• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Overeekomst dan didalam bahasa Inggris lazim disebut dengan contract. Melalui. dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup semua hal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Overeekomst dan didalam bahasa Inggris lazim disebut dengan contract. Melalui. dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup semua hal."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HUBUNGAN HUKUM YANG TIMBUL ANTARA PT. TELKOM DENGAN PERUSAHAAN MITRA KERJA BERDASARKAN HUKUM PERJANJIAN

YANG DIATUR DALAM PASAL 1320 KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya

Secara terminologi, kata perjanjian dalam bahasa Belanda disebut dengan Overeekomst dan didalam bahasa Inggris lazim disebut dengan contract. Melalui suatu perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hal dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat perjanjian tersebut. Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Para sarjana pada umumnya berpendapat bahwa pengertian perjanjian di atas adalah tidak lengkap dan terlalu luas. Dikatakan tidak lengkap, karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja, dan dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup semua hal.44 Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang itu saling berjanjanji untuk melaksanakan suatu hal.45

Menurut Lc Hotman, yang dikutip oleh R. Setiawan, perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum. Sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripada (debitur atau para debitur) mengikat dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang

44Manan Daus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal 115. 45Subekti, Hukum Perjanjian, Op cit hal 1.

(2)

berhak bersikap yang sedemikian itu.46Menurut kitab yang dikutip oleh R. Setiawan, mengatakan bahwa, perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih di atas dimana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.47

R. Wirjono Prodjodikoro menyebutkan, perjanjian adalah suatu perhubungan mengenai hukum harta benda antara dua pihak dalam mana suatu pihak berjanji, dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, atau untuk tidak melakukan sesuatu hal sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.48Soedjono Birjosisworo mengatakan perjanjian adalah kesepakatan antara dua pihak yang menimbulkan pengikatan antara keduanya untuk melaksanakan apa yang telah diperjanjikan. Perjanjian dapat pula disebut sebagai persetujuan abingatoir yaitu suatu persetujuan yang menciptakan perikatan-perikatan yang mengikat mereka mengadakan persetujuan.49

Disamping itu Hikmahanto Juwana menyatakan bahwa, perjanjian adalah suatu tindak yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak, dimana masing-masing pihak yang ada di dalamnya dituntut untuk melakukan satu atau lebih prestasi. Dalam pengertian demikian perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis. 50 dalam bisnis perjanjian tertulis tersebut penting sebagai pedoman alat bukti bagi para pihak itu

46R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1987, hal 2. 47Ibid, hal, 2.

48R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bandung, 1993, hal 1. 49

Soedjono Dirjosisworo, Misteri dibalik Kontrak Bermasalah, Nandar Naju, Bandung, 2002, hal. 1.

50Hikmahanto Juwana, Modul I Pengertian Dasar Kontrak Bisnis yang Berdimensi Publik,

(3)

sendiri. Dengan adanya perjanjian yang baik dalam bentuk tertulis akan dapat mencegah terjadinya perselisihan, karena semuanya sudah diatur dengan jelas. Sebelumnya perjanjian yang seimbang akan menimbulkan jaminan dan kepastian yang besar kepada para pihak saling membantu pelaksanaan transaksi bisnis.

Istilah bisnis memiliki arti yang lebih sempit (khusus) dari istilah ekonomi yang lebih luas (umum). Bisnis berarti usaha dagang, usaha komersial di dunia perdagangan, bidang usaha51. Bisnis juga berarti urusan dagang insdustri atau profesi, membeli dan memperdagangkan, persoalan khusus yang meminta perhatian perusahaan toko dengan persediaan, aktiva tetap dan sebagian bisnis lebih tertuju pada usaha komersial dan invalsi pelakunya, yaitu berkaitan dengan ekonomi perusahaan ekonomi mikro, karakteristik bisnis terutama terletak pada tujuan pencapaian keuntungan (laba) kegiatan produksi-produksi, distribusi dan pergerakkan barang-barang dan jasa-jasa untuk memperoleh laba.52

Perjanjian bisnis dapat dibagi menjadi empat bagian apabila dilihat dari segi pembuktian yaitu :

1. Perjanjian bisnis yang dibuat di bawah tangan dimana para pihak menandatangani sebuah kontrak bisnis di atas materai.

2. Perjanjian bisnis yang didaftarkan (waarmerken) oleh notaris. 3. Perjanjian bisnis yang dilegalisasi di depan notaris.

51

Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1993, hal 1.

52 Dahlan dan Sanusi Bintang, Pokok-Pokok hukum Ekonomi Bisnis, Citra Aditya Bakti,

(4)

4. Perjanjian bisnis yang dibuat dihadapan notaris dan dituangkan dalam bentuk akta notaris.53

Walaupun ada empat pembedaan dari segi pembuktian namun demikian hal tersebut tidak mempengaruhi keabsahan isi dari apa yang diperjanjikan oleh para pihak.54

Sehubungan dengan perjanjian bisnis yang dituangkan dalam bentuk akta notaris ada beberapa perjanjian bisnis yang oleh Undang-undang harus dibuat dalam bentuk akta notaris, misalnya perjanjian yang menyangkut Pendirian Perseroan Terbatas atau Perjanjian Jual Beli Tanah. Sedangkan ada kontrak bisnis yang karena kebiasaan dituangkan dalam bentuk akta notaris, misalnya Perjanjian Pinjam Meminjam, Perjanjian Penjaminan Emisi dan lain-lain. Adapula perjanjian bisnis yang dituangkan dalam bentuk akta notaris karena memang dikehendaki secara demikian oleh para pihak.

Dalam KUHPerdata terdapat aturan umum yang berlaku untuk semua perjanjian dan aturan khusus yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu saja (perjanjian khusus) yang namanya sudah diberikan undang-undang. Contoh Perjanjian Khusus adalah Jual Beli, Sewa Menyewa, Tukar-Menukar, Pinjam-Meminjam, Pemborongan Kuasa dan Perburuhan.

Selain itu masih ada sumber hukum perjanjian lainnya di dalam berbagai produk hukum. Misalnya Undang-undang Perbankan dan Keputusan Presiden

53Hikmahanto Juwana, Opcit, hal. 2. 54Ibid, hal. 3.

(5)

Tentang Lembaga Pembiayaan. Disamping itu juga dalam yurisprudensi misalnya Tentang Sewa Beli dan sumber hukum lainnya.

Adapun bidang-bidang bisnis dikelompokkan menurut konsentrasi dari jenis kegiatannya yaitu:55

1. Keuangan

 Banking: kredit, cessie, subrogatie, navatie, kompensatie, pencampuran utang;  Asuransi;

 Pasar modal; 2. Industri

 Manufaktur (barang modal, barang konsumsi, transportasi);  Jasa (jasa profesional, jasa telekom, jasa iklan);

3. Pariwisata (hotel, restoran, perjalanan);

4. Perdagangan (jual beli, termasuk juga future trading, pemasokan, distribusi) 5. Konstruksi

6. Infrastruktur (jalan raya, water treament); 7. Investasi (pabrik, hotel)

8. Properti (real estate, towers, business complex)

9. Pertambangan (contract of work atau C.o.W, exploitasi, service)

10. Perminyakan (production sharing contract atau PSC, C.o.W, exploitasi, service) 11. Pertanian dan komoditas (perkebunan, perdagangan komoditas)

12. Telekomunikasi (jaringan telepon, pembangunan instalsi, alokasi jalur, sewa menyewa satelit);

13. Transportasi (shipping, sewa menyewa pesawat terbang , taxi service); 14. Kerjasama

 Satu arah (transfer of technology atau T.O.T, lisensi, waralaba atau franchise, keagenan merk dagang);

 Timbal balik (patungan, kerjasama operasi)

 Leasing dan sewa menyewa (rumah, kantor, kendaraan, mesin)

B. Pengaturan Perjanjian Dalam KUH Perdata (BW)

Membicarakan mengenai kontrak (perjanjian), harus berpedoman kepada Hukum Perikatan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Buku ke

55Budiono Kusumohamidjojo, Dasar-dasar Merancang Perjanjian, Grasindo, Jakarta, 1998.

(6)

III (tiga). Buku III tersebut di samping mengatur mengenai perikatan yang timbul dari perjanjian, juga mengatur perikatan yang timbul dari Undang-undang misalnya tentang perbuatan melawan hukum.

Bila diperhatikan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengatur mengenai Perikatan. Tidak menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan perikatan. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyebutkan bahwa perikatan timbul dari Persetujuan atau Undang-Undang. Kemudian membagi perikatan yang timbul dari undang lebih lanjut, yakni perikatan yang hanya terjadi karena Undang-Undang semata dan perikatan yang timbul dari Undang-Undang-Undang-Undang karena perbuatan orang dibagi menjadi perbuatan yang sesuai dengan hukum dan perbuatan yang melawan hukum.

Menurut Pasal 1233 KUH Perdata tersebut, maka yang mengatur mengenai perikatan itu tidaklah hanya terdapat di dalam buku III KUH Perdata saja, perjanjian-perjanjian yang dibuat memenuhi syarat juga merupakan perikatan, yang apabila tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak dapat dipaksakan untuk melaksanakannya dengan bantuan pengadilan. Perikatan yang bersumber dari Undang-Undang merupakan serangkaian tingkah laku yang memperoleh sifat perikatan karena ditetapkan oleh Undang-Undang.

Sistem hukum perikatan menurut KUHPerdata bersifat terbuka, yang berarti seseorang dapat mengadakan perikatan apapun juga baik yang sudah diatur dalam Undang-undang maupun yang sama sekali belum ada pengaturannya. Sistem terbuka ini merupakan akibat dari adanya asas kebebasan berkontrak (partij otonomi) yang

(7)

dianut dalam hukum perikatan, yang dalam asas umum hukum perikatan nasional disebutkan asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab. Asas kebebasan berkontrak itu tidaklah mutlak, karena harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yang tidak dilarang oleh Undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, dan syarat itu diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:

a. Kesepakatan para pihak

b. Kecakapan untuk berbuat sesuatu c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal Ad.a Kesepakatan Para Pihak

Pengertian sepakat diartikan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui oleh para pihak. Dan persetujuan kehendak itu sendiri adalah kesepakatan, seia sekata antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat.

Suatu kesepakatan kehendak terhadap suatu perjanjian dimulai dari adanya unsur penawaran, (offer) oleh salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan penawaran (acceptence) dari pihak lainnya.56

56Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti,

(8)

Pasal 1321 KUH Perdata menegaskan bahwa hukum menganggap tidak terjadi kata sepakat apabila kata sepakat tersebut diberikan atau diterima karena adanya unsur-unsur seperti:

a. Perihal Unsur Paksaan (dwang, duress)

Yang dimaksud dengan unsur paksaan dalam perjanjian adalah suatu perbuatan yang menakutkan seseorang yang berpikiran sehat, dimana terhadap orang yang terkena paksaan tadi timbul rasa takut baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap harta bendanya dari suatu kerugian yang terang dan nyata (Pasal 1324 KUH Perdata)

Menurut Pasal 1324 KUH Perdata, agar suatu paksaan dapat menjadi alasan pembatalan kontrak, maka unsur paksaan tersebut harus memenuhi syarat.57 1. Paksaan dilakukan terhadap

a. orang yang membuat perjanjian

b. suami atau isteri pihak yang membuat perjanjian c. sanak keluarga dalam garis keatas atau kebawah 2. Paksaan tersebut dilakukan oleh:

a. salah satu pihak dalam perjanjian

b. Pihak ketiga untuk kepentingan siapa perjanjian itu dibuat 3. Paksaan tersebut menakutkan seseorang

4. Orang yang takut tersebut harus berpikiran sehat

(9)

5. Ketakutan tersebut berupa ketakutan terhadap diri orang tersebut dan ketakutan terhadap harta bendanya terhadap kerugian yang nyata dan terang.

6. Ketakutan bukan karena hormat dan patuh kepada orang atau sanak keluarga tanpa paksaan.

b. Unsur Penipuan (bedrog, fraound, mispresentation)

Adapun yang dimaksud dengan penipuan adalah suatu tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak sehingga menyebabkan pihak lain dalam perjanjian tersebut menandatangani perjanjian yang bersangkutan, dan jika seandainya tidak ada unsur penipuan ini dalam keadaan normal maka pihak tadi tidak akan bersedia menandatangani perjanjian (Pasal 1328 KUH Perdata).

Beberapa syarat harus dipenuhi agar suatu penipuan dalam perjanjian dapat dijadikan alasan pembatalan perjanjian:58

1. Penipuan harus mengenai fakta substansial

Penipuan yang dilakukan harus mengenai fakta substansial. Jadi misalnya bila seseorang penjual mobil bekas mengatakan bahwa mobil yang dijualnya dalam keadaan baik tapi ternyata setelah dibeli oleh seseorang pembeli mobil tersebut ternyata tidak seperti yang diharapkan. Alasan ini tidak cukup menjadi alasan pembatalan karena keadaan baik yang disebut

(10)

penjual sangat relatif sifatnya dan hal ini bukan merupakan fakta substansial, tapi lebih mengarah pada sebuah pendapat.

Berbeda halnya jika seorang penjual mengatakan menjual suatu barang yang berasal dari luar negeri dengan menunjukkan surat-surat yang dipalsukan sebenarnya barang tersebut adalah barang luar negeri. Alasan ini dapat dijadikan sebagai alasan membatalkan perjanjian, unsur penipuan yang dilakukan oleh penjual dalam hal ini menyangkut masalah fakta substansial.

2. Pihak yang menandatangani perjanjian berpegang pada fakta substansial yang ditipu tersebut.

3. Penipuan juga termasuk nondisclosure (tidak terbuka informasi).

Penipuan yang sifatnya nondisclosure ini sifatnya merahasiakan suatu fakta atau informasi substansial. Misalnya bila seseorang penjual mengetahui bahwa pembeli mencari barang baru tetapi ia diam saja ketika ia memberikan barang separuh pakai pada pembeli tersebut.

4. Penipuan juga termasuk kebenaran sebagian (half truth)

Penipuan jenis ini adalah dengan cara tidak memberitahukan sebagian informasi substansial sedangkan sebagian lagi diberitahukan, sehingga pemberian informasi seperti ini bisa menyesatkan (misleading).

5. Penipuan dengan perbuatan.

Misalnya seorang menjual mobil taksi, sebelum mobil tersebut dijual, penjual tadi merubah surat-surat taksi tersebut sehingga kelihatan tidak

(11)

seperti mobil taksi. Jika dalam keadaan normal pembeli mengetahui fakta bahwa mobil ini adalah bekas taksi, maka dia tidak akan membeli mobil tersebut.

c. Unsur Kesilapan (dwaling, mistake)

Seseorang dikatakan silap dalam membuat perjanjian manakala ketika membuat perjanjian tersebut orang tersebut dipengaruhi oleh pandangan atau kesan yang ternyata tidak benar. Objek dari unsur kesilapan, sehingga perjanjian dapat dibatalkan adalah;

1. Kesilapan terhadap hakikat barang

Dalam hal ini yang menjadi objek dari kesilapan adalah hakekat barang yang diperjanjikan dalam perjanjian. Misalnya jual beli lukisan yang disangka lukisan Affandi, ternyata lukisan tersebut bukan lukisan Affandi. 2. Kesilapan terhadap diri orang

Terhadap kesilapan mengenai diri orang sebenarnya tidak dapat membatalkan perjanjian, kecuali jika perjanjian yang bersangkutan semata-mata dibuat mengingat tentang diri orang tersebut, misalnya kontrak pertunjukan penyanyi terkenal yang disangka Madonna, ternyata kemudian diketahui bukan Madonna.59

Ad. b. Kecakapan untuk sesuatu

Hal-hal yang berhubungan kecakapan dan kewenangan bertindak dalam rangka perbuatan untuk kepentingan diri pribadi orang perorangan ini diatur dalam

(12)

Pasal 1329 sampai dengan Pasal 1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”.

Rumusan tersebut membawa arti positif, bahwa selain dinyatakan tidak cakap maka setiap orang adalah cakap dan berwenang untuk bertindak dalam hukum. Pasal 1330 KUH Perdata memberikan batasan orang-orang mana saja yang dianggap tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, dengan menyatakan bahwa tidak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian, adalah:

1. Anak yang belum dewasa;

2. Orang yang ditaruh di bawah pengampunan;

3. Orang perempuan dalam hal-hal ditetapkan Undang-undang dan semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.60

Sehubungan dengan yang disebut pada point Ke-3 dari Pasal Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak berlaku dengan keluarnya SEMA RI Nomor 3 Tahun 1963. Dimana bila ditelaah tentang salah satu isi surat edaran dimaksud adalah bahwa seorang perempuan bersuami atau berada dalam suatu ikatan perkawinan telah dapat melakukan tindakan hukum dengan bebas serta sudah dibenarkan menghadap di pengadilan walaupun tanpa izin suaminya. Dan di dalam Undang-undang perkawinan juga diakui kecakapan seorang perempuan bersuami untuk melakukan perbuatan

(13)

hukum. Hal ini terdapat dalam Pasal 31 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan:

1. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. 2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum

3. Suami adalah kepala rumah keluarga dan isteri ibu rumah tangga.

Disamping kecakapan ada juga ketidak cakapan dan ketidakwenangan dalam membuat perjanjian akibat hukum ketidak cakapan dan ketidakwenangan dalam membuat perjanjian ialah bahwa perjanjian yang telah dibuat dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim pengadilan, tetapi pembatalannya yang tidak dimintakan maka perjanjian itu tetap sah dan mengikat pihak-pihak yang bersangkutan.

Ad. c. Suatu hal tertentu

Sebagai syarat yang ketiga untuk sahnya perjanjian adalah perjanjian itu harus mengenai suatu hal yang tertentu. Artinya apa yang diperjanjikan sebagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan.

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian, dan merupakan objek perjanjian prestasi harus tertentu jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan.

Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan itu

(14)

tidak dapat dilaksanakan, maka dianggap tidak ada perjanjian. Akibat tidak dipenuhinya syarat ini, perjanjian batal demi hukum.61

Ad. d. Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal sebagai syarat keempat untuk sahnya perjanjian sering juga disebut dengan oorzaak (bahasa Belanda) dan causa (bahasa Latin)

Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian. Tapi yang dimaksud dengan cause yang halal dalam Pasal 1320 KUH Perdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak.62

Dua syarat pertama disebut syarat-syarat subjektif karena mengenai pihak-pihak atau subjek yang terdapat dalam perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir disebut syarat objektif karena mengenai perjanjian itu sendiri atau objek hukum yang dilakukan.63

Perjanjian antara dua syarat subjektif dan syarat objektif terletak pada akibat hukum yang terjadi apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi. Apabila suatu syarat subjektif tidak terpenuhi, perjanjian tetap mengikat kedua belah pihak, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta agar perjanjian dibatalkan adalah pihak yang tidak cakap atau yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas.

61

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 94.

62Ibid, hal. 94.

(15)

Syarat kesepakatan, merupakan syarat subjektif yang harus ada untuk adanya suatu perjanjian. Pernyataan tidak selalu sesuai dengan kehendak oleh karena itu menjadi perrsoalan bagaimana caranya menentukan telah terjadinya kesepakatan. Sering terjadi karena kepentingan yang menghendaki kesepakatan itu terjadi dengan terpaksa, maka untuk menentukan adanya kesepakatan dikemukakan (menurut doktrin) beberapa teori:

1. Teori Kehendak (Wilstheorie)

Teori ini merupakan teori yang tertua dan menekan pada faktor kehendak. Menurut teori ini jika kita mengemukakan suatu pernyataan yang berbeda dengan apa yang dikehendaki maka kita tidak terikat kepada pernyataan tersebut.

2. Teori pernyataan (verkaringstheorie)

Menurut teori ini kebutuhan masyarakat menghendaki bahwa kita dapat berpegang kepada apa yang dinyatakan.

3. Teori Kepercayaan (Vertrouwenstherie)

Menurut teori ini kata sepakat terjadi jika ada pernyataan yang secara objektif dapat dipercaya. Para sarjana maupun yurisprudensi pada saat ini menganut teori kepercayaan, seperti ternyata pada putusan Hoge Raad tanggal 23 Maret 1928, tentang kasus Firma Oppenheim di Keulan (Jerman).

Pada dewasa ini sehubungan dengan kemajuan komunikasi, maka seringkali terjadi transaksi-transaksi tanpa hadirnya para pihak (melalui korespondensi). Maka sehubungan dengan hal tersebut timbullah teori-teori:

1. Teori ucapan (Uitingstheorie)

Menurut teori ini bahwa kesepakatan terjadi pada saat orang yang menerima penawaran telah menyiapkan surat jawaban bahwa menyetujui penawaran tersebut. Kelemahan teori ini adalah bahwa sulit untuk menentukan saat terjadinya kesepakatan dan selain itu jawaban setiap saat masih dapat diubah. 2. Teori Pengiriman (verzendingstheorie)

Menurut teori ini dengan dikirimnya surat maka sipengirim kehilangan kekuasaannya atas surat tersebut, maka terjadinya kesepakatan adalah pada saat dikirimnya surat jawaban.

3. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)

Teori ini mengemukakan bahwa persetujuan terjadi setelah orang yang menawarkan mengetahui bahwa penawarannya disetujui. Dalam hal ini yang

(16)

menjadi masalah adalah sulit untuk menentukan kesepakatan bila surat tersebut hilang. Sehingga untuk mengatasinya dikemukakan teori penerimaan. 4. Teori Penerimaan (Ontvangstheorie)

Menurut teori ini, bahwa kesepakatan terjadi pada saat diterimanya surat jawaban penerimaan penawaran oleh orang yang menawarkan. Teori ini banyak dianut dan juga oleh Hoge Raad. Dalam hubungan ini, Pitlo mengemukakan bahwa saat terjadinya kesepakatan adalah apabila si pengirim surat secara patut dapat menduga bahwa pihak yang menawarkan telah mengetahui akan isi suratnya.64

Sedangkan apabila syarat objektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum (van rechtswege nietig), artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu kontrak (perjanjian) dan tidak pernah ada suatu perikatan, sehingga dengan demikian tiada dasar bagi para pihak untuk saling menuntut dimuka hakim.

Sehubungan dengan uraian di atas diperhatikan bahwa Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan suatu perjanjian. Tapi yang diperhatikan dan yang diawasi oleh Undang-undang ialah “isi perjanjian itu”, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah dilarang Undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum atau tidak, apakah bertentangan dengan kesusilaan atau tidak.

Menurut Undang-undang causa atau sebab yang halal itu adalah apabila tidak dilarang oleh Undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 1337 KUH Perdata. Saat terciptanya kontrak (perjanjian) ini adalah merupakan suatu hal atau masalah yang penting dalam hukum perjanjian, demi terciptanya suatu kepastian hukum yang diharapkan oleh pihak-pihak khususnya.

(17)

C. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Pelaksanaan perjanjian pembangunan tower antara PT. Telkomsel dengan Perusahaan Mitra Kerja pada prinsipnya harus mengacu kepada asas-asas hukum perjanjian sebagaimana yang diatur di dalam KUH Perdata. Klausul-klausul yang terdapat di dalam perjanjian pembangunan tower antara PT. Telkomsel dengan Perusahaan Mitra Kerja dilandaskan kepada asas kebebasan membuat perjanjian sebagaimana yang dikehendaki oleh para pihak sepanjang tidak bertentang dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Adapun asas-asas hukum perjanjian sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata adalah sebagai berikut:

1. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Asas ini merupakan konsekuensi dari sifat hukum kontrak yang sifatnya sebagai hukum mengatur. Asas freedom of contract mengandung pengertian bahwa para pihak bebas mengatur sendiri isi kontrak tersebut:

a. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak

b. Tidak bertentangan dengan Undang-undang, kepatutan/kesusilaan dan ketertiban umum.65

2. Asas pacta sunt servanda

Asas pacta sunt servanda berarti perjanjian bersifat mengikat secara penuh karenanya harus ditepati. Hukum perjanjian di Indonesia menganut prinsip ini

(18)

sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata yaitu: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, daya mengikat perjanjian sama seperti Undang-undang bagi para pihak yang menyepakatinya.

3. Asas Konsensual

Asas ini mempunyai pengertian bahwa suatu perjanjian sudah sah dan mengikat pada saat tercapai kata sepakat para pihak, tentunya sepanjang perjanjian tersebut memenuhi syarat sah yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Perlu diingat bahwa asas konsensual tidak berlaku pada perjanjian formal. Perjanjian formal maksudnya adalah perjanjian yang memerlukan tindakan-tindakan formal tertentu, misalnya Perjanjian Jual Beli Tanah, formalitas yang diperlukan adalah pembuatannya dalam Akta PPAT. Dalam perjanjian formal, suatu perjanjian akan mengikat setelah terpenuhi tindakan-tindakan formal dimaksud.66

4. Asas Obligatoir

Maksud asas ini adalah bahwa suatu perjanjian sudah mengikat para pihak seketika setelah tercapainya kata sepakat, akan tetapi daya ikat ini hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban para pihak. Pada tahap tersebut hak milik atas suatu benda yang diperjanjikan (misalnya perjanjian jual beli) belum berpindah.

Untuk dapat memindahkan hak milik diperlukan satu lagi, yaitu kontrak kebendaan (zakelijke overeenkomst). Wujud konkrit kontrak kebendaan ini adalah

(19)

tindakan penyerahan (levering) atas benda yang bersangkutan dari tangan penjual ke tangan pembeli.

Tahapan penyerahan ini penting untuk diperhatikan karena menimbulkan konsekuensi hukum tertentu. Misalnya dalam suatu perjanjian jual beli barang belum diserahkan kepada pembeli, jika barang tersebut hilang atau musnah, maka pembeli hanya berhak menuntut pengembalian harga saja, akan tetapi tidak berhak menuntut ganti rugi, karena secara hukum hak milik atas benda tersebut belum berpindah kepada pembeli. Hal ini dikarenakan belum terjadi kontrak kebendaan berupa penyerahan benda tersebut kepada pembeli.

Berbeda jika benda tersebut sudah diserahkan kepada pembeli dan selanjutnya dipinjam oleh penjual, maka jika barang tersebut rusak atau musnah maka pembeli berhak menuntut pengembalian harga dan ganti rugi.

5. Asas Keseimbangan

Maksud asas ini adalah bahwa kedudukan para pihak dalam merumuskan perjanjian harus dalam keadaan seimbang. Pasal 1321 KUH Perdata menyebutkan bahwa tiada kata sepakat dianggap sah apabila diberikan karena kekhilafan, keterpaksaan atau penipuan.67

Penyusunan suatu perjanjian bisnis meliputi beberapa tahapan sejak persiapan atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi perjanjian. Tahapan-tahapan demikian penting diperhatikan terutama untuk perjanjian yang melibatkan transaksi

(20)

bisnis bernilai atau beresiko besar seperti perjanjian internasional, yaitu perjanjian yang mempunyai unsur-unsur asing. Sedangkan untuk perjanjian yang sederhana tidak seluruh tahapan penting untuk diperhatikan. Perjanjian sederhana yang dimaksud disini contohnya adalah perjanjian sewa-menyewa kios, sewa-menyewa rumah, perjanjian sewa-menyewa alat transportasi mobil, dan lain-lain.

Dalam penulisan naskah kontrak, disamping diperlukan kejelian dalam menagkap berbagi keinginan pihak-pihak, juga memahami aspek hukum dan bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa yang baik dan benar dengan berpegangan pada peraturan tata bahasa yang berlaku. Penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus lah tepat, singkat, jelas dan sistematis. Walaupun tidak ditentukan suatu format baku di dalam perundang-undangan. Dalam praktek biasanya penulisan kontrak bisnis ini mengikuti suatu pola umum yang merupakan anatomi dari sebuah kontrak, sebagai berikut:68

1. Judul

Judul harus dirumuskan secara singkat, padat dan jelas misalnya Jual Beli, Sewa Menyewa, dan lain-lain. Judul diambil dari objek perjanjian yang telah disepakati dan yang akan dilaksanakan oleh para pihak.

(21)

2. Pembukaan

Yang terdiri dari kata-kata pembuka, misalnya yang dirumuskan sebagai berikut: Yang bertanda tangan di bawah ini atau pada hari ini Senir tanggal dua April tahun dua ribu empat, kami yang bertanda tangan di bawah ini.

3. Pihak-pihak

Dijelaskan identitas lengkap pihak-pihak. Sebutkan nama, pekerjaan atau jabatan, tempat tinggal, dan bertindak untuk siapa. Bagi perusahaan/badan hukum sebutkan tempat kedudukaanya sebagai pengganti tempat tinggal. Contohnya: Nama…;Pekerjaan….;Bertempat tinggal di…dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/ untuk dan atas nama…berkedudukan di…selanjutnya disebut penjual.

4. Latar belakang kesepakatan (recital)

Diuraikan secara ringkas latar belakang terjadinya kesepakatan (recital). Contohnya perumusannya seperti: dengan ini telah menerangkan bahwa penjual telah menjual kepada pembeli dan pembeli telah membeli dari penjual sebuah mobil/sepeda motor baru merek…tipe…dengan ciri-ciri berikut ini :…dengan syarat-syarat yang telah disepakati oleh pembeli seperti berikut ini.

(22)

5. Isi

Diuraikan panjang lebar isi perjanjian tersebut yang dapat dibuat dalam bentuk pasal-pasal, ayat-ayat, huruf-huruf, angka-angka tertentu. Sebaiknya pada setiap atau beberapa pasal tertentu diberikan judul tersendiri, untuk memudahkan dan mempercepat pembaca menemukan informasi tertentu pada saat diperlukan. Isi perjanjian inilah paling banyak yang mengatur secara detail hak dan kewajiban pihak-pihak dan berbagai janji atau ketentuan atau klausula yang disepakati bersama.

6. Penutupan

Penutupan dirumuskan dengan menuliskan kata-kata penutup. Misalnya demikianlah perjanjian ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya atau Dibuat dan ditandatangani di…pada hari…tanggal…

Dibagian bawah perjanjian dibubuhkan tanda tangan pihak-pihak dan para saksi serta dibubuhi materai. Bagi perusahan/badan hukum pakai cap lembaga masing-masing.

D. Pelaksanaan Perjanjian Pembangunan Tower Telkomsel

Perjanjian pembangunan Tower Telkomsel dilaksanakan dalam dua tahapan, dimana kedua tahapan pelaksanaan tersebut masing-masing berdiri sendiri. Tahapan pertama adalah penetapan lahan tempat didirikannya Tower Telkomsel tersebut,

(23)

sedangkan tahapan kedua adalah proses pendirian Tower Telkomsel di atas lahan yang telah ditetapkan tersebut.

Tahap pertama adalah perjanjian antara pihak telkomsel dengan pihak pemilik lahan tempat dimana pelaksanaan pembangunan Tower dilakukan pada tahap perjanjian dengan pemilik lahan ini, pada umunya pihak Telkomsel harus pula bernegosiasi terhadap para tetangga disekitar pemilik lahan untuk memperoleh persetujuan atas dibangunnya Tower tersebut. Hal ini menyangkut segi keamanan, kenyamanan dan tingkat kerawanan bahaya kesehatan atas dibangunnya tower tersebut. Tower Telkomsel yang dibangun disekitar tempat pemukiman penduduk harus diperlengkapi dengan alat anti radiasi yang dapat melindungi penduduk disekitarnya dari bahaya radiasi yang ditimbulkannya.

Faktor keamanan dalam mengantisipasi keselamatan masyarakat yang tinggal disekitar wilayah pelaksanaan pembangunan tower telekomunikasi merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh pihak telkomsel. Penggunaan alat-alat yang berfungsi untuk memperkokoh konstruksi tower telekomunikasi dan juga meredam tingkat radiasi yang dihasilkan oleh tower telekomunikasi tersebut juga harus dipergunakan sesuai dengan standart pembangunan tower telekomunikasi yang diakui oleh ketentuan perundang-undangan dan diakui oleh standard internasional. Dengan demikian kemanan dari segi konstruksi bangunan maupun dari segi bahaya radiasi dapat diminimalisasi semaksimal mungkin. Pihak telkomsel juga harus memberikan penyuluhan dan melakukan pendekatan kepada masyarakat disekitar wilayah

(24)

pembangunan tower di wilayah tersebut tentang maksimalisasi tingkat keamanan yang telah dilakukan pada tower telekomunikasi tersebut, sehingga masyarakat disekitar wilayah tersebut dapat menerima pembangunan tower telekomunikasi yang ada di wilayahnya. Hal ini untuk mencegah timbulnya dampak negatif penolakan yang bersifat anarkis yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal disekitar wilayah tower yang kurang memehami tujuan karakteristik tower telekomunikasi yang dibangun di sekitar tempat tinggalnya.

Disamping itu pihak Telkomsel sebagai pihak yang membangun tower tersebut harus pula memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan terhadap penduduk disekitar tower tersebut yang mengakibatkan rusaknya rumah penduduk dan timbulnya korban jiwa. Jaminan keamana dan kenyamanan tersebut harus pula dinyatakan tertulis dalam perjanjian dengan pemilik lahan. Meskipun proses pemilihan lahan telah ditetapkan oleh pihak Telkomsel dan telah pula tercapai suatu kesepakatan dengan pihak pemilik lahan, namun apabila pihak Telkomsel belum memperoleh persetujuan dari penduduk yang bertempat tinggal disekitar lahan tempat akan dibangunnya tower tersebut, maka pembangunan tower belum dapat dilaksanakan oleh pihak Telkomsel. Persetujuan dari para penduduk yang bertempat tinggal disekitar lahan pembangunan tower tersebut harus pula dilakukan dalam bentuk tertulis dengan segala ketentuan dan konsekuensinya. Apabila seluruh syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh pihak Telkomsel terhadap penetapan lahan dan juga dari para penduduk disekitarnya telah terpenuhi, maka pelaksanaan

(25)

pembangunan tower tersebut sudah dapat dimulai. Dalam hal pelaksanaan pembangunan towert tersebut, pihak Telkomsel harus pula mengadakan perjanjian dengan pihak pemborong yang telah ditunjuk secara langsung atau telah dinyatakan menang dalam suatu tender oleh pihak Telkomsel sesuai tata cara dan aturan yang telah ditetapkan.

Perjanjian pembangunan tower yang dilakukan oleh pihak Telkomsel terhadap pihak pemilik lahan maupun pihak pemborong dibuat dalam bentuk tertulis dalam suatu akta dibawah tangan yang telah dibuat terlebih dahulu dalam bentuk perjanjian baku oleh pihak telkomsel. Di dalam akta dibawah tangan tersebut memuat sejunlah hak dan kewajiban antara para pihak, baik pihak Telkomsel dengan pemilik lahan maupun pihak telkomsel dengan pemborong, ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam pasal 1320 KUH Perdata menjadi dasar dibuatnya kedua perjanjian tersebut.

Didalam perjanjian sewa-menyewa lahan antara pihak Telkomsel dengan pihak pemilik lahan terlebih dahulu harus tercapai suatu kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu dalam hal kesesuaian pemilihan lahan oleh pihak Telkomsel dan juga persetujuan dari pemilik lahan itu sendiri. Dalam hal persetujuan pemilik lahan terlebh dahulu harus terjadi pula kesepakatan dalam hal harga sewa lahan dan juga jangka menyewa lahan. Disamping itu kesepakatan lainnya adalah jaminan keamanan dan kenyamanan yang harus dipenuhi oleh pihak Telkomsel terhadap pihak pemilik lahan selama jangka waktu sewa lahan berlangsung.

(26)

Pelaksanaan perjanjian pembangunan tower oleh pihak Telkomsel dilakukan dalam bentuk tertulis (akta) dibawah tangan baik terhadap pemilik lahan, maupun terhadap pihak kontraktor. Perjanjian tersebut bersifat perjanjian baku yang artinya bahwa perjanjian pelaksanaan pembangunan Tower Telkomsel tersebut telah dibuat/dikonsep terlebih dahulu oleh pihak Telkomsel dan telah dicetak dalam bentuk formulir-formulir. Pihak yang mengadakan perjanjian dengan pihak Telkomsel tidak ikut merumuskan perkjanjian tersebut, namun hanya tinggal menandatangani perjanjian tersebut apabila telah menyetujui isi perjanjiannya. Penggunaan perjanjian baku pada perjanjian pembangunan tower Telkomsel tersebut memang ada unsur negatif pula mengingat pada awalnya masyarakat dalam memahami aspek hukum perjanjian maka dikhawatirkan terjadinya ketidak keseimbangan hak dan kewajiban yang terdapat dalam perjanjian tersebut.69

Sebagaimana asas yang terdapat dalam hukum perjanjian bahwa suatu perjanjian harus memuat hak dan kewajiban para pihak yang seimbang dan profesional. Asas proprosonalitas tidak dilihat dari konteks keseimbangan matematis tetapi pada proses proses dan mekanisme perikatan hak dan kewajiban yang berlangsung secara fair. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa asas propesionalitas adalah suatu asas yang memberatkan pada suatu hubungan yang setara (kesetaraan, tidak berat sebelah) dalam hal penetapan dan penentuan hak dan

(27)

kewajiban dari masing-masing pihak sehingga tercipta suatu perjanjian yang benar-benar adil dalam pelaksanaanya70.

Dalam perjanjian sewa-menyewa lahan tempat didirikannya tower telkomsel tersebut, selain wajib memperolehnya dari masyarakat di sekitar pemilik lahan, maka tower yang akan didirikan tersebut wajib diasuransikan oleh pihak Telkomsel ke pihak asuransi, untuk menjamin resiko yang akan dialami masyarakat disekitar tower tersebut apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Pendaftaran ke pihak asuransi wajib dilakukan oleh pihak Telkomsel, sebelum pelaksanaan pembangunan tower tersebut dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dan yang telah terjadi selama pembangunan tower tersebut berlangsung hingga selesai dan juga sampai berakhirnya jangka waktu sewa lahan dari para pihak Telkomsel kepada pemilik lahan selama jangka waktu pembangunan tower hingga selesai dan juga sampai berakhirnya jangka waktu sewa lahan, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang diakibatkan oleh pembangunan tower atau juga karena akibat dari pembangunan tower yang telah selesai tersebut., yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik lahan dan juga masyarakat disekitarnya, maka pertanggungan kerugian tersebut dapat dibayar oleh pihak asuransi yang telah menerima pengalihan resiko dan pihak Telkomsel.

70Peber Mahmud Marzuki, Batas-batas Kebebasan Berkontrak, Yuridika, Volume 18 No. 3

(28)

Telkomsel dalam pelaksanaan pendirian pembangunan tower telekomunikasi wajib mengasuransikan tower telekomunikasi tersebut baik pada saat proses pelaksanaan pembangunannya sampai selesai hingga tower tersebut dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Asuransi yang dilakukan oleh pihak telkomsel terhadap towernya tersebut dilakukan dalam jangka wantu tertentu sesuai dengan jangka waktu berfungsinya tower tersebut.

Pada umumnya pelaksanaan asuransi tower telekomunikasi dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun secara bertahap dengan pembayaran sejumlah premi kepada pihak asuransi.

Referensi

Dokumen terkait

· Lepaskan selalu daya listrik AC dengan mencabut kabel daya dari colokan daya sebelum menginstal atau melepaskan motherboard atau komponen perangkat keras lainnya.. ·

1. Bahasa Leukon adalah salah satu bahasa dari 3 bahasa asli yang ada di pulau Simeulue,bahasa Sigulai atau Sibigo. Masyarakat tuturnya meliputi 2 desa yaitu

Konsep integral (yang terkait erat dengan luas daerah) berpijak pada metode ‘exhaustion’, yang telah dipakai oleh Plato dan Eudoxus, dan kemudian oleh Euclid dan Archimedes,

Penjaga kebun binatang mengatakan bahwa jika dia menambahkan 10 tahun dengan umur beruang dan kemudian dua kali lipatnya, beruang akan berumur 90 tahun.. Berapa

Setelah melebur bagian melting memberikan ke bagian gudang getar untuk menguji baja cair dengan memasukan cairan kedalam mesin Shimadzu visual dan mechanical

Sebelumnya diberitakan ada kasus bullying di Pontianak pada bulan April 2019 yang sampai viral di media sosial, yaitu berinisial A diduga dikeroyok oleh 12 orang siswa

Teknik pengumpulan data selanjutnya yang digunakan dalam penelitian ini yakni teknik wawancara mendalam Digunakannya teknik ini dikarenakan melalui wawancara mendalam akan

7 Secara keilmuan penelitian dapat menjadi bahan maupun sumber ilmu agar mengetahui bagaimana hadanah anak pasca perceraian dalam kompilasi Hukum Islam serta hukum