1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Belanja dan pariwisata adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Belanja menjadi aktivitas yang banyak dilakukan oleh wisatawan ketika berkunjung ke sebuah destinasi (Kinley et al., 2002). Amerika Serikat dan Inggris merupakan contoh negara, dimana belanja menempati peringkat pertama dalam aktivitas rekreasi oleh wisatawan domestik dan wisatawan asing (Yu dan Litrel, 2003). Wisatawan Jepang juga menjadikan belanja sebagai aktivitas wisata yang penting ketika berwisata ke daerah lain. Wisatawan Jepang yang berlibur ke Australia memanfaatkan aktivitas wisata untuk berbelanja dan menyediakan anggaran khusus untuk membeli souvenir, oleh-oleh (gift) atau barang-barang lain selama perjalanannya (Reisinger dan Waryszak, 1994).
Yogyakarta sebagai salah satu destinasi utama tujuan wisata, selain menawarkan kekayaan alam, budaya, dan sejarah sebagai daya tarik pariwisata. Belanja juga menjadi bagian dari aktivitas pariwisata di kota ini. Atraksi wisata belanja yang diusung pemerintah Kota Yogyakarta salah satunya adalah pasar tradisional yang diarahkan menjadi pasar wisata (Asdhiana, 2014) dan salah satunya adalah Pasar Beringharjo. Pasar Beringharjo terletak di area Malioboro, dan merupakan bangunan pasar tertua di Kota Yogyakarta yang berdiri sejak tahun 1758 (Anonim, 2014). Pasar Beringharjo sebagai pasar wisata dikuatkan dengan lokasi yang terletak di kawasan Malioboro dan berdekatan dengan keraton Yogyakarta dan Benteng Vredeburg yang merupakan kawasan wisata.
Ketua asosiasi pedagang pasar seluruh Indonesia kota Yogyakarta, Syaherman sebagaimana dikutip oleh Asdhiana (2014) menyebutkan untuk menjadikan pasar tradisional sebagai pasar wisata, upaya yang dilakukan adalah peningkatan kenyamanan bagi wisatawan yang berbelanja. Peningkatan kenyamanan penting dilakukan terutama menghadapi persaingan dengan pasar modern. Seiring dengan perkembangan jaman, Pasar tradisional pada umumnya dan Pasar Beringharjo pada khususnya mendapat tantangan dari pesatnya pembangunan mall atau pasar modern yang kian meningkat.
Berdasarkan data AC Nielsen tahun 2013 menunjukkan jumlah pasar tradisional di Indonesia terus mengalami penurunan. Pasar tradisional berjumlah 13.550 pada tahun 2007, dan menyusut menjadi 13.450 pada 2009, dan pada 2011 berkurang lagi menjadi 9.950. Sementara itu, perbandingan pertumbuhan pasar tradisional terhadap pasar modern cukup drastis, yaitu pasar tradisional hanya kurang dari 8,1 persen, sedangkan pasar modern 31,4 persen (Latief, 2014).
Ekomadyo dan Hidayatsyah (2012) menyampaikan beberapa permasalahan dalam pasar tradisional yang dapat menimbulkan masalah pada kenyamanan wisatawan dalam berbelanja yaitu tipe dan luas unit kios, efektivitas pemanfaatan ruang, lebar jalur sirkulasi, zooning, aksesibilitas dan sistem sirkulasi, penghawaan, pencahayaan, fasilitas umum, utilitas air bersih, utilitas air kotor, dan persampahan. Hal tersebut juga berlaku di Pasar Beringharjo dan menjadi sumber ketidaknyamanan pengunjung dalam berbelanja.
Septriani (2014) menyatakan udara di Pasar Beringharjo terasa sangat panas sehingga tidak jarang membuat pengunjung malas untuk berlama-lama di
dalam pasar. Pasar Beringharjo Timur lantai satu sangat kurang pencahayaan sehingga terkesan gelap. Keluhan lain juga muncul terkait pengetahuan pedagang terhadap produk masih kurang sehingga mereka tidak memberikan informasi yang sebenarnya tentang produk yang mereka jual. Hal tersebut mengindikasikan bahwa belum terpenuhinya kebutuhan wisatawan dalam berbelanja di Pasar Beringharjo. Pemenuhan kebutuhan wisatawan sangat terkait erat dengan kepuasan belanja wisatawan secara keseluruhan.
Belanja sebagai sebuah aktivitas yang banyak dilakukan oleh wisatawan menuntut adanya pemenuhan kebutuhan atau keinginan dari wisatawan. Kebutuhan atau keinginan dari wisatawan yang berbelanja tentunya harus dipenuhi oleh para stakeholder untuk memenuhi kepuasan belanja wisatawan. Pelaku dan perencana pariwisata harus mampu memahami kebutuhan wisatawan guna mempertahankan daya saing sebagai tujuan belanja dan menjaga citra destinasi tersebut sebagai kawasan wisata belanja agar tetap memiliki daya tarik dan memberikan pengalaman belanja dan rekreasi yang unik (Heung dan Cheng, 2000).
Memahami dan mengukur kepuasan wisatawan adalah salah satu aspek paling penting bagi industri pariwisata. Wisatawan yang merasa puas cenderung untuk membagi pengalaman positif mereka untuk wisatawan lainnya dan mereka ingin melakukan kunjungan ulang pada sebuah destinasi maupun hotel (Barutcu et
al, 2011). Mill dan Morison (1985) berpendapat bahwa kepuasan wisatawan
mempertahankan eksistensi kawasan wisata. Kepuasan wisatawan akan sangat terkait erat dengan reputasi destinasi dan berakibat pada niat kembali wisatawan.
Lehew dan Wesley (2007) menyatakan bahwa kepuasan dalam pengalaman belanja dapat digunakan untuk pengembangan pemasaran destinasi, manajemen strategis dan program peningkatan kualitas yang membutuhkan pengukuran kepuasan wisatawan untuk mengidentifikasi masalah dan fokus pada solusi yang tepat untuk digunakan. Kepuasan wisatawan dalam berbelanja juga berhubungan dengan keuntungan. Strategi pusat perbelanjaan dalam meningkatkan kepuasan belanja wisatawan mampu memberikan pendapatan bagi pusat perbelanjaan tersebut yang berasal dari pengeluaran wisatawan yang lebih besar ketika berbelanja (Lehew dan Wesley, 2007).
Penilaian kepuasan belanja wisatawan dapat dilakukan dengan menggunakan indeks kepuasan. Terkait dengan Pasar Beringharjo, penilaian indeks kepuasan belanja merupakan penilaian wisatawan terhadap pengalaman belanja mereka di Pasar Beringharjo. Indeks kepuasan dapat dijadikan bahan untuk mengidentifikasi faktor terkait Pasar Beringharjo yang memerlukan pembenahan dari sisi kepentingan wisatawan. Data indeks kepuasan juga dapat dijadikan bahan rujukan untuk menetapkan kebijakan dalam meningkatkan kualitas belanja di Pasar Beringharjo agar mampu mengakomodir kebutuhan wisatawan demi terpenuhinya kepuasan belanja wisatawan.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka patut diketahui bagaimanakah kepuasan belanja wisatawan di Pasar Beringharjo. Fokus permasalahan penelitian ini adalah untuk melakukan penilaian kepuasan wisatawan dalam aktivitas
berbelanja di Pasar Beringharjo. Penilaian kepuasan wisatawan dengan indeks kepuasan wisatawan akan memberikan informasi tentang seberapa puas wisatawan dalam berbelanja.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimanakah tingkat kepuasan belanja wisatawan nusantara di Pasar Beringharjo?
b. Dari empat faktor terkait wisata belanja (bukti fisik, pelayanan, produk dan harga), faktor mana yang berpengaruh terhadap kepuasan belanja wisatawan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Menganalisis tingkat kepuasan belanja wisatawan nusantara selama melakukan aktivitas belanja di Pasar Beringharjo.
2. Menganalisis dari empat variabel dalam wisata belanja, variabel apa yang mempengaruhi tingkat kepuasan keseluruhan (overall satisfaction) dalam wisata belanja.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis :
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi ilmu kepariwisataan di Indonesia terutama dalam konteks wisata belanja.
2. Manfaat Praktis :
a. Sebagai bahan rekomendasi untuk mewujudkan sebuah pasar tradisional yang mampu menarik minat kunjungan wisatawan, tetap memiliki unsur kearifan lokal dan sebuah pasar tradisional yang mampu menjadi simbol keistimewaan Yogyakarta.
b. Sebagai rekomendasi atau masukan kepada pihak pengelola, dan pelaku usaha di pasar beringharjo serta pihak terkait untuk lebih mengakomodir kebutuhan wisatawan dan meningkatkan kepuasan belanja wisatawan yang berbelanja di pasar beringharjo.
1.5 Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah penulis lakukan, sejauh ini belum ada penelitian tentang kepuasan belanja wisatawan nusantara di Pasar Beringharjo. Penelitian tentang Pasar Beringharjo yang sudah dilakukan, terkait dengan tema ekonomi, sosial-budaya atau arsitektur. Belum ada penelitian tentang Pasar Beringharjo yang terkait dengan pariwisata. Penelitian ini akan menelisik Pasar Beringharjo dari segi pariwisata yaitu wisata belanja.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian wisata belanja lainnya terletak pada lokus maupun fokus penelitian ini. Kepuasan belanja wisatawan, sudah banyak dilakukan penelitian di luar negeri seperti yang dilakukan di Makau, Hongkong, China dan beberapa negara lainnya. Penelitian ini mengadaptasi penelitian tentang kepuasan belanja wisatawan yang diteliti oleh Heung dan Cheng di China untuk diterapkan di Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta. Secara lengkap pada tabel 2.1 akan disajikan penelitian terdahulu yang bertema wisata
belanja, kepuasan belanja wisatawan atau penelitian lain yang mengambil lokasi di Pasar Beringharjo, sebagai berikut :
Tabel 1.1 Daftar Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Penelitian Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
1 Dwi Rahma Purnama
Sari (2009)
Pengembangan
Pasarbawah Sebagai
Destinasi Wisata Belanja di Pekanbaru
Metode Rasionalistik Kualitatif
Kawasan Pasarbawah memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata belanja yang berbasis sejarah dan busaya Melayu.
2. Irwan Haribudiman
(2011)
Analisis Faktor
Pendorong dan Penarik
Wisatawan Untuk
Berbelanja di Factory
Outlet Kota Bandung
Meode Deskriptif Analitis
Faktor pendorong wisatawan yang paling mempengaruhi untuk berbelanja adalah motif mempererat hubungan dengan keluarga atau teman. Sedangkan dari faktor penarik, variasi barang yang dijual merupakan alasan utama.
3 Muhammad Arief
Kurniawan (2007)
Status dan Peran
Malioboro Mall sebagai Objek Wisata Belanja di Malioboro, Yogyakarta
Metode Induktif Kualitatif
Peran Malioboro Mall mendukung pariwisata di Malioboro, namun ada beberapa faktor yang perlu diperbaiki. Harga produk serta varian produk juga
harus dievaluasi. Produk yang
bervariasi dan harga yang murah dapat menarik wisatawan.
4. Septriani (2014) Analisis Penentuan Tarif
Retribusi Pasar Tradisional Beringharjo Tahun 2014 Pendekatan pendapatan dan pendekatan biaya
Optimalisasi nilai property sebesar Rp 71.929.637.142,- dengan pendekatan retribusi Rp 10.629.330.063,-.
5. IpKin Anthony Wong
dan Yim Kin Penny Wan (2013)
A Systematic Approach to Scale Development in
Tourist Shopping
Satisfaction: Linking
Destination Attributes and Shopping Experience
Kuantitatif Destinasi yang aman dan bersih dengan
fasilitas hiburan atau rekreasi yang mudah diakses kemungkinan akan memberikan pengalaman belanja yang menyenangkan dengan produk jasa dan
lingkungan, nilai barang, kualitas
pelayanan staf, dan atau diferensiasi layanan.
6. Suleyman Barutchu,
Hulusi Dogan, Engin Unguren
(2011)
Tourist Perception and Satisfaction of Shopping in Alanya Region : A Comparative Analysis of Different Nationalities
Kuantitatif Terdapat perbedaan persepsi dan
kepuasan yang sangat signifikan
berdasarkan kewarganegaraan.
7. Vincent Heung dan
Eliza Cheng (2000) Assessing Tourist Satisfaction with Shopping in the Hongkong Special Administrative Region of China
Kuantitatif Hal yang sangat berpengaruh dalam
kepuasan adalah kualitas pelayanan dari penjual, disusul nilai produk dan Product Reliability.