𝑎5 + 𝑎6𝑌 (2.6) dimana 𝑌 = 𝑊𝑂𝑅+0.4 (18.948−2.499𝑉)(𝑀−0.8094𝑉+1.137)10𝑋 (2.7) 𝑋 = 1.6453𝑉2+ 0.935𝑉 − 0.6891 (2.8)
Untuk pola injeksi lima titik, nilai-nilai koefisien 𝑎1 sampai 𝑎6 adalah :
Tabel 2.1 : Koefisien five spot Ev
Koefisien Nilai 𝑎1 𝑎2 𝑎3 𝑎4 𝑎5 𝑎6 0.1986 0.1815 0.0161 -4.62 x 10-3 -4.29 x 10-4 2.77 x 10-4
Dykstra Parson (1950) mendeskripsikan suatu keheterogenan reservoir secara vertikal dalam derajat heterogenitas. Dalam persamaan di atas dilambangkan
3
dalam V, dimana nilai V akan mendekati nol bila reservoir semakin homogen dan mendekati satu bila reservoir semakin heterogen. Dalam studi yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa derajat heterogenitas lapangan S adalah 0.8
III. METODOLOGI DAN HASIL 3.1 Studi Analisis
Studi analisis dilakukan dengan analisis sensitivitas terhadap dua parameter yang paling berpengaruh dalam injeksi kimia yaitu konsentrasi polymer dan capillary number yang merupakan fungsi dari konsentrasi surfactant. Analisis sensitivitas ini dilakukan dengan memasukkan berbagai nilai konsentrasi polymer dan capillary number. Dengan menggunakan korelasi-korelasi yang terdapat pada teori dasar maka nilai efisiensi pendesakan bisa didapatkan. Nilai penambahan perolehan minyak bisa didapat dengan cara mengalikan efisiensi dengan jumlah minyak yang tersisa di reservoir. Dengan begitu nilai penambahan perolehan minyak yang maksimal bisa diketahui dan nilai konsentrasi polymer serta capillary number yang optimal bisa didapatkan.
Proses perhitungan dilakukan dengan terlebih dahulu membagi lapangan S menjadi 35 bagian yang mewakili satu pola injeksi lima titik. Perhitungan perolehan minyak dilakukan pada satu pola injeksi dan kemudian dikalikan dengan jumlah pola.
Data-data yang digunakan berasal dari model reservoir lapangan S. Beberapa data yang digunakan dalam perhitungan adalah :
Tabel 3.1 : Data model reservoir lapangan S
Parameter Harga Satuan
Luas area 1 pola Tebal reservoir NTG rasio Porositas Permeabilitas Np area EOR
OIP area EOR
30 46 0.95 32 1435 26.27 67.05 acre ft - % mD MMSTB MMSTB
Pada analisis sensitivitas konsentrasi polymer dicoba beberapa kasus dengan menggunakan konsentrasi polymer antara 200 g/m3 sampai 1000 g/m3. Konsentrasi polymer ini akan berpengaruh terhadap viskositas dari campuran air-polymer sebagai pendesak minyak. Hubungan antara konsentrasi polymer dan viskositas campuran pendesak pada suatu nilai shear rate tertentu ditunjukkan dalam grafik yang disusun oleh Tsaur (1978).
Gambar 3.1 : Grafik konsentrasi polymer, viskositas & shear rate Tsaur (1978)
Viskositas campuran pendesak yang berbeda pada tiap-tiap kasus akan memberikan grafik 𝑆𝑤 𝑣𝑠 𝑓𝑤 yang berbeda karena nilai 𝑓𝑤 merupakan fungsi dari
mobility ratio (M) dan M merupakan fungsi dari viskositas campuran pendesak. Maka nilai 𝑆 yang 𝑤 dihasilkan tiap kasus juga berbeda. Sehingga dengan menggunakan persamaan yang terdapat pada teori dasar bisa didapatkan nilai displacement efficiency (ED) dari tiap-tiap kasus.
Dengan diketahuinya nilai viskositas campuran pendesak dan parameter-parameter lain yang sudah diketahui sebelumnya seperti 𝑓𝑤, WOR dan V
maka nilai EA dan EV bisa dicari menggunakan
korelasi Fassihi (1986) seperti yang tertera pada dasar teori. Nilai EA dan EV pun berbeda untuk
masing-masing kasus. Maka nilai dari efisiensi total pendesakan (ER) bisa didapat dengan mengalikan
ketiga efisiensi diatas. Nilai tambahan perolehan minyak dan ultimate recovery factor bisa didapatkan dengan diketahuinya nilai Np dan OIP dari area EOR
saat awal pendesakan seperti yang tertera pada tabel 3.1. Hasil dari analisis sensitivitas terhadap konsentrasi polymer terdapat pada tabel dan grafik di bawah :
Tabel 3.2 : Hasil analisis sensitivitas konsentrasi polymer Kons. Polymer (g/m3) ED EA EV ER Ultimate RF 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 0.213 0.218 0.246 0.249 0.272 0.273 0.276 0.277 0.329 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.94 0.90 0.83 0.770 0.798 0.821 0.838 0.848 0.859 0.867 0.872 0.876 0.160 0.166 0.170 0.174 0.176 0.178 0.178 0.172 0.160 0.396 0.401 0.404 0.406 0.408 0.410 0.410 0.405 0.396
4
Gambar 3.2 : Grafik konsentrasi polymer vs efisiensi
Gambar 3.3 : Grafik konsentrasi polymer vs ultimate recovery factor
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa dengan bertambahnya konsentrasi polymer maka ED
dan EV akan bertambah. Hal ini disebabkan turunnya
nilai mobility ratio (M) yang menunjukkan peningkatan kualitas pendesakan. Sedangkan EA
mempunyai satu titik optimum dimana penambahan konsentrasi polymer di atas titik optimum menyebabkan penurunan nilai EA. Hal ini mungkin
disebabkan konsentrasi polymer yang terlalu besar dapat menyebabkan plugging pada pori-pori batuan. Karena pengaruh dari EA maka nilai dari ER dan
ultimate recovery factor juga mempunyai nilai optimum yaitu pada konsentrasi polymer 700 g/m3 dan nilai inilah yang digunakan sebagai input pada simulasi.
Sensitivitas capillary number (Nvc) dilakukan dengan mencoba beberapa kasus dengan nilai capillary number antara 2x10-4 sampai 4x10-3. Nilai capillary number ini akan mempengaruhi saturasi residual baik itu dari wetting phase maupun non-wetting phase pada
saat injeksi surfactant. Hubungan antara capillary number dan saturasi residual didapat dari hasil percobaan. Hasil percobaan yang dilakuakan oleh Taber (1969); Ehrlich (1974); McMillen dan Foster (1977); Gupta dan Trushenski (1978) di plot di dalam suatu kurva dan menunjukkan suatu bentuk yang serupa. Plot antara capillary number dan saturasi residual dari berbagai percobaan tersebut dikenal dengan nama Capillary De-saturation Curve (CDC).
Gambar 3.4 : Capillary De-saturation Curve Perbedaan nilai capillary number pada tiap-tiap kasus memberikan nilai saturasi residual yang berbeda pula. Nilai saturasi residual ini akan mempengaruhi bentuk kurva 𝑆𝑤 𝑣𝑠 𝑓𝑤. Maka tiap-tiap
kasus akan mempunyai nilai 𝑆 yang mempengaruhi 𝑤
besarnya nilai ED. Pengaruh surfactant terhadap
viskositas campuran pendesak diabaikan dalam kasus ini. Sehingga nilai dari ER dan ultimate recovery factor
yang didapat dari sensitivitas capillary number hanya dipengaruhi oleh besarnya ED. Sedangkan nilai EA dan
EV tidak terpengaruh. Hasil dari analisis sensitivitas
terhadap capillary number terdapat pada tabel dan grafik di bawah :
Tabel 3.3 : Hasil analisis sensitivitas capillary number (Nvc) Capillary Number (Nvc) ED ER Ultimate RF 2x10-4 4x10-4 6x10-4 8x10-4 1x10-3 2x10-3 3x10-3 4x10-3 0.396 0.459 0.494 0.518 0.539 0.603 0.635 0.659 0.297 0.345 0.371 0.389 0.405 0.453 0.477 0.495 0.495 0.529 0.548 0.561 0.572 0.607 0.624 0.637
5
Gambar 3.5 : Grafik capillary number (Nvc) vs efisiensi
Gambar 3.6 : Grafik capillary number (Nvc) vs ultimate recovery factor
Sensitivitas terakhir adalah gabungan antara konsentrasi polymer dan capillary number (Nvc) untuk menegetahui recovery factor maksimal yang dapat diperoleh dari injeksi polymer dan surfactant. Sensitivitas dilakukan terhadap tiga nilai capillary number yaitu 4x10-4, 1x10-3 dan 4x10-3, serta tiga nilai konsentrasi polymer yaitu 400 g/m3, 700 g/m3 dan 900 g/m3. Hasil dari sensitivitas tersebut terdapat pada grafik berikut :
Gambar 3.7 : Hasil sensitivitas gabungan terhadap ED
Gambar 3.8 : Hasil sensitivitas gabungan terhadap EA
6
Gambar 3.10 : Hasil sensitivitas gabungan terhadap ER
Gambar 3.10 : Hasil sensitivitas gabungan terhadap ultimate recovery factor
Dari grafik-grafik diatas terlihat bahwa konsentrasi polymer berpengaruh terhadap ketiga efisiensi. Sedangkan nilai capillary number hanya berpengaruh pada ED. Grafik EA dan EV terhadap
sensitivitas capillary number berhimpit karena kedua efisiensi tersebut tidak dipengaruhi oleh capillary number. Pada grafik ultimate recovery factor terlihat bahwa nilai terbesar yang dapat diperoleh dari sensitivitas gabungan ini terdapat pada nilai konsentrasi polymer optimal yaitu 700 g/m3 dan capillary number maksimal yaitu 4x10-3. Nilai ultimate recovery factor pada titik ini sebesar 0.73. Nilai ini merupakan recovery factor maksimal yang mungkin didapat dari injeksi surfactant dan polymer pada kondisi ideal dengan menggunakan paremeter-parameter kimia seperti di atas.
Nilai-nilai parameter kimia yang didapatkan dari hasil sensitivitas diatas akan digunakan sebagai parameter masukan dalam simulasi reservoir. Nilai capillary number harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Gambar 3.11 : Evaluasi capillary number Seperti terlihat pada grafik diatas bahwa penambahan capillary number menyebabkan peningkatan ER. Namun ada satu titik dimana
peningkatan ER tidak signifikan lagi. Maka dari grafik
diatas nilai capillary number yang optimal terdapat pada nilai 5x10-4. Nilai capillary number ini kemudian dikonversi ke dalam interfacial tension (IFT) dengan menggunakan persamaan 3.1. Nilai konsentrasi surfactant yang diperlukan bisa didapat dari kurva hasil percobaan seperti pada gambar 3.12.
𝑁𝑣𝑐 = 𝑉𝑠𝑓
𝐼𝐹𝑇× 𝑘𝑟𝑜𝜇 𝑜+𝑘𝑟𝑤𝜇 𝑤 (3.1)
Gambar 3.12 : Grafik IFT vs konsentrasi surfactant Dengan evaluasi tersebut maka didapatkan nilai interfacial tension sebesar 2.8x10-5 dan konsentrasi surfactant 3 kg/m3. Nilai ini merupakan nilai yang optimal dan digunakan sebagai parameter masukan dalam simulasi.
3.2 Simulasi Reservoir
Simulasi reservoir kali ini menggunakan simulator ECLIPSE. Model yang digunakan adalah black oil dengan tipe grid cartesian. Dimensi grid
7
adalah 112 cell pada arah sumbu X, 95 cell pada sumbu Y dan 37 cell pada sumbu Z sehingga total terdapat 393680 cell. Jumlah cell yang aktif adalah 67183. Model ini mempunyai nilai rata-rata porositas sebesar 0.31, permeabilitas X sebesar 1167.3 mD, permeabilitas Y sebesar 1153.3 mD dan permeabilitas Z sebesar 606.9 mD. Kedalaman rata-rata dari model ini adalah 963 ft dan mempunyai nilai NTG 0.94. Model ini mempunyai 37 layer tetapi layer utama terdapat pada layer 11-15 dan 17-24. Model yang digunakan sudah melewati proses history matcing dan mempunyai nilai OOIP yang berdekatan dengan hasil volumetrik sehingga model ini valid untuk digunakan dalam peramalan kinerja reservoir.
Proses dari simulasi reservoir menggunakan EOR ini diawali pada kondisi base case lalu dilakukan infill drilling dilanjutkan dengan injeksi polymer dengan sumur injeksi yang baru dan terakhir injeksi polymer dan surfactant. Lalu masing-masing kasus dibandingkan jumlah perolehan minyaknya. Tiap kasus dimulai pada tahun 2012 dan diakhiri sampai batas akhir kontrak yaitu 2020.
Kasus base case melanjutkan operasi produksi yang sebelumnya tanpa adanya workover pada sumur-sumur yang sudah ada. Jumlah sumur produksi pada kasus ini adalah 55 sumur.
Kasus infill drilling bertujuan untuk mengoptimalkan produksi minyak dari lapangan S sebelum dilakukan proses injeksi. Penentuan posisi sumur baru dilakuakan dengan mencari daerah yang masih mempunyai jumlah volume minyak tersisa yang tinggi. Setelah dilakukan beberapa kali percobaan posisi sumur didapatkan bahwa penambahan perolehan minyak yang paling optimal adalah dengan menambah 12 sumur baru. Sumur diproduksikan dengan liquid rate 200 STB/day.
Gambar 3.13 : Posisi sumur infill (kotak merah) Kasus injeksi polymer merupakan lanjutan dari kasus infill drilling dimana sejumlah sumur injeksi ditambahkan untuk proses injeksi polymer. Pola yang digunakan dalam proses injeksi ini adalah pola irregular. Hal ini disebabkan posisi dari sumur-sumur
prosuksi yang sudah ada tidak beraturan dan reservoir lapangan S bersifat heterogen sehingga pola injeksi lima titik tidak bisa diterapkan. Penentuan posisi sumur injeksi dilakukan dengan mencari titik-titik di sekitar daerah yang masih mempunyai jumlah volume minyak tersisa yang tinggi sehingga minyak dapat tersapu menuju ke sumur produksi. Setelah dilakukan beberapa kali percobaan posisi sumur injeksi didapatkan bahwa penambahan perolehan minyak dan penyapuan minyak yang paling optimal adalah dengan menambah 24 sumur injeksi. Masing-masing sumur diinjeksikan dengan rate injeksi 1000 STB/day dan untuk menghindari rekahan pada reservoir maka tekanan alir bawah sumur dibatasi sampai 700 psi. Konsentrasi polymer yang digunakan adalah 700 g/m3 sesuai dengan hasil studi analisis. Jumlah polymer yang diinjeksikan adalah menggunakan asumsi 0.3 pore volume.
Gambar 3.13 : Posisi sumur injeksi (titik kuning) Kasus injeksi surfactant dan polymer juga merupakan lanjutan dari kasus infill drilling. Jumlah dan posisi dari sumur injeksi sama dengan pada kasus injeksi polymer. Rate injeksi dan tekanan alir bawah sumur juga mengikuti kasus injeksi polymer. Ada tiga slug yang digunakan dalam injeksi surfactant dan polymer. Pertama adalah surfactant-polymer (SP) slug. Terdiri dari surfactant dengan konsentrasi 3 kg/m3 sesuai dengan studi analisis dan polymer dengan konsentrasi 140 g/m3. Jumlah SP slug yang diinjeksikan menggunakan asumsi 0.2 pore volume. Kedua adalah buffer slug yang berupa campuran polymer dengan konsentrasi 700 g/m3. Jumlah buffer slug yang diinjeksikan menggunakan asumsi 0.25 pore volume. Ketiga adalah tapper slug yang berupa campuran polymer dengan konsentrasi yang semakin menurun. Jumlah tapper slug yang diinjeksikan menggunakan asumsi 0.05 pore volume. Pada kasus ini SP slug bertujuan untuk meningkatkan ED dengan cara
menurunkuan interfacial tension sehingga jumlah residual oil saturation menurun. Lalu diikuti dengan buffer slug untuk meningkatkan EA dan EV dengan
menyapu minyak ke sumur produksi. Lalu diikuti oleh tapper slug yang bertujuan untuk menghindari
8
fingering air karena setelah tapper slug proses selanjutnya adalah injeksi air.
Hasil dari simulasi berbagai kasus EOR di atas terdapat pada tabel dan gambar berikut:
Gambar 3.14 : Produksi total dari berbagai kasus
Gambar 3.15 : Rate produksi dari berbagai kasus Grafik diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan perolehan minyak dari tiap-tiap kasus. Base case menghasilkan peningkatan perolehan minyak dari tahun 2012 sampai tahun 2020 sebesar 4. 2 MMSTB. Setelah dilakukan infill drilling maka peningkatan perolehan minyak menjadi 5.9 MMSTB. Injeksi polymer juga menghasilkan peningkatan perolehan minyak dengan nilai sebesar 9.4 MMSTB. Injeksi surfactant-polymer menghasilkan peningkatan perolehan minyak yang paling besar yaitu 11.88 MMSTB.
Hasil diatas menunjukkan bahwa lapangan S masih mempunyai cadangan minyak tersisa yang sangat potensial untuk diproduksikan dan metode EOR dengan injeksi kimia menghasilkan peningkatan perolehan minyak yang cukup tinggi. Peta persebaran minyak pada berbagai kasus diatas adalah sebagai berikut :
Gambar 3.16 : Persebaran volume minyak pada awal 2012
Gambar 3.17 : Persebaran volume minyak pada akhir infill drilling
Gambar 3.18 : Persebaran volume minyak pada akhir injeksi polymer
9
Gambar 3.19 : Persebaran volume minyak pada akhir injeksi surfactant-polymer
Gambar diatas menunjukkan bahwa
persebaran volume minyak makin berkurang pada tiap kasus. Namun di akhir dari tiap kasus tersebut masih cukup banyak volume minyak yang tertinggal di reservoir. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya metode EOR dengan injeksi kimia ini masih bisa dioptimalkan lagi untuk mendapatkan hasil perolehan minyak yang maksimal. Hasil tabulasi lengkap perolehan minyak pada tiap kasus ada pada tabel berikut.
Tabel 3.20 : Tabulasi lengkap seluruh hasil simulasi
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan
Nilai optimum dari parameter kimia yang digunakan untuk injeksi kimia bisa didapatkan melalui studi analisis.
Penambahan perolehan minyak didapatkan dari simulasi semua metode EOR dalam studi ini dengan injeksi polymer menghasilkan penambahan perolehan minyak sebesar 9.4 MMSTB (RF 35%) dan injeksi surfactant polymer sebesar 11.88 MMSTB (RF 37%). Pemodelan EOR dengan menggunakan
injeksi kimia berhasil dikembangkan pada lapangan S untuk meningkatkan jumlah perolehan minyak.
4.2 Saran
Melakukan studi lanjutan untuk menentukan letak posisi sumur injeksi yang tepat sehingga dapat memaksimalkan efisiensi dari proses EOR.
Maelakukan studi lanjutan untuk menentukan nilai dari paremeter-parameter yang masih diasumsikan dalam studi ini.
Melakukan studi laboratorium EOR untuk mendapatkan model yang lebih representatif.
V. DAFTAR SIMBOL
SG : specific gravity, oAPI
ED : displacement efficiency, fraksi
EA : areal efficiency, fraksi
EV : vertical efficiency, fraksi
ER : total efficiency, fraksi So : saturasi minyak, fraksi
Sw : saturasi air, fraksi
SwBT: saturasi air breakthrough, fraksi
Bo : faktor volume formasi minyak, RB/STB
fw : fractional flow water, fraksi
M : mobility ratio, fraksi Krw : permeabilitas relatif air
Kro : permeabilitas relatif minyak
μo : viskositas minyak, cp
μw : viskositas air, cp
Nvc : capillary number, dimensionless IFT : interfacial tension, dyne/cm RF : recovery factor, fraksi
10
VI. DAFTAR PUSTAKA1. Ahmed, T. 2001. Reservoir Engineering Handbook (2nd Edition). Texas : Gulf Professional Publishing.
2. Green, D.W. & Willhite, G.P. 1998. Enhanced Oil Recovery. Texas : SPE series.
3. Gomaa, E.E. 2008. Concept and Mechanism of Enhanced Oil Recovery. Jakarta : Kondur Petroleum S.A.
4. Siregar, S. 2000. Teknik Peningkatan Perolehan (TM-312). Bandung : Institut Teknologi Bandung 5. Taber,J.J., Martin,F.D., & Seright,R.S., EOR Screening Criteria Revisited, SPE 35385 presented at the 1996 SPE/DOE Symposium on Improved Oil Recovery, Tulsa, Oklahoma, 21‐24 April.